Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

EtikaPolitikdalamKehidupanBerbangsadanBernegara

Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehiddupan
berbangsaadalahrumusanyangbersumberdariajaranagamayangbersifatuniversaldan
nilainilaibudayabangsayangterjamindalampancasilasebagaiacuandalamberpikir,
bersikap,danbertingkahlakudalamkehidupanberbangsadanbernegara.

Etika Politik Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Sesuai dengan Tap. MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan
berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan
bilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam Pancasila sebagai acuan dalam berpikir,
bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Pola berpikir untuk membangun kehidupan berpolitik secara jernih mutlak diperlukan .
pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang
berdasarkan kepada Iman dan Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, menggalang
suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang
mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekuluargaan yang bersih dan jujur,
dan menjalin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan kekayaan
negara. Membangun etika politik berdasarkan Pancasila akan diterima baik oleh segenab
golongan dalam masyarakat.
Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah urgen.
Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam rangkan
menata kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara telah
memiliki hak-hak politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan
saling bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama warga negara dalam
pelbagai wadah, yaitu dalam wadah infra-struktur dan supra-struktur.
Wadah infrastruktur antaralain: mimbar bebas, ujut rasa, bicara secara lissan atau tulisan,
aktifitas organisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye
pemilihan umum, penghitungan suara dalam memilih wakil di DPR atau pimpinan
eksekutif. Disamping wdah supra-struktur antara lain semua lembaga legislatif disemua
tingkat dan jajaraan eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua jajaran
lembaga kekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah). Kesemua wadah
tersebut telah diatur dengan perundang-undangan dengan sedemikian rupa agar hak-hak
politik terdapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sudahkah kita sebagai warga negara telah berpodaman kepada perundang-undang yang
berlaku dalam menjalankan hak-hak politik kita itu. Jawaban yang sesuai adalah hati
nurani dan kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin bahwa

hak-hak politik warga negara telah dilaksanakan. Beberapa kasus dapat kita lihat, seperti
korupsi, pelanggaran pemilihan umum, politik uang dalam merebut jabatan dan lain
sebagainya hanya dapat dirasakan tetapi sangatlah sulit untuk dibuktikan secara hukum,
sehingga terjadi bermacam ketidakadilan. Oleh sebab itu, semua pelanggaran dan
kejahatan ini sangat sulit dibrantas melalui jalur hukum, kecuali hanya etika berpolitik
yang berasaskan nilai-nilai Pancasila yang betul-betul ada keinginan dari setiap warga
negara sebagai insan politik mau mengalamankan dalam kehidupan riil dalam
masyarakat.
Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, dimana seseorang secara ikhlas dan
jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada sanksi daripada
hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal, sering ditemukan apabila seseorang
kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan janjinya saat kampanye
pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum sampai dibuktikan di
pengadilan, maka pemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu pandangan dalam
demokrasi liberal bahwa jabatan publik (Perdana Menteri, anggota parlemen, hakim,
pegawai birokrasi dan lain-lain) di anggap suci, mulia dan terhormat dalam negara. Oleh
sebab itu, setiap orang yang berkeinginan atau sedang menduduki jabatan tersebut harus
bersih dan jujur. Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak
bersih, maka hati nurani pejabat tersebut langsung mengundurkan diri. Kasus di negara
Malaysia tahun 1990an adalah suatu contoh dalam perkara ini, dimana Muhammad bin
Muhammad Tahib adalah Gubernur (Menteri Besar) Negara bagian Selangor dituduh
melakukan suatu pelanggaran hukum, namun beliau mengundurkan diri dari Gubernur
dan kemudian mempertangungjawabkan perbuatannya secara hukum, ternyata tidak
bersalah tetapi beliau rela tidak kembalai ke jabatan semua.. Bagaimana dengan
Indonesia, dimana ada diantara pejabat publik yang dijatuhi hukuman penjara di
pengadilan tingkat rendah belum juga bersedia untuk mengundurkan diri atau banyak
pejabat negara baik di DPR maupun eksekutif kurang memenuhi tata tertib, seperti sering
absen dan lain sebagainya. Inilah suatu contoh krisis moral dan termasuk juga kepada
krisis etika politik.
Banyak pengamatan yang dapat dilihat bahwa kerusakan kronis dalam selurh sistem
berbangsa dan bernegara pada awal masa reformasi di mana suatu pandangan jabatan
yang diduduki sekedar bermakna kekuasan untuk meraih kepentingan berupa status,
politik dan uang. Kerusakan pola berfikir dan bertindak dari para petinggi di negeri ini
telah mencemaskan hati nurani rakyat banyak, sepeti terbukti bersalah tak mau mundur,
salah urus jalan terus,, jika ada kasus dibawah tanggung jawabnya, selalu menyalahkan
bawahan dan lain sebagainya. Jabatan kekuasaan seakan-akan untuk diri sendiri bukan
diabadikan kepada rakyat. Perlulah kita menoinjau ulang kepemimpinan yang
bagaimanakah yang diperlukan dalam kehidupan bernegara kita. Belumada suatu bukti
keberhasilan kepeminpinan simbolik, feodalistik dan selebriti dapat menyelesaikan
permasalahan berbangsa dan bernegara.
Di samping itu dengan perubahan UUD 1945 yang lebih memberdayakan politisi sipil
juga harus meningkatkan proses politik yang cantik dala seluruh kehidupan politik.

Misalnya politik yang berjalan tanpa premanisme dan kekerasan. Khsusnya dalam
pelaksaaan Pemilu oleh parati-parati politik, apakah pemilu betul-betul terhindar dari
korupsi, KKN, premanisme dan kekerasan politik, politik uang dan cara-cara yang tidak
halal lainnya. Inilah suatu ujian bagi partai politik yang ikut pemilu apakah mampu
melaksanan seluruh kegiatan politik yang penuh dengan etika politik berdasarkan nilainilai luhur Pancasila.
.
Dr. Syahrial, MA.,
Pendidikan Pancasila Bagi Perguruan Tinggi
, Jakarta: GI, 2012

Dunia Belajar Kampus UG


Let us learn to reach out to the future
November 5, 2014
PANCASILA DALAM ETIKA POLITIK
1.

Pengertian Etika

Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi mendasar tentang ajaran-ajaan dan
pandangan-pandangan moral. Erika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikat dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah
sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika
individual) maupun mahluk sosial (etika sosial).
2.

Pancasila dalam Etika Politik

Etika adalah kelompok filsafat praktis yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Pengertian politik berasal dari
kata Politics, yang memiliki makna bermacam macam kegiatan dalam suatu sistem
politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan tujuan.
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat politik
adalah seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang dibela dan
diperjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme dan demokrasi.
berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsamaupun negara bisa berkembang
ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.
Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik bersama
dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik yang adil. Etika
politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan
kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan adanya korelasi ini
menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekadar etika
individual perilaku individu dalam bernegara. Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika

Politik. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar
kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan:
1. Legitimasi hukum
2. Legitimasi demokratis
3. Legitimasi moral

3.

Pancasila Sebagai Sistem Etika

Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila, maka ketiganya akan memberikan suatu pemahaman
yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
norma kenegaraan lainnya. Disamping ituh, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu
pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan
landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
tersebut dijabarkan dalam kehidupan nyata dalam masyarakat,bangsa, dan negara maka
diwujudkan dalam norma-noorma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi:
1. Norma Moral
yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut pandang baik
maupun buruk, sopan maupun tidak sopan, susila atau tidak susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu
tertentu dalam pengertian ini peratran hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demiian, pacasila pada hakikatnya bukan meruakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praktsis melainkan suatu sistem nilai-nilai etika
merupakan sumber norma.

4.

Pengertian Nilai, Moral dan Norma

Pengertian Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat

seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang
melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang,
suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang
dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak
baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia
sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya bathin dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai
sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial
dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika,
nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Hierarkhi Nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa
nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada
tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai nilai dapat dikelompokan dalam
empat tingkatan yaitu :
1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang
memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani,
kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni,
4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan
suatu aktivitas atau kegiatan,
3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang
dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta
manusia
b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia
c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia
d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak Dalam
pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria
sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki

atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan
kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan
pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai
sistem nilai.
Pengertian Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat
atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan,
kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap
tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau
prinsipprinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan,
kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
Pengertian Norma Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan
menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang
seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal
(masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia
sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan
sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam
perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma
hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Nilai Dasar Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui panca indra
manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai
aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu
berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari segala sesuatu.
Contohnya : hakikat Tuhan, manusia, atau mahluk lainnya. Apabila nilai dasar itu
berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah
kausa prima (penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak
Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia maka nilai-nilai itu harus
bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum yang
diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan
kepada hakikat suatu benda (kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu dapat
juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun
nilai yang bersumber dari kebendaan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi
bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai
dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta
parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu akan menjadi
norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau

negara, maka nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik
Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang
dasar yang merupakan penjabaran Pancasila.
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan
yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari
nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai praksis dijiwai kedua
nilai tersebut diatas dan tidak bertentangan dengannya. Undang-undang organik adalah
wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua perundang-undangan yang berada di
Sbawah UUD sampai kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki
fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan
berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan
menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam
aktivitas sehari hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan
norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat
ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan
etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian,
etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan
ajaran moral.
5.

Hubungan Nilai, Norma, Dan Moral

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun bathin. Dalam kehidupan manusia nilai
dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik
disadari maupun tidak.
Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui suatu verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan,
dimengerti, dan dihayati oleh manusia. Nilai dengan demikian tidak bersifat kongkret
yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif
maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan
bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah melekat pada sesuatu, terlepas dari penilaian
manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara
kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu

norma.Selanjutnya, nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat
kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral
yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah
lakunya. Dalam pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun
sikap dan tingkah laku manusia.

BIDANGETIKAPOLITIK
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika
khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika
pendidikan.dalamhalinitermasuksetikapolitikyangberkenaandengandimensipolitis
kehidupanmanusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betulsalahnya
tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan
tanggungjawabdankewajibanmanusiasebagaimanusiadanbukanhanyasebagaiwarga
NegaraterhadapNegara,hukumyangberlakudanlainsebagainya

KESIMPULAN
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjeksebagai
pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan eratdengan bidang
pembahasan moral.hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertianmoral senantiasac menunjuk
kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajibanmoral dibedakan dengan pengertian
kewajiban-kewajiban lainnya, karena yangdimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia,
walaupun dalam hubungannyadengan masyarakat, bangsa maupun negara etika politik tetap
meletakkan dasarfundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politikbahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk
yangberadab dan berbudaya

Pada hekakatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap,
tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat,
rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Adanya kemauan dan memiliki itikat baik

dalam hidup bernegara, dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telah dimiliki
dengan kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan dalam
merebut jabatan, namum membekali diri dengan kemampuan secara kompotitif yang
terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang, seperti
penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata lain tidak menghalalkan
segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik.

Anda mungkin juga menyukai