Referat Obgyn Retensio Plasenta
Referat Obgyn Retensio Plasenta
Referat Obgyn Retensio Plasenta
PENDAHULUAN
BAB II
RETENSIO PLASENTA
II.1 Defenisi
Biasanya setelah janin lahir, beberapa menit kemudian mulailah proses
pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan (kira-kira 100 200 cc). Bila
plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta.2
Kadang-kadang, plasenta tidak segera terlepas. Suatu pertanyaan yang
belum mendapat jawaban yang pasti adalah berapa lama waktu berlalu pada
keadaan tanpa perdarahan sebelum plasenta harus dikeluarkan secara manual.
Bidang obstetri secara tradisional membuat batas-batas durasi kala tiga secara
agak ketat sebagai upaya untuk mendefinisikan retensio plasenta (abnormally
retained placenta) sehingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan
plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros (1991) meneliti 12.275 persalinan
pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala tiga adalah 6 menit, dan
3,3 persen berlangsung lebih dari 30 menit.6 Jadi istilah retensio plasenta
dipergunakan jika plasenta belum lahir jam sesudah anak lahir. 2,7,8,9,10,11,12
II.2 Insidensi
Retensio plasenta adalah penyebab signifikan dari kematian maternal dan
angka kesakitan di seluruh negara berkembang. Kasus ini merupakan penyulit
pada 2 % dari semua kelahiran hidup dengan angka kematian hampir mencapai
10% di daerah pedesaan.13 Menurut studi lain, insidensi dari retensio plasenta
berkisar antara 1-2 % dari kelahiran hidup. Pada studi tersebut retensio plasenta
lebih sering muncul pada pasien yang lebih muda dengan multiparitas.14
Diperkirakan insidensi dari perlengketan abnormalitas sekitar 1 dari 2000
hingga 1 dari 7000 persalinan. Plasenta akreta meliputi 80% dari keseluruhan
perlengketan abnormal, plasenta inkreta 15 %, dan plasenta perkreta 5 %. Angka
ini meningkat tajam dalam dua dekade terakhir, sejalan dengan angka seksio
cesarean.15
II.3 Plasentasi
Pada hari keempat setelah fertilisasi hasil konsepsi mencapai stadium
blastula disebut blastokista (blastocyst), suatu bentuk yang dibagian luarnya
adalah trofoblas dan di bagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell
ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan berkembang menjadi plasenta.
Nidasi (implantasi) diatur oleh suatu proses yang kompleks antara trofoblas dan
endometrium. Di satu sisi trofoblas mempunyai kemampuan invasif yang kuat,
disisi lain endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan menyekresikan faktor
aktif lokal yaitu cytokines dan protease.9
Setelah implantasi, sel-sel trofoblas dapat berdiferensiasi menjadi 2 jenis
yakni:16,9
1. Ekstravili sel sitotrofoblas berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel
invasif yang menginvasi (trofoblas interstitial) desidua maternal dan arteri
spiralis (trofoblas endovaskuler) miometrium.
2. Vili sel sitotrofoblas berproliferasi dan bergabung membentuk sel
sinsisiotrofoblas multinukleus yang membentuk permukaan luar vili plasenta
janin.
Invasi trofoblas diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsisiotrofoblas
menghasilkan hCG yang akan mengubah sitotrofoblas menyekresikan hormon
yang
noninvasif.
Trofoblas
yang
semakin
dekat
dengan
endometrium
Plasenta berbentuk bundar atau oval; ukuran diameter 15-20 cm, tebal 2-3
cm, berat 500-600 gram. Biasanya plasenta atau uri akan berbentuk lengkap pada
kehamilan kira-kira 16 minggu; dimana ruang amnion telah mengisi seluruh
rongga rahim. Letak plasenta yang normal umumnya pada corpus uteri bagian
depan atau belakang agak kearah fundus uteri. 2 Plasenta normal menanamkan diri
sampai ke batas atas lapisan otot rahim.7
Plasenta terdiri atas tiga bagian yaitu :1,2
1) Bagian janin (fetal portion). Bagian janin terdiri dari korion frondosum dan
vili. Vili dari uri yang matang terdiri atas :
Vili korialis
Ruang-ruang interviler. Darah ibu yang berada dalam ruang interviler
berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis. Pada sistole, darah
dipompa dengan tekanan 70-80 mmHg kedalam ruang interviler sampai
lempeng korionik (chorionic plate) pangkal dari kotiledon-kotiledon. Darah
tersebut membanjiri vili korialis dan kembali perlahan ke vena di desidua
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi.1 Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus
uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan. Selama uterus tetap kencang dan
tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta
terlepas biasa dilakukan. Jangan lakukan masase; tangan hanya diletakkan di atas
fundus untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi
darah dan menggelembung di belakang plasenta yang sudah terlepas.6,11
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu :1,4,13
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas dari plasenta,
namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta
menyempurnakan
bidang
tempat
implantasi
plasenta.
Agar
plasenta
dapat
yang
sedang
terpisah
dan
retroplasenta).2,6,9
desidua
yang
tersisa
(hematoma
Setelah bayi lahir, klem tali pusat mendekati vulva. Palpasi uterus
dengan hati-hati tanpa di masase untuk menilai kontraksi uterus.
Setelah fundus terangkat, lakukan traksi lembut pada tali pusat, dan
lahirkan plasenta dari vagina.
II.5 Etiologi
Etiologi retensio plasenta tidak diketahui dengan pasti sebelum tindakan.7
Beberapa penyebab retensio plasenta adalah :2,10,11
1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting). Plasenta sudah lepas tetapi
belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan
10
II.7 Patogenesis
11
klinis
juga
menunjukkan
bahwa
kita
tidak
dapat
12
bahwa trofoblas akan lebih mudah menginvasi ke segmen bawah rahim dengan
lapisan desidua yang abnormal, dan meningkatkan kemungkinan plasenta akreta
untuk berkembang.21
Patofisiologi retensio plasenta ini juga bisa berarti plasenta telah terpisah
akan tetapi masih tertinggal akibat ketegangan tali plasenta atau leher rahim yang
tertutup.12 Faktor ini dapat muncul akibat kesalahan penanganan kala III
persalinan dan manipulasi yang berlebihan.14 Pemijatan dan penekanan secara
terus-menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi dapat mengganggu
mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak
sempurna dan pengeluaran darah meningkat.6
II.8 Diagnosis19
A. Gejala Klinis
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal,
meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya,
paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat
pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau
timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.4
Gejala dan Tanda
Uterus tidak
berkontraksi dan
lembek
Perdarahan segera
setelah anak lahir
Diagnosa Kerja
Atonia uteri
Syok
Bekuan darah
pada serviks
atau posisi
telentang akan
menghambat
aliran darah
keluar
Robekan jalan lahir
Pucat
Lemah
Menggigil
13
dan keras
Plasenta lengkap
Retensio plasenta
Plasenta atau
sebagian selaput tidak
lengkap
Perdarahan segera
Tertinggalnya sebagian
plasenta atau ketuban
Inversio uteri
Neurogenik syok
Pucat dan limbung
Anemia
Demam
14
Gejala
Akreta parsial
Inkarserata
Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
Sepusat
Bentuk uterus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang- banyak
Sedang
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Pelepasan
plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
B. Pemeriksaan pervaginam
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam
kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam
uterus.4 Pada pemeriksaan plasenta yang lahir menunjukkan bahwa ada
bagian tidak ada atau tertinggal, dan pada eksplorasi secara manual
terdapat kesulitan dalam pelepasan plasenta atau ditemukan sisa
plasenta.15,18
C. Pemeriksaan Penunjang
15
2. USG20,23
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi
lebih mudah bila implantasi plasenta berada di SBU bagian depan.
Lapisan miometrium dibagian basal plasenta terlihat menipis atau
menghilang. Pada plasenta perkreta vena-vena subplasenta terlihat
berada di bagian dinding kandung kemih.9
Cox dkk. (1988) melaporkan satu kasus plasenta previa dengan
plasenta inkreta yang diidentifikasi secara USG berdasarkan tidak
adanya ruang sonolusen di subplasenta. Mereka berhipotesis bahwa
daerah sonolusen subplasenta yang normalnya ada ini menggambarkan
desidua basalis dan jaringan miometrium di bawahnya. 6,15 Diagnosis
berdasarkan sonografi antenatal pada plasenta akreta juga telah
dilaporkan. Berdasarkan pada munculnya gambaran Color Doppler.15
3. MRI20,23
Yang lebih baru adalah pemakaian magnetic resonance imaging
(MRI) untuk mendiagnosis plasenta akreta (Maldjian dkk., 1990).6
Diagnosis lebih mudah ditegakkan jika tidak ada pendataran antara
plasenta atau bagian sisa plasenta dengan miometrium pada perdarahan
postpartum.15
4.
Histologi
Menurut Bernischke dan Kaufmann (2000), diagnosis histologis
plasenta akreta tidak dapat ditegakkan hanya dari plasenta saja
melainkan dibutuhkan keseluruhan uterus atau kuretase miometrium. 6
Pada pemeriksaan histologi ini tempat implantasi plasenta selalu
menunjukkan desidua dan lapisan Nitabuch yang menghilang.15
16
II.9 Penanganan
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka
tidak akan menimbulkan perdarahan.9 Bila terjadi banyak perdarahan atau bila
pada persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka
tak boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan.
Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya
plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika,
meskipun kala III belum lewat setengah jam. 9,2 Plasenta mungkin pula tidak
keluar karena kandung kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya
harus dikosongkan.2
17
plasenta
adalah
tindakan
invasif
dan,
kadang
18
19
Disisi
lain,
beberapa
usaha
dapat
dilakukan
untuk
F. Terapi konservatif
Terapi konservatif diberikan tergantung pada penemuan plasenta
akreta, terdapat 2 tipe terapi konservatif :21
1. Ketika terdiagnosis selama kala III persalinan, pengeluaran plasenta
tidak disarankan; terapi konservatif ialah dengan meninggalkan
plasenta,
sebagian
atau
keseluruhan,
dalam
uterus
ketika
22
Oksitosin
IV : 20 IU dalam 1 L
larutan garam fisiologis
dengan tetesan cepat
Ergometrin
Misoprostol
IM atau IV (lambat) :
0,2 mg
IM : 10 IU
Dosis lanjutan
IV : 20 IU dalam 1 L
Ulangi 0,2 mg IM
larutan garam fisiologis
setelah 15 menit
plasenta
denganRetensio
40 tetes/menit
Dosis maksimalPenanganan
Tidak lebih dari
3 L larutan
umum
:
perhari
dengan
oksitosin
Infus transfusi darah
kontraindikasi
Total 1 mg atau 5
dosis
Perdarahan banyak
300 400 cc
Perdarahan sedikit
Anemia dan syok
Tabel 2.3 Jenis uterotonika dan cara pemberiannya22
Perlengketan plasenta
Plasenta manual
Indikasi
Perdarahan 400 cc
Pascaoperasi vaginal
Pascanarkose
Habitual HPP
Teknik
Telusuri tali pusat
Dengan ulner tangan
Masase intrauterin
Uterotonika IM-IV
Berhasil baik :
Observasi :
Keadaan umum
Perdarahan
Obat profilaksis :
Vitamin
Fe preprat
Antibiotika
Uterotonika
Plasenta rest :
Kuretase tumpul
Utero-vaginal tampon
Masase
Plasenta melekat :
Akreta
Inkreta
Perkreta
Adesiva
Perdarahan terus :
Tampon bedah
23
Atonia uteri
Histerektomi
Pertimbangan :
Keadaan umum
Umur penderita
Paritas penderita
Ligasi arteri hipogastrika
24
Perforasi uterus
Infeksi
Inversio uteri
Syok (hipovolemik)
Perdarahan postpartum
Subinvolution
25
g. Histerektomi
II.11 Pencegahan
Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat
proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera
setelah bayi lahir ( untuk mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan 0,2 mg
methergin i.v. atau 10 IU pitosin i.m. waktu bahu bayi lahir )11, dan melakukan
penegangan tali pusat terkendali. Usaha ini disebut juga penatalaksanaan aktif
kala III.4
Manajemen aktif kala III yaitu :17
1. Menyuntikkan oksitosin
- Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus.
- Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
- Segera (dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan
oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar
(aspektus lateralis). Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk
melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk
-
26
dapat dilahirkan.
Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
II.12 Prognosis4
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat
penting.
27
BAB III
KESIMPULAN
Istilah retensio plasenta (retained placenta) dipergunakan jika plasenta
belum lahir jam sesudah anak lahir. Retensio plasenta kemungkinan terjadi
karena plasenta terperangkap oleh cervix yang menutup sebagian atau karena
28
plasenta masih melekat pada dinding uterus serta penyebab trsering yaitu
kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Penyebab dari disfungsi kontraksi uterus ini belum diketahui pasti.
Walaupun sangat jarang, plasenta dapat melekat erat ke tempat implantasi, baik
karena penetrasi berlebihan dari trofoblas maupun desidua basalis yang sedikit
(tipis) atau tidak ada sama sekali dan kelainan perkembangan lapisan fibrinoid
(lapisan Nitabuch) secara parsial atau total, sehingga tidak terdapat garis pemisah
fisiologis melalui lapisan spongiosa desidua. Akibatnya, satu atau lebih kotiledon
melekat erat ke desidua basalis yang cacat atau bahkan ke miometrium.
Patofisiologi retensio plasenta ini juga bisa berarti plasenta telah terpisah akan
tetapi masih tertinggal akibat ketegangan tali plasenta atau leher rahim yang
tertutup. Faktor ini dapat muncul akibat kesalahan penanganan kala III persalinan
dan manipulasi yang berlebihan.
Penanganan retensio plasenta meliputi perasat Crede, manual plasenta,
kuretase, tindakan bedah (ligasi arteri hipogastrika, embolisasi arteri uterina, dan
histerektomi), terapi konservatif, transfusi darah, serta pemberian uterotonika dan
antibiotik.
Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat
proses separasi dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera
setelah bayi lahir dan melakukan manajemen aktif kala III.
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat sangat
penting.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Perdarahan Post Partum Akibat Plasenta Rest. 2012. Diakses pada
tanggal 28 September 2013 dari
http://www.scribd.com/doc/135982233/Plasenta-Rest-Edit
2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998.
29
30
15. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal Puerperium:
Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill Companies, Inc;
2003. 28:323-327.
2013
dari
17. Anonim. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal: Kala Tiga dan Empat
Persalinan. Bab 4:91-99.
18. Pernoll ML. Benson & Pernonolls Handbook of Obstetrics & Gynecology
Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001. 6:173-177; 11:341-342.
19. http://www.medskills.eu/index.php/wiki/en/body/birth/common
%20complications/retained%20placentae/
20. Committee Opinion. Placenta Accreta. Washington DC: American Congress
of Obstetricians and Gynecologists; 2012. Diakses pada tanggal 26
September
2013
dari
http://www.acog.org/Resources%20And
%20Publications/Committee%20Opinions/Committee%20on%20Obstetric
%20Practice/Placenta%20Accreta.aspx
21. B-Lynch C. A Textbook of Postpartum Hemorrhage A Comprehensive Guide
to Evaluation, Management and Surgical Intervention : Placental
Abnormalities. Singapore: Sapiens Publishing; 2006. 8:66-68, 10:90-91,
24:203-207, 31:296-297.
22. Anonim. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar: Retensio
Plasenta. Bab 4-10.
23. Mayo Clinic. Placenta Accreta. Mayo Foundation for Medical Education and
Research (MFMER); 2012. Diakses pada tanggal 28 September 2013 dari
http://www.mayoclinic.com/health/placenta-accreta/DS01203
24. Gondo HK. Penanganan Perdarahan Post Partum (Haemorhagi Post
Partum, HPP). Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma; 2010.
31