Asepsis
Asepsis
Asepsis
PENDAHULUAN
Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang
aman. Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi
membantu melindungi klien dan pekerja kesehatan dari penyakit. Setiap
tahun diperkirakan 2 juta pasien mengalami infeksi saat dirawat di Rumah
Sakit. Hal ini terjadi karena pasien yang dirawat di Rumah Sakit mempunyai
daya tahan tubuh yang melemah sehingga resistensi terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit menjadi turun, adanya peningkatan
paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur
invasive terhadap pasien di Rumah Sakit. Mikroorganisme bisa eksis di setiap
tempat, dalam air, tanah, permukaan tubuh seperti kulit, saluran pencernaan
dan area terbuka lainnya. Infeksi yang di derita pasien karena dirawat di
Rumah Sakit, dimana sebelumnya pasien tidak mengalami infeksi tersebut
dinamakan infeksi nosokomial. Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan
mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi
kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi.
Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien
yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari
lingkungan Rumah Sakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
nosokomial antara lain: faktor internal (seperti usia, penggunaan obat,
penyakit penyerta, malnutrisi, kolonisasi flora normal tubuh, personal
hygiene yang rendah, perilaku personal dll) serta faktor eksternal (seperti
banyaknya petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,
banyaknya prosedur invasif, lama tinggal di RS, lingkungan yang
terkontaminasi dll). Dengan cara mempraktikkan teknik pencegahan dan
pengendalian infeksi, perawat dapat menghindarkan penyebaran
mikroorganisme terhadap klien.
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah
invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh.
(Kozier, et al, 1995). Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi
adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh,
khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme
kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi.
Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan
dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut pathogen
(agen infeksi), sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan
penyakit/kerusakan disebut asimtomatik. Penyakit timbul jika pathogen
berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika
penyakit bisa ditularkan dari satu orang ke orang lain, penyakit ini
merupakan penyakit menular (contagius). Mikroorganisme mempunyai
keragaman dalam virulensi/keganasan dan juga beragam dalam
menyebabkan beratnya suatu penyakit yang disebabkan.
TIPE INFEKSI
• Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora
yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan
berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi
terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses
menginvasi/menyerang bagian tubuh host/manusia yang sistem
pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan
jaringan.
• Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana
mikroorganisme tinggal.
• Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian
tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan.
RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai
faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara
penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang rentan.
Agen
Infeksi
Host/ Pejamu
Reservoir
Portal de Entry
Portal de Exit
Cara Penularan
• AGEN INFEKSI
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan
jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme
transien melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau
orang lain dalam aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali
dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah
bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa
kecuali bila gosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat
menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah microorganisme, virulensi
(kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan
bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.
• CARA PENULARAN
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara
seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau
darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau balutan bekas luka
penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang diolah tidak
tepat; melalui vektor nyamuk atau lalat.
• PORTAL MASUK
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh.
Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap masuknya kuman
infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat menjadi portal
masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang
sama dengan portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan
tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk ke dalam tubuh.
PROSES INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien
tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan
kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan
meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan
infeksi mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan
tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa
keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa
gagal dan hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-
orang yang mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam
pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan
orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon
imun spesifik disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan
hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum
yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang,
infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya
kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah
sebagai berikut:
• Periode inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya
gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari
• Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam
ringan, keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini,
mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu
menyebarkan penyakit ke orang lain.
• Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis
infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan,
mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi,
pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
• Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi
2. Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh Laserasi, trauma, cabut gigi
b. Saliva Higiene oral yang tidak baik,
dehidrasi
3. Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas Merokok, karbondioksida &
bagian atas diselimuti oleh oksigen konsentrasi tinggi,
mukus kurang lembab, air dingin
Merokok
b. Makrofag
4. Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari Obstruksi aliran normal karena
aliran urine pemasangan kateter, menahan
kencing, obstruksi karena
pertumbuhan tumor.
b. Lapisan epitel yang utuh Memasukkan kateter urine,
pergerakan kontinyu dari kateter
dalam uretra.
5. Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster Pemberian antasida
b. Peristaltik yang cepat dalam Melambatnya motilitas karena
usus kecil pengaruh fekal atau obstruksi
karena massa
6. Vagina
a. Pada puberitas, flora normal Antibiotik dan kontrasepsi oral
menyebabkan sekresi vagina mengganggu flora normal
untuk mencapai pH yang
rendah
• Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan
cairan, produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah
cidera. Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau
jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan jaringa
tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak, kemerahan, panas,
nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang
terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan
gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan
pembesaran kelenjar limfe.
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau
mikroorganisme. Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:
a. respon seluler dan vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera
berdilatasi, memungkinkan lebih banyak darah masuk dala
sirkulasi. Peningkatan darah tersebut menyebabkan kemerahan
pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan dari volume darah
yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan
nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin,
bradikinin, prostaglandin dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan, protein
dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal.
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang
terinflamasi meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang
mengakibatkan nyeri. Substansi kimia seperti histamin menstimuli
ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya perubahan fisiologis
dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami
kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah
inflamasi berkurang.
b. pembentukan eksudat inflamasi
akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat
pada daerah inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti
plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen
(mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui
drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma seperti fibrinogen
membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi
untuk mencegah penyebaran.
c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel
baru mengalami maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai
karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan sel
sebelumnya
• Respon imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang
oleh monosit. Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon
imun. Materi asing yang tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan
respon yang mengubah susunan biologis tubuh. Setelah antigen
masuk dala tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah atau limfe dan
memulai imunitas seluler atau humural.
1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit
T memainkan peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor
antigen pada membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen
bertemu dengan sel yang reseptor permukaannya sesuai dengan
antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini mengaktifkan limfosit
CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk sel yang
peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan
dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik &
menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan
sintesa imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B
plasma dan sel B memori akan terbentuk apabila sel B berikatan
dengan satu antigen. Sel B mensintesis antibodi dalam jumlah
besar untuk mempertahankan imunitas, sedangkan sel B memori
untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi
imunoglobulin A, M, D, E, G. Imunoglobulin M dibentuk pada saat
kontak awal dengan antigen, sedangkan IgG menandakan infeksi
yang terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar melakukan
imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah.
Komplemen diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat.
Komplemen diaktifkan, maka akan terjadi serangkaian proses
katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu
kemampuan virus dalam bermultiplikasi.
Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit.
Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi
cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.Menurut Patricia C Paren,
pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi
terinfeksi Infeksi nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien
yang lain, alat dan bahan yang digunakan untuk pengobatan maupun dari
lingkungan Rumah Sakit
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi
terkena Inos. Alasan ruang UPI berisiko terjadi infeksi nosokomial:
• Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
• Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
• Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
• Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi
darurat
• Penggunaan antibiotik spektrum luas
• Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan
tehnik aseptik
Infeksi iatroigenik merupakan jenis inos yg diakibatkan oleh prosedur
diagnostik (ex:infeksi pada traktus urinarius yg terjadi setelah insersi
kateter). Inos dapat terjadi secara eksogen dan endogen. Infeksi eksogen
didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan
merupakan flora normal. Infeksi endogen terjadi bila sebagian dari flora
normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan.
Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:
• Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dng pasien
• Jenis dan jumlah prosedur invasif
• Terapi yang diterima
• Lamanya perawatan
Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
Traktus urinarius:
Pemasangan kateter urine
Sistem drainase terbuka
Kateter dan selang tdk tersambung
Obstruksi pada drainase urine
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Traktus respiratorius:
Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Luka bedah/traumatik:
Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi
Aliran darah:
Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
Perawatan area insersi yg kurang tepat
Jarum kateter yg terkontaminasi
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik
adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan klien sedapat mungkin
bebas dari mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis medis dan asepsis
bedah. Asepsis medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme. Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen,
menggunakan cangkir untuk obat. Obyek dinyatakan terkontaminasi jika
mengandung/diduga mengandung patogen. Asepsis bedah, disebut juga
tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme.
Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan
untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika tersentuh oleh benda tidak
steril. Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:
Segala alat yang digunakan harus steril
Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
Alat yang steril harus ada pada area steril
Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
Kulit tidak dapat disterilkan
Tehnik isolasi
Merupakan cara yang dibuat untuk mencegah penyebaran infeksi atau
mikroorganisme yang bersifat infeksius bagi kesehatan individu, klien dan
pengunjung. Dua sistem isolasi yang utama adalah:
Centers for disease control and prevention (CDC) precaution
Body Subtance Isolation (BSI) System
CDC meliputi prosedur untuk:
Category-Specific Isolation precaution
Disease-Specific Isolation
Universal precaution
Disease-Specific Isolation
Untuk pencegahan penyakit specifik
Contoh tuberkulosis paru
Kamar khusus
Gunakan masker
Tidak perlu sarung tangan
Body Subtance Isolation (BSI) System
Tujuan
Mencegah transmisi silang mikroorganisme
Melindungi tenaga kesehatan dari mikroorganisme dari klien
Elemen BSI
Cuci tangan
Memakai sarung tangan bersih
Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
Tempat linen sebelum dicuci
Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke
laboratorium
Proses Keperawatan
Pengkajian
Perawat mengkaji hal-hal dibawah ini:
a. Status mekanisme pertahanan
Pertahanan primer tidak adequat (kulit/mukosa rusak, jaringan trauma,
obstruksi aliran limfe, gangguan peristaltik, penurunan mobilitas)
Pertahanan sekunder tidak adequat (penurunan Hb, supresi SDP,
supresi respon inflamasi, leukopenia)
b. Kerentanan klien
Usia
Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir
mempunyai antibody dari ibu, sedangkan system imunnya masih imatur.
Seiring bertumbuhnya anak, sistem imun semakin matur, namun bayi
masih rentan terhadap organisme penyebab demam, infeksi usus, dan
penyakit infeksius lainnya (mumps dan campak). Dewasa awal sistem
imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada
usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan,
system imun juga mengalami perubahan.
Status nutrisi
Pengurangan asupan protein dan dan nutrien lain seperti karbohidrat
menyebabkan penurunan pertahanan tubuh. Perawat mengkaji asupan
diet klien dan kemampuan klien untuk mengkonsumsi makanan (ada
tidak gangguan dalam proses menelan maupun sistem pencernaannya).
Stress
Tubuh berespon terhadap stess emosi atau fisik melalui sindrom
adaptasi umum. Jika stess terus berlangsung, kadar kortison yan tinggi
menyebabkan daya tahan tubuh menurun.
Hereditas
Kelainan hereditas tertentu mengganggu pertahanan individu terhadap
infeksi.
Proses penyakit
Klien yang sakit pada system imun berisiko terutama terhadap infeksi.
Klien yang mengalami sakit komplek (komplikasi) lebih berisiko terhadap
infeksi.
Terapi medis
Beberapa obat dan terapi medis mempengaruhi system imun. Perawat
perlu mengkaji obat yang dikonsumsi klien.
c. Penampilan klinis
Tanda dan gejala infeksi bisa berupa infeksi lokal maupun sistemik.
Perawat perlu mengkaji tanda yang muncul pada klien.
d. Data laboratorium
Perawat mengkaji hasil pemeriksaan laboratorium klien.
Diagnosa
• Risiko infeksi b.d gangguan imunitas
• Risiko infeksi b.d kerusakan jaringan
• Risiko cidera b.d gangguan imunitas
• Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kebiasaan diet yg
buruk
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan fungsi GI
Perencanaan
Tujuan umum dari perawatan termasuk hal berikut:
Pencegahan paparan terhadap organisme infeksius
Memantau & menurunkan penyebaran infeksi
Mempertahankan resistensi terhadap infeksi
Klien & keluarga belajar tentang kontrol infeksi
Implementasi
Pencegahan penyakit (menghancurkan reservoar infeksi, mengontrol
portal keluar dan masuk, menghindari tindakan penularan, mencegah
bakteri menemukan tempat untuk tumbuh)
Tindakan perawatan akut (pemberian antibiotik yg tepat dan tindakan
perawatan lainnya)
Kontrol reservoar
Mandi secara teratur
Mengganti balutan yang basah atau kotor
Benda terkontaminasi dibuang pada tempat yang tepat
Jarum terkontaminasi dibuang pada tempat yang tepat
Luka bedah dirawat dengan benar
Perawatan botol & kantong drainase
Pertahankan larutan dalam botol
Pengendalian penularan:
• Cuci tangan
• Menghindari penggunaan alat yg sama pada beberapa pasien
• Menghindari benda kotor menyentuh seragam perawat
• Instruksikan pengunjung untuk cuci tangan sebelum mengunjungi klien
• Biasakan klien untuk cuci tangan
Evaluasi
Evaluasi tindakan/implementasi yang telah dilakukan, apabila tindakan belum
bisa menyelesaikan masalah maka tindakan keperawatan diteruskan, bila
masalah sudah teratasi, tindakan dihentikan.
Misalnya, jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien. Tidak
menggunakan satu alat secara berturut-turut pada beberapa pasien tanpa dibersihkan
dengan baik lebih dahulu setelah dipakai pada seorang pasien. Memandikan dan
membersihkan pasien jangan dianggap pekerjaan rutin yang harus diselesaikan
selekasnya, tetapi harus dikerjakan dengan penuh tanggung jawab akan keselamatan
pasien terhadap ancaman infeksi nosokomial.
Untuk ikut serta mencegah timbulnya resistensi bakteri dan fungi terhadap antibiotik,
gunakanlah antibiotik secara bertanggung jawab, yaitu hanya terhadap bakteri dan fungi
yang rentan, dan dalam jumlah yang memadai serta di bawah pengawasan dokter.
Asepsis
From Wikipedia, the free encyclopedia
Antiseptis is a term used sometimes as a synonym, but also applies to the uses of
antiseptics. Antiseptics are agents that reduce or kill germs chemically and are applied to
skin and wound surfaces. In contrast, disinfectants are chemicals applied to inert surfaces
and are usually too harsh to be used on biological surfaces. Antibiotics kill specifically
bacteria and work biochemically; they can be used externally or internally.
History
The first step in asepsis is cleanliness, a concept already espoused by Hippocrates. The
modern concept of asepsis evolved in the 19th century. Semmelweis showed that
washing the hands prior to delivery reduced puerperal fever. After the suggestion by
Louis Pasteur, Lister introduced the use of carbolic acid as an antiseptic and reduced
surgical infections rates. Lawson Tait went from antisepsis to asepsis, introducing
principles and practices that have remained valid to this day. Ernst von Bergmann
introduced the autoclave, a device used for the sterilization of surgical instruments.
Methods
Today's techniques include a series of steps that complement each other. Foremost
remains good hygienic practice. The procedure room is laid out according to specific
guidelines, subject to regulations concerning filtering and airflow, and kept clean
between surgical cases. A patient who is brought for the procedure is washed and wears a
clean gown. The surgical site is washed, possibly shaved, and skin is exposed to a
germicide (i.e., an iodine solution such as betadine). In turn, members of the surgical
team wash hands and arms with germicidal solution. Operating surgeons and nurses wear
sterile gowns and gloves. Hair is covered and a surgical mask is worn. Instruments are
sterilized through autoclaving, or, if disposable, are used once. Irrigation is used in the
surgical site. Suture material or xenografts have been sterilized beforehand. Dressing
material is sterile. Antibiotics are often not necessary in a "clean" case, that is, a surgical
procedure where no infection is apparent; however, when a case is considered
"contaminated," they are usually indicated.
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
PENDAHULUAN
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang
mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap
tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara
tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di
samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.
Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit pasien,
jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut
faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit tersebut
tidakan pembedahan adalahhal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien sendiri
pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah
mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah perioperatif. Tindakan
perawatan perioperatif yang ?berkesinambungan dan tepat akan sangat
berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
PRE OPERATIVE Begins with decision for surgery and ends when the patient in
transfered to the operating room; aims to prepare patient for surgery Pre
operative patient teaching, skin preparation, medication administration.
INTRA OPERATIVE Begins when patient is laced on the operating room bed and
ends when the patient transferred to the postanesthesia care unit (PACU); aims
to protect the patiens during surgery Surgical asepsis, minimazing traffic flow,
maintaning patient safety.
POST OPERATIVE Begins when the patient admitted to the PACU and ends
when surgery related nursing care is no longer required; aims to alliviate the
patient?s pain and nausea and support the patient until normal physiologic
responses return Monitoring fluid intake dan output, assesing cardiac and
respiratory function, meeting nutritional and activity needs, providing guidace and
return to functional level.
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah
dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan
selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di
tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien
untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup
aktivitas keperawatan mencakup ? pemasangan IV cath, pemberian medikasi
intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang
prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub,
atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Unit Bedah :
Dukungan Psikologis :
Safety Management :
Pemantauan Fisiologis :
Penatalaksanaan Keperawatan :
_____________________________________________________
(tanda tangan dan nama lengkap) (tanda tangan dan nama lengkap)
٭coret yang tidak perlu
________________________________________________________
_____________________
A. PENDAHULUAN
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan
keperawatan perioperatif. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini
adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang
operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada
pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi
atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul
permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien.
Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada
masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun
juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh
pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa
asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan
tenaga kesehatan yang kompeten dan kerja sama yang sinergis antara
masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim dalam
prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli
anastesi dan perawat anastesi yang bertugas memberikan agen
analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di meja
operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan
pembedahan dan yang ketiga adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kesejahteraan (well being) pasien. Untuk itu perawat intra operatif
perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan
perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran
lain perawat di ruang operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse
First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan
baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian
praktiknya di indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat
sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan, memberikan
pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan
bedah dan pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan,
informasi mengenai pasien harus dijelaskan pada ahli anastesi dan
perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain
itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan
pasien di unit perawatan pasca anastesi (PACU) seperti perdarahan,
temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit,
syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan
dikomunikasikan dengan staff PACU.
B. PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya
keadaan yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen
dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan mekanis
atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis
adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua
implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana,
baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara
membersihkan/melakukan desinfeksi dari kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu :
Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun
operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril). Semua
anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk
dapat memberikan penatalaksanaan operasi secara asepsis dan
antisepsis sehingga menghilangkan atau? meminimalkan angka
kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang
muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi
nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial,
teknik-teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan
bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat
prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan
berbagai penyakit yang ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah,
cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.
c. Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan.
Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur
yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-
prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan
operasi dan tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus
benar-benar berada dalam keadaan steril. Tindakan yang dapat
dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan
menggunakan teknik tanpa singgung dan menjaga agar tidak
bersinggungan dengan benda-benda non steril.
C. FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang
menjamin kelancaran jalannya operasi dan menjamin keselamatan
pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di
dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-
aktivitas sirkulasi dan scrub (instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi
keselamatan dan kebutuhan pasien dengan memantau aktivitas
anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu
yang sesuai, kelembapan, pencahayaan, menjaga peralatan tetap
berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan
sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga
memantau praktik asepsis untuk menghindari pelanggaran teknik
asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang
berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium).
Perawat sirkuler juga memantau kondisi pasien selama prosedur
operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse ?termasuk melakukan
desinfeksi lapangan pembedahan dan drapping, mengatur meja steril,
menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan
untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub ?juga membantu dokter
bedah selama prosedur pembedahan dengan melakukan tindakan-
tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen yang
dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus
mengawasi kondisi pasien ketika pasien dibawah pengaruh anastesi.
Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan
material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen
sudah dihitung lengkap
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan
ketrampilan perawat tentang anatomi, perawatan jaringan dan prinsip
asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan
kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk
bekerja sebagai anggota tim yang terampil dan kemampuan untuk
menangani segala situasi kedaruratan di ruang operasi.
D. AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif
meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien
selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk
jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan
pada klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif
mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-
perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi
tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur
posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami
gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi,
tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak
menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi
pasien meliputi :
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi.
Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula.
Contoh :
• Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy
eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
• Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal :
Lamninectomy
• Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen,
sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau
pelvis.
• Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan
biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan
pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
• Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul. .
b. Pemajanan area pembedahan
-Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang
akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang
hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik
drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus
dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah
proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien
dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi
lateral ke posisi terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi
ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu
pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien
dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena
darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk
menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi tersebut pasien
diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail harus
dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury. Selain hal tersebut diatas untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan peralatan
drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal.
5. Balance cairan. Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran
klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti
dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi
beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi. Jumlah dan jenis cairan
operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan keluarannya.
Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan menunjukkan gangguan
pada fungsi ginjalnya.?
e.Passage (jalur lintasan) Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan
yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan
sebagainya.
4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT .
Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan,
yaitu :
b. Manajemen Luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka
tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan
pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini. Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas
dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d. Rehabilitasi. Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi
pasien kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih
detail. Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy. :
1. Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma.
2. Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah
disiapkan) .
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul? pada saat pasca operasi
a. Impaired gas exchange r.t residual effect of anasthesia
b. Ineffective airway clearance r.t increased secretion
c. Pain r.t surgical incision and positioning during surgery
d. Impaired skin integerity r.t surgical woud, drains abd wound infection
e. Potensial injury r.t effect of anasthesia, sedation and immobility
f. Fluid volume deficit r.t fuid loss during surgery
g. Altered patterns of urinary elimation (decreased) r.t anasthesia agent and
immobility
h. Activity intolerance r.t surgery and prolonged bed rest
i. Selfcare deficit r.t surgical wound, pain adn treatment regimen
j. Knowledge deficit r.t lack of information about treatment regimen
Masalah kolaboratif :
a. Perubahan perfusi jaringan sekunder terhadap hipovolemia dan vasikontriksi
b. Hipovolemia
c. PK : infeksi
d. Dan lain-lain
D. INTERVENSI KEPERWATAN
Secara umum intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien psot
operasi meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Memastikan fungsi pernafasan yang optimal
2. Meningkatkan ekspansi paru
3. Menghilangkan ketidaknyamanan pasca operatif : nyeri
4. Menghilangkan kegelisahan
5.menghilangkan mual dan muntah
6. Menghilangakn distensi abdomen
7. Menghilangkan cegukan
8. Mempertahankan suhu tubuh normal
9. Menghindari cedera
10. Mempertahankan status nutrisi yang normal
11. Meningkantkan fungsi urinarious yang normal
12. Meningkatkan eliminasi usus
13.Pengaturan posisi
14. Ambulasi
15.Latihan di tempat tidur
E. KOMPLIKASI POST OPERASI
1. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok
nerogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai
berikut :
Pucat
Kulit dingin, basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan darah
Urine pekat
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter
terkait dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian
cairan per IV dan juga terapi pernafasan. Terapi obat yang diberikan meliputi
obat-obatan kardiotonik (natrium sitroprusid), diuretik, vasodilator dan steroid.
Cairan yang digunakan adalah cairan kristaloid sperti ringer laktat dan koloid
seperti terapi komponen darah, albumin, plasma. Terapi pernafasan dilakukan
dengan memantau gas darah arteri, fungsi pulmonal dan juga pemberian
oksigen melalui intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologis,
Pembatasan penggunaan energi,
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Peningkatan periode istirahat.
Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat
karena hipotermi mngurangi oksigenasi jaringan
Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk
melakukan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru
Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24
jam. Seperti edema perifer dan edema pulmonal.
2. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien
diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20
derajat dari tempat tidur sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu
diinspeksi terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan
balutan yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi
pasien.
3. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah
vena bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah
embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum,
anus dan vagina. Atau juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah
abdomen bawah. Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung
kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter
untuk membatu mengeluarkan urine dari kandung kemih.
7. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak)
yang terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus
ini bisa menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa
nyeri seperti ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi
keperawatan seperti ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko
embolus pulmonal.
8. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang
mengalami pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi
obstruksi intestinal, nyeri dan juga distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah :
Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi
Operasi, Sahabat Setia, Yogyakarta.
Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi,
EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah:? Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga
University Press, Surabaya.