Makalah Ibuprofen
Makalah Ibuprofen
Makalah Ibuprofen
DENGAN EKSTRAK AIR HERBA PAGAGAN (Centella asiatica (L) urban) PADA
KELINCI JANTAN
I.
TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat menjelaskan konsep uji
boiavailabilitas-bioekuivalensi.
II.
PENDAHULUAN
Pada uji bioavailabilitas atau uji bioekuivalensi yang menggunakan manusia sebagai
objek penelitian harus berpedoman pada Deklarasi Helsinki yang dirumuskan pada
tahun 1964 di Helsinki Finlandia. Deklarasi Helsinki mengandung 3 pokok bagian
yang digunakan sebagai pedoman penelitian dengan subjek manusia, yaitu:
1. Prinsip dasar
2. Riset klinik/ penelitian klinik
3. Penelitian non klinik
Garis besar studi bioavailabilitas yang lengkap sesuai dengan yang diajukan
FDA sebagai berikut:
A. PROTOKOL
1. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak air herba pegagan terhadap
bioavailabilitas tablet ibuprofen.
2. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan design cross
over menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan.
3. Kriteria pemilihan subjek
Hewan uji yang digunakan adalah kelinci jantan galur lokal dengan berat
badan 1,5-1,8 kg.
4. Kriteria pengeluaran objek
5. Macam cuplikan biologis
a. Waktu-waktu pengambilan
Penelitian ini menggunakan rancangan sama subjek dengan Cross over
menggunakan subjek uji 5 ekor kelinci jantan. Setiap kelinci
mendapatkan perlakuan yang sama. Sampel kontrol diberi tablet
ibuprofen 400 mg,sedangkan sampel perlakuan diberi tablet ibuprofen
bersamaan dengan ekatrak air herba pegagan dengan konsentrasi 25%
b/v,50% b/v,dan 100% b/v. Kemudian diambil darahnya pada jam ke
panjang
gelombang
maksimal
ibuprofen
dalam
plasma
b/v,pada minggu ke-2 dengan kadar 100% b/v,pada minggu ke-3 diberi
tablet ibuprofen 400 mg (kontrol),pada minggu ke-4 dengan kadar 25%
b/v. Pada kelinci keempat pada minggu ke-1 diberi tablet ibuprofen
bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan dengan kadar 100% b/v,pada
minggu ke-2 diberi tablet ibuprofen 400 mg,pada minggu ke-3 dengan
kadar 25% b/v,pada minggu ke-4 dengan kadar 50% b/v. Pada kelinci
kelima perlakuannya sama dengan kelinci ke-1. Selanjutnya kadar
ibuprofen dalam darah ditentukan dengan menggunakan garis regresi linier
dari kurva baku. Parameter bioavailabilitas meliputi tmax,Cpmax,yang
diperoleh dari grafik AUC yang diperoleh dengan metode trapezoid
7. Pertimbangan etik
a. Formulir persetujuan dari subjek
b. Tindakan darurat
B. DATA
1. Laporan khusus
2. Tindakan darurat
3. Data analisis dan cuplikan biologic
C. HASIL
1. Ringkasan data subjek secara individu
Parameter bioavailabilitas meliputi tmaxCpmax,dan AUC0-8 yang ditentukan
dengan metode trapezoid.
Hasil percobaan memperlihatkan harga tmax ibuprofen pada kontrol dan
semua perlakuan hampir sama. Uji Kruskal walls menghasilkan nilai
signifikansi untuk harga tmax lebih besar dari 0,05,maka dapat diambil
kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan tmax pada tiap perlakuan.
Pemberian tablet ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan mengalami
peningkatan nilai Cpmax bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai Cp max
ibuprofen terbesar diperoleh dari perlakuan pemberian tablet ibuprofen
bersama ekstrak air pegagan 100% b/v. Uji LSD membuktikan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara perlakuan kontrol dan pemberian
bersama tablet ibuprofen dengan ekstrak air herba pegagan 25% b/v,tetapi
ada perbedaan signifikan antara perlakuan kontrol dan pemberian bersama
dengan ekstrak air herba pegagan 50% b/v dan 100% b/v.
Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara perlakuan kontrol dan pemberian bersama tablet ibuprofen dengan ekstrak air
herba pegagan 25 %b/v dan 50 %b/v, tetapi ada perbedaan yang signifikan antara
kontrol dan pemberian bersama dengan ekstrak air herba pegagan 100 %b/v. Hasil
penelitian ini sama dengan hasil yang diperoleh Priyanto, dkk (2011) bahwa tablet
ibuprofen yang diberikan bersamaan dengan air perasan temulawak dapat
mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen dalam darah.
Tetapi pengaruhnya berbeda, ekstrak air pegagan cenderung mengakibatkan
AUC dan Cpmaks ibuprofen meningkat sedangkan air perasan temulawak
mengakibatkan penurunan parameter AUC dan Cpmaks serta terjadi perubahan pada
nilai tmaks. Hasil yang tidak sejalan ini, kemungkinan disebabkan adanya perbedaan
senyawa yang terkandung di dalam air perasan temulawak, perbedaan dosis ibuprofen
yang diberikan dan perbedaan metode penelitian yang digunakan, serta perbedaan
subyek penelitian. Penelitian Priyanto, dkk menggunakan tikus sebagai subyek
penelitian sedangkan dalam penelitian ini menggunakan subyek uji kelinci.
Indeks terapi ibuprofen dalam darah pada manusia yaitu pada kadar10-50 g/ml dan kadar
toksik > 100g/ml (Davies, 1998), sedangkan pada penelitian ini kadar maksimum ibuprofen
dalam darah pada berbagai perlakuan begitu bervariasi, kadar maksimum ibuprofen pada
keempat kelompok perlakuan berada di luar indeks terapi ibuprofen dan bahkan melebihi
kadar toksik dari ibuprofen, untuk kontrol sebesar 185,902 g/ml, perlakuan pemberian tablet
ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan 25 %b/v sebesar 201,466 g/ml,
perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak air herba pegagan 50 %b/v
sebesar 248,316 g/ml, dan perlakuan pemberian tablet ibuprofen bersamaan dengan ekstrak
air herba pegagan 100 %b/v sebesar 287,692 g/ml, hal ini terjadi tentunya karena penelitian
ini menggunakan subyek penelitian yang berbeda, yaitu menggunakan kelinci dimana
memiliki volume distribusi yang lebih kecil daripada manusia, sehingga kadar ibuprofen
dalam darah pun menjadi tinggi berada di luar indeks terapi dan bahkan melebihi kadar
toksiknya dalam darah, faktor lain pun ikut menentukan hasil penetapan kadar ibuprofen
dalam darah, seperti metode pengukuran yang digunakan dan formulasi dalam sediaan (Hetal
et al., 2010).
2. Penggunaan ibuprofen bersama ekstrak air herba pegagan 50% b/v dan
100% b/v secara signifikasi mempengaruhi bioavailabilitas ibuprofen
dalam darah.
III.
DISKUSI AWAL
1. Apa yang dimaksud dengan uji bioavailabilitas dan uji bioekuivalensi?
Jelaskan!
Jawaban :
Bioavailabilitas adalah persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk
obat yang mencapat/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif
setelah pemberian produk obat tersebut,diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau dari eskresinya dalam urin.
Bioekuivalensi adalah ekivalensi farmasetik atau alternatif adalah suatu
sediaan yang laju dan jumlah absorbsinya tidak berbeda secara bermakna
apabila diberikan dalam dosis dan kondisi percobaan yang sama.
2. Bagaimana pedoman penelitian bioavailabilitas yang diatur oleh BPOM,
meliputi:
A. Protokol
1. Tujuan penelitian
Umum : untuk menjamin efikasi, keamanan dan mutu produk obat
yang beredar
Khusus :
- Untuk menjamin produk obat copy yang akan mendapat izin edar
-
2. Rancangan penelitian
Untuk membandingkan 2 produk obat, dilakukan studi varians residual
pada ANOVA untuk desain menyilang 2-way (2 periode untuk
pembeian 2 produk obat pada setiap subyek).
Validasi metode bioanalitik harus dilakukan sesuai dengan pedoman
validasi metode bioanalitik dari US FDA untuk industri.
3. Kriteria pemilihan subjek
- Sukarelawan sehat ( untuk mengurangi variasi antara subyek);
- sedapat mungkin pria dan wanita (jika wanita pertimbangkan
risiko pada wanita usia subur)
penyalagunaan obat.
Tidak kontra indikasi atau hypersensitive terhadap obat yang
diuji.
Untuk obat yang terlalu toksik untuk diberikan kepada
sukarelawan sehat (misal: sitokstatik, antiaritmia), maka
Pemberian produk obat yang pertama harus dilakukan secara acak agar
efek urutan (order effect) maupun efek waktu (period effect), bila ada
dibuat seimbang.
Kedua perlakuan dipisahkan oleh period washout yang cukup untuk
eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari 5x
waktu paruh terminal dari obat, atau lebih lama jika mempunyai
metabolit aktif dengan waktu paruh yang lebih panjang. Jika obat
mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi antar subjek,
periode washout yang lebih lama diperlukan untuk memperhitungkan
kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Karena
itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi yang panjang (> 24
jam ), dapat dipertimbangkan penggunaan desain 2 kelompok parallel.
b. Gambaran cara penanganan cuplikan.
Kondisi studi harus dibakukan (untuk
mengurangi variabelitas
dapat menggambarkan
fase-fase absorpsi,
t1/2 )
Dengan demikian akan diperoleh AUC (luas area dibawah kurva kadar obat terhadap
Pada studi keadaan tunak, untuk obat dengan kronofarmakologi , jika ritme sirkadian
diketahui mempengaruhi bioavabelitas, maka sampel darah harus diambil selama 1
siklus 24 jam penuh.
(>40%)
Urin dikumpulkan di tempat studi secara periodik sampai sedikitnya 3x waktu paruh
eliminasi obat (3x t1/2 ) untuk studi selama 24 jam, waktu sampling biasanya 0-2, 2-4,
4-8, 8-12 dan 12-24 jam, volume urin setiap interval waktu tersebut harus diukur dan
dilaporkan.
Dibuat kurva jumlah obat kumulatif yang disekresi dalam urin terhadap waktu.
Kadar yang diukur
- Kadar yang diukur dalam plasma/serum biasanya senyawa induk. Jika hal ini
tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam
biologic, atau waktu paruhnya terlalu pendek), maka dalam hal ini diukur
-
metabolit utamanya;
Pengukuran hasil biotransformasi harus dilakukan jika senyawa induknya
berupa prodrug;
Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna
terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear,
maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit
bioavailabel.
Cmax = kadar puncak ( maksimal) obat (atau metabolit) dalam
(dAe / dt)
max
max
untuk
BE.
penilaian
menggambarkan
besarnya
paling
dapat
absorpsi
dipercaya
(jumlah
obat
untuk
yang
bioavailabel).
Untuk studi kadar tunak
Aet = Ae selama satu interval dosis () pada keadaan tunak.
7. Pertimbangan etik
Oleh karena studi BA/BE dilakukan pada subyek manusia (suatu uji
klinik) maka protokol studi harus lolos kaji etik. Terlebih dahulu
sebelum studi dapat dimulai.
B. Data
Sumber Variasi
Degrees of
Sum of
Mean
Freedom
squares
square
(df)
(SS)
(MS)
= SS/df
Inter- Subyek
n-1
- Urutan (Sequence) (2-1)=1
- Residual (Suby)
n-2
(suby)
SSseq
SSResid (suby)
SSProd
MSProd
/MSResid
Intra- Subyek
Produk obat
MSProd/MSResid
(2-1)=1
Periode
(2-1)=1
MSPeriod/MSResid
Residual
n-2
Total
SSPeriod
MSPeriod
SSResid
MSResid
2n-1
SStotal
C. Analisis hasil
Tujuan utama penilaian biokivalensi adalah untuk menghitung perbedaan
biovailabilitas antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ayng bermakna secara klinik.
Jika pada t0 ditemukanobat dengan kadar 5% Cmax maka data dari
subyek ini dapat dimasukkan dalam analisis tanpa penyesuaian.
Tetapi jika C0 ini 5% Cmax, maka subyek ini harus dikeluarkan dari
analisis.
Jika subyek muntah pada atau sebelum 2x median t max pada studi BE untuk
produk lepas cepat, maka data subyek ini harus dikeluarkan dari analisis.
Padastudi BE untuk produk lepas lambat, data subyek yang muntah kapan
saja harus dikeluarkan.
Observasi yang merupakan outliers tidak boleh dibuan jika tidak ada alas
an yang kuat bahwa telah terjadi kesalahan teknis. Analisis data harus
dilakukan dengan dan tanpa nilai-nilai tersebut dan harus dikaji
dampaknya terhadap kesimpulan studi. Harus dicari penjelasan medis atau
farmakokinetik untuk observasi demikian.
Analisis statistic
a. Dari data darah
- Parameter bioavailabilitas
-
yang
dibandingkan
untuk
ditransformasi), dengan = 5% ;
Untuk ke-3 parameter tersebut di atas, selain
dihitung 90% confidence intervals (90% CI) untuk
perbandingan ke-2 produk, juga dihitung statistic
ringkasan seperti nilai rata-rata (arithmetic &
geometric, untuk AUC dan Cmax) atau median (untu
t1/2,
dsb.,
berlaku
pertimbangan-
yang
dibandingkan
adalah
Ae
dan
(dAe/dt)max.
D. Ringkasan dan kesimpulan
3. Apa definisi bioavailabilitas relative dan absolute?
Bioavailabilitas relative adalah ketersediaan dalam sistemik suatu produk obat
dibandingkan terhadap suatu standart yang diketahui.
Bioavailabilitas absolut adalah bila dibandingkan dengan sediaan intravena
yang bioavailabilitasnya 100%.
4. Jelaskan kriteria standart pembanding produk obat!
Jawaban :
Produk obat yang inovator yang telah diberi izin pemasaran di indonesia
berdasarkan penilaian dossier lengkap yang membuktikan efikasi,keamanan
dan mutu. Produk obat pembanding yang akan digunakan harus disetujui oleh
Badan POM. Hanya saja jika produk obat inovator tidak dipasarkan di
indonesia atau tidak lagi dikenali yang mana karena sudah terlalu lama beredar
dipasar,maka dapat digunkan produk obat inovator dari primary market.
5. Apa saja parameter bioavailabilitas? Jelaskan!
a. Data plasma
- Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmax)
- Konsentrasi plasma puncak (Cp max)
- Area dibawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)
b. Data urin
- Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)
- Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)
- Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t)
c. Efek farmakologik akut
d. Pengamatan klinik
6. Apa kriteria produk obat yang memerlukan uji bioekuivalensi in vivo dan
tidak perlu uji bioekuivalensi in vivo?
Jawaban :
Yang memerlukan uji in vivo :
a. Produk obat lepas cepat yang bekerja sistemik,jika memenuhi satu atau
lebih kriteria berikut ini :
- obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons
terapi yang pasti (critical use drugs), misal : antituberkulosis,
antiretroviral,
-
antimalaria,
antibakteri,
antihipertensi,
menguntungkan
dsb.).
eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi
bioekivalensi
b. Produk obat non oral dan non parenteral yang didesain untuk bekerja
sistemik,misal : sediaan transdermal,supositoria,permen karet nikotin,gel
testosteron dan kontraseptif bawah kulit.
ditunjukkan
dengan
studi
klinik
atau
farmakodinamik,
in vitro.Pada kasus-
pemakaiannya.
e. Produk obat memenuhi semua kriteria berikut:
- Merupakan larutan oral,eliksir,sirup,tingtur atau bentuk terlarut
-
yang lain.
Mengandung bahan obat aktif atau bagian yang berkhasiat dalam
konsentrasi yang sama seperti produk obat yang telah disetujui
pemakaiannya.
Tidak mengandung bahan inaktif yang diketahui mempengaruhi
persis
sama
yang
sangat
c. Berdasarkan
sistem
klasifikasi
biofarmaseutik
(Biopharmaceutic
8. Apa yang dimaksud dengan uji disolusi terbanding? Apa tujuan dilakukan uji
tersebut?
Uji disolusi terbanding (terkait dengan bioekivalensi).
Uji ekivalensi in vitro dilakukan dengan uji disolusi terbanding, sebagai uji
pendahuluan untuk memprediksi bioavailabilitas dan bioekivalensi produk
obat (BPOM, 2004).
Uji disolusi terbanding (IN VITRO) dalam uji bioekivalensi dapat dilakukan
secara komparatif terhadap produk pembanding. Penilaian berdasarkan
kemiripan (similarity), produk pembanding umumnya adalah produk
innovator. Uji disolusi terbanding sebagai data pelengkap uji bioekivalensi
yaitu pengawasan mutu produksi rutin.
Uji disolusi terbanding yang diharuskan sebagai pengganti uji bioekivalensi
(biowaiver), uji disolusi terbanding sebagai pendekatan/pengembangan
formulasi untuk mendapatkan produk copy yang bioekivalen.
IV.
sistemik,
availabilitas
sistemiknya
harus
ditentukan
dengan
b. Analisis
bioekivalensi
selama
perkembangannya,
studi
bioekivalensi
diperlukan sebagai studi yang menjembatani antara formulasi untuk uji klinik
dan produk obat yang akan dipasarkan.
V.
DISKUSI AKHIR
_
VI.
PUSTAKA
Shargel, L.
dan
Yu,
A.B.C.,
1999,
applied
biopharmaceutics
and