Observasi Febris
Observasi Febris
Observasi Febris
Definisi1,2 (3,4)
Demam atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang
berarti api (pyro). Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas
normal yang disebabkan perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu
normal tubuh berbeda tergantung dari daerah pengukuran. Batasan normal suhu
tubuh antara lain sebagai berikut :
1. Temperatur oral berkisar antara 33,2 38,2oC
2. Temperatur rektal berkisar antara 34,4 37,8oC
3. Temperatur aksila berkisar antara 35,5 37,5oC
4. Temperatur membran timpani berkisar pada 35,4 37,8oC
Suhu tubuh bervariasi pada setiap individunya, tergantung pada berbagai
faktor; antara lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperature ruangan,
tingkat aktivitas, dan sebagainya. Peningkatan suhu tubuh tidak selalu
mengisyaratkan terjadinya demam. Sebagai contoh, peningkatan suhu tubuh
pada seseorang akan meningkat pada keadaan peningkatan metabolisme tubuh
(latihan fisik), tetapi hal tersebut tidak didefinisikan sebagai demam, karena
pusat pengaturan suhu tubuh di otak berada pada batas normal.
B.
Etiologi2,3 (4,6)
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal
pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen
biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan
interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan
intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit
metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan
imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid),
penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis),
ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik
(gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang
belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial).
Umumnya demam pada anak disebabkan oleh virus yang sembuh sendiri.
Tetapi sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius diantaranya meningitis
bakterialis, bakterimia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran kemih, enteritis
bakteri, infeksi tulang dan sendi.
C.
Patogenesis4,5 (1,10)
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering
adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen
yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh seperti toksin, produk produk bakteri dan bakteri itu sendiri
mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang
disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor
Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang
merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang
kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
1. Pirogen eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar.
Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit,
untuk merangsang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang
mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya endotoksin, bekerja
bakteri
tersebut
dan
melepaskan
mencapai
interleukin-1,
hipotalamus
kemudian
sehingga
segera
terjadi
terhadap
komponen
virus
yang
termasuk
androgen
diketahui
sebagai
perangsang
pelepasan
oleh
karena
demam
dapat
timbul
dalam
keadaan
penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monositmakrofag adalah interleukin-1 (IL-1) dan Tumor necroting factor
(TNF).
2. Pirogen endogen
a. Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel
sekretori, dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum
dilepas melalui membran sel kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1)
dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ yang
jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.
Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling
berhubungan, yaitu 2 agonis (IL- dan IL- ) dan sebuah antagonis (IL-1
reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi dengan IL dan IL- untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan
reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi
reaksi inflamasi menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai
sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati, keratinosit, sel
langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan
otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun
dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap
perdarahan SSP.
Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu
menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta aktivasi sel-B, maka
sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan
B-cell activating factor (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa
protein tertentu di hati, seperti protein fase akut misalnya fibrinogen,
haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan sintesis albumin dan
transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan
konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi
tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan
asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi dalam
hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri
atas 2 jenis yaitu sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi
antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis antibodi dan secara tidak
langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon
inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting
dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya
mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan
dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada
limfosit-T (sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam.
d. Interferon
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi
virus di dalam sel yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF,
interferon diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat 3 jenis
molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam
aminonya, yaitu interferon- (INF alfa) interferon- (INF beta) dan
interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh
hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan makrofag) sebagai
respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi
oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama
efektifnya dengan dewasa, namun interferon (khususnya interferon
gama) fungsinya belum memadai, sehingga diduga menyababkan makin
beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.
Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan
menstimulasi sel-B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi
interferon gama sebagai pirogen endogen dapat secara tidak langsung
merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophageactivating factor) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan
sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas
antivirus disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan berbagai
jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai
E.
2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan
kemudian kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus
tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi
suhu diurnal > 1oC. Demam mendadak tinggi disertai menggigil, suhu turun
secara drastis, setelah serangan demam penderita merasa lelah. Contoh
penyakitnya antara lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar,
pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam intermiten, yaitu :
- Demam Quotidian
- Demam Tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria
tertiana (Plasmodium vivax). Serangan demam tiap 2 x 24 jam (misal:
Minggu Selasa Kamis)
- Demam Quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria
kuartana (Plasmodium malariae). Serangan demam tiap 3 x 24 jam
(misal: Minggu Rabu Sabtu)
3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu
normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10C. Contoh penyakitnya
antara lain; infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif,
infeksi tuberkulosis paru.
Diagnosis Banding2,4
Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :
1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda
lokal pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :
a. ISPA
b. Otitis media dan Eksterna
c. Sinusitis
d. Mastoiditis
e. Abses tenggorokan
f. Infeksi jaringan lunak dan kulit
Penatalaksanaan2,5
Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus
demam yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu,
demam tentu saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika
tidak diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan.
Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya terjadi
jika suhu tubuh mendekati 42oC (107,6oF). Secara umum, pasien yang
mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan hidrasi, karena
demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh,
selain itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan demam.
Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh peningkatan masukan cairan
dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral yang
sesuai, dengan kadar elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang
Klasifikasi Antipiretik2,5
Obat antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para
aminofenol (parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen),
salisilat (aspirin, salisilamid), dan asam asetik (indometasin). Namun yang
akan dibahas pada bagian ini ialah antipiretik yang sering dipakai pada
penatalaksanaan demam pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.
1. Parasetamol (Asitaminofen)
Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini
parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik
dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya,
terdapat dalam sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria. Cara terakhir ini
merupakan alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak
muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa
penelitian menunjukkan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan
supositoria. Dengan dosis yang sama daya terapeutik antipiretiknya setara
dengan aspirin,hanya parasetamol tidak mempunyai daya antiinflamasi, oleh
karena itutidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti artritis
reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping
lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan
pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis parasetamol lazim
yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per dosis,
makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik dan direkomendasikan
diberikan setiap 4 jam. Dosis parasetamol 20 mg/kgBB tidak akan
menambah daya penurunan suhu tetapi memperpanjang efek antipiretik
sampai 6-8 jam.Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan demam
terjadi setelah 30 menit, puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan
rekurendalam 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai
(menyebabkan
terhambatnya
metabolisme
natrium
reumatik, dosis awal ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini
kemudian disesuaikan untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah
sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom
Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin, maka aspirin
tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis reumatoid.
3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet
aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus
siklooksigenase.
mempunyai
Aspirin
aktivitas
menghambat
antitrombosit
siklooksigenase
dan
fibrinolitik
sehingga
rendah,
saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat menyebabkan
sindrom Reye. b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada
keadaan iniaspirin dapat menyebabkan anemia hemolitik. c) Anak yang
menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan
aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema,
rhinitis, dan hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis,
yang mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya
peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang diinduksi
aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap otot-otot
polos salurannapas. d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau
pasien yang memiliki kecenderungan untuk mengalami perdarahan, aspirin
dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversibel. Efek
samping yang timbul pada kadar salisilat darah< 20 mg/100 mL, umumnya
dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul pada kadar
yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih
timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek
langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin
pada organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan
alkalosis respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis
respiratorik terjadi singkat dan ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi
asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis respiratorik. Pada bayi atau
keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu
ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis
respiratorik menunjukkan adanya keracunan ringan atau tanda awal
keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah;
darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu
protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.