Teori Sosiologi Klasik Dan Modern
Teori Sosiologi Klasik Dan Modern
Teori Sosiologi Klasik Dan Modern
NAMA
: MUHAMMAD RIZKI
NIM
: 21512A0001
KELAS
: A BISNIS
sebelumnya tidak mengenal kehidupan sosial. Sepanjang yang di ketahui, manusia selalu hidup
dalam suatu jenis kelompok tertentu, dan mereka selalu berinteraksi, saling mempengaruhi,
saling mengasihi, saling berhantaman, saling membantu, saling cemburu, dan saling memeras.
Dari satu masa kemasa berikutnya dalam sejarah, manusia sudah mampu membentuk system
sosial yang luas dan besar ( misalnya kerajaan-kerajaan besar ). Hal ini harus menuntut suatu
pengalaman praktis yang rumit dan Njelimet dalam organisasi dan perencanaan sosial.
Lalu mengapa perspektif sosiologi tidak muncul sebelumnya? Mungkin sebagian
jawabannya terletak pada perubahan-perubahan sosial yang kompleks yang tidak terjadi
sebelumnya di masyarakat Barat seperti yang baru-baru ini, dan yang terjadi pada saat kelahiran
sosiologi.
KONSTRUKSI TEORI
Komitmen untuk membangun teori sosiologi sebagi seperangkat proposisi yang
dinyatakan secara sistematis dan saling berhubungan secara logis, yang di dasarkan teguh pada
data emperis, besar pengaruhnya para ahli sosiologi yang berkecimpung dalam konstruksi teori
formal. Kebanyakan mereka yang terlibat dalam konstruksi teori mencerminkan suatu orientasi
neopositivis. Artinya bahwa mereka melihat suatu persamaan yang erat anrtara ilmu-ilmu sosial
dan ilmu-ilmu alam, sehubungan dengan asumsi-asumsi dasarnya, teknik-teknik metodologis,
bentuk logis, dan dasar empiris. Karena komitmen mereka untuk mendirikan sosiolgi sebagai
satu ilmu empiris, kebbanyakan mereka mencerminkan satu kebulatan tekad untuk tidak percaya
pada konsep-konsep subyektif yang sulit di pahami dan bersifat tidak empiris.
Konsep dan Variabel
Konsep-konsep merupakan ramuan dasar dan fundamental dalam setiap teori. Suatu
konsep adalah suatu kata ( atau pernyataan symbol lainnya ) yang menunjuk pada gejala; konsep
adalah nama yang kita pergunakan untuk menunjukkan dan mengklasifikasi pencerapan dan
pengalaman-pengalaman kita. Menghubungkan suatu nama tertentu dengan suatu benda,
pengalaman, atau kejadian adalah langkah pertama yang sangat penting untuk menganalisa dan
memahaminya. Anak-anak kecil yang mengalami suatu tahap dimana ada kebutuhan kecil untuk
menamakan benda-benda di sekelilingnya jelas merupakan sesuatu yang memaksa mereka, yang
dapat dicek segera oleh orang tuanya sesudah mereka menjawab pertanyaan seperti apa ini?,
dan apa itu? secara terus menerus. Cara yang sama dapat kita lihat pada para ahli yang
menemukan beberapa gejala baru, apakah itu bahan campuran kimia, bintang, atau suatu proses
atomis; reaksi yang pertama ( sekali ditentukan bahwa gejala itu tidak termasuk dalam kelas
yang sudah diberi nama ) adalah menentukan nama yang berhubungan dengannya.
Sistem Klasifikasi
Konsep-konsep membentuk suatu dasar yang penting untuk klasifikasi. Sekurangkurangnya satu konsep membedakan hal-hal yang termasuk dalam kelas yang ditunjuk oleh
konsep itu dan hal-hal lainnya. Dengan menggunakan variable-variabel, mungkin bagi kita untuk
mengkategorisasi kasus-kasus yang berbeda dalam gejala-gejala yang ditunjuk oleh kondep itu
menurut perbedaan-perbedaan yang penting yang diperlihatkannya.katakanlah, kita memberi
nama suatu tipe obyek tertentu dengan X. Hal ini memungkinkan kita untuk membedakan
benda-benda yang termasuk dalam X dan yang tidak. Lalu kita mengamati bahwa semua yang
termasuk dalam X itu tidak serupa; mereka berbeda menurut sifat-sifat tertentu.
Tipe-tipe Proposisi
Proposisi-proposisi saling berbeda satu sama lain dalam beberapa hal yang penting
menurut keabstrakan dan generalitasnya, menurut kemampuan tahan ujinya dan tinkatan dimana
proposisi-proposisi itu sudah didukung secara empiris. Mereka yang berkecimpung dalam bidang
konstruksi teori biasanya membedakan antara proposisi-proposisi serperti aksioma, postulat, dan
hokum. Proposisi sering dibedakan dari hipotesis dimana hipotesa merupakan pernyataan
mengenai hubungan-hubungan yang mungkin ada, yang dapat diuji secara emperis, yang berasal
dari proposisi yang lebih abstrak. Khususnya istilah-istilah yang terdapat dalam satu hipotesa
merupakan indikator-indikator ( yakni ukuran-ukuran operasional ) untuk variabel, dan bukan
merupakan variabel itu sendiri.
Keseluruhan dari seri proposisi-proposisi yang berbeda tipenya itu dapat dirumuskan
terlebih dahulu dari sumber hipotesa empiris. Zetterberg misalnya membedakan antara postulat
( proposisi yang tidak dapat di tarik lagi dari proposisi lainnya ) dan dalil yang dapat ditarik dari
postulat.
Reynolds membedakan lima tipe pernyataan teoritis yang berbeda-beda : hokum,
aksioma, proposisi, hipotesa, dan generalisasi empiris. Dalam urutan itu, istialh proposisi
digunakan dalam pengertian yang lebih sempit daripada yang kita gunakan disini. Meskipun
pernyataan hukum adalah sangat umum dan abstrak, maenurut Reynolds penjelasan tidak perlu
berhenti pada tingkatan ini.
Teori Seperangkat Proposisi
Debegitu jauh kita sudah mengidentifikasi konsep, system klasifikasi, dan proposisi
sebagai komponen-komponen teori. Konsep merupakan bahan mentah bangunan teori yang
paling dasar dan karya pada teoretis pada tingkatan konseptual mencakup definisi, analisa
konseptual, dan pernyataan yang menegaskan adanya gejala emperis yang di tumjuk oleh satu
konsep ( existence statement ). Pada tinkatan klasifikasi, karya teoretis mencakup pembentukan
kategori dan klasifikasi gejala-gejala empiris.
Tinkatan berikutnya adalah proposisi yang merupakan pernyataan yang menghubungkan
dua atau lebih konsep ( variabel ). Kita sudah melihat bagaimana proposisi dikembangkan, dan
tipe-tipe pernyataan proposisi yang berbeda-beda yang dapat di kembangkan.kita sekarang
bergerak ketahap akhir pengembangan teori, yaitu menghubungkan suatu seri proposisi bersamasama dalam satu bentuk yang logis dan sistematis. Teori merupakan seperangkat proposisi yang
berhubungan secara logis dan dinyatakan secara sistematis, yang menggambarkan ( pada satu
tingkatan generalitas yang tinggi ) dan menjelaskan perangkat gejala-gejala empiris.
Konsep Paradigma
Dalam satu analisa yang hidup dan sangat berpengaruh mengenai revolusi-revolusi yang
terjadi dalam ilmu pengetahuan, Kuhn menunjuk pada asumsi-asumsi intelektual dasar, yang
dibuat oleh para ilmuwan mengenai pokok permasalahan yang disebut dengan istilah paradigma.
Meskipun Kuhn tidak konsisten dalam menggunakan istilah ini, definisinya dapat dilihat
dalam karya aslinya, yakni bahwa dalam suatu paradigma terdiri dari pandangan hidup ( world
view atau Weltanschauung ) yang dimilki oleh para ilmuwan dalam suatru disiplin tertentu.
Sebagai contoh, pandangan hidup yang terdapat dalam fisika Newton akan membentuk satu
paradigma, sebagai satu pandangan hidup yang bertentangan dengan fisika manurut Einstein.
.
Sosiologi sebagai Satu Ilmu Multiparadigmatik
Apakah sosiologi didominasi oleh hanya satu paradigma saja? Mungkin secara umum
pertanyaan ini dapat di jawab dengan ya, dengan catatan bahwa semua hal sosiologi sama-sama
memiliki asumsi dasar bahwa sikap-sikap, kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, serta polo-pola
perilaku individu yang fundamental sangat dibentuk oleh lingkungan sosialnya.
Dengan menggunakan konsep paradigma kuhn, Ritzer mengembangkan suatu analisa
yang berguna dan tepat mengenai sosiologi sebagai ilmu multiparadigmatik. Dia membedakan
tiga paradigma yang secara fundamental berbeda satu sama lain : paradigma fakta sosial,
paradigma definisi social, dan paradigma perilaku social ( social behavior ). Hal yang mendasar
dalam distingsi ini adalah perbedaan-perbedaan dalam asumsi-asumsi dasarnya mengenai
hakikat dasar kenyataan sosial. Paradigma fakta sosial yang diwakili Durkheim selama tahap
perkembangan teori sosiologi klasik yang sangat menyolok, dan pada masa kini dalam
fungsionalisme dan teori konflik yang menekankan ide bahwa fakta sosial adalah real atau
sekurang-kurangnya dapat diperlakukan sebagai yang real, sama seperti fakta individu.
Tambahan pula fakta sosial tidak dapat direduksikan ke fakta individu; fakta sosial memiliki
realitasnya sendiri. Struktur sosial dan institusi sosial merupakan salah satu diantara fakta sosial
itu yang mendapat perhatian khusus dari para ahli sosiologi.
Paradigma definisi sosial ( social definision ) menekankan hakikat kenyataan sosial yang
bersifat subyektif lebih dari pada eksistensinya yang terlepas dari individu. Selama tahap
perkembangan teori klasik, paradigma ini diwakili dan dikembangkan oleh Weber dalam
teorinya, kemudian diwakili oleh teori tindakan sosial seperti yang dikembangkan oleh Parsons
diawal perkembangan karirnya ( dengan perspektif Weber debagai pengaruh utama ).
Paradigma perilaku sosial ( social behavior ) menekankan pendekatan obyektif empiris
terhadap kenyataan sosial. Dari ketiga paradigma, paradigma yang satu ini sangat dekat dalam
gambarannya mengenai kenyataan sosial dengan asumsi-asumsi implicit yang mendasari
pendekatan konstruksi teori yang baru saja digambarkan di atas. Bagi seorang ahli perilaku
sosial, pendekatan yang diberikan oleh paradigma fakta sosial terlampau subyektif. Kedua
pendekatan itu menghalangi berdirinya sosiologi sebagai satu ilmu yang kuat yang didasarkan
pada data empiris yang dapat di ukur. Menurut paradigma perilaku sosial, data empiris mengenai
kenyataan sosial hanyalah perilaku-perilaku individu yang nyata ( overt behavior ). Lagi pula,
penjelasan mengenai perilaku individu yang nyata itu hanya mungkin dalam hubungannya
dengan rangsangan lingkungan tertentu yang dapat di ukur secara empiris.
MULTIPARADIGMA DAN TINGKAT MAJEMUK
KENYATAAN SOSIAL
Begitu mahasiswa diperkenalkan dengan perspektif sosiologi, sering menjadi terkesan
akan betapa kompleksnya kenyataan sosial itu betapa sulitnya memberikan penjelasan yang
sederhana sekalipun mengenai dunia manusia sosial ini. Sejumlah ahli ilmu sosial akan setuju
dengan itu.
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasi pelbagai tingkatan kenyataan sosial yang dapat
kita tunjukkan; tetapi dalam buku ini perlu kita sebutkan empat tingkatan sebagai berikut :
Tingkat Individual
Tinkatan ini dapat di bagi lagi kedalam sub-tingkatan: tingkat perilaku ( behavioral )
versus tingkat subyektif. Tingkatn ini menempatkan individu sebagai pusat perhatian untuk
analisa yang paling utama. Sering perhatian itu tidak pada individu sebagai individu, melainkan
pada satuan-satuan perilaku atau tindakan sosial individu itu. Banyak ahli psikologi sosial
menekankan tingkatan ini, sama halnya dengan ahli sosiologi reduksionis seperti Homans.
Tingkat Antar Pribadi ( interpersonal )
Kenyataan sosial pada tingkat ini meliputi interaksi antar individu dengan semau arti
yang berhubungan dengan komunikasi simbolis, penyesuaian timbale-balik, negosiasi mengenai
bentuk-bentuk tingkatan yang salig tergantung, kerja sama atau konflik antar pribadi, pola-pola
adaptasi bersama atau yang berhubungan satu sama lain terhadap lingkungan yang lebih luas.
Selian itu, tingkatan ini merupakan bidang ahli psikologi sosial. Dua perspektif teoritis utama
yang menekankan tingkatan ini adalah teori interaksionalisme symbol dan teori pertukaran
( meskipun heduanya mendiskusikan juga tingkatan individual ).
Tingkat Struktur Sosial
Kenyataan dalam tingkat struktur sosial ini lebuh abstrak dari pada kedua tingkatan di
atas. Perhatiannya bukan pada individu atau tindakan atau interaksi antar individu, melainkan
pada pola-pola tindakan dan jaringan-jaringan interaksi yang disimpulkan dari pengamatan
terhadap keteraturan dan keseragaman yang terdapat dalam waktu dan ruang. Satuan-satuan yang
paling penting dalam kenyataan sosial di tingkatkan ini dapat dilihat sebagai posisi-posisi sosial (
didefinisikan menurut hubungan yang kurang lebih stabil dengan posisi-posisi lainnya ) dan
peranan-peranan sosial ( didefinisikan menurut harapan-harapan bersama akan perilaku orangorang yang menduduki pelbagai posisi ).
Tingkat Budaya
Tingkatan ini meliputi arti, nilai, symbol, norma, dan pandangan hidup umumnya yang
dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat ( atau sekolompok anggota ). Dalam pengertian
yang luas, istilah kebudayaan terdiri dari produk-produk tindakan lah interaksi manusia,
termasuk benda-benda ciptaan manusia berupa materi dan lunia.
Apakah seseorang itu memusatkan perhatian pada kebudayaan materil atau non materil,
kenyataan budaya dapat dipelajari terlepas dari struktur-struktur sosial atau hubungan-hubungan
antar pribadi yang tercakup dalam ciptaan atau penyebarannya.
Meskipun usaha sosiologi dipusatkan terutama pada tingkat struktur sosial, beberapa ahli
sosiologi membatasi diri dengan komitemen mereka pada pendekatan positivistic atau empiris
ilmiah untuk menekankan individu atau perilakunya. Struktur sosial adalah konsep abstrak yang
tidak dapat di amati. Lalu bagaimana dengan satu ilmu empiris dapat di bangun atas konsep
abstrak yang tidak dapat dia mati.
Walaupun sosiologi pada umumnya berhubungan dengan struktur sosial, banyak bidang
studi khusus yang berhubungan dengan lebih dari satu tingkatan saja. Misalnya, kita sudah
melihat bahwa psikolog sosial memperhatikan individu dan hubungan antar pribadi. Juga bidang
studi yang umum nya dikenal dengan sitilah kebudayaan dan kepribadian berhubungan
dengan individu dan kebudayaan, khususnya pembentukan pola-pola kepribadian menurut polapola kebudayaan yang berlaku. Hal yang sama berlaku untuk sturktur sosial dan kepribadian.
Kalau kita melihat lagi tiga paradigma utamanya Ritzer, kita melihat bahwa perbedaan di
antara mereka mungkin sebagian memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam tingkat kenyataan
sosial yang menjadi pusat perhatiannya. Paradigma definisi sosial dan perilaku sosial menitik
beratkan tingkatan yang lebih rendah.