Laprak Pemulasan Sediaan Darah Dengan Giemsa
Laprak Pemulasan Sediaan Darah Dengan Giemsa
Laprak Pemulasan Sediaan Darah Dengan Giemsa
Oleh :
RIENDY AANISAH PUTRI
25010115140195
PROPOSAL PRAKTIKUM
MATA KULIAH BIOMEDIK DASAR 2 (3 SKS)
SEMESTER II FKM UNDIP TAHUN 2016
Oleh :
RIENDY AANISAH PUTRI
25010115140195
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
ii
PRAKATA DARI PENULIS ..............................................................................................
iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................................................
viii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
1
B. Tujuan....................................................................................................................
2
C. Manfaat..................................................................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSAKA
A. Sediaan Apus Darah Tepi......................................................................................
4
B. Giemsa...................................................................................................................
5
C. Pewarnaan Sediaan Darah.....................................................................................
7
D. Sumber Kesalahan.................................................................................................
12
BAB III METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan............................................................................
14
B. Metode Praktikum.................................................................................................
14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum.....................................................................................................
16
B. Pembahasan...........................................................................................................
16
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
22
LAMPIRAN.......................................................................................................................
23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Hasil pengamatan....................................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Plasmodium vivax........................................................................................9
Gambar 2.2 Plasmodium malariae...................................................................................9
Gambar 2.3 Plasmodium falciparum.............................................................................10
Gambar 2.4 Plasmodium ovale.......................................................................................11
10
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal/Laporan Akhir Praktikum MK Biomedik Dasar II FKM Undip
1. Judul
2. Penyusun
3. Kelompok/Semester/Tahun
:10/ 2/2016
5. Laboratorium
6. Lokasi Kegiatan
: Kota Semarang
7. Waktu Kegiatan
: 9 Mei 2016
Dasar Biomedik II
NIP.198111042003122001
NIP. 196503171993032001
Mengetahui,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat
dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri
atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi
utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel
diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi,
mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuanmempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tuaapabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah
disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein), yang
terdapat dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah jugamengangkut
bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk
diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Pada manusia umumnya memiliki volume darah sebanyak kurang lebih 5 liter
dengan unsur-unsur pembentuknya yaitu sel-sel darah, platelet, dan plasma. Sel
darah terdiri dari eritrosit danleukosit, platelet yang merupakan trombosit atau
keping darah, sedangkan plasma darah padadasarnya adalah larutan air yang
mengandung : Air (90%) dan zat terlarut (10%) yang terdiri dari : Protein plasma
(albumin, globulin, fibrinogen) 7%, Senyawa Organik (As. Amino, glukosa,
vitamin, lemak) 2.1%, Garam organik (sodium, pottasium, calcium) 0.9%.
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu
menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan
untuk penelitian dan pemeriksaan (W.A. New Dorland, 2002). Sediaan apus darah
ini tidak saja untuk mempelajari bentuk masing-masing sel darah, tetapi juga
2. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi tugas laporan praktikum mata kuliah Biomedik Dasar II
FKM UNDIP 2016, membuat sediaan apus dan mengamati morfologi atau
struktur darah.
C. Manfaat
1. Mengetahui cara pemulasaan sediaan darah dengan Giemsa
2. Mengetahui struktur darah
3. Mengamati pulasan sediaan darah berdasarkan struktur darah dan umur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sediaan Apus Darah Tepi
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih
digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus
ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, kemudian
dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah mikroskop.
Guna pemeriksaan apusan darah:
1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2. Memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit
3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid
fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lainlain.
Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan
ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, selsel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal
Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa.
(Maskoeri, 2008)
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk
pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria
yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik
dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan juga parasit jenis lainnya.
(Jason and Frances, 2010 )
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari
penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol.
Yaitu dua zat warna yang berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin ) yang bersifat
basa dan eosin y ( tetrabromoflurescin ) yang bersifat asam seperti kromatin, DNA
dan RNA. Sedangkan eosin y akan mewarnai komponen sel yang bersifat basa
seperti granula, eosinofili dan hemoglobin. Ikatan eosin yang ada pada azur B
yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal
sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi
tidak terjadi pada RNA sehingga akan menimbulkan kontras antara inti yang
berwarna dengan sitoplasma yang berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus dan sering
digunakan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam darah (blood-borne
parasite). ( Ronald dan Richard , 2004 )
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada keadaan tertentu dapat pula
digunakan EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Jenis apusan darah :
1. Sediaan darah tipis
Ciri- ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih
jelas. bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan
bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk
menentukan spesies dan stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang
dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.
2. Sediaan darah tebal
Ciri- ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih banyak untuk
pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga jumlah parasit yang
ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan
lebih mudah ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh
dan kurang begitu lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007)
B. Giemsa
Pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum digunakan agar sediaan
terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski.
Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel
sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis
protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di
dalam botol yang gelap. (Kurniawan, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang
sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Semakin lama pewarnaan
yang dilakukan maka intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang
yang telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam hasil menunjukan sel-sel butir
darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau jenis parasit yang lain
(Maskoeri, 2008).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna
khusus. Pewarnaan ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan
pembentukan senyawa baru dalam campuran yang dinamakan azure. Setelah
pemberiaan campuran jenis Romanosky, diferensiasi sel-sel dapat dilakukan
Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang menyatakan afinitas struktur sel oleh
masing-masing zat warna dari campuran, yaitu:
1. Afinitas untuk methylen blue
2. Afinitas untuk azure dikenal sebagai azurefilik ( ungu).
3. Afinitas untuk eosin (suatu zat warna asam ) dikenal sebagai asidofilik
atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).
4. Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat dalam campuran, secara
tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia (salmon-pink
smplilac ). ( Safar, 2009 ).
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen azur
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru memberi warna
pada inti leukosit . Ketiga jenis pewarna ini dilarutkan dengan metil alkohol
dan gliserin. Larutan ini dikemas dalam botol coklat ( 100 500 1000 cc )
dan dikenal sebagai giemsa stock dengan pH 7 . ( Depkes RI, 1993 ).
Pedoman pemakaian Giemsa
1. Giemsa stock baru boleh diencerkan dengan aquadest, air buffer atau air
sesaat akan digunakan agar diperoleh efek pewarnaan yang optimal.
2. Encerkan gimesa sebanyak yang dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa
harus dibuwang.
3. Untuk mengambil stock giemsa dari botolnya, gunakan pipet khusus agar
stock giemsa tidak tercemari.
4. Methanol dapat menarik air dari udara, sebab itu stock giemsa harus ditutup
rapat dan tidak boleh sering dibuka .
5. Tolak ukur sebagai dasar perhitungan :
a. 1cc = 20 tetes
b. Seluruh permukaan kaca sediaan dapat ditutupi cairan sebanyak 1 cc
c. Berdasarkan tolak ukur ini dapat dihitung banyaknya giemsa encer yang harus
digunakan sesuai dengan kebutuhan terutama bila melakukan pewarnaan.
6. Takaran pewarnaan, Untuk melakukan pewarnaan individu pada stock giemsa 1
tetes dapat ditambah dengan pengencer sepuluh tetes lama pewarnaan 15 20
menit ( giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1 cc ( 20
tetes ) dengan lama pewarnaan 45 60 menit ( giemsa 20 % ) .
7. Gunakan air pengencer yang mempunyai pH 6.8 7.2 ( paling ideal dengan pH
7.2). ( Depkes RI, 1993 ).
-Menguji mutu giemsa
Ada 2 cara menguji mutu Giemsa :
1. Dilakukan pewarnaan sel darah 1- 2 sel darah lalu diperiksa mikroskop.
Jika hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan air pengencernya masih
baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali akan melakukan pewarnaan.
2. Dilakukan tes menggunakan kertas saring dan metil alkohol
a. Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas saring tidak
tersentuh apapun.
b. Meneteskan 1 2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu sampai meresap
dan melebar, kemudian meneteskan 3 5 tetes metil alkohol absolute
dipertengahan bulatan giemsa satu persatu dengan jarak waktu beberapa detik,
sampai garis tengah giemsa menjadi 5 7 cm maka akan berbentuk bulatan biru
( metilen blue ) di tengah, lingkaran cincin ungu ( metilen azure ) berada di
luarnya, serta lingkaran tipis warna merah ( eosin ) dipinggir sekali. Jika warna
ungu atau merah tidak terbentuk berarti giemsa sudah rusak dan tidak boleh
dipakai lagi.
( Depkes RI, 1993 ).
C. Pewarnaan Sediaan Darah
mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar. Proses selanjutnya inti sel
parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi
merozoit berjumlah antara 16 18 buah. Gametosit mengisi hampir seluruh
eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa akan berwarna
merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru. Makrogametosit berinti padat
berwarna merah letaknya biasanya di pinggir.Terdapat bintik-bintik merah yang
disebut
titik
eritrosit
yang
parasit
Schuffner pada
terinfeksi
ini.
Sungkar
S,
1994 )
10
11
12
Zat warna yang mengendap dipermukaan pada akhir pewarnaan tertinggal pada
sel darah dan akan mengotorinya. Oleh karna itu pada akhir pewarnaan larutan
giemsa harus dibilas dengan air yang mengalir .
5. Syarat sediaan Kaca
Kaca sediaan dipakai untuk menempelkan darah yang sering kali diambil dari
tempat yang jauh, sediaan darah ini kemudian diproses, diperiksa dan kemudiaan
disimpan atau dicuci kembali, maka penting sekali penggunaan kaca sediaan yang
baik dan bermutu. Syarat untuk kaca sediaan yang baik adalah :
a. Bening atau jernih
b. Permukaan licin, tidak tergores-gores
c. Bersih ( bebas dari lemak, debu, asam, atau alkalis )
d. Tebal antara 1,1 dan 1,3 mm
e. Ukurannya sama ( Depkes RI, 1993)
e. Prosedur pewarnaan darah tebal :
1) Teteskan darah pada sebuah slide bersih.
2) Tetesan darah dilebarkan sambil dengan kaca secara berputar, sampai menjadi
sediaan darah dengan diameter 1 - 2 cm.
3) Biarkan mengering di udara .
4) Pengecatan sediaan darah tebal :
- Rendam apusan darah dalam air untuk melisiskan sel darah merah.
- Setelah darah lisis rendam atau genangi dengan giemsa selama 15-20 menit.
- Biarkan sampai kering, periksa sediaan darah dibawah mikroskop.
5 ) Pemeriksaan darah tebal dilakukan dengan cara :
- Siapkan mikroskup yang sudah dibersihkan dengan xylol.
- Pasang sediaan dengan perbesaran 100x dengan diberi anisol.
- Catat hasil pengamatan.
f. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pewarnaan giemsa :
- Perhatikan agar metanol tidak mengenai sediaan tetes tebal karena akan
membuat bagian tersebut terfiksasi dan hasil pewarnaan tidak sesuai dengan hasil
yang diinginkan.
- Hati-hati pada saat membilas sediaan tetes tebal karena bagian tersebut tidak
difiksasi dan tidak menempel dengan kuat ke slide kaca.
13
D. Sumber Kesalahan
Dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan hasil yang akurat harus
mengacu kepada GLP (Good Laboratory Procedure) yaitu melalui 3 tahap
prosedure antara lain:
1. Pre Analitik
Dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini sangat
menentukan kualitas sampel yang nantinya akan dihasilkan dan mempengaruhi
proses kerja berikutnya. Faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan seperti
penyakit, puasa/tidak, diet, variasi diurnal, aktifitas fisik, obat-obatan serta
labeling.
Sampel yang diambil haruslah sampel yang sesuai/tepat dengan jenis
pemeriksaannya, cara pengambilan sampel pun harus benar. Penggunaan bahan
pembantu yang tidak tepat tentunya akan merusak sampel. Kondisi lingkungan
seperti suhu, kebersihan tentunya mempengaruhi stabilitas dan kualitas sampel
sehingga dapat berakibat terhadap hasil pemeriksaan. Kualitas bahan pembantu
juga mempengaruhi hasil karena jika kualitasnya tidak baik tentunya dapat
merusak sampel dan atau menurunkan kualitas yang ada.
2. Analitik
Merupakan tahap pengerjaan pengujian sampel sehingga diperoleh hasil
pemeriksaan. Spesimen yang tepat mengenai jenis dan volume sampel, alat sesuai
standar, reagen yang berkualitas, standar dan tidak kadaluarsa, giemsa yang
digunakan pada proses pewarnaan adalah giemsa yang sesuai standar, penggunaan
air sesuai dengan standar, pemeriksaan sesuai
suhu, kalkulasi dan pelaporan yang tepat.
3. Pasca Analitik
Merupakan
bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarkan benar-benar valid atau benar, meliputi:
1. Pencatatan hasil
2. Pelaporan hasil
3. Pengiriman hasil dari keluarnya hasil pemeriksaan, proses penyalinan hasil
sampai diberikan kepada pasien. ( Buletin PRODIA, 2007)
14
15
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari, Tanggal : Senin, 9 Mei 2016
Waktu
: 10.20-12.30
Tempat
B. Metode Praktikum
a) Alat
1.
2.
3.
4.
5.
b) Bahan
1. Metanol absolut dengan kadar air kurang dari 4%, disimpan dalam botol
yang tertutup rapat untuk mencegah masuknya uap air dari udara .
2. Zat warna Giemsa
Zat warna giemsa
1g
Methanol absolut
10 ml
Hangatkan campuran ini sampai 50C dan biarkan selama 15 menit,
kemudian disaring. Sebelum dipakai, campuran ini diencerkan sebanyak
20 x dengan larutan dapar
Cara Kerja
a. Cara membuat sediaan apus
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai kaca
peng-apus sudut kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal
16
untuk dapat menghasilkan sedian apus darah yang tidak mencapai tepi
kaca objek.
3. Satu tetes kecil darah diletakkan pada 2 3 mm dari ujung kaca
objek.Kaca penghapus diletakkan dengan sudut 30 45 derajat terhadap
kaca objek didepan tetes darah.
4. Kaca pengapus ditarik kebelakang sehingga tetes darah , ditunggu sampai
darah menyebar pada sudut tersebut.
5. Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga terbentuk
apusan darah sepanjang 3 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis
sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan
darah tidak bolah terlalu tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur
dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan
menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat menggeser, maka makin
tipis apusan darah yang dihasilkan.
6. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada
bagian tebal apusan dengan pensil kaca.
b. Cara memulas sediaan apus
1. Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat
pewarnaan.
2. Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 3 menit.
3. Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru diencerkan.
Larutan Giemsa yang dipakai adalah 5%, diencerkan dulu dengan
larutan dapar. Biarkan selama 20 30 menit.
4. Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat kemudian
lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua kelebihan zat warna.
Letakkan sediaan hapus dalam rak dalam posisi tegak dan biarkan
mengering.
5. Lihat darah di bawah mikroskop
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pulasan
Pulasan giemsa
Trombosit
Jumlah
Eritrosit
Normal
Leukosit
Normal
17
Normal dewasa:
Laki-laki
150.000-
5.000.000-
400.000/mm
6.000.000/ml
: 5.000-10.000
4.000.000-
150.000-
5.000.000/ml
450.000/mm
Bentuk :
Bentuk :
Tidak
beraturan,tidak
bikonkaf
berinti
Bentuk :
berwarna
dan
diameter kecil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
B. Pembahasan
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai
berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu
dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik
merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik
merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi
terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas
sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, MayGrunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk, 2010).
Praktikum mengenai sediaan apus darah kali ini bertujuan untuk mengamati
dan menilai berbagai unsure sel darah pada manusia seperti sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Berdasarkan
Murtiati, dkk (2010), sediaan apus darah juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, microfilaria, dan lain-lain.
Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan pengamatan untuk mengetahui
deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan menilai persentase sel darah yang
teramati.
18
Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan bahan darah segar yang
berasal dari kapiler atau vena OP. OP pada praktikum ini adalah nurhayati.
Pertama praktikan mengambil darah dari ujung jari telunjuk tangan kiri
menggunakan blood lancet atau slat suntik kemudian mencampurkannya dengan
EDTA supaya tidak cepat membeku. Setelah itu praktikan menaruhnya ke kaca
objek. Kemudian menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah
melebar. Selanjutnya membentuk sudut 30-400 dengan kaca penutup, lalu
digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu tipis ataupun
terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di bawah mikroskop
akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka
membiarkannya hingga kering, setelah itu meneteskan metanol ke atas sediaan
hingga bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan membiarkannya selama
5 menit. Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah sehingga darah tidak
hilang saat diamati. Selanjutnya sediaan diteteskan dengan giemsa yang telah
diencerkan dengan air dan membiarkannya selama 20 menit dan membilasnya
dengan air dan mengeringkannya. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai darah
sehingga mudah dibedakan dan dapat terlihat jelas saat diamati. Waktu
perendaman ini sebaiknya jangan terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat
akibat pewarnaan yang terlalu pekat.
Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah selesai, maka dilakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa sediaan apus
darah. Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak emersi terlebih
dahulu, tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah kerusakan
pada mikroskop. Dengan perbesaran lemah (100x), praktikan hanya melihat bulatbulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat jelas perbedaan antara leukosit,
eritrosit dan trombosit.
Setelah menggunakan pembesaran 400x, praktikan menemukan ukuran
eritrosit yang kecil, berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti, dan berwarna ungu
bening. Warna ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa, sehingga warna darah
yang semula merah, setelah diamati di mikroskop berubah menjadi ungu. Hal ini
sesuai dengan literatur yaitu eritrosit berbentuk cakram bikonkaf atau cakram
pipih, sel tidak berinti dan tidak punya organel seperti sel-sel lain. Eritrosit
19
berukuran sekitar 7,5m dan bagian pusat lebih tipis dan lebih terang dari bagian
tepinya. Selain itu, eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk
mentransport O2 (Dikaamelia, 2008).
Pembentukan eritrosit atau eritropoiesis terjadi di sumsum merah yang
terletak pada tulang belakang, sternum (tulang dada), tulang rusuk, tengkorak,
tulang belikat, tulang panggul serta tulang-tulang anggota badan (kaki dan
tangan). Eritrosit berumur pendek. Tidak adanya inti pada eritrosit menyebabkan
eritrosit tidak mampu mensintesis protein untuk tumbuh, atau untuk
memperbanyak diri (Dikaamelia, 2008). Namun dengan tidak adanya inti pada
eritrosit dan dengan bentuk yang berupa bikonkaf maka eritrosit memiliki
kemampuan yang optimal dalam mengikat oksigen sehingga kebutuhan akan
oksigen menjadi terpenuhi. Itu sebabnya apabila seseorang menderita penyakit sel
sabit, yaitu penyakit yang disebabkan karena struktur eritrositnya berbentuk
seperti bulan sabit, memiliki kemampuan mengikat oksigen yang lebih sedikit
sehingga membuat penderita menjadi anemia dan lemah.
Pada pengamatan di praktikum ini tidak ditemukan eritrosit yang berbentuk
selain bikonkaf, itu artinya OP tidak menderita kelainan struktur eritrosit.
Kelainan pada struktur eritrosit dapat disebabkan karena faktor genetika ataupun
lingkungan.
Kemudian didapatkan beberapa jenis leukosit, namun praktikan tidak mampu
mengidentifikasinya apakah termasuk basofil, eosinofil, batang, neutrofil, limfosit
ataupun monosit. Hal tersebut karena keterbatasan pembesaran pada mikroskop
yang digunakan sehingga tidak dapat terlihat dengan jelas bentuk dari inti sel
leukosit tersebut. Penggolongan leukisit menjadi 5 macam merupakan
penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, da ada tidaknya granula
sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan perbesaran mikroskop
yang baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan minyak emersi.
Berdasarkan referensi, sel neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah
muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang
terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 m
samapai 12 m. Sel eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar,
dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan
berdiameter 12 m sampai 15 m. Berfungsi sebagai fagositik lemah. Sedangkan
basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak
20
21
22
baik, bersih, dan terwarna. Dapat terlihat adanya eritrosit dalam jumlah banyak
dan leukosit.
Eritrosit yang diamati berwarna agak bening transparan. Eritrosit berbentuk
bulat, dengan bentuk seperti cekungan (cakram) pada sisi dalam (tengah) dan tak
berinti. Leukosit ditunjukkan dengan sel yang memiliki inti berwarna ungu. Warna
ungu disebabkan oleh inti leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna
giemsa. Leukosit yang paling banyak dijumpai ialah neutrofil dan monosit
berkisar antara 10-15%, serta sedikit eosinofil dengan presentase kurang dari 5%.
Presentase neutrofil memang paling banyak dalam darah, yaitu mencapai 50-70%
dari jumlah leukosit yang ada. Ditemukanya leukosit dalam preparat apus darah
menunjukkan bahwa pendonor sdang mengalami sakit berkaitan dengan fungsi
leukosit sebagai bentuk pertahanan tubuh manusia.
Preparat tampak rapat namun sel-selnya dapat teramati dengan baik karena
tidak bertumpuk, sehingga dapat dikatakan ketipisan apusan sudah cukup baik.
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Apusan darah merupakan salah satu cara mengamati materi-materi yang ada
dalam darah baik materi padat materi cairnya. Materi padat terdiri dari sel darah
merah sel darah putih, keeping-keping darah. Setelah diamati menggunakan
mikroskop tampak butiran-butiran dari eritrosit seperti gambar dibawah ini:
Saat pewarnaan preparat menggunakan larutan Giemsa harus ditunggu sampai
kering terlebih dahulu baru dicuci dengan air mengalir sebab apabila belum kering
tetapi sudah dicuci maka ketika diamati menggunakan mikroskop maka darah akan
terlihat menggumpal. Eritrosit yang diamati berbentuk butiran-butiran kecil berwarna
merah dalam jumlah yang banyak dan pada bagian tengahnya seperti terdapat
lekukan.
Neutrofil adalah adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama
dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang mempunyai granula pada
sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang
aneh. Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Eosinofil merupakan sel darah putih bergranulasit yang berfungsi untuk
kekebalan tubuh. Limfosit adalah sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan
makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large
granular lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan
terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.
Pada praktikum apusan darah yang tampak bagian eritrosit (sel darah merah) dan
leukosit . Sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk
padat, ukuran partikelnya sangat kecil. Mengandung hemoglobin yang berfungsi
untuk mengikat oksigen. Eritrosit tampak berdiri sendiri dan berada dalam sebuh
cairan yang disebut dengan plasma darah yaitu cairan tempat seluruh sel-sel darah.
Untuk sel darah putih diantaranya limfosit, neutrofil dan juga eosinophil. Dengan
praktikum apusan darah dapat mengetahui bentuk-bentuk darah. Diantara materimateri padat darah terdapat cairan yang disebut dengan plama darah.
24
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Kadaryanto, S.Pd. dkk, 2007. Biologi 3 Megungkap rahasia alam kehidupan.
Jakarta : Yudhistira.
Kadaryanto, S.Pd. dkk, 2004. Biologi 2 Megungkap rahasia alam kehidupan.
Jakarta : Yudhistira.
Kelley, R., 1995. Histologi dasar . Jakarta : EGC.
Pearce, E.,2004. Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
LAMPIRAN
Gambar 3. Rak
Gambar 4. Pipet
Gambar 5. Mikroskop