Miastenia Gravis
Miastenia Gravis
Miastenia Gravis
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Miastenia gravis merupakan penyakit neuromuscular yg merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter & lambatnya pemulihan atau
suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf ( neuromuscular
junction ) berfungsi secara tidak normal dan menyebabkan kelemahan otot menahun.
Miastenia gravis adalah suatu keadaan yang ditandai oleh kelemahan atau
kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya
setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah
orang yang pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan ia juga
mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut.
Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin
merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis.
Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi
pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit
ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,
penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Early-onset miastenia gravis biasanya
terjadi pada wanita pada usia 18-50 tahun dan late-onset miastenia gravis lebih
sering pada laki-laki dengan usia 50 tahun ke atas.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah :
Anatomi, Fisiologi, dan Biokimia Neuromuscular Junction
Definisi Miastenia Gravis
Epidemiologi Miastenia Gravis
Klasifikasi Miastenia Gravis
Etiologi Miastenia Gravis
Patofisiologi Miastenia Gravis
Manifestasi Klinis Miastenia Gravis
Diagnosis Miastenia Gravis
Penatalaksanaan Miastenia Gravis
TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
Mengetahui Anatomi, Fisiologi, dan Biokimia Neuromuscular Junction
Mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis dari Miastenia Gravis dan mampu melakukan
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
1.1.1
dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat
saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa
ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut
neuromuscular junction atau sambungan neuromuskular.
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut
terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat
saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot),
dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.
1.1.2
miniature yang kecil. Kalau sebuah akhir saraf mengalami depolarisasi akibat
transmisi sebuah impuls saraf, proses ini akan membuka saluran Ca2+ yang
sensitive terhadap voltase listrik sehingga memungkinkan aliran masuk Ca2+ dari
ruang sinaps ke terminal saraf. Ion Ca2+ ini memerankan peranan yang esensial
dalam eksositosis yang melepaskan asitilkolin (isi kurang lebih 125 vesikel) ke
dalam rongga sinaps.
4. Asetilkolin yang dilepaskan akan berdifusi dengan cepat melintasi celah sinaps ke
dalam reseptor di dalam lipatan taut (junctional fold), merupakan bagian yang
menonjol dari motor end plate yang mengandung reseptor asetilkolin (AChR)
dengan kerapatan yang tinggi dan sangat rapat dengan terminal saraf. Kalau 2
molekul asetilkolin terikat pada sebuah reseptor, maka reseptor ini akan
mengalami perubahan bentuk dengan membuka saluran dalam reseptor yang
memungkinkan aliran kation melintasi membran. Masuknya ion Na+ akan
menimbulkan depolarisasi membran otot sehingga terbentuk potensial end plate.
Keadaan ini selanjutnya akan menimbulkan depolarisasi membran otot di
dekatnya dan terjadi potensial aksi yang ditransmisikan disepanjang serabut saraf
sehingga timbul kontraksi otot.
5. Kalau saluran tersebut menutup, asetilkolin akan terurai dan dihidrolisis oleh
enzim asetilkolinesterase yang mengkatalisasi reaksi berikut:
Asetilkolin + H2O Asetat + Kolin
Enzim yang penting ini terdapat dengan jumlah yang besar dalam lamina basalis
rongga sinaps
6. Kolin didaur ulang ke dalam terminal saraf melalui mekanisme transport aktif di
mana protein tersebut dapat digunakan kembali bagi sintesis asetilkolin.
Beberapa sifat dari reseptor asetilkolin di neuromuscular junction adalah
sebagai berikut:
Dua molekul asetilkolin harus berikatan untuk membuka saluran ion, yang
memungkinkan aliran baik Na+ maupun K+.
Bisa berikatan dengan erat pada subunit dan dapat digunakan untuk melabel
reseptor atau sebagai suatu ligand berafinitas untuk memurnikannya.
1.2
kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan akan pulih kekuatannya
setelah beberapa saat yaitu dari beberapa menit sampai jam. Jolly (1895) adalah
orang yang pertamakali menggunakan istilah miastenia gravis dan ia juga
mengusulkan pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut.
Baru kemudian Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin
merupakan obat yang baik untuk miastenia gravis.
Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua
pasien. Antibodi ini merupakan antibodi igG dan dapat melewati plasenta pada
baru lahir.
(Corwin,2009)
Alasan pembentukan autoantibodi reseptor anti-asetilkolin masih belum
diketahui. Timektomi sering memperbaiki keadaan ini, dan diyakini bahwa timus
berperan pada etiologi miastenia gravis, baik bekerja sebagai sumber antigen reaktifsilang (sel-sel mioid timus membawa reseptor asetilkolin pada permukaannya). Atau
terlibat pada pembentukan sel-sel T helper
autoantibodi. Timus bukan merupakan sumber antibodi tersebut, yang dihasilkan oleh
jaringan limfoid perifer. (Chandrasoma,2005)
1.3
pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun.
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit
ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,
penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun.( Saktivi,2015)
Insiden miastenia gravis pada anak-anak 0,9 2,0 kasus per 1 juta anak tiap
tahun pada populasi pediatrik usia 0 17 tahun di Kanada dari tahun 2010 hingga
2011. Angka yang lebih tinggi didapatkan di Amerika Utara, yaitu 9,1 per 1 juta
penduduk. Sebanyak 4,2% terjadi pada usia 0 9 tahun dan 9,5% pada usia 9 19
tahun. Sri-udomkajorn (2011) mendapatkan bahwa miastenia gravis pada anak lebih
banyak mengenai perempuan, usia awitan rata-rata biasanya 4 tahun dan tipe okuler
lebih sering daripada tipe generalisata.
Hasil yang berbeda pernah dilaporkan bahwa usia awitan terjadi pada anak
yang lebih tua, yaitu usia 13 tahun dan lebih banyak tipe generalisata.2 Miastenia
gravis tipe okuler lebih banyak pada ras Asia, sedangkan tipe generalisata lebih banya
pada ras Eropa dan Amerika. ( Saktivi,2015)
1.4
yang kebal terhadap obat-obat antikolinesterase yang pada saat yang sama menderita
infeksi lain. Keadaan lain yang berkembang menjadi kelumpuhan otot-otot
pernafasan
adalah
disebabkan
oleh
banyaknya
dosis
pengobatan
dengan
subkelas
Gejala
Adanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat
menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.
Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta
II
okular.
Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya.
IIb
III
IIIb
IV
IVb
1.5
Gambaran histologik otot yang terkena terdiri dari reaksi CMI. Antibodi dan
faktor rheumatoid kedua-duanya ditemukan pada maworitas penderita miastenia
gravis. Kombinasi dengan
antibodi
reseptor
asetilkolin
pada
reseptor
asetilkolin
akan
ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya
terdapat gejala kelainan okular disertai dengan kelemahan otot-otot lainnya. Kira-kira
15% ditemukan kelemahan ektremitas tanpa disertai dengan gejala kelainan okular.
Yang lainnya kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan menelan.
Anamnesis yang klasik dari penderita dengan miastenia okular adalah adanya
gejala diplopia yang timbul pada sore hari atau pada waktu maghrib dan menghilang
pada waktu pagiharinya. Dapat pula timbul ptosis pada otot-otot kelopak mata. Bila
otot-otot bulbar terkena, suaranya menjadi suara basal yang cenderung berfluktuasi
dan suara akan memburuk bila percakapan berlangsung terus. Pada kasus yang berat
akan terjadi afoni temporer. Adanya kelemahan rahang yang progresif pada waktu
mengunyah dan penderita seringkali menunjang rahangnya dengan tangan sewaktu
mengunyah. Keluhan lainnya adalah
makan.
Tanda klinis dari miastenia gravis adalah (Crown,2009) :
Sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walupun pada miastenia
gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya otot-otot okular masih
bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi
akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi,
diikuti dengan kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala.
1.8
suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam berbagai derajat yang
berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal dari tubuh serta simetris di kedua
anggota gerak kanan dan kiri. Refleks tendon biasanya masih ada dalam batas
normal.Miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya kelemahan pada otot
wajah. Kelemahan otot wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like
face dengan adanya ptosis dan senyum yang horizontal. (Crown,2009)
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia
gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot palatum, yang
menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice)
serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu,
penderita miastenia gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta
menelan makanan, sehingga dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabbkan
penderita batuk dan tersedak saat minum. Kelemahan otot-otot rahang pada miastenia
gravis menyebakan penderita sulit untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita
harus terus ditopang dengan tangan. Otot-otot leher juga mengalami kelemahan,
sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta ekstensi dari leher. (Crown,2009)
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut (Crown,2009) :
1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan
akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang.
Penderita menjadi anartris dan afonis.
2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama
kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak
ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat. Kemudian tampak bahwa
suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi.
Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes
antara lain ( Saktivi,2009) :
a. Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena.
Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah
seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uiji ini
kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena
efektivitas tensilon sangat singkat. ( Saktivi,2009)
b. Uji Prostigmin (neostigmin)
c. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3
tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan
oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan
bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar
gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat. ( Saktivi,2009)
Pemeriksaan tambahan untuk Miastenia Gravis adalah :
a. Anti-Asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia
gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita
miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni
menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien
thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-AChR antibo4.
( Saktivi,2009)
Osserman Class
Percent Positive
0.79
24
2.17
55
IIA
49.8
80
IIB
57.9
100
III
78.5
100
IV
205.3
89
d. Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya
antibody yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot
jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan
ryanodine (RyR). Antibody ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan
miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu
kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia
gravis. ( Saktivi,2009)
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding untuk menegakkan diagnosis miastenia gravis,
antara lain:
Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada
beberapa penyakit elain miastenia gravis, antara lain :
o Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
o Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
o Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii
Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu
sklerosis multipleks.
Normalnya
asetilkolin
diuraikan
ditaut
neuromuskular
oleh
enzim
aktivitas
asetilkolinesterase
fonium
klorida
(Tensilon),
memungkinkan
1.9
100 mg perhari dan diberikan selang satu hari, tergantung pada reaksi penderita.
Setelah ada perbaikan, dosis neostigmin dan piridostigmin dapat diturunkan perlahanlahan. Kombinasi baik piridostigmin dan prednison yang diberikan selang 1 hari
merupakan terapi inisial pilihan untuk penderita dengan timoma.
Dalam penatalaksanaan pada miastenia gravis dapat diberikan terapi sebagai berikut :
1. Neostigmin bromide (prostigmin) 15 mg per tab.(per os). Biasanya diberikan 3x1
tab sehari ) dapat ditingkatkan menjadi 3x2 tab). Untuk menghindari timbulnya
nyeri perut sebaiknya diberikan pula atropin atau ext. Belladonnae.
2. Neostigmin methylsulfat (prostigmin) 0,5 mgr/amp (i.m / i.v). Bila perlu
diberikan 0,5 mgr prostigmin secara i.m (dapat ditingkatkan sampai 1,5 mgr.
Prostigmin secara i.m).
3.
respon imun. Reduksi dari titer antibodi tidak dapat dibuktikan secara klinis, karena
pada sebagian besar pasien tidak terdapat penurunan dari titer antibodi.
Efek dari terapi dengan IVIG dapat muncul sekitar 3-4 hari setelah memulai
terapi. IVIG diindikasikan pada pasien yang juga menggunakan terapi PE, karena
kedua terapi ini memiliki onset yang cepat dengan durasi yang hanya beberapa
minggu. Tetapi berdasarkan pengalaman dan beberapa data, tidak terdapat respon
yang sama antara terapi PE dengan IVIG, sehingga banyak pusat kesehatan yang
tidak menggunakan IVIG sebagai terapi awal untuk pasien dalam kondisi krisis.
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1
gram/kgbb/hari selama 2 hari.
IVIG dilaporkan memiliki keuntungan klinis berupa penurunan level antiasetilkolin reseptor yang dimulai sejak 10 hingga 15 hari sejak dilakukan pemasangan
infus. Efek samping dari terapi dengan menggunakan IVIG adalah nyeri kepala yang
hebat, serta rasa mual selama pemasangan infus, sehingga tetesan infus menjadi lebih
lambat. Flulike symdrome seperti demam, menggigil, mual, muntah, sakit kepala, dan
malaise dapat terjadi pada 24 jam pertama.
Pengobatan Farmakologi Jangka Panjang
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah terapi yang paling lama digunakan dan paling murah
untuk pengobatan miastenia gravis. Respon terhadap pengobatan kortikosteroid mulai
tampak dalam waktu 2-3 minggu setelah inisiasi terapi. Durasi kerja kortikosteroid
dapat berlangsung hingga 18 bulan, dengan rata-rata selama 3 bulan. Kortikosteroid
memiliki efek yang kompleks terhadap sistem imun dan efek terapi yang pasti
terkontrol
tetapi
menggunakan
kortikosteroid
dengan
dosis
tinggi.
Azathioprine dapat dikonversi menjadi merkaptopurin, suatu analog dari purin yang
memiliki efek terhadap penghambatan sintesis nukleotida pada DNA dan RNA.
Azathioprine diberikan secara oral dengan dosis pemeliharaan 2-3 mg/kgbb/hari.
Pasien diberikan dosis awal sebesar 25-50 mg/hari hingga dosis optimafl tercapai.
Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh
tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan
dengan obat imunosupresif lainnya. Respon Azathioprine sangant lambat, dengan
respon maksimal didapatkan dalam 12-36 bulan. Kekambuhan dilaporkan terjadi
pada sekitar 50% kasus, kecuali penggunaannya juga dikombinasikan dengan obat
imunomodulasi yang lain.
3. Cyclosporine
Cyclosporine berpengaruh pada produksi dan pelepasan interleukin-2 dari sel
T-helper. Supresi terhadap aktivasi sel T-helper, menimbulkan efek pada produksi
antibodi. Dosis awal pemberian Cyclosporine sekitar 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam
dua atau tiga dosis. Respon terhadap Cyclosporine lebih cepat dibandingkan
azathioprine. Cyclosporine dapat menimbulkan efek samping berupa nefrotoksisitas
dan hipertensi.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Miastenia gravis adalah gangguaan sistem saraf perifer yang ditandai dengan
DAFTAR PUSTAKA
Benny dewa. Miastenia Gravis. www.miasteniagravisneurologi.com/120708, etc
oktober, 2015
Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik PERDOSSI. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Harkitasari, Saktivi.2015. Diagnosis dan Terapi Miastenia Gravis pada Anak vol.42
no.3. Denpasar: Fakultas kedokteran universitas Udayana
Kumar, dkk. 2005. Robbins & cotran dasar patofisiologi penyakit, ed.7. Jakarta :
EGC
Ngoerah Gd. Ng. Gst. I, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University
Press. 1991.
Sidharta Priguna. 2008 Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta. Penerbit
Dian Rakyat.
Sidharta Priguna dan Mardjono Mahar, 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.
Penerbit Dian Rakyat.
KASUS
Bapak jones adalah pelanggan reguler di toko saya, dia menyerahkan resep
kepada saya. Bapak jones memiliki beberapa kesulitan dengan resep karena dia tidak
bisa fokus dengan baik karena kelopak matanya terkulai, dan tangannya lemah. Barubaru ini dia mengambil pensiun dini dari pekerjaan nya sebagai petugas kantor
karena ia mendapatkan exteme. Bapak jones merasa lelah pada otot-ototnya, terutama
sepanjang hari di tempat kerja nya. Kelelahan improve dan sedang istirahat. ia telah
berbicara dengan saya beberapa bulan yang lalu tentang kelelahan yang dia rasakan
dan dia berpikir bahwa mungkin diakibatkan karena stres atau diet yang salah, karena
ia telah bekerja seharian untuk menyelesaikan waktu kerja nya. ia membeli beberapa
multivitamin gingseng. Tapi rasa lelah nya tidak berkurang kecuali bila ia beristirahat
dalam beberapa hari.
Bapak Jones diminta oleh ahli saraf untuk melakukan beberapa tes dan GP
menuliskan resep untuknya.
Bapak
menjalankan beberapa tes dan meminta GP untuk menuliskan resep nya yaitu
pyridostigmine bromide tablets. Bapak jones awal nya meminum obat 4 kali sehari
setengah
tablet. Selanjut nya sampai enam tablet sehari . jika otot nya masih
Terapi Farmakologi
Pyridostigmine bromide teblets. Awalnya 4 x 1 hari setengah tablet, kemudian
dilanjut 6 x 1 hari.
Hiosin botylbromide 10 mg 4 x 1 hari 2 tablet
Terapi Non-Farmakologi
a. Periode istirahat yang sering selama siang hari yang berfungsi untuk
menghermat energi.
b. Hindari/kurangin aktivitas yang berat.
c. Hindari Stress
d. Konsumsi makanan yang bergizi.