Digital - 20311737-S42983-Uji Stabilitas PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 152

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI STABILITAS MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN


SELEDRI DAN MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN URANG
ARING DAN EFEKTIVITASNYA TERHADAP
PERTUMBUHAN RAMBUT TIKUS JANTAN
SPRAQUE DAWLEY

SKRIPSI

LIDIA ROMITO TAMBUNAN


0806327843

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI STABILITAS MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN


SELEDRI DAN MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN URANG
ARING DAN EFEKTIVITASNYA TERHADAP
PERTUMBUHAN RAMBUT TIKUS JANTAN
SPRAQUE DAWLEY

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi

LIDIA ROMITO TAMBUNAN


0806327843

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
JULI 2012
Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

ST}RAT PE,RI\TYATAAI{ BEBAS PLAGIARISME,

Saya yang bertanda tangan

di bawah ini dengan

sebenamya menyatakan bahwa

*
skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.

Jika

di

kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme,

sy&

akan

bertanggung jawab sepentrhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh


Universitas Indonesia kepada saya.

Depolq.f;..Juli2ol2

Lidia Romito Tambunan

lI

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

HALAMA$I PERITIYATAAI\T ORISINALITAS

$kripei ini adalah'hasil hrya'sendiri, dan'semua


strrtber baik yang

dilutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama

LidfiaKomitofrrffiftiamr

NPM

0806327843

w_:

TandaTangm
Tanggal'

......6",ild1. ...,. zot2

iv

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukanoleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul Skripsi

LidiaRomitoTambunan
:0806327M3

:Farmasi
Uji Stabilitas Mikroemulsi Ekstak Daun Seledri dan
Mikroemulsi Ekstrak Daun Urang Aring dan
Efektivitasnya terhadap Pertumbuhan Rambut Tikus
Jantan Spraque Dawley

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

DEWAhI PENGUJI

Pembimbing

Pharm.Dr.Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D

Pembimbing

II

Rissyelly, M.Farm.,Apt.

Penguji

:Dr. Mahdi Jufri, M.Si

Penguji

II

Ditetapkan

di

Tanesal

Dr. Arry Yanuar, M.S.

Depok

: ....6..a.+[i... .........2012

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

.. . .)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karunia dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, mulai dari
masa perkuliahan sampai pada penulisan skripsi ini, sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D. sebagai dosen pembimbing


pertama dan Rissyelly, M.Farm., Apt. sebagai dosen pembimbing kedua
yang telah memberikan bimbingan, saran, ide, motivasi, dan segala
bantuan yang sangat bermanfaat selama masa penelitian hingga penulisan
skripsi ini.
2. Prof. Dr. Effionora Anwar, M.S. sebagai pembimbing akademik yang
telah memberikan perhatian, saran, dan bimbingan akademik selama ini.
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI yang
telah memberi kesempatan dan fasilitas selama masa perkuliahan,
penelitian, dan penulisan skripsi ini.
4. Dr. Mahdi Jufri, M.Si. selaku Koordinator Skripsi serta seluruh Bapak dan
Ibu Dosen Farmasi UI yang telah banyak membantu dan membimbing
penulis selama masa pendidikan hingga penelitian.
5. Keluargaku, khususnya mama, papa, kak Tina, kak Nevi, kak Ode, adikku
Sabeth dan adikku Ulus atas segala dukungan, semangat, motivasi,
bantuan, perhatian, kasih sayang, kesabaran, doa, dan dana yang diberikan
kepada penulis, serta yang telah menemani penulis saat mengalami masa
yang sulit.

vi

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

6. Teman-temanku di angkasa, Eka, Emy, Bella, Chrisna, May, Melda, Vero,


Unyil, Fitri atas doa, semangat, dukungan, perhatian, canda, tawa dan
kasih sayang selama masa perkuliahan, penelitian hingga penulisan skripsi
ini.
7. Mbak Devfa, Bapak Imih, Bapak Surya, Mas Agus, serta laboran dan staf
karyawan lain atas segala bantuan dan kerja samanya selama masa
perkuliahan hingga penulis menyelesaikan pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8. Kelompok kecil di PO FMIPA UI, yaitu Ester, Tika, Jenny, dan kelompok
tumbuh bersama, yaitu Dita, Grace, Even, tante Jen, Melda, Patsy, Vany,
Yunita dan Kak Abi atas doa, perhatian, dan semangat yang diberikan
selama masa perkuliahan sampai dengan penyelesaian penulisan skripsi ini
9. Teman-teman penelitian, khususnya KBI Farmakologi dan Farmasetika
dan teman-teman farmasi 2008 atas kerja sama, dukungan, dan bantuannya
selama penelitian berlangsung.
10. Keluargaku di farmasi, Kak Gina, Kak Yos, Yiska, Steven, Yenita, dan
Erlita atas doa, dukungan, bantuan, dan sarannya selama ini.
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan
kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini.


Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk sempurnanya
skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam dunia farmasi, dan masyarakat pada umumnya.

Penulis
2012

vii

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

HALAMAN PER}IYATAAI\T PERSETUJUAI\T PUBLIKASI


KARYA ILMIAH TTNTT]K KEPENTINGAN AKADEII/IIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama

Lidia Romito Tambunan

NPM

a806327843

Program studi

Sarjana Farmasi

Departemen

Farmasi

Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jenis karya

Skripsi

(Sl Reguler)

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilrniah saya yang berjudul:

Uji Stabilitas Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Mikroemulsi Ekstrak Daun
Urang Aring dan Efektivitasnya terhadap Pertumbuhan Rambut Tikus Jantan
Spraque Dawley

beserta perangkat yang ada

(ika diperlukan).

Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,


mengalihmedia /format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data(database),
merawat, dan memublikasikan fugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penuliVpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian saya buat pernyataan ini dengan sebenarnya.

Dibuat

di

: Depok

Pada tanggar r .....6...L,1ti

........2012

Yang menyatakan,

(Lidiakk^*,
viii

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

ABSTRAK

Nama
: Lidia Romito Tambunan
Program studi : Farmasi
Judul
: Uji Stabilitas Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Mikroemulsi
Ekstrak Daun Urang Aring dan Efektivitasnya terhadap
Pertumbuhan Rambut Tikus Jantan Spraque Dawley
Seledri dan urang aring adalah tanaman yang memiliki efek terhadap
pertumbuhan rambut. Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman tersebut
kaya akan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rambut , seperti flavonoid,
saponin, sterol/terpenoid, dan tanin. Ekstrak etanol diformulasikan dalam sediaan
mikroemulsi dengan tiga jenis formula, yaitu ekstrak seledri 10% (formula A),
ekstrak urang aring 10% (formula B), dan kombinasi ekstrak seledri 5% dan urang
aring 5% (formula C). Mikroemulsi diaplikasikan ke kulit punggung tikus yang
telah dicukur. Tujuan penelitian ini adalah membuat mikroemulsi yang jernih,
menguji stabilitas fisik dan aktivitas dari mikroemulsi tersebut. Efikasi formulasi
ditentukan melalui perhitungan panjang rambut tikus. Hasil menunjukkan bahwa
mikroemulsi jernih, tidak terjadi pemisahan fase, dan homogen secara fisik. Hasil
uji stabilitas fisik menunjukkan ketiga mikroemulsi stabil pada penyimpanan suhu
rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi. Efek yang paling potensial terhadap
pertumbuhan rambut tikus adalah mikroemulsi dengan konsentrasi ekstrak urang
aring 10%.
Kata kunci : seledri, urang aring, mikroemulsi, rambut, efektivitas, stabilitas fisik.
xv + 89 hal.; 25 gambar; 19 tabel; 10 lampiran.
Daftar pustaka : 29 (1973 - 2010)

ix

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

ABSTRACT

Name
Program Study
Title

: Lidia Romito Tambunan


: Pharmacy
: The Stability Test of Microemulsion Leaf Extract Celery
and Microemulsion Leaf Extract Urang aring and
the Effectiveness of Hair Growth Male Spraque Dawley
Rats

Celery and urang aring are plants having effect on hair growth. The chemical
constituents in these plants are rich of nutrients for hair growth such as flavonoids,
saponins, steroids/terpenoids, and tannins. The ethanol extract was formulated
into microemulsions with three different kinds of formula which were 10% extract
of celery (formula A), 10% extract of urang aring (formula B), and combination
of 5% extract of celery and 5% extract of urang aring (formula C).
Microemulsions were topically applied to the dorsal skin of rats which had been
shaved before. The research aim is to formulate a clear microemulsion and to test
the physical stability and activity of the microemulsion. The efficacy of the
formulation was determined by measuring the length of the hair rats. The
experiment result showed that the microemulsions were clear, no phase
separation, and were physically homogeneous. The result of physical stability
tests showed that all the three microemulsions were stable at low temperature,
room temperature, and high temperature. The most potential effect on rats hair
growth of is the microemulsion with 10% urang aring extract.
Keyword : celery, urang aring, microemulsions, hair, effectiveness, physical,
stability
xv + 89 pages; 25 figures; 19 tables; 10 appendixes.
References : 29 (1973 - 2010)

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5

Latar Belakang ....................................................................................... 1


Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup................................................ 2
Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan......................................... 3
Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
Hipotesis ................................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4


2.1
2.2
2.3
2.4
2.5

Seledri ..................................................................................................... 4
Urang aring.............................................................................................. 6
Rambut ................................................................................................... 7
Ekstraksi Simplisia ................................................................................. 13
Mikroemulsi ........................................................................................... 16

BAB 3 METODE PENELITIAN..................................................................... 25


3.1
3.2
3.3
3.4
3.5

Lokasi dan Waktu ................................................................................... 25


Alat .......................................................................................................... 25
Bahan ...................................................................................................... 25
Hewan Uji .............................................................................................. 25
Metode Pelaksanaan ............................................................................... 26

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............. ................................................ 34


4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6

Bahan simplisia ...................................................................................... 34


Rendemen............................................................................................... 34
Pembuatan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun
Urang aring ............................................................................................ 34
Evaluasi Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun
Urang Aring............................................................................................ 37
Uji Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan
Ekstrak Daun Urang Aring..................................................................... 40
Uji Aktivitas Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan
Ekstrak Daun Urang Aring terhadap Pertumbuhan Rambut ................ 43
xi

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45


5.1 Kesimpulan......................................................................................... 45
5.2 Saran.................................................................................................... 45
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 46

xii

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar 2.3.
Gambar 2.4.
Gambar 2.5.
Gambar 2.6.
Gambar 2.7.
Gambar 2.8.
Gambar 2.9.
Gambar 2.10.
Gambar 2.11.
Gambar 2.12.
Gambar 2.13.
Gambar 2.14.
Gambar 4.1.
Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Gambar 4.7.
Gambar 4.8.
Gambar 4.9.
Gambar 4.10.
Gambar 4.11.

Tanaman Seledri.......................................................................... 4
Tanaman Urang aring ................................................................. 6
Batang rambut ............................................................................ 9
Anatomi Rambut Manusia ......................................................... 9
Siklus Pertumbuhan Rambut ...................................................... 11
Struktur Mikroemulsi ................................................................. 17
Struktur Kimia Isopropil Miristat ............................................... 19
Struktur Kimia Tween 80 ........................................................... 20
Struktur Kimia Propilen glikol ................................................... 20
Struktur Kimia Etanol ................................................................ 21
Struktur Kimia Metilparaben ..................................................... 21
Struktur Kimia Propilparaben .................................................... 22
Struktur Kimia Vitamin E ........................................................... 23
Struktur Kimia Butil hidroksitoluen............................................ 23
Hasil pengukuran viskositas ketiga formula
Mikroemulsi pada minggu 0 dan minggu 8 ............................... 39
Hasil pengukuran pH ketiga mikroemulsi pada
suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi.................................. 42
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
pada minggu ke-0....................................................................... 49
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
suhu rendah (4C) selama 8 minggu ........................................... 49
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
suhu kamar (29C) selama 8 minggu.......................................... 50
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
suhu tinggi (40C) selama 8 minggu .......................................... 51
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
uji sentrifugasi............................................................................. 52
Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula
uji cycling test ............................................................................. 53
Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan
rambut tikus hari ke-0 ................................................................. 54
Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan
rambut tikus hari ke-14................................................................ 55
Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan
rambut tikus hari ke-22................................................................ 56

xiii

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.
Tabel 4.9.
Tabel 4.10.
Tabel 4.11.
Tabel 4.12.
Tabel 4.13.
Tabel 4.14.
Tabel 4.15.
Tabel 4.16.
Tabel 4.17.

Komposisi Bahan dalam Sediaan Mikroemulsi .......................... 26


Perhitungan Bahan ...................................................................... 27
Hasil Rendemen Ekstrak Seledri dan Ekstrak Urang aring ........ 33
Hasil optimasi formulasi mikroemulsi........................................ 35
Hasil rata-rata panjang rambut tiap perlakuan per minggu......... 43
Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C
pada suhu rendah (4C) ............................................................... 57
Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C
pada suhu kamar (29oC).............................................................. 57
Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C
pada suhu tinggi (40C) .............................................................. 58
Hasil pengukuran tegangan permukaan ketiga formula
pada penyimpanan suhu kamar (29C) ....................................... 58
Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan
suhu rendah (4C) selama 8 minggu........................................... 58
Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan
suhu kamar (29C) selama 8 minggu ........................................ 59
Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan
suhu tinggi (40C) selama 8 minggu ......................................... 59
Hasil pengukuran viskositas pada suhu kamar (29C)
pada minggu ke-0....................................................................... 59
Hasil pengukuran viskositas pada suhu kamar (29C)
pada minggu ke-8........................................................................ 59
Hasil pengamatan ketiga formula setelah dilakukan
cycling test .................................................................................. 60
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan
Particle size analyzer .................................................................. 60
Panjang Rambut Tikus Hari ke-7................................................ 60
Panjang Rambut Tikus Hari ke-14.............................................. 63
Panjang Rambut Tikus Hari ke-22.............................................. 65

xiv

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.

Contoh perhitungan bobot jenis.................................................. 68


Contoh perhitungan tegangan permukaan ................................. 68
Hasil perhitungan statistik panjang rambut tikus hari ke-7 ........ 70
Hasil perhitungan statistik panjang rambut tikus hari ke-14 ..... 73
Hasil perhitungan panjang rambut tikus hari ke-21 ................... 76
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel minggu ke-0 ........ 79
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel minggu ke-8 ........ 82
Surat determinasi tanaman ......................................................... 85
Surat keterangan hewan coba .................................................... 86
Sertifikat analisis ....................................................................... 87

xv

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peranan rambut sangat penting karena rambut bukan hanya sebagai
pelindung kepala dari berbagai hal seperti bahaya benturan/pukulan benda keras,
sengatan sinar matahari, dan sebagainya, tetapi juga merupakan perhiasan yang
berharga. Ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan perubahan kondisi kulit
kepala dan rambut seperti faktor usia lanjut, depresi, berkurangnya aktifitas
kelenjar minyak dikulit kepala, gangguan pembuluh darah, gangguan hormon,
pengaruh kosmetika, paparan sinar matahari secara terus menerus dan kurangnya
makanan yang bergizi untuk kepentingan pertumbuhan rambut. Apabila hal
tersebut tidak diperhatikan maka akan memungkinkan terjadinya kerontokan
rambut sehingga rambut menjadi tipis bahkan botak.
Sehubungan dengan hal tersebut berbagai produk kosmetik, baik yang
berasal dari bahan sintesis maupun alami, telah banyak dikembangkan untuk
mengatasi masalah tersebut. Produk sintesis berpotensi menimbulkan efek
samping pada penggunaannya sehingga pemakaian bahan herbal sebagai
penyubur rambut dalam sediaan kosmetika merupakan salah satu solusi terhadap
hal tersebut karena efek sampingnya yang relatif kecil. Selain itu, tanah air kita
sangat kaya akan keberagaman tanamannya, salah satu cara untuk memanfaatkan
kekayaan alam ini adalah dengan pengembangan pembuatan obat dan kosmetika.
Pemakaian bahan herbal untuk menyuburkan rambut juga bertujuan untuk lebih
memanfaatkan potensi alam Indonesia yang diduga mengandung senyawa yang
dapat menyuburkan rambut .
Apium graveolens L. yang sehari-hari dikenal dengan nama seledri banyak
dibudidayakan di Indonesia dan telah lama digunakan oleh penduduk sebagai
sayur dan lalap untuk penyedap masakan Secara tradisional tanaman seledri
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Seledri diduga mempunyai
manfaat untuk kosmetika rambut yaitu meningkatkan pertumbuhan rambut.
Eclipta prostrata L. atau yang dikenal dengan nama urang aring adalah anggota
34

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

dari suku Asteraceae. Tumbuhan ini sering ditemukan sebagai tumbuhan liar atau
gulma. Selain memiliki khasiat sebagai obat, tanaman ini terkenal dengan
kegunaannya sebagai penghitam dan penyubur rambut dan telah digunakan secara
tradisional.
Pada penelitian sebelumnya diketahui ekstrak seledri memiliki efek
menyuburkan rambut yang optimal pada konsentari 10% (b/b) dalam sediaan krim
(Juriana, Yanti, 2009). Sama halnya dengan urang aring yang memiliki aktivitas
optimal terhadap pertumbuhan rambut yaitu pada konsentrasi ekstrak 5% (b/b)
dalam sediaan salep (Roy, Thakur, Dixit, 2008). Oleh karena itu diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas sediaan ekstrak seledri dalam
menyuburkan rambut dibandingkan dengan ekstrak urang aring yang merupakan
tanaman yang selama ini telah diketahui dapat menyuburkan rambut.
Sediaan yang dibuat adalah mikroemulsi. Mikroemulsi adalah suatu
sediaan yang dapat meningkatkan proses penetrasi ke dalam kulit. Sediaan ini
lebih stabil secara termodinamika dibandingkan dengan emulsi (Paul, et al., 2001)
sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan stabilitas sediaan
farmasi.

1.2 Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup


Masalah dan ruang lingkup yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pengaruh pemberian secara topikal mikroemulsi yang mengandung
ekstrak seledri, mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring, dan
mikroemulsi yang mengandung kombinasi ekstrak seledri dan urang aring
terhadap pertumbuhan rambut tikus putih jantan galur Spraque Dawley ?
2. Bagaimana stabilitas sediaan mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri,
mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring, dan mikroemulsi yang
mengandung kombinasi ekstrak seledri dan urang aring ?

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

1.3 Jenis Penelitian dan Metode yang Digunakan


Jenis penelitian yang dilakukan adalah farmasetika, fitokimia, dan
farmakologi eksperimental. Metode yang digunakan adalah dengan perhitungan
panjang dan berat rambut tikus serta pengujian stabilitas fisik sediaan
mikroemulsi.

1.4 Tujuan Penelitian


1. Membuat dan mengevaluasi kestabilan mikroemulsi topikal yang mengandung
ekstrak seledri, mikroemulsi topikal yang mengandung ekstrak urang aring,
dan mikroemulsi yang mengandung kombinasi ekstrak seledri dan urang aring.
2. Mengetahui efektivitas mikroemulsi topikal ekstrak seledri, mikroemulsi
topikal ekstrak urang aring dan mikroemulsi kombinasi ekstrak seledri dan
urang aring terhadap pertumbuhan rambut yang selama ini telah diketahui
memiliki aktivitas penyubur rambut.
3. Mengembangkan dunia kosmetika herbal khususnya untuk perawatan rambut,
dimana seledri dan urang aring dengan menggunakan teknologi mikroemulsi
menjadi sediaan kosmetik yang lebih optimal terhadap pertumbuhan rambut.

1.5 Hipotesis
Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun seledri dengan konsentrasi
10%, mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring dengan konsentrasi
10%, dan mikroemulsi yang mengandung kombinasi ekstrak seledri 5% dan urang
aring 5%

memiliki perbedaan aktivitas terhadap pertumbuhan rambut.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seledri
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Apiales

Suku

: Apiaceae

Marga

: Apium

Jenis

: Apium graveolens (L) .

Gambar 2.1. Tanaman Seledri

2.1.2 Pengenalan Spesifikasi Tanaman


Menurut ahli sejarah botani, daun seledri telah dimanfaatkan sebagai
sayuran sejak abad XVII atau tahun 1640, dan diakui sebagai tumbuhan
berkhasiat obat secara ilmiah baru pada tahun 1942. Tumbuhan seledri
dikategorikan sebagai sayuran. Tumbuhan berbonggol dan memiliki batang basah.
Pengembangbiakan tanaman seledri dapat digunakan dengan dua cara, yaitu
melalui bijinya atau pemindahan akar rumpunnya (Thomas,1989).
34

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

Seledri dapat tumbuh baik di daerah iklim sedang maupun subtropis sampai ke
daerah yang beriklim panas. Morfologi daun seledri yaitu daun majemuk
menyirip, tipis, rapuh, warna hijau tua sampai hijau kecoklatan; jumlah anak daun
3 sampai 7 helai; panjang anak daun 2 cm sampai 7.5 cm; lebar 2 cm sampai
5 cm; pangkal dan ujung anak daun runcing; panjang ibu tangkai daun sampai
12,5 cm terputar, beralur; panjang tangkai anak daun 1 cm sampai 2,7 cm (Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, 1989).

2.1.3 Manfaat Tanaman


2.1.3.1 Efek Farmakologi
Seledri merupakan sayuran/ tanaman tradisional yang sejak lama telah
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya kandungan apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah.
Efek tersebut akan menjadi lebih besar dengan adanya komponen pthalide yang
dapat merilekskan pembuluh darah. Di sisi lain seledri juga mengandung
fitosterol, yang sangat berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol darah.
Selain berfungsi untuk mencegah kanker dan membentuk permeabilitas kulit yang
baik, seledri juga bermanfaat untuk memelihara kebersihan mulut dan kesehatan
gigi terutama bagi lanjut usia. Seledri mentah dapat merangsang produksi air liur
sehingga

dapat

membantu

melumpuhkan

aktivitas

kuman

yang

dapat

mengakibatkan gigi keropos.

2.1.3.2 Penggunaan di Masyarakat


Masyarakat pedesaan telah lama memanfaatkan seledri sebagai obat untuk
menurunkan panas dengan cara mengoleskan tumbukan daun seledri ke kepala
anak yang terserang demam. Air perasan seledri yang mempunyai sifat
mendinginkan dipercaya dapat mendinginkan kepala. Daun seledri biasanya
digunakan sebagai bumbu masakan untuk memperkaya citarasa dan kaldu. Di
Eropa, batang seledri yang besar sering dibuat sebagai salad dengan saus mayones
atau bechamel (saus berbahan dasar susu) sebagai isi roti sandwich. Berdasarkan
pengalaman beberapa orang, air perasan daun seledri dapat sekaligus
menyuburkan dan menghitamkan rambut serta tidak mempunyai efek samping.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman


Daun seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin, minyak atsiri, flavoglukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagin, alkaloid serta vitamin.
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), isoquersetin,
dan umbelliferon, juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine,
choline, linamarose, provitamin A, vitamin C dan vitamin B. Kandungan asamasam dalam minyak atsiri pada biji, antara lain : asam-asam resin, asam-asam
lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain
ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan
isopimpinelin (Sudarsono, et al., 1996 ).

2.2 Urang Aring


2.2.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae
Kelas

: Magnoliopsida

Bangsa

: Asterales

Suku

: Asteraceae

Marga

: Eclipta

Jenis

: Eclipta alba (L.)

[Sumber:plantamor.com]

Gambar 2.2. Tanaman Urang Aring

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

2.2.2 Pengenalan Spesifikasi Tanaman


Urang aring merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di tempat
terbuka, seperti tanah lapang, pinggir selokan atau pinggir jalan. Tumbuhan ini
dapat tumbuh subur baik di tepi pantai dan daerah pegunungan yang
ketinggiannya 1.500 m di atas permukaan laut. Morfologi daun yaitu helaian daun
rapuh, umumnya tidak utuh, warna hijau kelabu, bentuk bundar telur memanjang
sampai bentuk lanset memanjang, panjang 2 cm sampai 12 cm, lebar 5 mm
sampai 3 cm. Ujung daun runcing, pangkal daun menyempit, pinggir daun
bergerigi atau hampir rata, dan tidak memiliki tangkai daun. Kedua permukaan
daun berambut, terasa kasar, permukaan bawah daun dekat bagian ujung berambut
warna putih (Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1989).
2.2.3 Manfaat Tanaman
Urang aring digunakan untuk berbagai tujuan yaitu. sebagai agen
antihepatotoksik, dan pengobatan penyakit kuning. Ekstrak akar urang aring
digunakan sebagai emetik, pencahar dan juga diterapkan secara eksternal sebagai
antiseptik untuk bisul dan luka. Selain itu, urang aring dapat dimanfaatkan untuk
gusi bengkak, menghitamkan dan menyuburkan rambut, dan koreng di kepala.
2.2.4 Kandungan Kimia Tanaman
Tanaman ini mengandung ekliptin, -tertienilmetanol, turunan tiofen,
yaitu 2-(buta-1,3-diinil)-5-(but-3-en-1-inil)tiofen dan 2-(buta-1,3-diinil)-5-(4kloro-3-hidroksibut-1-inil)tiofen,5-(3-buten-1-inil)-2,2-bitienil-5-metilasetat,
dan wedelolakton (Perry, 1980). Tumbuhan ini juga mengandung kumestan,
triterpenoid glycosida, triterpenoid saponin, flavonoid. (Datta, et al., 2009 ).

2.3 Rambut
2.3.1. Pengertian dan Klasifikasi Rambut
Rambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang memberikan
kehangatan, perlindungan dan keindahan. Semua jenis rambut tumbuh dari akar
rambut yang ada di dalam lapisan dermis dari kulit. Menurut letaknya rambut
yang tumbuh keluar dari akar rambut ada 2 bagian, yaitu bagian yang ada di

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

dalam kulit dan bagian yang ada di luar kulit. Bagian rambut yang keluar dari
kulit dinamakan batang rambut. Rambut pada kepala dan tubuh memiliki 4 jenis
rambut, yaitu:
a. Rambut yang panjang dan agak kasar yakni rambut kepala.
b. Rambut yang agak kasar tetapi pendek yang berupa alis
c. Rambut yang agak kasar tetapi tidak sepanjang rambut di kepala,
contohnya rambut ketiak.
d. Rambut yang halus yang terdapat pada pipi, dahi, lengan, perut,
punggung dan betis.

2.3.2 Anatomi Rambut


2.3.2.1 Batang Rambut
Bagian rambut yang ada di bagian luar kulit dinamakan batang rambut.
Jika batang rambut dipotong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari luar ke
dalam, yaitu:
a. Kutikula rambut, terdiri dari sel-sel keratin yang pipih, dan saling
bertumpuk seperti sisik ikan. Lapisan ini keras dan berfungsi melindungi
rambut dari kekeringan dan

masuknya bahan asing ke dalam batang

rambut.
b. Korteks rambut, adalah lapisan yang lebih dalam, terdiri dari sel-sel yang
memanjang, tersusun rapat. Lapisan ini sebagian besar terdiri dari pigmen
rambut dan rongga rongga udara. Struktur korteks menentukan tipe
rambut, yaitu lurus, berombak atau keriting. Lapisan korteks merupakan
lapisan yang agak lunak dan mudah dirusak oleh bahan kimia yang masuk
ke dalam rambut.
c. Medula rambut, terdiri dari tiga atau empat lapis sel yang berbentuk
kubus, berisikan keratohialin, butir-butir lemak dan rongga udara.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

[Sumber: Sonntag, Linda, 1992 ]

Gambar 2.3. Batang rambut


2.3.2.2 Akar Rambut
Akar rambut atau folikel rambut adalah bagian rambut yang terletak
di dalam lapisan dermis kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh
darah yang memberikan makanan. Pada akar rambut terlihat otot penegak rambut
yang menyebabkan rambut berdiri bila merasa ketakutan. Akar rambut terdiri dari
dua bagian, yaitu :
a. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut dicabut.
b. Papil rambut, bagian yang tertinggal di dalam kulit meskipun rambut dicabut
sampai akar-akarnya, sehingga akan selalu tejadi pertumbuhan rambut baru
kecuali jika papil rambut itu dirusak misalnya dengan bahan kimia atau arus
listrik (elektrolisis).

[Sumber: Sonntag, Linda, 1992 ]

Gambar 2.4. Anatomi rambut manusia

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

10

2.3.3. Siklus Pertumbuhan Rambut


Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan oleh
sel-sel daerah matriks/umbi yang secara terus menerus membelah. Rambut
mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu
rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru, hal ini dinamakan siklus
pertumbuhan rambut. Siklus pertumbuhan rambut telah dimulai saat janin berusia
4 bulan di dalam kandungan. Pada usia ini bibit rambut sudah ada dan menyebar
rata diseluruh permukaan kulit. Diakhir bulan ke-6 atau awal bulan ke-7 usia
kandungan, rambut pertama sudah mulai tumbuh dipermukaan kulit, yaitu berupa
rambut lanugo, atau rambut khusus bayi dalam kandungan.
Kemudian menjelang bayi lahir atau tidak lama sesudah bayi lahir, rambut
bayi ini akan rontok, diganti dengan rambut terminal. Itulah sebabnya ketika bayi
lahir, ada yang hanya berambut halus dan ada juga yang sudah berambut kasar
dan agak panjang, bahkan kadang-kadang sudah mencapai panjangnya antara 2-3
cm. Kecepatan pertumbuhan rambut sekitar 1/3 mm per hari atau sekitar 1 cm
perbulan. Rambut tidak mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Pada
waktu-waktu tertentu pertumbuhan rambut itu terhenti dan setelah mengalami
istirahat sebentar, rambut akan rontok sampai ke umbi rambutnya sementara itu,
papil rambut sudah membuat persiapan rambut baru sebagai gantinya.
Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase yaitu fase
pertumbuhan (anagen), fase istirahat (katagen) dan fase kerontokan (telogen),
baru kemudian dimulai lagi dengan fase anagen yang baru.
1. Fase Anagen
Fase inisiasi atau fase awal pertumbuhan aktif rambut. Fase ini
berlangsung 2-6 tahun Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru
mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).
2. Fase Katagen
Fase ini disebut juga sebagai masa peralihan yang didahului oleh
penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut
menyempit dan bagian di bawahnya melebar dan mengalami pertandukan

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

11

sehingga terbentuk gada (club). Masa peralihan ini berlangsung selama 2-3
minggu (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).
3. Fase Telogen
Fase ini merupakan fase istirahat yang terjadi selama 100 hari. Fase
telogen dimulai dengan memendeknya sel-sel epitel dan terbentuk tunas kecil
yang membuat rambut baru, sehingga rambut lama akan terdorong keluar
(Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

[Sumber: Djuanda, Hamzah dan Aisah, 2010]

Gambar 2.5. Siklus pertumbuhan rambut

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rambut


2.3.4.1 Keadaan Fisiologi
a. Hormon
Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen dan tiroksin. Hormon
androgen dapat mengganggu pertumbuhan rambut, Hormon ini membuat folikel
rambut menyusut menjadi tipis dan rambut baru tidak tumbuh dengan baik. Pada
wanita hormon estrogen dapat memperlambat pertumbuhan rambut, tetapi
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

12

memperpanjang fase anagen. Hormon tiroksin dapat mempercepat fase anagen


(Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

b. Nutrisi
Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi
protein dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya
kehilangan pigmen setempat dapat menyebabkan rambut tampak berbagai warna.
Kekurangan vitamin B12, asam folat, dan zat besi dapat menyebabkan kerontokan
rambut (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

2.3.4.2 Keadaan Patologi


a. Peradangan sistemik atau setempat
Kuman lepra yang menyerang kulit akan menyebabkan kulit menjadi
atrofi dan folikel rambut rusak, akan terjadi kerontokan rambut pada alis mata dan
bulu mata (madarosis). Pada penyakit eritematosis sifilis stadium II dapat
menyebabkan rambut menipis secara rata maupun setempat secara tidak rata
sehingga disebut moth eaten appearance. Infeksi jamur di kulit kepala dan rambut
akan menyebabkan kerontokan, maupun kerusakan batang rambut (Djuanda,
Hamzah, & Aisah, 2010).

b. Obat
Obat yang dapat menghalangi pembentukan batang rambut dapat
menyebabkan kerontokan, umumnya obat antineoplasma misalnya bleomisin,
endoksan, vinkristin, dan obat antimitotik, misalnya kolkisin (Djuanda, Hamzah,
& Aisah, 2010).

2.3.5 Komposisi Kimia Rambut (Mitsui,1997)


Komponen kimia dari rambut yang paling banyak adalah protein.
Komponen lain yang dalam jumlah kecil adalah pigmen melanin, lemak, unsur
penumbuh, dan air.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

13

a. Asam Amino
Komponen protein rambut yang utama adalah keratin, yang terdiri dari
unsur sistin (cystine) yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida.
Laki laki memiliki cystine yang lebih banyak sehingga rambut lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan.

b. Pigmen Melanin
Jumlah pigmen melanin rambut manusia adalah kurang dari 3% dari total
komposisi kimia rambut.

c. Unsur Penumbuh
Unsur penumbuh yang berupa logam pada rambut adalah tembaga, seng,
besi, mangan, kalsium, magnesium, dan lain-lain. Terdapat juga komponen
anorganik seperti fosfor dan silikon.

d. Lemak
Jumlah lemak pada tiap individu bervariasi mulai dari 1 % sampai 9 %
dari total komposisi kimia rambut. Lemak pada rambut sama dengan lemak pada
kulit, yang diklasifikasikan menjadi lemak eksternal dan internal.

e. Air
Konsentrasi air pada rambut tergantung pada kelembapan dari lingkungan
sekitarnya. Namun, pada suhu kamar dan kelembapan 65 %, konsentrasi air pada
rambut sekitar 12-13 %.

2.4 Ekstraksi Simplisia


2.4.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali pengeringan. Ada tiga macam simplisia
yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi yang spontan keluar dari tanaman atau

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

14

isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu dan belum berupa zat
kimia murni (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1977 ).

2.4.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995 ).

2.4.3 Metode Ekstraksi


Ekstraksi atau penyarian merupakan pemindahan massa zat aktif yang
semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari tertentu sehingga terjadi zat
aktif dalam cairan penyari. Metode penyarian yang digunakan tergantung pada
wujud dan kandungan zat dari bahan yang akan disari (Harborne, 1973).

2.4.3.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut


a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam
merupakan proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus
menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

15

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dari jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik yaitu dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C.

4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 0C) dan temperatur
sampai titik didih air.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

16

2.4.3.2 Destilasi uap


Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi
uap, bahan (simplisia) benar benar tidak tercelup ke air yang mendidi, namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.

2.5 Mikroemulsi
2.5.1 Definisi Mikroemulsi
Mikroemulsi merupakan sistem dispersi yang terdiri dari minyak, air,
surfaktan, dan kosurfaktan. Secara operasional dapat didefinisikan sebagai
dispersi dari cairan cairan yang tidak larut dalam suatu cairan yang kedua, yang
terlihat jernih dan homogen pada mata biasa. Adanya surfaktan dan kosurfaktan
dalam sistem dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dengan air.
Mikroemulsi memiliki ukuran globul kurang dari 100 nm, sehingga mikroemulsi
terlihat transparan.
Bila dibandingkan dengan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi
yang membuat sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem
penghantaran obat (drug delivery system) antara lain mempunyai kestabilan dalam
jangka waktu lama secara termodinamika, jernih dan transparan, dapat disterilkan
secara filtrasi, biaya pembuatan murah, mempunyai daya larut yang tinggi serta
mempunyai kemampuan berpenetrasi yang baik. Karakteristik tersebut membuat
mikroemulsi mempunyai peranan penting sebagai alternatif dalam formula untuk
zat aktif yang tidak larut
Selain

bermanfaat

sebagai

pembawa

dalam

penghantaran

obat,

mikroemulsi juga bermanfaat sebagai lubrikan, cutting oils, penghambat korosi,


textile finishing, pembawa bahan bakar, membran liquid, dan berbagai manfaat
lainnya. Sebagai sistem penghantaran obat, mikroemulsi dapat digunakan untuk
pemberian secara oral, intradermal, intramuskular, okular, maupun pulmonal.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

17

Menurut Winsor, mikroemulsi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : minyak dalam


air (m/a) jika jumlah volume minyak lebih kecil daripada volume air, air dalam
minyak (a/m) jika jumlah volume air lebih kecil daripada volume minyak,
bicontinuous adalah transisi dari mikroemulsi tipe a/m atau m/a yang terbentuk
dengan mengubah volume minyak dan air

Gambar 2.6. Struktur mikroemulsi m/a; a/m; dan bicontinuous

2.5.2 Stabilitas Mikroemulsi


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan kosmetika yang stabil adalah
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode
waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama
dengan dimilikinya pada saat dibuat ( Djajadisastra, 2004 ).
Ketidakstabilan fisik sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna
atau munculnya warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya
emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan
kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. Mikroemulsi yang stabil
ditandai dengan dispersi globul yang seragam dalam fase kontinu. stabilitas suatu
mikroemulsi dapat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta
perubahan fisika dan kimia lainnya. Seperti emulsi, ketidakstabilan mikroemulsi
bisa digolongkan sebagai berikut:
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

18

1. Creaming
Creaming adalah pemisahan fase emulsi yang didasarkan atas perbedaan
densitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Creaming merupakan
proses yang tidak diinginkan, namun keadaan seperti ini dapat didispersi kembali
dengan pengocokan. Untuk mencegah creaming, densitas fase terdispersi dan
medium pendispersi harus hampir sama.

2. Flokulasi
Flokulasi adalah penggabungan globul-globul bergantung pada gaya tolak
menolak elektrostatis (zeta potensial). Ketidakstabilan ini masih dapat diperbaiki
dengan pengocokan karena film antar permukaan masih ada (Martin, Swarbrick,
& Cammarata, 1993).

3. Coalescence (breaking, cracking)


Koalesens adalah proses dimana tetesan fase dalam mendekat dan
berkombinasi membentuk partikel lebih besar dan menjadi suatu lapisan. Hal ini
terjadi bukan hanya karena energi bebas permukaan tetapi juga karena tidak
semua globul terlapisi oleh film antarmuka (Martin, Swarbick & Cammarata,
1993). Ketidakstabilan ini merupakan kerusakan yang lebih besar daripada
creaming. Usaha untuk menstabilkan kembali ketidakstabilan ini tidak dapat
dilakukan dengan pengocokan, biasanya diperlukan pengemulsi tambahan dan
pemrosesan kembali (Ansel, 1989).

4. Inversi
Inversi adalah peristiwa dimana fase eksternal menjadi fase internal, dan
Sebaliknya.

2.5.3 Komponen Penyusun Mikroemulsi


Pada pemilihan sebagai fase minyak digunakan Isopropil Miristat. Pada
penelitian ini digunakan juga bahan tambahan yang

terdiri atas surfaktan,

kosurfaktan, antioksidan, pengawet, dan air. Uraian bahan-bahan tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

19

a. Fase Minyak
Isopropil Miristat (Rowe et al., 2009)
Isopropil Miristat memiliki rumus molekul C17H34O2 dan berat molekul
270.5.

Senyawa

ini

jernih,

berupa

larutan,

tidak

berbau,

viskositas larutn rendah dan mengental pada suhu sekitar 58oC. Isopropil miristat
terdiri dari ester dari propan-2-ol dan asam lemak jenuh dengan berat molekul
tinggi, terutama asam miristat. Senyawa ini sering digunakan secara luas dalam
bidang kosmetik karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi. Aplikasi
formulasi untuk kosmetik topikal adalah sebagai basis semisolid seperti krim,
lotion, pada sediaan make-up, rambut, dan kuku. Di dalam sediaan mikroemulsi
digunakan sebanyak < 50 % dan memiliki nilai HLB 11.5

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.7. Struktur Kimia Isopropil Miristat (telah diolah kembali)


b. Surfaktan
Tween 80 (Rowe, et al., 2009).
Tween 80 atau Polyoxyethylene 80 sorbitan monolaurate dengan rumus
molekul C64H124O26 dan berat molekul 1128 adalah ester asam lemak dari sorbitol
yang digunakan sebagai surfaktan atau emulsifying agent pada pembuatan emulsi
maupun mikroemulsi minyak dalam air dengan nilai HLB 15 dan dapat larut
dalam etanol dan air. Warna menjadi tidak rata atau terjadi pengendapan bila
terdapat substansi lain seperti fenol, tanin, dan tar.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

20

(OCH2CH2)20OH
HO(H2CH2CO)20
(OCH2CH2)20OH
O
O

(OCHCH2)20

C17H33

[Sumber : PubChem.com]

Gambar 2.8. Struktur Kimia Tween 80 (telah diolah kembali)

c. Kosurfaktan/Kosolven
1. Propilen glikol (Rowe, et al., 2009).
Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76.09.
Organoleptis dari Propilen glikol adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
kental, memiliki rasa manis. Propilen glikol relatif tidak toksik, secara luas
digunakan sebagai humektan untuk menjaga agar sediaan tidak kehilangan
kandungan airnya secara drastis, pelarut, dan pengawet dalam berbagai formulasi
parenteral dan non parenteral, pelarut yang lebih baik dibandingkan dengan
gliserin, aktivitas antiseptiknya setara dengan etanol dan dapat menghambat
pertumbuhan jamur. Propilen glikol juga digunakan pada industri kosmetik
sebagai pembawa untuk emulgator dan pada industri makanan

OH
OH
H 3C

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.9. Struktur Kimia Propilen glikol (telah diolah kembali)

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

21

2. Etanol (Rowe, et al., 2009).


Etanol memiliki rumus molekul C2H6O dengan berat molekul 46.07.
Kategori fungsinya adalah sebagai pengawet, disinfektan, meningkatkan penetrasi
ke kulit dan sebagai pelarut. Konsentrasi pemakaian untuk sediaan topikal adalah
6090 %. Di dalam kondisi asam, etanol dapat bereaksi dengan agen
pengoksidasi, bila di campur dengan alkali dapat mengubah warna menjadi lebih
gelap.

H3C

H2
C OH

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.10. Struktur Kimia Etanol (telah diolah kembali)


d. Bahan pengawet
1. Metilparaben (Rowe, et al., 2009).
Nipagin atau metilparaben adalah antimikroba yang memiliki rumus
molekul C8H8O3 dan berat molekul 152.15. Paraben efektif pada kisaran pH yang
luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, merupakan salah satu
pengawet yang paling efektif terhadap ragi dan kapang. Konsentrasi pemakaian
pada sediaan topikal adalah 0.020.3 % dan aktivitas mikrobanya adalah pada
rentang pH 48.

OCH3

HO

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.11. Struktur Kimia Metilparaben (telah diolah kembali)


Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

22

2. Propilparaben (Rowe, et al., 2009).


Nipasol atau propilparaben adalah antimikroba yang memiliki rumus
molekul C10H12O3 dan berat molekul 180,20. Propilparaben merupakan salah satu
dari pengawet yang paling sering digunakan dalam sediaan kosmetik.
Antimikroba ini sering dikombinasi dengan ester paraben yang lain atau agen
antimikroba yang lainnya. Konsentrasi pemakaian pada sediaan topikal adalah
0.010.6 %. Aktivitas antimikrobranya berada pada pH 4-8. Propilparaben larut
dalam aseton, etanol 95 %, eter, sukar larut dalam air.

O
CH3
O

HO

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.12. Struktur Kimia Propilparaben (telah diolah kembali)

e. Antioksidan
1. Butil hidroksitoluen (Rowe et al., 2009)
Butil hidroksitoluen praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol.
Mudah larut dalam aseton, benzene, etanol 95 %, eter, metanol, dan toluen. BHT
banyak digunakan sebagai antioksidan untuk memperlambat atau mencegah
oksidasi dari fase lemak dan minyak. Pada sediaan topikal biasa digunakan
sebesar 0,0075-0,1%. Walaupun telah dilaporkan adanya beberapa reaksi efek
samping pada kulit, BHT tetap dinyatakan sebagai zat yang tidak mengiritasi dan
tidak mensensitasi jika digunakan dengan konsentrasi yang biasa digunakan
sebagai antioksidan.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

23

OH
C (C H 3 ) 3

(H 3 C ) 3 C

CH3

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.13. Struktur Kimia Butil hidroksitoluen (telah diolah kembali)

2. Vitamin E (Rowe et al., 2009)


Vitamin E atau alpha tocopherol dengan rumus molekul C29H50O2 dan
berat molekul 430,72 merupakan senyawa yang sangat lipofilik, dan pelarut yang
sangat baik untuk obat kelarutannya buruk. Efektivitas antioksidan dapat
ditingkatkan dengan cara menambahkan minyak yang larut sinergis seperti lesitin
dan ascorbyl palmitate. Konsentrasi pemakaian pada sediaan adalah 0.0010.05%
v/v. Vitamin E telah digunakan untuk pengembangan liposom dalam sediaan
topikal.

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.14. Struktur Kimia Vitamin E

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

24

f. Fase Air
Aquadestilata (Rowe, et al., 2009)
Aquadestilata secara luas digunakan sebagai pelarut dan pembawa pada
formulasi farmasetika. Untuk aplikasi farmasi,

air dimurnikan dengan cara

destilasi, pertukaran ion, reverse osmosis (RO), atau beberapa proses lain yang
sesuai untuk menghasilkan aquadestilata. Karakteristik aquadestilata adalah cairan
bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Farmasetika dan
Farmakologi Departemen Farmasi Universitas Indonesia dimulai dari bulan
Februari 2012 sampai bulan Mei 2012.

3.2 Alat
Evaporator (Janke dan Kunkel IKA-Labortechnik), penangas air (Imperial
IV), viskometer Hoopler (Haake PRUFSCHEIN, Jerman), pH-meter tipe 510
(Eutech Instrument, Singapura), sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), oven
(Memmert, Jepang), piknometer (pyrex), timbangan analitik tipe 210-LC
(ADAM, Amerika Serikat), lemari pendingin (LG, Korea), particle size analyzer
(Malvern, Jerman), homogenizer (Multimix CKL, Amerika Serikat), mikroskop
optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), tensiometer Du Nuoy (Cole Parmer
Surface Tensiomat 21, Amerika Serikat), jangka sorong (Tricle, China) dan alatalat gelas.

3.3 Bahan
Simplisia daun seledri (Balitro, Indonesia), simplisia daun urang aring
(Balitro, Indonesia), etanol 96% (Indonesia), isopropil miristat (Merck, Jerman),
propilen glikol (diperoleh dari PT. Brataco, Indonesia), tween 80 (diperoleh dari
PT. Brataco, Indonesia), butil hidroksitoluen (diperoleh dari PT. Brataco,
Indonesia), vitamin E (Cognis, Indonesia), metilparaben (Jepang), propilparaben
(Jepang), krim Veet (diperoleh dari PT. Reckitt Benckiser, Indonesia),
aquadestilata.

3.4 Hewan Uji


Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan galur Spraque Dawley
berumur 7-8 minggu sebanyak dua puluh lima ekor dengan bobot berkisar 130220 gram (Institut Pertanian Bogor, Indonesia).
34

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

26

3.5 Metode Pelaksanaan


3.5.1. Ekstraksi Daun Seledri ( BPOM RI, 2004 )
Sejumlah 394 gram serbuk kering daun seledri dimasukkan ke dalam botol
coklat lalu ditambahkan 2 liter etanol 96 % . Kemudian dimaserasi selama 6 jam,
lalu didiamkan selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan penyaring vakum
lalu dipisahkan, proses diulangi empat kali dengan menggunakan pelarut yang
sama yaitu etanol 96% dan dalam jumlah yang sama. Kemudian semua maserat
yang telah disaring dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum pada suhu
50oC. Setelah ekstrak mulai mengental lalu diuapkan di water bath pada suhu
40oC untuk menguapkan seluruh pelarut yang masih tersisa pada ekstrak hingga
diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat
3.5.2. Ekstraksi Daun Urang Aring
Sejumlah 270 gram serbuk kering daun urang aring dimasukkan ke dalam
botol coklat lalu ditambahkan 1,3 liter etanol 96 %. Kemudian dimaserasi selama
6 jam, lalu didiamkan selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan penyaring
vakum lalu dipisahkan, proses diulangi empat kali dengan menggunakan pelarut
yang sama yaitu etanol 96% dan dalam jumlah yang sama. Kemudian semua
maserat yang telah disaring dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum
pada suhu 50oC. Setelah ekstrak mulai mengental lalu diuapkan di water bath
pada suhu 40oC untuk menguapkan seluruh pelarut yang masih tersisa pada
ekstrak hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan
dicatat

3.5.3 Pembuatan Mikroemulsi


3.5.3.1 Formulasi Mikroemulsi
Formulasi mikroemulsi dibuat dengan tiga variasi konsentrasi ekstrak
yaitu ekstrak daun seledri 10%, ekstrak urang aring 10%, dan kombinasi ekstrak
daun seledri 5% dengan ekstrak daun urang aring 5% (b/b). Perhitungan
persentase komposisi bahan masing-masing gel dapat dilihat seperti pada tabel
berikut :

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

27

Tabel 3.1. Komposisi Bahan dalam Sediaan Mikroemulsi


Konsentrasi (%) (b/b)
Bahan
Kontrol
perlakuan
(%)
-

Formula A
(%)

Formula B
(%)

Formula C
(%)

10

Ekstrak daun
Urang aring

10

Isopropil
Miristat

3,00

3,00

3,00

3,00

Tween 80

40,00

40,00

40,00

40,00

Propilen glikol

5,00

5,00

5,00

5,00

Etanol 96%

15,00

15,00

15,00

15,00

Metil paraben

0,30

0,30

0,30

0,30

Propil paraben

0,06

0,06

0,06

0,06

Butil
Hidroksitoluen

0,10

0,10

0,10

0,10

Vitamin E

0,05

0,05

0,05

0,05

Air destilata

36,49

26,49

26,49

26,49

Ekstrak daun
Seledri

3.5.3.2. Cara Pembuatan


a. Percobaan pendahuluan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kondisi percobaan dan
komposisi bahan yang sesuai untuk menghasilkan sediaan mikroemulsi yang
jernih dan stabil. Kondisi yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan
mikroemulsi ini meliputi kecepatan pengadukan, temperatur, dan lama
pengadukan. Komposisi bahan yang dibuat meliputi variasi konsentrasi ekstrak
daun seledri dan daun urang aring. Maka percobaan pendahuluan yang dilakukan
adalah dengan memvariasikan hal-hal berikut:

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

28

1. Kecepatan pengadukan (800, 1000, 2000, 10.000, 3200, rpm )


2. Lama pengadukan 3 5 menit
3. Suhu 28 C dan 40 C
4. Komposisi bahan mikroemulsi meliputi konsentrasi isopropil miristat
3% sebagai fase minyak (b/b), konsentrasi tween 80 sebagai
surfaktan 30% dan 40% (b/b), variasi konsentrasi etanol 96% sebagai
kosolven yaitu 3%, 8%, dan 10% (b/b), konsentrasi propilen glikol
sebagai kosolven yaitu 5% (b/b), metilparaben 0,3% (b/b) dan
propilparaben 0,06% (b/b) sebagai pengawet, vitamin E 0,05% (b/b)
dan butil hidroksitoluen 0,1% (b/b) sebagai antioksidan, variasi
konsentrasi zat aktif yaitu ekstrak seledri 10% (b/b), ekstrak urang
aring 10% (b/b), kombinasi konsentrasi ekstrak seledri 5% (b/b) dan
ekstrak urang aring 5% (b/b).

b. Percobaan Utama
Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan melarutkan terlebih
dahulu pengawet didalam propilen glikol, pada wadah yang terpisah
vitamin E dicampurkan ke dalam fase minyak yaitu isopropil miristat.
Setelah itu butil hidroksitoluen dan ekstrak dilarutkan ke dalam etanol
96%. Selanjutnya, fase minyak, fase air, dan surfaktan dicampurkan dan
diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm selama 5 menit
pada suhu kamar sambil ditambahkan kosolven sedikit demi sedikit
selama 5 menit. Selanjutnya sediaan didiamkan selama 2-3 jam agar
terbentuk mikroemulsi yang jernih.

3.5.4. Evaluasi Mikroemulsi


3.5.4.1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan sediaan mikroemulsi yang dilakukan meliputi terjadinya
perubahan warna, bau, kejernihan, pemisahan fase atau pecahnya mikroemulsi.
Pemeriksaan dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

29

3.5.4.2. Penentuan Tegangan Permukaan Mikroemulsi (Instruction Manual Part #


105654 Surface Tensiomat Model 21, 2000).
Tegangan permukaan diukur dengan menggunakan metode cincin Du
Nouy (timbangan torsi) dengan alat tensiometer Du Nouy.
Mikroemulsi dimasukkan ke dalam wadah gelas hingga mencapai batas
ketinggian gelas yang telah ditetapkan. Wadah tersebut diletakkan di atas meja
sampel. Meja sampel digerakkan ke atas hingga cincin platinum iridium berada
pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan mikroemulsi. Knob torsion pada sisi
kanan alat diputar hingga angka nol pada knob torsion sejajar dengan angka nol
pada knob zero yang terdapat di depan knob torsion. Motor pada posisi Neutral
diubah ke posisi Up. Cincin akan bergerak ke atas dan knob zero mulai berputar.
Knob zero akan berhenti pada suatu angka yang akan menunjukkan tegangan
permukaan mikroemulsi. Angka yang dihasilkan (P) dikalikan dengan faktor
koreksi (F) untuk menghasilkan tegangan permukaan yang absolut (S).
=

(3.1)

3.5.4.3. Pengukuran Bobot Jenis Mikroemulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995)


Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer yang bersih dan
kering. Pada suhu ruangan, piknometer kosong ditimbang (A g) kemudiaan diisi
dengan air dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer
dibersihkan. Sediaan mikroemulsi lalu diisikan ke dalam piknometer dan
ditimbang (A2 g). Bobot jenis sediaan diukur dengan perhitungan sebagai berikut:

Bobot jenis = A2 A x bobot jenis air (g/ml)

(3.2)

A1 A

3.5.4.4. Pengukuran pH (Departemen Kesehatan RI, 1995)


pH diukur dengan alat potensiometrik (pH meter). Kalibrasi pH meter
dengan mencelupkan elektroda pada dua larutan dapar sehingga pH larutan uji
diharapkan terletak diantaranya biasanya digunakan dapar standar pH 4 dan pH 7.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

30
Pengukuran dilakukan pada suhu ruang yaitu 280C 20C setiap 2 minggu sekali
selama 8 minggu.

3.5.4.5. Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi (Bajpai, M., 2009)


a. Pada suhu kamar (28 2C)
Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu kamar (282C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali.

b. Pada suhu rendah (4 2C)


Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu rendah (42C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali

c. Pada suhu tinggi (40 2C)


Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu tinggi (402C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali

d. Cycling Test
Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu dingin 42C selama 24 jam
lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 402C selama 24 jam (satu siklus).
Percobaan ini diulang sebanyak 6 siklus. Kejernihan dan kekeruhan mikroemulsi
setelah percobaan dibandingkan dengan sediaan sebelum percobaan.

e. Uji Sentrifugasi (Jufri, Binu, & Rahmawati, 2004)


Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian
dimasukkan ke dalam sentrifugator dengan kecepatan putaran 3800 rpm selama 5
jam. Hasil perlakuan tersebut ekuivalen dengan efek gravitasi selama satu tahun.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

31

Kondisi fisik mikroemulsi setelah percobaan dibandingkan dengan kondisi fisik


mikroemulsi sebelum percobaan.

3.5.4.6. Penentuan ukuran partikel mikroemulsi


Mikroemulsi diukur menggunakan alat Zetasizer Nano S (Malvern).
Mikroemulsi yang diukur adalah sediaan minggu ke-0 dan minggu ke-8 pada suhu
kamar.

3.5.4.7 Uji viskositas (Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik, 2009)


Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer bola jatuh
dimana jenis bola yang digunakan adalah gelas stainless steel. Mikroemulsi
dimasukkan ke dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal dengan volume
tertentu. Bola yang digunakan dimasukkan ke dalam tabung dan salah satu sisi
tabung ditutup agar mikroemulsi tidak keluar dari tabung, sedangkan sisi yang
lainnya ditutup sebelum mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung gelas.
Selanjutnya, tabung gelas diputar dan bola akan mulai bergerak ke bawah.
Waktu yang diperlukan bola untuk jatuh dihitung antara garis putih awal dan garis
putih akhir yang ada pada tabung gelas. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga
kali dan dihitung rata-ratanya. Kemudian, viskositas dari mikroemulsi diukur
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
= (

(3.3)

Keterangan :
= viskositas (mPa.s (cps))
t = lamanya bola jatuh antara kedua titik (s)
Sb = gravitasi jenis bola (g/cm3)
Sf = gravitasi jenis cairan (g/cm3)
B = konstanta bola (mPa.s.cm3/g.s)

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

32

3.5.5 Uji Aktivitas Mikroemulsi Ekstrak Seledri dan Mikroemulsi Ekstrak Urang
Aring terhadap Pertumbuhan Rambut.
3.5.5.1 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dilakukan sebelum hewan coba diberi ekstrak.
Jumlah tikus jantan yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus empiris Federer: (n-1)(t-1) 15, dimana t menunjukkan
jumlah perlakuan dan n merupakan jumlah ulangan tiap kelompok hewan. Pada
penelitian ini terdapat 5 perlakuan, maka tiap perlakuan masing-masing terdiri
dari 5 ekor tikus.
Tikus jantan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum
percobaan dilakukan, kemudian dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompoknya
terdiri dari 5 ekor tikus. Rambut pada bagian punggung masing-masing tikus
dicukur dengan alat pencukur rambut dengan luas 4x5 cm2, setelah rambutnya
agak pendek, kemudian dioleskan dengan krim depilatori (krim Veet) selama 35 menit. Setelah itu, bilas dengan air hingga rambut rontok. Tepat ditengah bagian
punggung yang dicukur dibuat kotak dengan luas 2 cm x 2 cm untuk tiap daerah
uji dengan menggunakan spidol. Tikus didiamkan selama 48 jam kemudian bahan
uji baru dioleskan

3.5.5.2 Uji Aktivitas terhadap Pertumbuhan Rambut


Sediaan mikroemulsi dioleskan pada punggung tikus sebanyak 1 ml satu
kali sehari selama 3 minggu. Kelompok 1 tidak diolesi sediaan mikroemulsi
sebagai kontrol normal, kelompok 2 diolesi mikroemulsi yang tidak mengandung
ekstrak sebagai kontrol perlakuan, kelompok 3 diolesi mikroemulsi yang
mengandung ekstrak daun seledri 10% (Formula A), kelompok 4 diolesi
mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun urang aring 10% (Formula B),
kelompok 5 diolesi mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun seledri 5% dan
ekstrak daun urang aring 5% (Formula C).
Pengamatan panjang rambut pada tiap daerah dilakukan pada hari ke-7,
14, dan 21. Rambut tiap ekor tikus dicabut sebanyak sepuluh helai lalu diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Data rata-rata panjang rambut tiap perlakuan
yang telah diperoleh diolah secara statistik untuk mengetahui perbedaan yang

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

33

bermakna antar kelompok perlakuan. Distribusi data yang normal dan homogen
diolah dengan metode uji ANOVA, sedangkan untuk distribusi data yang tidak
normal dan tidak homogen digunakan statistik nonparametik yaitu uji Kruskal
Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Simplisia


Simplisia daun seledri dan daun urang aring berasal dari daerah Lembang,
Jawa Barat. Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di pusat penelitian biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan bahwa simplisia yang
digunakan dalam penelitian adalah Apium graveolens L. suku Apiaceae dan
Eclipta prostrata (L.) L. suku Asteraceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada
lampiran 34.
4.2 Rendemen
Maserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak lima kali menghasilkan
rendemen daun seledri dan daun urang aring diperoleh sebesar 44,42% dan
29,85%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rendemen ekstrak daun seledri dan ekstrak daun urang aring
Bobot daun kering

Bobot ekstrak

Rendemen ekstrak

(gram)

(gram)

(%)

Seledri

394

175

44,42

Urang aring

270

80,6

29,85

No.

Ekstrak Etanol

1.
2.

4.3 Pembuatan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun Urang
Aring
4.3.1 Percobaan Pendahuluan
Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan berbagai variasi kecepatan
pengadukan, waktu yang dibutuhkan untuk pengadukan dan komposisi bahan
dalam sediaan. Oleh karena itu, dilakukan percobaan pendahuluan untuk
mendapatkan

formula

mikroemulsi

yang

tepat.

Kecepatan

pengadukan

divariasikan mulai dari 800 rpm - 10000 rpm. Pada kecepatan pengadukan 2000
rpm, 3200 rpm, 5000 rpm, dan 10.000 rpm selama 3 - 8 menit pada suhu kamar
34

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

35

(28 2C), mikroemulsi tidak terbentuk, pecah dan banyak terbentuk busa. Hal
ini dikarenakan komposisi bahan tidak tepat yaitu jumlah tiap bahan dan jenis
bahan yang digunakan.
Kemudian dilakukan formulasi ulang dengan adanya penambahan
kosurfaktan etanol 96% dengan beberapa variasi konsentrasi, yaitu pertama
dengan konsentrasi 3 % pada kecepatan 800 rpm selama 5 menit pada suhu kamar
(28 2C) lalu terbentuk mikroemulsi yang jernih setelah 2- 3 jam sediaan
didiamkan. Kedua, dengan konsentrasi 8,65% , ketiga dengan konsentrasi 10%
pada kecepatan 1000 rpm selama 5 menit pada suhu kamar (28 2C) terbentuk
mikroemulsi yang jernih setelah 2- 3 jam sediaan didiamkan. Berikut adalah tabel
hasil percobaan pendahuluan :
Tabel 4.2. Hasil optimasi formulasi mikroemulsi

No.

Bahan

Konsentrasi

Hasil

1.

IPM ( Isopropil Miristat)

10%

Mikroemulsi

Tween 80

40%

terbentuk,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

busa

IPM

10%

Tidak

Tween 20

40%

mikroemulsi,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

busa

IPM

10%

Mikroemulsi

Tween 20

40%

terbentuk,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

terbentuk

tidak
pecah,

terbentuk

Kecepatan = 3200 rpm

2.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 3-5 menit
terbentuk
pecah,

terbentuk

Kecepatan = 5000 rpm

3.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 meniit
tidak
pecah,
busa

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

36

Kecepatan = 10.000 rpm

4.

Suhu

= 40oC

Waktu

= 3 menit

IPM

10%

Mikroemulsi

tidak

Tween 80

40%

terbentuk, pecah dan

Propilen glikol

5%

banyak busa

Aquadestilata

45%

Kecepatan = 2000 rpm

5.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

IPM

3%

Terbentuk

Tween 80

40%

mikroemulsi

Propilen glikol

5%

jernih setelah sediaan

Etanol 96%

3%

didiamkan selama 2-3

Aquadestilata

49%

jam

IPM

3%

Terbentuk

Tween 80

40%

Mikroemulsi

Propilen glikol

3%

jernih

Etanol 96%

8,65%

didiamkan selama 2-3

Aquadestilata

45,35%

jam

IPM

5%

Terbentuk

Tween 80

40%

mikroemulsi

Propilen glikol

5%

jernih

Etanol 96%

10 %

didiamkan selama 1-2

Aquadestilata

42%

jam

yang

Kecepatan = 800 rpm

6.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

yang
setelah

Kecepatan = 1000 rpm

7.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 8 menit

yang
setelah

Kecepatan = 1000 rpm


Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

37

4.3.2 Percobaan Utama


Percobaan utama dilakukan setelah mendapatkan formula terbaik untuk
pembuatan mikroemulsi yang jernih dan stabil dari hasil percobaan pendahuluan.
Kondisi terbaik untuk membuat mikroemulsi adalah pada kecepatan pengadukan
1000 rpm, waktu pengadukan 5 menit, dan suhu kamar. Komposisi yang
digunakan untuk membuat 100 ml mikroemulsi (b/v) adalah Isopropil Miristat
sebagai fase minyak 3%, tween 80 sebagai surfaktan 40%, etanol 96% sebagai
kosurfaktan 15%, propilenglikol sebagai kosolven 5%, nipagin 0,3% dan 0,06%
nipasol sebagai pengawet, BHT 0,1 % dan vitamin E 0,05% sebagai antioksidan,
variasi konsentrasi ekstrak yaitu, ekstrak seledri 10%, ekstrak urang aring 10%
dan kombinasi ekstrak seledri 5% dengan ekstrak urang aring 5% sebagai zat
aktif.
4.4 Evaluasi Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun Urang
Aring
4.4.1 Pengukuran Tegangan Permukaan
Pada hasil pengukuran tegangan permukaan menggunakan tensiometer
Du Nuoy terhadap ketiga formula pada minggu ke-0 dan minggu ke-8, terlihat
bahwa masing-masing formula mikroemulsi memiliki tegangan permukaan yang
bervariasi. Namun, perbedaan tegangan permukaan antara ketiga formula
mikroemulsi tidak terlalu jauh. Hasil pengukuran tegangan permukaan formula A
(seledri 10%) , formula B (urang aring 10%), formula B (seledri 5% dan urang
aring 5%) berturut-turut pada minggu ke-0 adalah 37,80145318; 40,19094677;
41,39459622 dyne/cm, sedangkan pada minggu ke-8 berturut-turut adalah
40,19094677; 44,79565832; 40,19094677 dyne/cm. Peningkatan tegangan
permukaan pada formula A dan B disebabkan oleh surfaktan mengalami agregasi
membentuk misel sehingga surfaktan yang berada pada permukaan mikroemulsi
berkurang. Akan tetapi, peningkatan dan penurunan tegangan permukaan yang
terjadi pada ketiga formula tidak terlalu jauh. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa surfaktan yang digunakan mampu menurunkan tegangan permukaan dan
membantu pembentukan mikroemulsi.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

38

4.4.2 Pengukuran Bobot Jenis


Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang
ditimbang di udara pada suhu yang sama (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer pada minggu
ke-0. Hasil yang diperoleh dari ketiga formula memiliki bobot jenis yang
bervariasi tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu jauh. Bobot jenis ketiga formula
berturut turut dari formula A, formula B, formula C adalah 1,018847874;
1,024387187; 1,023108161 gram/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa sediaan dapat
mengalir dengan baik dan mudah dituang.
4.4.3 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikroemulsi
Distribusi ukuran partikel diukur dengan menggunakan alat particle size
analyzer (PSA). Pengukuran dilakukan terhadap ketiga formula pada minggu ke-0
dan minggu ke-8 pada suhu kamar. Pada minggu ke-0 formula A memiliki ukuran
partikel 15,17 nm, formula B memilki ukuran partikel 14,06 nm, dan formula C
memiliki ukuran partikel 13,01 nm. Pada minggu ke-8 distribusi ukuran partikel
formula A, formula B, dan formula C berturut- turut adalah 13,84 nm; 10,29 nm;
8,886 nm. Ukuran partikel dari ketiga formula mengalami penurunan setelah
penyimpanan selama 8 minggu. Hal ini disebabkan oleh solubilisasi yang terjadi
pada sediaan sehingga

banyak misel yang terbentuk dan globul minyak

terperangkap dalam misel. Namun, perubahan ukuran dari minggu ke-0


dibandingkan dengan minggu ke-8 tidak berbeda sigifikan dan sediaan masih
berada dalam rentang ukuran partikel pada mikroemulsi.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

39

4.4.4 Pengukuran Viskositas


Mikroemulsi pada masing-masing formula yang dihasilkan memiliki tipe
aliran Newton. Hal tersebut terlihat dari bentuknya yang cair. Oleh karena itu,
nilai viskositas dari masing-masing formula diperoleh menggunakan viskometer
yang biasa digunakan untuk mengukur viskositas untuk tipe aliran sistem Newton.
Pada penelitian ini, viskometer yang digunakan adalah viskometer bola jatuh
dengan jenis bola yang digunakan adalah tipe stainless steel.
Pengukuran dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Hasil yang
diperoleh pada minggu ke-0 pada formula A, formula B, dan formula C berturutturut adalah 1656,41; 1448,16; 1729,26 centipoise (cps). Setelah penyimpanan
selama 8 minggu pada kondisi penyimpanan suhu kamar terlihat bahwa viskositas
ketiga formula mikroemulsi mengalami peningkatan pada formula A, formula B,
dan formula C yang memiliki viskositas berturut- berturut adalah 2203,62;
4573,54; 2113,54 centipoise (cps).
Peningkatan viskositas sediaan terjadi karena struktur dari mikroemulsi
semakin merapat selama masa penyimpanan di bandingkan dengan minggu ke-0
yang pada saat pembuatan dengan adanya pengaruh mekanik pada saat pembuatan
dengan menggunakan homogenizer menyebabkan sediaan memiliki struktur yang
lebih renggang. Selain itu kosurfaktan etanol 96% dengan konsentrasi 15% dalam
sediaan mikroemulsi mengalami penguapan sehingga sediaan menjadi lebih
kental.
Viskositas (cps)

5000
4000
3000

Formula A

2000
1000

Formula B

Formula C
0

Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 4.1.

Hasil pengukuran viskositas ketiga formula mikroemulsi pada


minggu ke-0 dan minggu ke-8

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

40

4.4.5 Uji Sentrifugasi


Uji sentrifugasi bertujuan untuk mengetahui kestabilan mikroemulsi
setelah pengocokan kuat dengan cara mengamati pemisahan fase setelah
disentrifugasi. Selama penyimpanan, mikroemulsi akan mendapat gaya gravitasi
dan sesuai dengan hukum Stokes gaya gravitasi yang diperoleh dapat
mempengaruhi kestabilan mikroemulsi. Efek gaya sentrifugal yang diberikan
selama 5 jam dengan kecepatan 3800 rpm pada suhu kamar dianggap setara
dengan gaya gravitasi yang diterima mikroemulsi pada penyimpanan selama
setahun. Setelah 5 jam, mikroemulsi tetap jernih dan tidak terjadi pemisahan. Hal
ini membuktikan bahwa lapisan surfaktan cukup kuat untuk melindungi tetesantetesan minyak dan sediaan ini cukup stabil jika disimpan dalam waktu satu
tahun.

4.5 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Daun
Urang Aring
Pengujian ini bertujuan untuk melihat stabilitas fisik ketiga formula
nanoemulsi pada kondisi suhu yang berbeda. Pengujian stabilitas fisik dilakukan
dengan menyimpan sampel pada tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu rendah
(42C), suhu kamar (282C), dan suhu tinggi (402C) selama 8 minggu.
Selama periode waktu penyimpanan tersebut dilakukan pengamatan organoleptis
dan pemeriksaan pH setiap 2 minggu.

4.5.1 Penyimpanan pada Suhu Kamar, Rendah dan Tinggi


4.5.1.1 Pengamatan Organoleptis
Dari hasil pengamatan fisik pada ketiga formula terlihat bahwa
mikroemulsi stabil secara fisik pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan
suhu tinggi. Penampilan fisik ketiga formula pada penyimpanan ketiga suhu
tersebut tidak menunjukkan perubahan yaitu bau, warna dan tidak terjadi
pemisahan fase maupun perubahan kejernihan menjadi keruh.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

41

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketiga formula mikroemulsi stabil
secara fisik pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi. Hal ini
memperlihatkan bahwa konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan
cukup untuk membuat mikroemulsi yang stabil. Hasil pengamatan organoleptis
ketiga formula mikroemulsi pada suhu rendah (4C), suhu tinggi (40C) dan suhu
kamar (29C) dapat dilihat pada tabel 4.4-4.6 pada daftar tabel. Foto masingmasing formula saat minggu ke-2 sampai minggu ke-8 pada suhu rendah (4C),
suhu tinggi (40C) dan suhu kamar (29C) dapat dilihat pada gambar 4.4-4.6
pada daftar gambar.

4.5.1.2 Pengukuran pH
Nilai pH suatu sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH yang sesuai
dengan pH kulit, yaitu 4,5-6,5. pH tidak boleh terlalu asam karena dapat
menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak boleh terlalu basa karena dapat
menyebabkan kulit bersisik. Perubahan pH ketiga formula berdasarkan hasil
pengukuran pH selama 8 minggu pada tiga suhu yang berbeda secara umum
cenderung mengalami penurunan pH. Hal ini disebabkan oleh surfaktan dalam
mikroemulsi yaitu tween 80 mengalami hidrolisis, sehingga asam lemak
dilepaskan dan pH menjadi semakin asam. Namun, perubahan pH tidak signifikan
dan masih berada pada rentang pH kulit.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

42

pH

SUHU RENDAH
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

pH

SUHU KAMAR
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

pH

SUHU TINGGI
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 4.2. Hasil pengukuran pH ketiga mikroemulsi pada penyimpanan suhu


rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

43

4.5.2 Cycling Test


Uji cycling test dilakukan untuk mengetahui terjadinya pembentukan
kristal dan perubahan fisik pada sediaan setelah disimpan pada suhu rendah (4oC)
dan suhu tinggi (40oC) masing masing selama 24 jam sebanyak 6 siklus. Dari
hasil uji ini diperoleh hasil bahwa tidak terbentuk kristal, tidak terjadi perubahan
warna, bau maupun kejernihan, dan tidak terjadi pemisahan fase dari ketiga
formula.
4.6 Uji Aktivitas Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak
Daun Urang Aring terhadap Pertumbuhan Rambut
Hasil perhitungan rata-rata panjang rambut tikus tiap minggu dapat dilihat
lampiran 25, 26, dan 27. Hasil perhitungan dengan statistik dapat dilihat pada
lampiran 29, 30, dan 31.
Tabel 4.3. Hasil Rata-rata Panjang Rambut Tiap Perlakuan per Minggu.

Kelompok
uji

Rata-rata panjang (mm) SD

Perlakuan

Minggu ke-1

Kelompok 1
Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Kontrol negatif
Kontrol perlakuan
(Plasebo)
Formula A (seledri
10%)
Formula B (urang
aring 10%)

Minggu ke-2

Minggu ke-3

0, 0400,034

1,1960,434

6,6060,697

0,1260,042

1,5450,489

2,2040,426

0,339 0,075

4,9430,657

9,1610,271

0,5120,032

8,5590,485

11,4040,594

0,4410,110

4,4161,130

9,2710,502

Formula C (seledri
Kelompok 5

5% dan urang
aring 5%)

Dari data hasil rata-rata panjang rambut tikus di atas menunjukkan bahwa
kontrol perlakuan (plasebo) memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut,
yaitu menahan pertumbuhan rambut tikus. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi
tween 80 dalam sediaan yang cukup besar, yaitu 40% menyebabkan lemak yang
terdapat pada folikel rambut larut sehingga rambut tidak tumbuh dengan baik.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

44

Untuk melihat adanya perbedaan panjang pertumbuhan rambut pada kelima


perlakuan dapat diketahui dengan cara perhitungan secara statistik. Hasil
perhitungan statistik rata-rata panjang rambut pada minggu pertama, kedua, dan
ketiga dengan menggunakan ANOVA menunjukkan data tidak terdistribusi
normal dan tidak homogen sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji Kruskal
Wallis kemudian uji Mann Whitney. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan
adanya perbedaan secara bermakna antara kelima perlakuan (p < 0,05) pada
minggu pertama, kedua, dan ketiga, artinya kelima perlakuan tersebut memiliki
aktivitas yang berbeda secara bermakna terhadap pertumbuhan rambut pada
pengamatan diminggu pertama, kedua, dan ketiga. Selanjutnya dilakukan uji
statistik Mann Whitney untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar perlakuan.
Pada minggu pertama dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
terhadap aktivitas pertumbuhan rambut dengan menggunakan formula C bila
dibandingkan dengan formula A dan formula B. Pada minggu kedua dan ketiga
hasil uji Mann Whitney menunjukkan hampir semua perlakuan menunjukkan
hasil berbeda secara bermakna kecuali pada formula B yang menunjukkan hasil
tidak berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan formula C (p>0,05).
Jadi dapat disimpulkan formula B dan formula C memiliki aktivitas yang sama
terhadap pertumbuhan rambut. Berdasarkan data rata-rata panjang rambut dapat
disimpulkan formula B memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut yang
lebih baik dibandingkan dengan formula A dan formula C.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sediaan mikroemulsi dapat dibuat pada suhu kamar dengan kecepatan
pengadukan 1000 rpm selama 5 menit. Berdasarkan penelitian terhadap uji
stabilitas fisik dan aktivitas terhadap pertumbuhan rambut dari mikroemulsi
ekstrak seledri 10%, mikroemulsi ekstrak urang aring 10%, dan mikroemulsi
kombinasi ekstrak seledri 5% dan urang aring 5% dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Sediaan mikroemulsi formula C (ekstrak seledri 5% dan urang aring 5%)
menunjukkan kestabilan fisik yang paling baik setelah penyimpanan
selama 8 minggu pada suhu 4oC, 29oC, dan 40oC dibandingkan dengan
formula lainnya.
2. Formula B yang mengandung ekstrak daun urang aring sebesar 10%
memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut yang paling baik
dibandingkan dengan formula lainnya.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan ekstraksi bertingkat atau fraksinasi untuk mengurangi
kandungan klorofil daun sehingga sediaan kosmetik berupa mikroemulsi
menjadi lebih menarik.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh ekstrak
murni dibandingkan dengan ekstrak dalam sediaan terhadap pertumbuhan
rambut.

45

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

46

DAFTAR ACUAN
Anonim.(2000). Instruction Manual Part # 105654 Surface Tensiomat Model 21.
Vernon Hill, IL-USA: Cole Parmer, 8-10.
Ansel, Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV. Jakarta:
UI-Press.387-388.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). volume I.
Jakarta : BPOM RI.
Block, L.H. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Lieberman, H.A.,
M.M. Rieger, & G.S. Banker (eds). Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems. Volume 2. New York: Marcel Dekker
Datta et al. (2009, Juli 30). Eclipta alba extract with potential for hair growth
promoting activity. Journal of Ethnopharmacology. 450-456. Januari 5.
2012.http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S03788741090031
22.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi, M. 2007. Formulasi Mikroemulsi Topikal Menggunakan
Fase
Minyak Isopropil Palmitat dan Minyak Kelapa Sawit dengan Natrium
Diklofenak sebagai Mode l Obat. Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA UI.
Depok.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, dan Dirjen Pengawasan Obat Tradisional.
(2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid
V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djajadisastra, Joshita. (2002). Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Depok:
Departemen Farmasi FMIPA-UI.
Djajadisastra, J. (2004). Cosmetic Stability. Departemen Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Depok: Seminar Setengah Hari HIKI.
Djuanda, A.,Hamzah,M., dan Aisah,S. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gozali, Rusmiati, & Utama (2009, Agustus). Formulasi dan Uji Stabilitas
Mikroemulsi Ketokonazol sebagai Antijamur Candida albicans dan
Tricophyton mentagrophytes. Farmaka, 54-67.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

47

Joshita. Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Depok: Jurusan Farmasi


FMIPA-UI, 2008: 5-9, 20, 29-38, 40-42, 47, 54.
Jufri, Anwar, & Utami (2006, April). Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi
Menggunakan Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai Stabilizer. Majalah
Ilmu Kefarmasian, 08-21.
Jufri, Binu, & Rahmawati (2004, Desember). Formulasi Gameksan dalam
Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian, 160-174.
Juriana dan Aprilita. (2010, September). Pengaruh Pemberian Krim Ekstrak Daun
Seledri ( Apium Graveolens L.) Sebagai Stimulan Pertumbuhan Rambut
Tikus Putih ( Rattus Norvegicus L.) Galur Sprague Dawley. Volume VII.
Jurnal Bahan Alam Indonesia.
Lachman et al. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. Terj. Dari
The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, oleh Siti Suyatmi.
Jakarta: UI Press.
Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik Jilid II. (Edisi
III). (Joshita Djajadisastra, Penerjemah). Jakarta: UI-Press, 925, 939-941,
983-984, 1014, 1082, 1100-1101, 1144-1145.
Mitsui,Takeo. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.
Rosen,Milton. Surfactants and Interfacial Phenomena,edisi III. New Jersey: A
John Wiley and Sons Inc.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Owen, S. C. (2006). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (5th edition). Washington: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, 17-19,31-33,75-76,348-349,441-445,536-542,
592-594,596-598.
Roy, Thakur, Dixit. (2008, May 14). Hair growth promoting activity of Eclipta
alba in male albino rats. 357-364. Februari 13 2012.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18478241
Rusdiana,dkk. (2007, Juni 17-19). Formulasi Gel Antioksidan dari Ekstrak
Seledri (Apium graveolens L.) dengan Menggunakan AQUPEC HV-505.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/formulasi_gel_an
tioksidan_dari_ekstrak_seledri1.pdf. Makalah pada Kongres Ilmiah
XVISFI.
Thomas A.N.S. (1989). Tanaman Obat Tradisional, volume I. Yogyakarta:
Kanisius.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

48

Sudarsono, dkk. (1996). Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan


Penggunaan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM.
Sukandar,dkk.(2006, Januari 7-12). Aktivitas Ekstrak Etanol Herba Seledri
(Apium graveolens) dan Daun Urang aring (Eclipta prostata L.) terhadap
Pityosporum ovale. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/2._17-1-2006elin-sukendar.pdf. 7-12.Majalah Farmasi Indonesia.
Tranggono, Retno Iswari, & Latifah, Fatma. (2007). Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. In Joshita Djajadisastra. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wilkinson, J.B &
Moore, R.J. (1982). Harry s Cosmeticology.
Edition. New York: Chemical Publishing Company.

Seventh

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seledri
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Apiales

Suku

: Apiaceae

Marga

: Apium

Jenis

: Apium graveolens (L) .

Gambar 2.1. Tanaman Seledri

2.1.2 Pengenalan Spesifikasi Tanaman


Menurut ahli sejarah botani, daun seledri telah dimanfaatkan sebagai
sayuran sejak abad XVII atau tahun 1640, dan diakui sebagai tumbuhan
berkhasiat obat secara ilmiah baru pada tahun 1942. Tumbuhan seledri
dikategorikan sebagai sayuran. Tumbuhan berbonggol dan memiliki batang basah.
Pengembangbiakan tanaman seledri dapat digunakan dengan dua cara, yaitu
melalui bijinya atau pemindahan akar rumpunnya (Thomas,1989).
4

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

Seledri dapat tumbuh baik di daerah iklim sedang maupun subtropis sampai ke
daerah yang beriklim panas. Morfologi daun seledri yaitu daun majemuk
menyirip, tipis, rapuh, warna hijau tua sampai hijau kecoklatan; jumlah anak daun
3 sampai 7 helai; panjang anak daun 2 cm sampai 7.5 cm; lebar 2 cm sampai
5 cm; pangkal dan ujung anak daun runcing; panjang ibu tangkai daun sampai
12,5 cm terputar, beralur; panjang tangkai anak daun 1 cm sampai 2,7 cm (Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, 1989).

2.1.3 Manfaat Tanaman


2.1.3.1 Efek Farmakologi
Seledri merupakan sayuran/ tanaman tradisional yang sejak lama telah
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya kandungan apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah.
Efek tersebut akan menjadi lebih besar dengan adanya komponen pthalide yang
dapat merilekskan pembuluh darah. Di sisi lain seledri juga mengandung
fitosterol, yang sangat berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol darah.
Selain berfungsi untuk mencegah kanker dan membentuk permeabilitas kulit yang
baik, seledri juga bermanfaat untuk memelihara kebersihan mulut dan kesehatan
gigi terutama bagi lanjut usia. Seledri mentah dapat merangsang produksi air liur
sehingga

dapat

membantu

melumpuhkan

aktivitas

kuman

yang

dapat

mengakibatkan gigi keropos.

2.1.3.2 Penggunaan di Masyarakat


Masyarakat pedesaan telah lama memanfaatkan seledri sebagai obat untuk
menurunkan panas dengan cara mengoleskan tumbukan daun seledri ke kepala
anak yang terserang demam. Air perasan seledri yang mempunyai sifat
mendinginkan dipercaya dapat mendinginkan kepala. Daun seledri biasanya
digunakan sebagai bumbu masakan untuk memperkaya citarasa dan kaldu. Di
Eropa, batang seledri yang besar sering dibuat sebagai salad dengan saus mayones
atau bechamel (saus berbahan dasar susu) sebagai isi roti sandwich. Berdasarkan
pengalaman beberapa orang, air perasan daun seledri dapat sekaligus
menyuburkan dan menghitamkan rambut serta tidak mempunyai efek samping.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

2.1.4 Kandungan Kimia Tanaman


Daun seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin, minyak atsiri, flavoglukosida (apiin), apigenin, kolin, lipase, asparagin, alkaloid serta vitamin.
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), isoquersetin,
dan umbelliferon, juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine,
choline, linamarose, provitamin A, vitamin C dan vitamin B. Kandungan asamasam dalam minyak atsiri pada biji, antara lain : asam-asam resin, asam-asam
lemak terutama palmitat, oleat, linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain
ditemukan dalam biji, yaitu bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan
isopimpinelin (Sudarsono, et al., 1996 ).

2.2 Urang Aring


2.2.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae
Kelas

: Magnoliopsida

Bangsa

: Asterales

Suku

: Asteraceae

Marga

: Eclipta

Jenis

: Eclipta alba (L.)

[Sumber:plantamor.com]

Gambar 2.2. Tanaman Urang Aring

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

2.2.2 Pengenalan Spesifikasi Tanaman


Urang aring merupakan tumbuhan liar yang banyak tumbuh di tempat
terbuka, seperti tanah lapang, pinggir selokan atau pinggir jalan. Tumbuhan ini
dapat tumbuh subur baik di tepi pantai dan daerah pegunungan yang
ketinggiannya 1.500 m di atas permukaan laut. Morfologi daun yaitu helaian daun
rapuh, umumnya tidak utuh, warna hijau kelabu, bentuk bundar telur memanjang
sampai bentuk lanset memanjang, panjang 2 cm sampai 12 cm, lebar 5 mm
sampai 3 cm. Ujung daun runcing, pangkal daun menyempit, pinggir daun
bergerigi atau hampir rata, dan tidak memiliki tangkai daun. Kedua permukaan
daun berambut, terasa kasar, permukaan bawah daun dekat bagian ujung berambut
warna putih (Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 1989).
2.2.3 Manfaat Tanaman
Urang aring digunakan untuk berbagai tujuan yaitu. sebagai agen
antihepatotoksik, dan pengobatan penyakit kuning. Ekstrak akar urang aring
digunakan sebagai emetik, pencahar dan juga diterapkan secara eksternal sebagai
antiseptik untuk bisul dan luka. Selain itu, urang aring dapat dimanfaatkan untuk
gusi bengkak, menghitamkan dan menyuburkan rambut, dan koreng di kepala.
2.2.4 Kandungan Kimia Tanaman
Tanaman ini mengandung ekliptin, -tertienilmetanol, turunan tiofen,
yaitu 2-(buta-1,3-diinil)-5-(but-3-en-1-inil)tiofen dan 2-(buta-1,3-diinil)-5-(4kloro-3-hidroksibut-1-inil)tiofen,5-(3-buten-1-inil)-2,2-bitienil-5-metilasetat,
dan wedelolakton (Perry, 1980). Tumbuhan ini juga mengandung kumestan,
triterpenoid glycosida, triterpenoid saponin, flavonoid. (Datta, et al., 2009 ).

2.3 Rambut
2.3.1. Pengertian dan Klasifikasi Rambut
Rambut merupakan tambahan pada kulit kepala yang memberikan
kehangatan, perlindungan dan keindahan. Semua jenis rambut tumbuh dari akar
rambut yang ada di dalam lapisan dermis dari kulit. Menurut letaknya rambut
yang tumbuh keluar dari akar rambut ada 2 bagian, yaitu bagian yang ada di
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

dalam kulit dan bagian yang ada di luar kulit. Bagian rambut yang keluar dari
kulit dinamakan batang rambut. Rambut pada kepala dan tubuh memiliki 4 jenis
rambut, yaitu:
a. Rambut yang panjang dan agak kasar yakni rambut kepala.
b. Rambut yang agak kasar tetapi pendek yang berupa alis
c. Rambut yang agak kasar tetapi tidak sepanjang rambut di kepala,
contohnya rambut ketiak.
d. Rambut yang halus yang terdapat pada pipi, dahi, lengan, perut,
punggung dan betis.

2.3.2 Anatomi Rambut


2.3.2.1 Batang Rambut
Bagian rambut yang ada di bagian luar kulit dinamakan batang rambut.
Jika batang rambut dipotong melintang, maka terlihat tiga lapisan dari luar ke
dalam, yaitu:
a. Kutikula rambut, terdiri dari sel-sel keratin yang pipih, dan saling
bertumpuk seperti sisik ikan. Lapisan ini keras dan berfungsi melindungi
rambut dari kekeringan dan

masuknya bahan asing ke dalam batang

rambut.
b. Korteks rambut, adalah lapisan yang lebih dalam, terdiri dari sel-sel yang
memanjang, tersusun rapat. Lapisan ini sebagian besar terdiri dari pigmen
rambut dan rongga rongga udara. Struktur korteks menentukan tipe
rambut, yaitu lurus, berombak atau keriting. Lapisan korteks merupakan
lapisan yang agak lunak dan mudah dirusak oleh bahan kimia yang masuk
ke dalam rambut.
c. Medula rambut, terdiri dari tiga atau empat lapis sel yang berbentuk
kubus, berisikan keratohialin, butir-butir lemak dan rongga udara.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

[Sumber: Sonntag, Linda, 1992 ]

Gambar 2.3. Batang rambut


2.3.2.2 Akar Rambut
Akar rambut atau folikel rambut adalah bagian rambut yang terletak
di dalam lapisan dermis kulit. Folikel rambut dikelilingi oleh pembuluh-pembuluh
darah yang memberikan makanan. Pada akar rambut terlihat otot penegak rambut
yang menyebabkan rambut berdiri bila merasa ketakutan. Akar rambut terdiri dari
dua bagian, yaitu :
a. Umbi rambut, bagian rambut yang akan terbawa jika rambut dicabut.
b. Papil rambut, bagian yang tertinggal di dalam kulit meskipun rambut dicabut
sampai akar-akarnya, sehingga akan selalu tejadi pertumbuhan rambut baru
kecuali jika papil rambut itu dirusak misalnya dengan bahan kimia atau arus
listrik (elektrolisis).

[Sumber: Sonntag, Linda, 1992 ]

Gambar 2.4. Anatomi rambut manusia

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

10

2.3.3. Siklus Pertumbuhan Rambut


Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan oleh
sel-sel daerah matriks/umbi yang secara terus menerus membelah. Rambut
mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu
rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru, hal ini dinamakan siklus
pertumbuhan rambut. Siklus pertumbuhan rambut telah dimulai saat janin berusia
4 bulan di dalam kandungan. Pada usia ini bibit rambut sudah ada dan menyebar
rata diseluruh permukaan kulit. Diakhir bulan ke-6 atau awal bulan ke-7 usia
kandungan, rambut pertama sudah mulai tumbuh dipermukaan kulit, yaitu berupa
rambut lanugo, atau rambut khusus bayi dalam kandungan.
Kemudian menjelang bayi lahir atau tidak lama sesudah bayi lahir, rambut
bayi ini akan rontok, diganti dengan rambut terminal. Itulah sebabnya ketika bayi
lahir, ada yang hanya berambut halus dan ada juga yang sudah berambut kasar
dan agak panjang, bahkan kadang-kadang sudah mencapai panjangnya antara 2-3
cm. Kecepatan pertumbuhan rambut sekitar 1/3 mm per hari atau sekitar 1 cm
perbulan. Rambut tidak mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Pada
waktu-waktu tertentu pertumbuhan rambut itu terhenti dan setelah mengalami
istirahat sebentar, rambut akan rontok sampai ke umbi rambutnya sementara itu,
papil rambut sudah membuat persiapan rambut baru sebagai gantinya.
Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase yaitu fase
pertumbuhan (anagen), fase istirahat (katagen) dan fase kerontokan (telogen),
baru kemudian dimulai lagi dengan fase anagen yang baru.
1. Fase Anagen
Fase inisiasi atau fase awal pertumbuhan aktif rambut. Fase ini
berlangsung 2-6 tahun Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru
mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).
2. Fase Katagen
Fase ini disebut juga sebagai masa peralihan yang didahului oleh
penebalan jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut
menyempit dan bagian di bawahnya melebar dan mengalami pertandukan

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

11

sehingga terbentuk gada (club). Masa peralihan ini berlangsung selama 2-3
minggu (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).
3. Fase Telogen
Fase ini merupakan fase istirahat yang terjadi selama 100 hari. Fase
telogen dimulai dengan memendeknya sel-sel epitel dan terbentuk tunas kecil
yang membuat rambut baru, sehingga rambut lama akan terdorong keluar
(Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

[Sumber: Djuanda, Hamzah dan Aisah, 2010]

Gambar 2.5. Siklus pertumbuhan rambut

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rambut


2.3.4.1 Keadaan Fisiologi
a. Hormon
Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen dan tiroksin. Hormon
androgen dapat mengganggu pertumbuhan rambut, Hormon ini membuat folikel
rambut menyusut menjadi tipis dan rambut baru tidak tumbuh dengan baik. Pada
wanita hormon estrogen dapat memperlambat pertumbuhan rambut, tetapi
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

12

memperpanjang fase anagen. Hormon tiroksin dapat mempercepat fase anagen


(Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

b. Nutrisi
Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi
protein dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya
kehilangan pigmen setempat dapat menyebabkan rambut tampak berbagai warna.
Kekurangan vitamin B12, asam folat, dan zat besi dapat menyebabkan kerontokan
rambut (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2010).

2.3.4.2 Keadaan Patologi


a. Peradangan sistemik atau setempat
Kuman lepra yang menyerang kulit akan menyebabkan kulit menjadi
atrofi dan folikel rambut rusak, akan terjadi kerontokan rambut pada alis mata dan
bulu mata (madarosis). Pada penyakit eritematosis sifilis stadium II dapat
menyebabkan rambut menipis secara rata maupun setempat secara tidak rata
sehingga disebut moth eaten appearance. Infeksi jamur di kulit kepala dan rambut
akan menyebabkan kerontokan, maupun kerusakan batang rambut (Djuanda,
Hamzah, & Aisah, 2010).

b. Obat
Obat yang dapat menghalangi pembentukan batang rambut dapat
menyebabkan kerontokan, umumnya obat antineoplasma misalnya bleomisin,
endoksan, vinkristin, dan obat antimitotik, misalnya kolkisin (Djuanda, Hamzah,
& Aisah, 2010).

2.3.5 Komposisi Kimia Rambut (Mitsui,1997)


Komponen kimia dari rambut yang paling banyak adalah protein.
Komponen lain yang dalam jumlah kecil adalah pigmen melanin, lemak, unsur
penumbuh, dan air.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

13

a. Asam Amino
Komponen protein rambut yang utama adalah keratin, yang terdiri dari
unsur sistin (cystine) yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida.
Laki laki memiliki cystine yang lebih banyak sehingga rambut lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan.

b. Pigmen Melanin
Jumlah pigmen melanin rambut manusia adalah kurang dari 3% dari total
komposisi kimia rambut.

c. Unsur Penumbuh
Unsur penumbuh yang berupa logam pada rambut adalah tembaga, seng,
besi, mangan, kalsium, magnesium, dan lain-lain. Terdapat juga komponen
anorganik seperti fosfor dan silikon.

d. Lemak
Jumlah lemak pada tiap individu bervariasi mulai dari 1 % sampai 9 %
dari total komposisi kimia rambut. Lemak pada rambut sama dengan lemak pada
kulit, yang diklasifikasikan menjadi lemak eksternal dan internal.

e. Air
Konsentrasi air pada rambut tergantung pada kelembapan dari lingkungan
sekitarnya. Namun, pada suhu kamar dan kelembapan 65 %, konsentrasi air pada
rambut sekitar 12-13 %.

2.4 Ekstraksi Simplisia


2.4.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali pengeringan. Ada tiga macam simplisia
yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati
adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi yang spontan keluar dari tanaman atau
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

14

isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu dan belum berupa zat
kimia murni (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1977 ).

2.4.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,1995 ).

2.4.3 Metode Ekstraksi


Ekstraksi atau penyarian merupakan pemindahan massa zat aktif yang
semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari tertentu sehingga terjadi zat
aktif dalam cairan penyari. Metode penyarian yang digunakan tergantung pada
wujud dan kandungan zat dari bahan yang akan disari (Harborne, 1973).

2.4.3.1 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut


a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin macerare yang artinya merendam
merupakan proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Secara teknologi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus
menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

15

2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dari jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik yaitu dengan pengadukan kontinu pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-500C.

4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)
selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 0C) dan temperatur
sampai titik didih air.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

16

2.4.3.2 Destilasi uap


Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak
atsiri) dari bahan segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara
kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi
uap, bahan (simplisia) benar benar tidak tercelup ke air yang mendidi, namun
dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi.

2.5 Mikroemulsi
2.5.1 Definisi Mikroemulsi
Mikroemulsi merupakan sistem dispersi yang terdiri dari minyak, air,
surfaktan, dan kosurfaktan. Secara operasional dapat didefinisikan sebagai
dispersi dari cairan cairan yang tidak larut dalam suatu cairan yang kedua, yang
terlihat jernih dan homogen pada mata biasa. Adanya surfaktan dan kosurfaktan
dalam sistem dapat menurunkan tegangan antar muka minyak dengan air.
Mikroemulsi memiliki ukuran globul kurang dari 100 nm, sehingga mikroemulsi
terlihat transparan.
Bila dibandingkan dengan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi
yang membuat sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem
penghantaran obat (drug delivery system) antara lain mempunyai kestabilan dalam
jangka waktu lama secara termodinamika, jernih dan transparan, dapat disterilkan
secara filtrasi, biaya pembuatan murah, mempunyai daya larut yang tinggi serta
mempunyai kemampuan berpenetrasi yang baik. Karakteristik tersebut membuat
mikroemulsi mempunyai peranan penting sebagai alternatif dalam formula untuk
zat aktif yang tidak larut
Selain

bermanfaat

sebagai

pembawa

dalam

penghantaran

obat,

mikroemulsi juga bermanfaat sebagai lubrikan, cutting oils, penghambat korosi,


textile finishing, pembawa bahan bakar, membran liquid, dan berbagai manfaat
lainnya. Sebagai sistem penghantaran obat, mikroemulsi dapat digunakan untuk
pemberian secara oral, intradermal, intramuskular, okular, maupun pulmonal.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

17

Menurut Winsor, mikroemulsi dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : minyak dalam


air (m/a) jika jumlah volume minyak lebih kecil daripada volume air, air dalam
minyak (a/m) jika jumlah volume air lebih kecil daripada volume minyak,
bicontinuous adalah transisi dari mikroemulsi tipe a/m atau m/a yang terbentuk
dengan mengubah volume minyak dan air

Gambar 2.6. Struktur mikroemulsi m/a; a/m; dan bicontinuous

2.5.2 Stabilitas Mikroemulsi


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau
kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas kekuatan,
kualitas dan kemurnian produk tersebut. Sediaan kosmetika yang stabil adalah
suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode
waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama
dengan dimilikinya pada saat dibuat ( Djajadisastra, 2004 ).
Ketidakstabilan fisik sediaan ditandai dengan adanya pemucatan warna
atau munculnya warna, timbul bau, perubahan atau pemisahan fase, pecahnya
emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi, pertumbuhan
kristal, terbentuknya gas, dan perubahan fisik lainnya. Mikroemulsi yang stabil
ditandai dengan dispersi globul yang seragam dalam fase kontinu. stabilitas suatu
mikroemulsi dapat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta
perubahan fisika dan kimia lainnya. Seperti emulsi, ketidakstabilan mikroemulsi
bisa digolongkan sebagai berikut:
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

18

1. Creaming
Creaming adalah pemisahan fase emulsi yang didasarkan atas perbedaan
densitas antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Creaming merupakan
proses yang tidak diinginkan, namun keadaan seperti ini dapat didispersi kembali
dengan pengocokan. Untuk mencegah creaming, densitas fase terdispersi dan
medium pendispersi harus hampir sama.

2. Flokulasi
Flokulasi adalah penggabungan globul-globul bergantung pada gaya tolak
menolak elektrostatis (zeta potensial). Ketidakstabilan ini masih dapat diperbaiki
dengan pengocokan karena film antar permukaan masih ada (Martin, Swarbrick,
& Cammarata, 1993).

3. Coalescence (breaking, cracking)


Koalesens adalah proses dimana tetesan fase dalam mendekat dan
berkombinasi membentuk partikel lebih besar dan menjadi suatu lapisan. Hal ini
terjadi bukan hanya karena energi bebas permukaan tetapi juga karena tidak
semua globul terlapisi oleh film antarmuka (Martin, Swarbick & Cammarata,
1993). Ketidakstabilan ini merupakan kerusakan yang lebih besar daripada
creaming. Usaha untuk menstabilkan kembali ketidakstabilan ini tidak dapat
dilakukan dengan pengocokan, biasanya diperlukan pengemulsi tambahan dan
pemrosesan kembali (Ansel, 1989).

4. Inversi
Inversi adalah peristiwa dimana fase eksternal menjadi fase internal, dan
Sebaliknya.

2.5.3 Komponen Penyusun Mikroemulsi


Pada pemilihan sebagai fase minyak digunakan Isopropil Miristat. Pada
penelitian ini digunakan juga bahan tambahan yang

terdiri atas surfaktan,

kosurfaktan, antioksidan, pengawet, dan air. Uraian bahan-bahan tersebut dapat


dijelaskan sebagai berikut :
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

19

a. Fase Minyak
Isopropil Miristat (Rowe et al., 2009)
Isopropil Miristat memiliki rumus molekul C17H34O2 dan berat molekul
270.5.

Senyawa

ini

jernih,

berupa

larutan,

tidak

berbau,

viskositas larutn rendah dan mengental pada suhu sekitar 58oC. Isopropil miristat
terdiri dari ester dari propan-2-ol dan asam lemak jenuh dengan berat molekul
tinggi, terutama asam miristat. Senyawa ini sering digunakan secara luas dalam
bidang kosmetik karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak mengiritasi. Aplikasi
formulasi untuk kosmetik topikal adalah sebagai basis semisolid seperti krim,
lotion, pada sediaan make-up, rambut, dan kuku. Di dalam sediaan mikroemulsi
digunakan sebanyak < 50 % dan memiliki nilai HLB 11.5

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.7. Struktur Kimia Isopropil Miristat (telah diolah kembali)


b. Surfaktan
Tween 80 (Rowe, et al., 2009).
Tween 80 atau Polyoxyethylene 80 sorbitan monolaurate dengan rumus
molekul C64H124O26 dan berat molekul 1128 adalah ester asam lemak dari sorbitol
yang digunakan sebagai surfaktan atau emulsifying agent pada pembuatan emulsi
maupun mikroemulsi minyak dalam air dengan nilai HLB 15 dan dapat larut
dalam etanol dan air. Warna menjadi tidak rata atau terjadi pengendapan bila
terdapat substansi lain seperti fenol, tanin, dan tar.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

20

(OCH2CH2)20OH
HO(H2CH2CO)20
(OCH2CH2)20OH
O
O

(OCHCH2)20

C17H33

[Sumber : PubChem.com]

Gambar 2.8. Struktur Kimia Tween 80 (telah diolah kembali)

c. Kosurfaktan/Kosolven
1. Propilen glikol (Rowe, et al., 2009).
Propilen glikol memiliki rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76.09.
Organoleptis dari Propilen glikol adalah jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
kental, memiliki rasa manis. Propilen glikol relatif tidak toksik, secara luas
digunakan sebagai humektan untuk menjaga agar sediaan tidak kehilangan
kandungan airnya secara drastis, pelarut, dan pengawet dalam berbagai formulasi
parenteral dan non parenteral, pelarut yang lebih baik dibandingkan dengan
gliserin, aktivitas antiseptiknya setara dengan etanol dan dapat menghambat
pertumbuhan jamur. Propilen glikol juga digunakan pada industri kosmetik
sebagai pembawa untuk emulgator dan pada industri makanan

OH
OH
H 3C

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.9. Struktur Kimia Propilen glikol (telah diolah kembali)

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

21

2. Etanol (Rowe, et al., 2009).


Etanol memiliki rumus molekul C2H6O dengan berat molekul 46.07.
Kategori fungsinya adalah sebagai pengawet, disinfektan, meningkatkan penetrasi
ke kulit dan sebagai pelarut. Konsentrasi pemakaian untuk sediaan topikal adalah
6090 %. Di dalam kondisi asam, etanol dapat bereaksi dengan agen
pengoksidasi, bila di campur dengan alkali dapat mengubah warna menjadi lebih
gelap.

H3C

H2
C OH

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.10. Struktur Kimia Etanol (telah diolah kembali)


d. Bahan pengawet
1. Metilparaben (Rowe, et al., 2009).
Nipagin atau metilparaben adalah antimikroba yang memiliki rumus
molekul C8H8O3 dan berat molekul 152.15. Paraben efektif pada kisaran pH yang
luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, merupakan salah satu
pengawet yang paling efektif terhadap ragi dan kapang. Konsentrasi pemakaian
pada sediaan topikal adalah 0.020.3 % dan aktivitas mikrobanya adalah pada
rentang pH 48.

OCH3

HO

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.11. Struktur Kimia Metilparaben (telah diolah kembali)


Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

22

2. Propilparaben (Rowe, et al., 2009).


Nipasol atau propilparaben adalah antimikroba yang memiliki rumus
molekul C10H12O3 dan berat molekul 180,20. Propilparaben merupakan salah satu
dari pengawet yang paling sering digunakan dalam sediaan kosmetik.
Antimikroba ini sering dikombinasi dengan ester paraben yang lain atau agen
antimikroba yang lainnya. Konsentrasi pemakaian pada sediaan topikal adalah
0.010.6 %. Aktivitas antimikrobranya berada pada pH 4-8. Propilparaben larut
dalam aseton, etanol 95 %, eter, sukar larut dalam air.

O
CH3
O

HO

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.12. Struktur Kimia Propilparaben (telah diolah kembali)

e. Antioksidan
1. Butil hidroksitoluen (Rowe et al., 2009)
Butil hidroksitoluen praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol.
Mudah larut dalam aseton, benzene, etanol 95 %, eter, metanol, dan toluen. BHT
banyak digunakan sebagai antioksidan untuk memperlambat atau mencegah
oksidasi dari fase lemak dan minyak. Pada sediaan topikal biasa digunakan
sebesar 0,0075-0,1%. Walaupun telah dilaporkan adanya beberapa reaksi efek
samping pada kulit, BHT tetap dinyatakan sebagai zat yang tidak mengiritasi dan
tidak mensensitasi jika digunakan dengan konsentrasi yang biasa digunakan
sebagai antioksidan.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

23

OH
C (C H 3 ) 3

(H 3 C ) 3 C

CH3

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.13. Struktur Kimia Butil hidroksitoluen (telah diolah kembali)

2. Vitamin E (Rowe et al., 2009)


Vitamin E atau alpha tocopherol dengan rumus molekul C29H50O2 dan
berat molekul 430,72 merupakan senyawa yang sangat lipofilik, dan pelarut yang
sangat baik untuk obat kelarutannya buruk. Efektivitas antioksidan dapat
ditingkatkan dengan cara menambahkan minyak yang larut sinergis seperti lesitin
dan ascorbyl palmitate. Konsentrasi pemakaian pada sediaan adalah 0.0010.05%
v/v. Vitamin E telah digunakan untuk pengembangan liposom dalam sediaan
topikal.

[Sumber : Rowe et al, 2009]

Gambar 2.14. Struktur Kimia Vitamin E

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

24

f. Fase Air
Aquadestilata (Rowe, et al., 2009)
Aquadestilata secara luas digunakan sebagai pelarut dan pembawa pada
formulasi farmasetika. Untuk aplikasi farmasi,

air dimurnikan dengan cara

destilasi, pertukaran ion, reverse osmosis (RO), atau beberapa proses lain yang
sesuai untuk menghasilkan aquadestilata. Karakteristik aquadestilata adalah cairan
bening, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitokimia, Farmasetika dan
Farmakologi Departemen Farmasi Universitas Indonesia dimulai dari bulan
Februari 2012 sampai bulan Mei 2012.

3.2 Alat
Evaporator (Janke dan Kunkel IKA-Labortechnik), penangas air (Imperial
IV), viskometer Hoopler (Haake PRUFSCHEIN, Jerman), pH-meter tipe 510
(Eutech Instrument, Singapura), sentrifugator (Kubota 5100, Jepang), oven
(Memmert, Jepang), piknometer (pyrex), timbangan analitik tipe 210-LC
(ADAM, Amerika Serikat), lemari pendingin (LG, Korea), particle size analyzer
(Malvern, Jerman), homogenizer (Multimix CKL, Amerika Serikat), mikroskop
optik (Nikon model Eclipse E 200, Jepang), tensiometer Du Nuoy (Cole Parmer
Surface Tensiomat 21, Amerika Serikat), jangka sorong (Tricle, China) dan alatalat gelas.

3.3 Bahan
Simplisia daun seledri (Balitro, Indonesia), simplisia daun urang aring
(Balitro, Indonesia), etanol 96% (Indonesia), isopropil miristat (Merck, Jerman),
propilen glikol (diperoleh dari PT. Brataco, Indonesia), tween 80 (diperoleh dari
PT. Brataco, Indonesia), butil hidroksitoluen (diperoleh dari PT. Brataco,
Indonesia), vitamin E (Cognis, Indonesia), metilparaben (Jepang), propilparaben
(Jepang), krim Veet (diperoleh dari PT. Reckitt Benckiser, Indonesia),
aquadestilata.

3.4 Hewan Uji


Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan galur Spraque Dawley
berumur 7-8 minggu sebanyak dua puluh lima ekor dengan bobot berkisar 130220 gram (Institut Pertanian Bogor, Indonesia).
25

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

26

3.5 Metode Pelaksanaan


3.5.1. Ekstraksi Daun Seledri ( BPOM RI, 2004 )
Sejumlah 394 gram serbuk kering daun seledri dimasukkan ke dalam botol
coklat lalu ditambahkan 2 liter etanol 96 % . Kemudian dimaserasi selama 6 jam,
lalu didiamkan selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan penyaring vakum
lalu dipisahkan, proses diulangi empat kali dengan menggunakan pelarut yang
sama yaitu etanol 96% dan dalam jumlah yang sama. Kemudian semua maserat
yang telah disaring dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum pada suhu
50oC. Setelah ekstrak mulai mengental lalu diuapkan di water bath pada suhu
40oC untuk menguapkan seluruh pelarut yang masih tersisa pada ekstrak hingga
diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat
3.5.2. Ekstraksi Daun Urang Aring
Sejumlah 270 gram serbuk kering daun urang aring dimasukkan ke dalam
botol coklat lalu ditambahkan 1,3 liter etanol 96 %. Kemudian dimaserasi selama
6 jam, lalu didiamkan selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan penyaring
vakum lalu dipisahkan, proses diulangi empat kali dengan menggunakan pelarut
yang sama yaitu etanol 96% dan dalam jumlah yang sama. Kemudian semua
maserat yang telah disaring dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum
pada suhu 50oC. Setelah ekstrak mulai mengental lalu diuapkan di water bath
pada suhu 40oC untuk menguapkan seluruh pelarut yang masih tersisa pada
ekstrak hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan
dicatat

3.5.3 Pembuatan Mikroemulsi


3.5.3.1 Formulasi Mikroemulsi
Formulasi mikroemulsi dibuat dengan tiga variasi konsentrasi ekstrak
yaitu ekstrak daun seledri 10%, ekstrak urang aring 10%, dan kombinasi ekstrak
daun seledri 5% dengan ekstrak daun urang aring 5% (b/b). Perhitungan
persentase komposisi bahan masing-masing gel dapat dilihat seperti pada tabel
berikut :

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

27

Tabel 3.1. Komposisi Bahan dalam Sediaan Mikroemulsi


Konsentrasi (%) (b/b)
Bahan
Kontrol
perlakuan
(%)
-

Formula A
(%)

Formula B
(%)

Formula C
(%)

10

Ekstrak daun
Urang aring

10

Isopropil
Miristat

3,00

3,00

3,00

3,00

Tween 80

40,00

40,00

40,00

40,00

Propilen glikol

5,00

5,00

5,00

5,00

Etanol 96%

15,00

15,00

15,00

15,00

Metil paraben

0,30

0,30

0,30

0,30

Propil paraben

0,06

0,06

0,06

0,06

Butil
Hidroksitoluen

0,10

0,10

0,10

0,10

Vitamin E

0,05

0,05

0,05

0,05

Air destilata

36,49

26,49

26,49

26,49

Ekstrak daun
Seledri

3.5.3.2. Cara Pembuatan


a. Percobaan pendahuluan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kondisi percobaan dan
komposisi bahan yang sesuai untuk menghasilkan sediaan mikroemulsi yang
jernih dan stabil. Kondisi yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan
mikroemulsi ini meliputi kecepatan pengadukan, temperatur, dan lama
pengadukan. Komposisi bahan yang dibuat meliputi variasi konsentrasi ekstrak
daun seledri dan daun urang aring. Maka percobaan pendahuluan yang dilakukan
adalah dengan memvariasikan hal-hal berikut:
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

28

1. Kecepatan pengadukan (800, 1000, 2000, 10.000, 3200, rpm )


2. Lama pengadukan 3 5 menit
3. Suhu 28 C dan 40 C
4. Komposisi bahan mikroemulsi meliputi konsentrasi isopropil miristat
3% sebagai fase minyak (b/b), konsentrasi tween 80 sebagai
surfaktan 30% dan 40% (b/b), variasi konsentrasi etanol 96% sebagai
kosolven yaitu 3%, 8%, dan 10% (b/b), konsentrasi propilen glikol
sebagai kosolven yaitu 5% (b/b), metilparaben 0,3% (b/b) dan
propilparaben 0,06% (b/b) sebagai pengawet, vitamin E 0,05% (b/b)
dan butil hidroksitoluen 0,1% (b/b) sebagai antioksidan, variasi
konsentrasi zat aktif yaitu ekstrak seledri 10% (b/b), ekstrak urang
aring 10% (b/b), kombinasi konsentrasi ekstrak seledri 5% (b/b) dan
ekstrak urang aring 5% (b/b).

b. Percobaan Utama
Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan melarutkan terlebih
dahulu pengawet didalam propilen glikol, pada wadah yang terpisah
vitamin E dicampurkan ke dalam fase minyak yaitu isopropil miristat.
Setelah itu butil hidroksitoluen dan ekstrak dilarutkan ke dalam etanol
96%. Selanjutnya, fase minyak, fase air, dan surfaktan dicampurkan dan
diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 1000 rpm selama 5 menit
pada suhu kamar sambil ditambahkan kosolven sedikit demi sedikit
selama 5 menit. Selanjutnya sediaan didiamkan selama 2-3 jam agar
terbentuk mikroemulsi yang jernih.

3.5.4. Evaluasi Mikroemulsi


3.5.4.1. Uji Organoleptis
Pemeriksaan sediaan mikroemulsi yang dilakukan meliputi terjadinya
perubahan warna, bau, kejernihan, pemisahan fase atau pecahnya mikroemulsi.
Pemeriksaan dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

29

3.5.4.2. Penentuan Tegangan Permukaan Mikroemulsi (Instruction Manual Part #


105654 Surface Tensiomat Model 21, 2000).
Tegangan permukaan diukur dengan menggunakan metode cincin Du
Nouy (timbangan torsi) dengan alat tensiometer Du Nouy.
Mikroemulsi dimasukkan ke dalam wadah gelas hingga mencapai batas
ketinggian gelas yang telah ditetapkan. Wadah tersebut diletakkan di atas meja
sampel. Meja sampel digerakkan ke atas hingga cincin platinum iridium berada
pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan mikroemulsi. Knob torsion pada sisi
kanan alat diputar hingga angka nol pada knob torsion sejajar dengan angka nol
pada knob zero yang terdapat di depan knob torsion. Motor pada posisi Neutral
diubah ke posisi Up. Cincin akan bergerak ke atas dan knob zero mulai berputar.
Knob zero akan berhenti pada suatu angka yang akan menunjukkan tegangan
permukaan mikroemulsi. Angka yang dihasilkan (P) dikalikan dengan faktor
koreksi (F) untuk menghasilkan tegangan permukaan yang absolut (S).
=

(3.1)

3.5.4.3. Pengukuran Bobot Jenis Mikroemulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995)


Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer yang bersih dan
kering. Pada suhu ruangan, piknometer kosong ditimbang (A g) kemudiaan diisi
dengan air dan ditimbang (A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer
dibersihkan. Sediaan mikroemulsi lalu diisikan ke dalam piknometer dan
ditimbang (A2 g). Bobot jenis sediaan diukur dengan perhitungan sebagai berikut:

Bobot jenis = A2 A x bobot jenis air (g/ml)

(3.2)

A1 A

3.5.4.4. Pengukuran pH (Departemen Kesehatan RI, 1995)


pH diukur dengan alat potensiometrik (pH meter). Kalibrasi pH meter
dengan mencelupkan elektroda pada dua larutan dapar sehingga pH larutan uji
diharapkan terletak diantaranya biasanya digunakan dapar standar pH 4 dan pH 7.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

30
Pengukuran dilakukan pada suhu ruang yaitu 280C 20C setiap 2 minggu sekali
selama 8 minggu.

3.5.4.5. Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi (Bajpai, M., 2009)


a. Pada suhu kamar (28 2C)
Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu kamar (282C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali.

b. Pada suhu rendah (4 2C)


Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu rendah (42C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali

c. Pada suhu tinggi (40 2C)


Sampel mikroemulsi disimpan pada suhu tinggi (402C) selama 8
minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis (perubahan warna, bau,
pemisahan fase, kejernihan) dan pengukuran pH, dengan pengamatan setiap 2
minggu sekali

d. Cycling Test
Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu dingin 42C selama 24 jam
lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 402C selama 24 jam (satu siklus).
Percobaan ini diulang sebanyak 6 siklus. Kejernihan dan kekeruhan mikroemulsi
setelah percobaan dibandingkan dengan sediaan sebelum percobaan.

e. Uji Sentrifugasi (Jufri, Binu, & Rahmawati, 2004)


Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian
dimasukkan ke dalam sentrifugator dengan kecepatan putaran 3800 rpm selama 5
jam. Hasil perlakuan tersebut ekuivalen dengan efek gravitasi selama satu tahun.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

31

Kondisi fisik mikroemulsi setelah percobaan dibandingkan dengan kondisi fisik


mikroemulsi sebelum percobaan.

3.5.4.6. Penentuan ukuran partikel mikroemulsi


Mikroemulsi diukur menggunakan alat Zetasizer Nano S (Malvern).
Mikroemulsi yang diukur adalah sediaan minggu ke-0 dan minggu ke-8 pada suhu
kamar.

3.5.4.7 Uji viskositas (Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik, 2009)


Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan viskometer bola jatuh
dimana jenis bola yang digunakan adalah gelas stainless steel. Mikroemulsi
dimasukkan ke dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal dengan volume
tertentu. Bola yang digunakan dimasukkan ke dalam tabung dan salah satu sisi
tabung ditutup agar mikroemulsi tidak keluar dari tabung, sedangkan sisi yang
lainnya ditutup sebelum mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung gelas.
Selanjutnya, tabung gelas diputar dan bola akan mulai bergerak ke bawah.
Waktu yang diperlukan bola untuk jatuh dihitung antara garis putih awal dan garis
putih akhir yang ada pada tabung gelas. Percobaan ini dilakukan sebanyak tiga
kali dan dihitung rata-ratanya. Kemudian, viskositas dari mikroemulsi diukur
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
= (

(3.3)

Keterangan :
= viskositas (mPa.s (cps))
t = lamanya bola jatuh antara kedua titik (s)
Sb = gravitasi jenis bola (g/cm3)
Sf = gravitasi jenis cairan (g/cm3)
B = konstanta bola (mPa.s.cm3/g.s)

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

32

3.5.5 Uji Aktivitas Mikroemulsi Ekstrak Seledri dan Mikroemulsi Ekstrak Urang
Aring terhadap Pertumbuhan Rambut.
3.5.5.1 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dilakukan sebelum hewan coba diberi ekstrak.
Jumlah tikus jantan yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus empiris Federer: (n-1)(t-1) 15, dimana t menunjukkan
jumlah perlakuan dan n merupakan jumlah ulangan tiap kelompok hewan. Pada
penelitian ini terdapat 5 perlakuan, maka tiap perlakuan masing-masing terdiri
dari 5 ekor tikus.
Tikus jantan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum
percobaan dilakukan, kemudian dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompoknya
terdiri dari 5 ekor tikus. Rambut pada bagian punggung masing-masing tikus
dicukur dengan alat pencukur rambut dengan luas 4x5 cm2, setelah rambutnya
agak pendek, kemudian dioleskan dengan krim depilatori (krim Veet) selama 35 menit. Setelah itu, bilas dengan air hingga rambut rontok. Tepat ditengah bagian
punggung yang dicukur dibuat kotak dengan luas 2 cm x 2 cm untuk tiap daerah
uji dengan menggunakan spidol. Tikus didiamkan selama 48 jam kemudian bahan
uji baru dioleskan

3.5.5.2 Uji Aktivitas terhadap Pertumbuhan Rambut


Sediaan mikroemulsi dioleskan pada punggung tikus sebanyak 1 ml satu
kali sehari selama 3 minggu. Kelompok 1 tidak diolesi sediaan mikroemulsi
sebagai kontrol normal, kelompok 2 diolesi mikroemulsi yang tidak mengandung
ekstrak sebagai kontrol perlakuan, kelompok 3 diolesi mikroemulsi yang
mengandung ekstrak daun seledri 10% (Formula A), kelompok 4 diolesi
mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun urang aring 10% (Formula B),
kelompok 5 diolesi mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun seledri 5% dan
ekstrak daun urang aring 5% (Formula C).
Pengamatan panjang rambut pada tiap daerah dilakukan pada hari ke-7,
14, dan 21. Rambut tiap ekor tikus dicabut sebanyak sepuluh helai lalu diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Data rata-rata panjang rambut tiap perlakuan
yang telah diperoleh diolah secara statistik untuk mengetahui perbedaan yang
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

33

bermakna antar kelompok perlakuan. Distribusi data yang normal dan homogen
diolah dengan metode uji ANOVA, sedangkan untuk distribusi data yang tidak
normal dan tidak homogen digunakan statistik nonparametik yaitu uji Kruskal
Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Simplisia


Simplisia daun seledri dan daun urang aring berasal dari daerah Lembang,
Jawa Barat. Hasil determinasi tanaman yang dilakukan di pusat penelitian biologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan bahwa simplisia yang
digunakan dalam penelitian adalah Apium graveolens L. suku Apiaceae dan
Eclipta prostrata (L.) L. suku Asteraceae. Hasil determinasi dapat dilihat pada
lampiran 34.
4.2 Rendemen
Maserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak lima kali menghasilkan
rendemen daun seledri dan daun urang aring diperoleh sebesar 44,42% dan
29,85%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rendemen ekstrak daun seledri dan ekstrak daun urang aring
Bobot daun kering

Bobot ekstrak

Rendemen ekstrak

(gram)

(gram)

(%)

Seledri

394

175

44,42

Urang aring

270

80,6

29,85

No.

Ekstrak Etanol

1.
2.

4.3 Pembuatan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun Urang
Aring
4.3.1 Percobaan Pendahuluan
Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan berbagai variasi kecepatan
pengadukan, waktu yang dibutuhkan untuk pengadukan dan komposisi bahan
dalam sediaan. Oleh karena itu, dilakukan percobaan pendahuluan untuk
mendapatkan

formula

mikroemulsi

yang

tepat.

Kecepatan

pengadukan

divariasikan mulai dari 800 rpm - 10000 rpm. Pada kecepatan pengadukan 2000
rpm, 3200 rpm, 5000 rpm, dan 10.000 rpm selama 3 - 8 menit pada suhu kamar
34

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

35

(28 2C), mikroemulsi tidak terbentuk, pecah dan banyak terbentuk busa. Hal
ini dikarenakan komposisi bahan tidak tepat yaitu jumlah tiap bahan dan jenis
bahan yang digunakan.
Kemudian dilakukan formulasi ulang dengan adanya penambahan
kosurfaktan etanol 96% dengan beberapa variasi konsentrasi, yaitu pertama
dengan konsentrasi 3 % pada kecepatan 800 rpm selama 5 menit pada suhu kamar
(28 2C) lalu terbentuk mikroemulsi yang jernih setelah 2- 3 jam sediaan
didiamkan. Kedua, dengan konsentrasi 8,65% , ketiga dengan konsentrasi 10%
pada kecepatan 1000 rpm selama 5 menit pada suhu kamar (28 2C) terbentuk
mikroemulsi yang jernih setelah 2- 3 jam sediaan didiamkan. Berikut adalah tabel
hasil percobaan pendahuluan :
Tabel 4.2. Hasil optimasi formulasi mikroemulsi

No.

Bahan

Konsentrasi

Hasil

1.

IPM ( Isopropil Miristat)

10%

Mikroemulsi

Tween 80

40%

terbentuk,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

busa

IPM

10%

Tidak

Tween 20

40%

mikroemulsi,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

busa

IPM

10%

Mikroemulsi

Tween 20

40%

terbentuk,

Propilen glikol

5%

banyak

Aquadestilata

45%

terbentuk

tidak
pecah,

terbentuk

Kecepatan = 3200 rpm

2.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 3-5 menit
terbentuk
pecah,

terbentuk

Kecepatan = 5000 rpm

3.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 meniit
tidak
pecah,
busa

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

36

Kecepatan = 10.000 rpm

4.

Suhu

= 40oC

Waktu

= 3 menit

IPM

10%

Mikroemulsi

tidak

Tween 80

40%

terbentuk, pecah dan

Propilen glikol

5%

banyak busa

Aquadestilata

45%

Kecepatan = 2000 rpm

5.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

IPM

3%

Terbentuk

Tween 80

40%

mikroemulsi

Propilen glikol

5%

jernih setelah sediaan

Etanol 96%

3%

didiamkan selama 2-3

Aquadestilata

49%

jam

IPM

3%

Terbentuk

Tween 80

40%

Mikroemulsi

Propilen glikol

3%

jernih

Etanol 96%

8,65%

didiamkan selama 2-3

Aquadestilata

45,35%

jam

IPM

5%

Terbentuk

Tween 80

40%

mikroemulsi

Propilen glikol

5%

jernih

Etanol 96%

10 %

didiamkan selama 1-2

Aquadestilata

42%

jam

yang

Kecepatan = 800 rpm

6.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

yang
setelah

Kecepatan = 1000 rpm

7.

Suhu

= 28 2C

Waktu

= 8 menit

yang
setelah

Kecepatan = 1000 rpm


Suhu

= 28 2C

Waktu

= 5 menit

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

37

4.3.2 Percobaan Utama


Percobaan utama dilakukan setelah mendapatkan formula terbaik untuk
pembuatan mikroemulsi yang jernih dan stabil dari hasil percobaan pendahuluan.
Kondisi terbaik untuk membuat mikroemulsi adalah pada kecepatan pengadukan
1000 rpm, waktu pengadukan 5 menit, dan suhu kamar. Komposisi yang
digunakan untuk membuat 100 ml mikroemulsi (b/v) adalah Isopropil Miristat
sebagai fase minyak 3%, tween 80 sebagai surfaktan 40%, etanol 96% sebagai
kosurfaktan 15%, propilenglikol sebagai kosolven 5%, nipagin 0,3% dan 0,06%
nipasol sebagai pengawet, BHT 0,1 % dan vitamin E 0,05% sebagai antioksidan,
variasi konsentrasi ekstrak yaitu, ekstrak seledri 10%, ekstrak urang aring 10%
dan kombinasi ekstrak seledri 5% dengan ekstrak urang aring 5% sebagai zat
aktif.
4.4 Evaluasi Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak Daun Urang
Aring
4.4.1 Pengukuran Tegangan Permukaan
Pada hasil pengukuran tegangan permukaan menggunakan tensiometer
Du Nuoy terhadap ketiga formula pada minggu ke-0 dan minggu ke-8, terlihat
bahwa masing-masing formula mikroemulsi memiliki tegangan permukaan yang
bervariasi. Namun, perbedaan tegangan permukaan antara ketiga formula
mikroemulsi tidak terlalu jauh. Hasil pengukuran tegangan permukaan formula A
(seledri 10%) , formula B (urang aring 10%), formula B (seledri 5% dan urang
aring 5%) berturut-turut pada minggu ke-0 adalah 37,80145318; 40,19094677;
41,39459622 dyne/cm, sedangkan pada minggu ke-8 berturut-turut adalah
40,19094677; 44,79565832; 40,19094677 dyne/cm. Peningkatan tegangan
permukaan pada formula A dan B disebabkan oleh surfaktan mengalami agregasi
membentuk misel sehingga surfaktan yang berada pada permukaan mikroemulsi
berkurang. Akan tetapi, peningkatan dan penurunan tegangan permukaan yang
terjadi pada ketiga formula tidak terlalu jauh. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa surfaktan yang digunakan mampu menurunkan tegangan permukaan dan
membantu pembentukan mikroemulsi.
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

38

4.4.2 Pengukuran Bobot Jenis


Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang
ditimbang di udara pada suhu yang sama (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer pada minggu
ke-0. Hasil yang diperoleh dari ketiga formula memiliki bobot jenis yang
bervariasi tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu jauh. Bobot jenis ketiga formula
berturut turut dari formula A, formula B, formula C adalah 1,018847874;
1,024387187; 1,023108161 gram/ml. Hasil ini menunjukkan bahwa sediaan dapat
mengalir dengan baik dan mudah dituang.
4.4.3 Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Mikroemulsi
Distribusi ukuran partikel diukur dengan menggunakan alat particle size
analyzer (PSA). Pengukuran dilakukan terhadap ketiga formula pada minggu ke-0
dan minggu ke-8 pada suhu kamar. Pada minggu ke-0 formula A memiliki ukuran
partikel 15,17 nm, formula B memilki ukuran partikel 14,06 nm, dan formula C
memiliki ukuran partikel 13,01 nm. Pada minggu ke-8 distribusi ukuran partikel
formula A, formula B, dan formula C berturut- turut adalah 13,84 nm; 10,29 nm;
8,886 nm. Ukuran partikel dari ketiga formula mengalami penurunan setelah
penyimpanan selama 8 minggu. Hal ini disebabkan oleh solubilisasi yang terjadi
pada sediaan sehingga

banyak misel yang terbentuk dan globul minyak

terperangkap dalam misel. Namun, perubahan ukuran dari minggu ke-0


dibandingkan dengan minggu ke-8 tidak berbeda sigifikan dan sediaan masih
berada dalam rentang ukuran partikel pada mikroemulsi.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

39

4.4.4 Pengukuran Viskositas


Mikroemulsi pada masing-masing formula yang dihasilkan memiliki tipe
aliran Newton. Hal tersebut terlihat dari bentuknya yang cair. Oleh karena itu,
nilai viskositas dari masing-masing formula diperoleh menggunakan viskometer
yang biasa digunakan untuk mengukur viskositas untuk tipe aliran sistem Newton.
Pada penelitian ini, viskometer yang digunakan adalah viskometer bola jatuh
dengan jenis bola yang digunakan adalah tipe stainless steel.
Pengukuran dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Hasil yang
diperoleh pada minggu ke-0 pada formula A, formula B, dan formula C berturutturut adalah 1656,41; 1448,16; 1729,26 centipoise (cps). Setelah penyimpanan
selama 8 minggu pada kondisi penyimpanan suhu kamar terlihat bahwa viskositas
ketiga formula mikroemulsi mengalami peningkatan pada formula A, formula B,
dan formula C yang memiliki viskositas berturut- berturut adalah 2203,62;
4573,54; 2113,54 centipoise (cps).
Peningkatan viskositas sediaan terjadi karena struktur dari mikroemulsi
semakin merapat selama masa penyimpanan di bandingkan dengan minggu ke-0
yang pada saat pembuatan dengan adanya pengaruh mekanik pada saat pembuatan
dengan menggunakan homogenizer menyebabkan sediaan memiliki struktur yang
lebih renggang. Selain itu kosurfaktan etanol 96% dengan konsentrasi 15% dalam
sediaan mikroemulsi mengalami penguapan sehingga sediaan menjadi lebih
kental.
Viskositas (cps)

5000
4000
3000

Formula A

2000
1000

Formula B

Formula C
0

Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 4.1.

Hasil pengukuran viskositas ketiga formula mikroemulsi pada


minggu ke-0 dan minggu ke-8
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

40

4.4.5 Uji Sentrifugasi


Uji sentrifugasi bertujuan untuk mengetahui kestabilan mikroemulsi
setelah pengocokan kuat dengan cara mengamati pemisahan fase setelah
disentrifugasi. Selama penyimpanan, mikroemulsi akan mendapat gaya gravitasi
dan sesuai dengan hukum Stokes gaya gravitasi yang diperoleh dapat
mempengaruhi kestabilan mikroemulsi. Efek gaya sentrifugal yang diberikan
selama 5 jam dengan kecepatan 3800 rpm pada suhu kamar dianggap setara
dengan gaya gravitasi yang diterima mikroemulsi pada penyimpanan selama
setahun. Setelah 5 jam, mikroemulsi tetap jernih dan tidak terjadi pemisahan. Hal
ini membuktikan bahwa lapisan surfaktan cukup kuat untuk melindungi tetesantetesan minyak dan sediaan ini cukup stabil jika disimpan dalam waktu satu
tahun.

4.5 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Daun
Urang Aring
Pengujian ini bertujuan untuk melihat stabilitas fisik ketiga formula
nanoemulsi pada kondisi suhu yang berbeda. Pengujian stabilitas fisik dilakukan
dengan menyimpan sampel pada tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu rendah
(42C), suhu kamar (282C), dan suhu tinggi (402C) selama 8 minggu.
Selama periode waktu penyimpanan tersebut dilakukan pengamatan organoleptis
dan pemeriksaan pH setiap 2 minggu.

4.5.1 Penyimpanan pada Suhu Kamar, Rendah dan Tinggi


4.5.1.1 Pengamatan Organoleptis
Dari hasil pengamatan fisik pada ketiga formula terlihat bahwa
mikroemulsi stabil secara fisik pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan
suhu tinggi. Penampilan fisik ketiga formula pada penyimpanan ketiga suhu
tersebut tidak menunjukkan perubahan yaitu bau, warna dan tidak terjadi
pemisahan fase maupun perubahan kejernihan menjadi keruh.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

41

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ketiga formula mikroemulsi stabil
secara fisik pada penyimpanan suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi. Hal ini
memperlihatkan bahwa konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan
cukup untuk membuat mikroemulsi yang stabil. Hasil pengamatan organoleptis
ketiga formula mikroemulsi pada suhu rendah (4C), suhu tinggi (40C) dan suhu
kamar (29C) dapat dilihat pada tabel 4.4-4.6 pada daftar tabel. Foto masingmasing formula saat minggu ke-2 sampai minggu ke-8 pada suhu rendah (4C),
suhu tinggi (40C) dan suhu kamar (29C) dapat dilihat pada gambar 4.4-4.6
pada daftar gambar.

4.5.1.2 Pengukuran pH
Nilai pH suatu sediaan topikal harus berada dalam kisaran pH yang sesuai
dengan pH kulit, yaitu 4,5-6,5. pH tidak boleh terlalu asam karena dapat
menyebabkan iritasi kulit dan juga tidak boleh terlalu basa karena dapat
menyebabkan kulit bersisik. Perubahan pH ketiga formula berdasarkan hasil
pengukuran pH selama 8 minggu pada tiga suhu yang berbeda secara umum
cenderung mengalami penurunan pH. Hal ini disebabkan oleh surfaktan dalam
mikroemulsi yaitu tween 80 mengalami hidrolisis, sehingga asam lemak
dilepaskan dan pH menjadi semakin asam. Namun, perubahan pH tidak signifikan
dan masih berada pada rentang pH kulit.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

42

pH

SUHU RENDAH
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

pH

SUHU KAMAR
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

pH

SUHU TINGGI
6,2
6
5,8
5,6
5,4
5,2

Formula A
Formula B
0

Formula C

Waktu Penyimpanan (Minggu)

Gambar 4.2. Hasil pengukuran pH ketiga mikroemulsi pada penyimpanan suhu


rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

43

4.5.2 Cycling Test


Uji cycling test dilakukan untuk mengetahui terjadinya pembentukan
kristal dan perubahan fisik pada sediaan setelah disimpan pada suhu rendah (4oC)
dan suhu tinggi (40oC) masing masing selama 24 jam sebanyak 6 siklus. Dari
hasil uji ini diperoleh hasil bahwa tidak terbentuk kristal, tidak terjadi perubahan
warna, bau maupun kejernihan, dan tidak terjadi pemisahan fase dari ketiga
formula.
4.6 Uji Aktivitas Sediaan Mikroemulsi Ekstrak Daun Seledri dan Ekstrak
Daun Urang Aring terhadap Pertumbuhan Rambut
Hasil perhitungan rata-rata panjang rambut tikus tiap minggu dapat dilihat
lampiran 25, 26, dan 27. Hasil perhitungan dengan statistik dapat dilihat pada
lampiran 29, 30, dan 31.
Tabel 4.3. Hasil Rata-rata Panjang Rambut Tiap Perlakuan per Minggu.

Kelompok
uji

Rata-rata panjang (mm) SD

Perlakuan

Minggu ke-1

Kelompok 1
Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

Kontrol negatif
Kontrol perlakuan
(Plasebo)
Formula A (seledri
10%)
Formula B (urang
aring 10%)

Minggu ke-2

Minggu ke-3

0, 0400,034

1,1960,434

6,6060,697

0,1260,042

1,5450,489

2,2040,426

0,339 0,075

4,9430,657

9,1610,271

0,5120,032

8,5590,485

11,4040,594

0,4410,110

4,4161,130

9,2710,502

Formula C (seledri
Kelompok 5

5% dan urang
aring 5%)

Dari data hasil rata-rata panjang rambut tikus di atas menunjukkan bahwa
kontrol perlakuan (plasebo) memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut,
yaitu menahan pertumbuhan rambut tikus. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi
tween 80 dalam sediaan yang cukup besar, yaitu 40% menyebabkan lemak yang
Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

44

terdapat pada folikel rambut larut sehingga rambut tidak tumbuh dengan baik.
Untuk melihat adanya perbedaan panjang pertumbuhan rambut pada kelima
perlakuan dapat diketahui dengan cara perhitungan secara statistik. Hasil
perhitungan statistik rata-rata panjang rambut pada minggu pertama, kedua, dan
ketiga dengan menggunakan ANOVA menunjukkan data tidak terdistribusi
normal dan tidak homogen sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji Kruskal
Wallis kemudian uji Mann Whitney. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan
adanya perbedaan secara bermakna antara kelima perlakuan (p < 0,05) pada
minggu pertama, kedua, dan ketiga, artinya kelima perlakuan tersebut memiliki
aktivitas yang berbeda secara bermakna terhadap pertumbuhan rambut pada
pengamatan diminggu pertama, kedua, dan ketiga. Selanjutnya dilakukan uji
statistik Mann Whitney untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar perlakuan.
Pada minggu pertama dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
terhadap aktivitas pertumbuhan rambut dengan menggunakan formula C bila
dibandingkan dengan formula A dan formula B. Pada minggu kedua dan ketiga
hasil uji Mann Whitney menunjukkan hampir semua perlakuan menunjukkan
hasil berbeda secara bermakna kecuali pada formula B yang menunjukkan hasil
tidak berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan formula C (p>0,05).
Jadi dapat disimpulkan formula B dan formula C memiliki aktivitas yang sama
terhadap pertumbuhan rambut. Berdasarkan data rata-rata panjang rambut dapat
disimpulkan formula B memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut yang
lebih baik dibandingkan dengan formula A dan formula C.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sediaan mikroemulsi dapat dibuat pada suhu kamar dengan kecepatan
pengadukan 1000 rpm selama 5 menit. Berdasarkan penelitian terhadap uji
stabilitas fisik dan aktivitas terhadap pertumbuhan rambut dari mikroemulsi
ekstrak seledri 10%, mikroemulsi ekstrak urang aring 10%, dan mikroemulsi
kombinasi ekstrak seledri 5% dan urang aring 5% dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Sediaan mikroemulsi formula C (ekstrak seledri 5% dan urang aring 5%)
menunjukkan kestabilan fisik yang paling baik setelah penyimpanan
selama 8 minggu pada suhu 4oC, 29oC, dan 40oC dibandingkan dengan
formula lainnya.
2. Formula B yang mengandung ekstrak daun urang aring sebesar 10%
memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan rambut yang paling baik
dibandingkan dengan formula lainnya.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan ekstraksi bertingkat atau fraksinasi untuk mengurangi
kandungan klorofil daun sehingga sediaan kosmetik berupa mikroemulsi
menjadi lebih menarik.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh ekstrak
murni dibandingkan dengan ekstrak dalam sediaan terhadap pertumbuhan
rambut.

45

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

46

DAFTAR ACUAN
Anonim.(2000). Instruction Manual Part # 105654 Surface Tensiomat Model 21.
Vernon Hill, IL-USA: Cole Parmer, 8-10.
Ansel, Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV. Jakarta:
UI-Press.387-388.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). volume I.
Jakarta : BPOM RI.
Block, L.H. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Lieberman, H.A.,
M.M. Rieger, & G.S. Banker (eds). Pharmaceutical Dosage
Forms: Disperse Systems. Volume 2. New York: Marcel Dekker
Datta et al. (2009, Juli 30). Eclipta alba extract with potential for hair growth
promoting activity. Journal of Ethnopharmacology. 450-456. Januari 5.
2012.http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S03788741090031
22.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi, M. 2007. Formulasi Mikroemulsi Topikal Menggunakan
Fase
Minyak Isopropil Palmitat dan Minyak Kelapa Sawit dengan Natrium
Diklofenak sebagai Mode l Obat. Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA UI.
Depok.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, dan Dirjen Pengawasan Obat Tradisional.
(2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid
V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Djajadisastra, Joshita. (2002). Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Depok:
Departemen Farmasi FMIPA-UI.
Djajadisastra, J. (2004). Cosmetic Stability. Departemen Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Depok: Seminar Setengah Hari HIKI.
Djuanda, A.,Hamzah,M., dan Aisah,S. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi V. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

47

Gozali, Rusmiati, & Utama (2009, Agustus). Formulasi dan Uji Stabilitas
Mikroemulsi Ketokonazol sebagai Antijamur Candida albicans dan
Tricophyton mentagrophytes. Farmaka, 54-67.
Joshita. Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisika. Depok: Jurusan Farmasi
FMIPA-UI, 2008: 5-9, 20, 29-38, 40-42, 47, 54.
Jufri, Anwar, & Utami (2006, April). Uji Stabilitas Sediaan Mikroemulsi
Menggunakan Hidrolisat Pati (DE 35-40) sebagai Stabilizer. Majalah
Ilmu Kefarmasian, 08-21.
Jufri, Binu, & Rahmawati (2004, Desember). Formulasi Gameksan dalam
Mikroemulsi. Majalah Ilmu Kefarmasian, 160-174.
Juriana dan Aprilita. (2010, September). Pengaruh Pemberian Krim Ekstrak Daun
Seledri ( Apium Graveolens L.) Sebagai Stimulan Pertumbuhan Rambut
Tikus Putih ( Rattus Norvegicus L.) Galur Sprague Dawley. Volume VII.
Jurnal Bahan Alam Indonesia.
Lachman et al. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. Terj. Dari
The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, oleh Siti Suyatmi.
Jakarta: UI Press.
Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik Jilid II. (Edisi
III). (Joshita Djajadisastra, Penerjemah). Jakarta: UI-Press, 925, 939-941,
983-984, 1014, 1082, 1100-1101, 1144-1145.
Mitsui,Takeo. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V.
Rosen,Milton. Surfactants and Interfacial Phenomena,edisi III. New Jersey: A
John Wiley and Sons Inc.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Owen, S. C. (2006). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (5th edition). Washington: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association, 17-19,31-33,75-76,348-349,441-445,536-542,
592-594,596-598.
Roy, Thakur, Dixit. (2008, May 14). Hair growth promoting activity of Eclipta
alba in male albino rats. 357-364. Februari 13 2012.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18478241
Rusdiana,dkk. (2007, Juni 17-19). Formulasi Gel Antioksidan dari Ekstrak
Seledri (Apium graveolens L.) dengan Menggunakan AQUPEC HV-505.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/formulasi_gel_ant
ioksidan_dari_ekstrak_seledri1.pdf. Makalah pada Kongres Ilmiah
XVISFI.

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

48

Thomas A.N.S. (1989). Tanaman Obat Tradisional, volume I. Yogyakarta:


Kanisius.
Sudarsono, dkk. (1996). Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM.
Sukandar,dkk.(2006, Januari 7-12). Aktivitas Ekstrak Etanol Herba Seledri
(Apium graveolens) dan Daun Urang aring (Eclipta prostata L.) terhadap
Pityosporum ovale. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/2._17-1-2006elin-sukendar.pdf. 7-12.Majalah Farmasi Indonesia.
Tranggono, Retno Iswari, & Latifah, Fatma. (2007). Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. In Joshita Djajadisastra. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wilkinson, J.B &
Moore, R.J. (1982). Harry s Cosmeticology.
Edition. New York: Chemical Publishing Company.

Seventh

Universitas Indonesia

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

GAMBAR

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

49

Formula A

Formula B

Formula C

Gambar 4.3. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula pada minggu
ke-0
Minggu II

Minggu IV

Minggu VI

Formula A

Formula B

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

MingguVIII

50

Formula C
Gambar 4.4. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula pada penyimpanan
suhu rendah (4C) selama 8 minggu
Minggu II

Minggu IV

Minggu VI

Minggu VIII

Formula A

Formula B

Formula C
Gambar 4.5. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula pada penyimpanan
suhu Kamar (29C) selama 8 minggu

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

51
Minggu II

Minggu IV

Minggu VI

Minggu VIII

Formula A

Formula B

Formula C
Gambar 4.6. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula pada penyimpanan
suhu tinggi (40C) selama 8 minggu

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

52

Sebelum Uji Sentrifugasi

(a)

(b)

(c)

Setelah uji sentrifugasi

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.7. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula uji sentrifugasi: (a)
Formula A; (b) Formula B; (c) Formula C

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

53
Sebelum cycling test

Setelah cycling test

Gambar 4.8. Foto hasil pengamatan organoleptis ketiga formula uji cycling test: (a)
Formula A; (b) Formula B; (c) Formula C

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

54

Kontrol Negatif

Formula A (seledri 10%)

Kontrol Perlakuan

Formula B (urang aring 10%)

Formula C (seledri 5% dan urang aring 5%)


Gambar 4.9. Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan rambut tikus hari ke-0

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

55

Kontrol Negatif

Formula A (seledri 10%)

Kontrol Perlakuan

Formula B (urang aring 10%)

Formula C (seledri 5% dan urang aring 5%)


Gambar 4.10. Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan rambut tikus hari
ke-14

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

56

Kontrol Negatif

Formula A (seledri 10%)

Kontrol Perlakuan

Formula B (urang aring 10%)

Formula C (seledri 5% dan urang aring 5%)


Gambar 4.11. Foto uji aktivitas mikroemulsi terhadap pertumbuhan rambut tikus hari
ke-22

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

TABEL

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

57
Tabel 4.4. Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C pada suhu rendah (4C )

Minggu
0

II

IV

VI

VIII

Formula
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C

Warna
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat+++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++

Organoleptis
Bau
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas

Kejernihan
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih

Keterangan : Hijau +++ = Standar Kartu Pantone 4485 C


Coklat ++ = Standar Kartu Pantone 4625 C
Coklat +++ = Standar Kartu Pantone 463 C

Tabel 4.5. Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C pada suhu kamar (29oC)

Minggu
0

II

IV

VI

VIII

Formula
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C

Warna
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat+++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++

Organoleptis
Bau
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas

Keterangan : Hijau +++ = Standar Kartu Pantone 4485 C


Coklat ++ = Standar Kartu Pantone 4625 C
Coklat +++ = Standar Kartu Pantone 463 C

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

Kejernihan
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih

58
Tabel 4.6. Hasil uji kestabilan fisik formula A, B, dan C pada suhu tinggi (40C )

Minggu

Formula
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C
A
B
C

II

IV

VI

VIII

Organoleptis
Bau
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas
Khas

Warna
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat+++
Coklat ++
Hijau +++
Coklat +++
Coklat ++

Kejernihan
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih

Keterangan : Hijau +++ = Standar Kartu Pantone 4485 C


Coklat ++ = Standar Kartu Pantone 4625 C
Coklat +++ = Standar Kartu Pantone 463 C

Tabel 4.7. Hasil pengukuran tegangan permukaan ketiga formula pada penyimpanan
suhu kamar (29C)

Sediaan

Minggu

Tegangan Permukaan
(dyne/cm)

0
8
0
8
0
8

36
38
38
41,8
39
38

1,050040366
1,057656494
1,057656494
1,071666467
1,061399903
1,057656494

37,80145318
40,19094677
40,19094677
44,79565832
41,39459622
40,19094677

Formula A
Formula B
Formula C

Tabel 4.8. Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan suhu rendah (4C)
selama 8 minggu

Minggu
0
II
IV
VI
VIII

Formula A
5,83
5,71
5,81
5,73
5,59

pH sediaan
Formula B
5,8
5,85
6,04
5,93
5,87

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

Formula C
5,8
5,76
5,82
5,72
5,66

59
Tabel 4.9. Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan suhu kamar (29C)
selama 8 minggu

Minggu

pH sediaan
Formula B
5,8
5,94
5,93
5,68
5,65

Formula A
5,83
5,59
5,71
5,56
5,44

0
II
IV
VI
VIII

Formula C
5,8
5,88
5,85
5,72
5,51

Tabel 4.10. Hasil pengukuran pH ketiga formula pada penyimpanan suhu tinggi (40C)
selama 8 minggu

Minggu

pH sediaan
Formula B
5,8
5,77
5,86
5,64
5,56

Formula A
5,83
5,66
5,71
5,44
5,38

0
II
IV
VI
VIII

Formula C
5,8
5,74
5,84
5,41
5,50

Tabel 4.11. Hasil pengukuran viskositas pada suhu kamar (29C) pada minggu
ke-0

Jenis
Bola

Sb

Sediaan
Formula
A

Stainless
Steel

7,721

Formula
B
Formula
B

1
7,1

T
2
7,7

3
7,6

6,3

6,5

6,8

7,8

7,7

7,9

1,018847874

1
1575,07

2
1708,18

3
1685,99

Rata
Rata
1656,41

1,024387187

1396,44

1440,78

1507,27

1448,16

1,023108161

1729,26

1707,09

1751,43

1729,26

33,1

Sf

Tabel 4.12. Hasil pengukuran viskositas pada suhu kamar (29C) pada minggu
ke-8
Jenis
Bola

Stainless
Steel

Sb

Sediaan

7,721

Formula
A
Formula
B
Formula
B

T
2

9,9

9,9

10

19,9

21,1

20,9

9,8

9,6

9,2

33,1

Rata
Rata

1,018847874

2196,23

2196,23

2218,41

2203,62

1,024387187

4410,99

4676,98

4632,65

4573,54

1,023108161

2172,66

2128,32

2039,64

2113,54

Sf

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

60
Tabel 4.13. Hasil pengamatan ketiga formula setelah dilakukan cycling test

Sediaan
Formula A
Formula B

Warna
Hijau +++
Coklat +++

Kejernihan
Jernih
Jernih

Pemisahan
Tidak
Tidak

Formula C

Coklat ++

Jernih

Tidak

Bau
Seledri
Urang Aring
Seledri dan
Urang Aring

pH
5,73
5,72
5,72

Keterangan : Hijau +++ = Standar Kartu Pantone 4485 C


Coklat ++ = Standar Kartu Pantone 4625 C
Coklat +++ = Standar Kartu Pantone 463 C

Tabel 4.14. Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel menggunakan particle


size analyzer

Sediaan

Minggu

Diameter (nm)

Volume (%)

0
8
0
8
0
8

15,17
13,84
14,06
10,29
13,01
8,886

99,9
99,8
99,9
100
99,9
100

Formula A
Formula B
Formula C

Tabel 4.15. Panjang Rambut Tikus Hari ke-7

1. Kontrol Normal
0,14

0,12

0,05

0,1

0,05

0,25

0,04

0,2

0,07

0,33

0,01

0,15

0,02

0,14

0,04

0,06

0,01

0,2

0,02

0,169

0,033

0,0404

0,078521

0,02002

0,03400

(lanjutan)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

0,02

61
2. Kontrol Perlakuan
0,27

0,12

0,08

0,12

0,19

0,19

0,18

0,16

0,21

0,04

0,09

0,23

0,195

0,1

0,09

0,1

0,14

0,19

0,1

0,02

0,17

0,25

0,32

0,15

0,18

0,22

0,15

0,15

0,19

0,43

0,2

0,04

0,095

0,08

0,2

0,13

0,09

0,08

0,168

0,122

0,164

0,177

0,08203

0,059963

0,041886

0,113142

0,18

0,19

3. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 10 %


0

0,3

0,2

0,6

0,33

0,42

0,32

0,4

0,27

0,7

0,16

0,81

0,3

0,58

0,26

0,9

0,375

0,64

0,16

0,4

0,3

0,76

0,33

0,6

0,41

0,42

0,1

0,3

0,39

0,6

0,4

0,5

0,3

0,46

0,32

0,36

0,6

0,4

0,5

0,517

0,3475

0,554

0,275

0,20891

0,108044

0,125804

0,12304

(lanjutan)
4. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring 10 %

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

0,56

0,2

62
0,7

0,4

0,7

0,73

0,3

0,65

0,65

0,44

0,4

0,8

0,8

0,4

0,65

0,6

0,34

0,72

0,44

0,395

0,74

0,7

0,44

0,54

0,16

0,4

0,65

0,22

0,65

0,24

0,4

0,66

0,32

0,5

0,4

0,26

0,7

0,33

0,62

0,31

0,5

0,36

0,13

0,8

0,1

0,5

0,44

0,35

0,719

0,3305

0,529

0,643

0,337

0,171364

0,142604

0,184056

0,137522

0,102312

0,75

0,3

5. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 5% dan urang aring 5%


0,98

0,84

0,53

0,64

1,3

0,6

0,7

0,6

0,9

0,56

0,66

0,64

0,46

0,6

0,6

0,7

0,56

0,6

0,5

0,62

0,5

0,44

0,54

0,61

0,55

0,6

0,67

0,44

0,73

0,628

0,559

0,243173

0,10778

0,09982

0,63

0,6

Tabel 4.16. Panjang Rambut Tikus Hari ke-14

1. Kontrol Normal
3,05

3,25

3,4

0,7

0,05

2,1

0,4

0,2

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

1,6

0,05

63
1,7

1,5

3,2

0,05

2,5

2,1

2,2

0,05

2,3

1,7

0,1

1,7

0,55

1,6

0,2

1,5

0,05

2,8

0,6

0,4

2,6

0,5

1,6

0,5

2,365

1,725

1,69

0,2

0,5131872

1,083526

0,77667

0,20412

09

2. Kontrol Perlakuan
2,35

2,25

3,1

1,4

1,5

2,3

1,7

1,5

2,4

0,5

2,1

1,4

1,4

1,5

2,3

2,2

0,05

2,3

1,5

2,25

1,5

2,25

1,5

2,195

1,58

2,24

1,71

0,373757

1,32962

0,48579

0,655659

5,5

3,9

(lanjutan)
3. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 10%
0,2

9,1

0,2

9,1

4,1

0,2

9,1

8,1

5,9

0,2

10,1

5,9

0,2

10

5,7

3,3

4,1

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

64
0,2

8,2

6,6

3,2

0,2

9,1

5,5

3,3

3,2

0,2

9,1

5,2

3,35

3,7

0,2

10,5

3,4

2,5

0,2

10,5

6,3

5,5

0,2

9,48

5,95

4,685

4,29

2,92569E

0,752477

1,309156

1,742293

1,214221

-17

4. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring 10%


10,9

9,3

8,3

13,2

7,7

10,45

13,5

7,6

9,1

3,3

9,96

10,2

11,6

11,1

6,5

9,9

8,2

9,6

9,9

8,9

8,2

13

7,4

8,9

12

10,7

11,3

9,4

10

11,6

10

1,2

11

9,3

11,1

4,3

5,2

9,4

9,9

5,2

10,39

4,13

8,721

10

9,72

1,535831

2,774507

2,016755

1,655295

1,896078

10,2

8,1

(lanjutan)
5. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 5% dan urang aring 5%
3,1

1,6

5,4

1,3

5,3

8,5

10,6

2,5

0,6

5,5

6,6

1,2

0,8

4,4

10,4

1,1

4,8

1,6

7,4

4,4

1,1

2,5

10,4

0,4

1,5

10

3,3

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

13

65
1,3

2,6

2,2

4,4

1,71

1,41

3,68

8,63

6,65

0,77952977

0,62796

1,59080

1,07501

3,40759

Tabel 4.17. Panjang Rambut Tikus Hari ke-22

1. Kontrol Normal
10,5

7,4

7,4

6,6

7,4

10,2

6,2

7,4

6,2

5,6

4,4

6,7

6,3

5,4

6,2

5,7

5,4

5,2

6,5

7,1

5,6

6,1

3,2

7,3

7,8

6,3

8,4

6,7

6,4

6,7

6,7

9,5

7,3

5,8

7,57

6,42

5,26

6,51

7,28

1,993907

0,723878

1,401745

0,401248

0,399444

6,4

7,4

0,5

3,4

0,5

(lanjutan)
2. Kontrol Perlakuan
0,7

6,6

1,3

3,5

0,6

0,1

6,2

2,1

0,5

3,3

0,5

2,4

0,5

7,7

0,7

2,1

1,2

5,2

0,2

2,1

0,9

6,3

0,5

2,1

1,4

0,5

2,4

2,1

1,7

6,2

0,6

3,2

0,9

5,4

0,6

3,4

1,1

1,32

5,54

0,57

2,51

1,08

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

66
0,567255

1,36804

0,20027

0,58774

0,65794

3. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 10%


7,5

19,2

7,2

18

8,6

7,2

8,3

17

11,4

6,6

7,6

10,2

19,3

9,4

3,1

6,5

16,2

10,7

6,05

5,7

19,6

10,5

3,2

4,5

7,3

20,3

8,7

5,5

3,9

4,2

17,5

12

7,4

6,1

5,4

19,6

10,4

4,1

4,2

17

9,5

6,3

6,7

18,37

10,08

5,07

5,585

1,866071

1,40083

1,11634

1,42286

1,36708

9,6

4,6

5,9

11

4,4

14,2

(lanjutan)
4. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring 10%
10,2

15

9,9

13,3

12,9

15

13,7

13,4

10,9

16

12,9

14,7

12,2

5,2

13,2

9,9

12,6

11,2

7,6

12,6

8,3

13,2

19,6

15,7

9,55

15,2

13,9

16,15

9,9

13

12,9

6,2

14,5

8,9

13

12,1

4,2

12,6

10,9

11,7

14,3

4,7

12,7

10,415

13,51

13,1

5,73

14,265

1,685238

1,06155

2,56211

1,20189

1,42790

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

67
5

5. Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 5% dan ekstrak urang aring 5%


10,6

12,75

11,2

12,2

11,2

11,6

6,4

9,7

9,4

10

14

6,4

9,2

11,65

10,55

13,2

11,15

6,7

11,7

12,2

4,6

8,6

10

13,3

4,55

10

9,7

13

12,3

7,6

7,1

11,4

12

6,6

7,1

11,5

10,1

6,2

7,6

11

10,1

5,4

7,5

9,005

11,31

12

5,465

8,575

1,998395

1,013465

1,302988

0,696838

1,57608

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

5,3

9,2

LAMPIRAN

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

68
Lampiran 1. Contoh perhitungan bobot jenis
Bobot jenis mikroemulsi ekstrak seledri diukur dengan menggunakan persamaan:

Dimana, A : bobot piknometer kering (g)


A1 : bobot piknometer yang diisi dengan aquadestilata (g)
A2 : bobot piknometer yang diisi dengan mikroemulsi ekstrak seledri (g)
Diketahui:
A = 13,6248 g
A1 = 24,2265 g
A2 = 24,4583 g
=
=

1
2

24,2265 13,6248
0,9970480
24,4583 13,6246

= 1,018847874

Jadi, bobot jenis mikroemulsi ekstrak daun seledri = 1,018847874 gram/ml

Lampiran 2. Contoh perhitungan tegangan permukaan

Tegangan permukaan mikroemulsi formula A diukur dengan menggunakan


persamaan:
=

Dimana, S : tegangan permukaan yang absolut (dyne/cm)


P : tegangan permukaan yang ditunjukkan pada alat (dyne/cm)
F : faktor koreksi yang diukur dengan persamaan:

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

69

0,01452
1,679
+ 0,04534
( )

= 0,7250 +
Dimana, F : faktor koreksi

P : tegangan permukaan yang ditunjukkan pada alat


D : bobot jenis fase yang berada di bawah
d : bobot jenis fase yang berada di atas
R : jari-jari cincin = 1 cm
r : jari-jari kawat cincin = 0,007 inch = 0,01778 cm
c : keliling cincin
=2

= 2 x 3,14 x 1 cm
= 6,28 cm
1.Perhitungan faktor koreksi mikroemulsi formula A

= 0,7250 +

= 0,7250 +

= 1,050040366

+ 0,04534

0,01452 36
1,679 0,01778
+ 0,04534
6,28 6,28 (1 0,853)
1

2. Perhitungan tegangan permukaan absolut untuk mikroemulsi formula A


Diketahui:
P = 36 dyne/cm
F = 1,050040366
S=PxF
= 36 x 1,050040366
= 37,80145318 dyne/cm
Jadi, tegangan permukaan absolut mikroemulsi formula A = 37,5217 dyne/cm

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

70
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Statistik Panjang Rambut Tikus Hari ke-7

1. Uji distribusi normalitas (Uji Shapiro Wilk) rata-rata panjang rambut tikus masingmasing kelompok tikus pada hari ke-7

Hipotesa : Ho = Distribusi rata-rata panjang rambut normal


Ha = Distribusi rata-rata panjang rambut tidak normal
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Tests of Normality
a

Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Panjang_Rambut

Df

,155

Shapiro-Wilk

Sig.
250

,000

Statistic
,885

df

Sig.
250

,000

a. Lilliefors Significance Correction

< 0,050 maka

Karena

ditolak

2. Uji homogenitas (Uji Levene) rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
putih pada hari ke-7

Hipotesa : Ho = data rata-rata panjang rambut tikus homogen


Ha = data rata-rata panjang rambut tikus tidak homogen
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test of Homogeneity of Variances
Panjang_Rambut
Levene Statistic
42,471

Karena

df1

df2

Sig.

245

< 0,050 maka

ditolak

,000

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

71
(lanjutan)
Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi 5%, data dari panjang rambut tidak normal dan tidak
homogen.

Karena asumsi data berdistribusi normal dan homogenitas tidak terpenuhi, maka
pengolahan data akan menggunakan non-parametrik

3. Uji Non-parametrik
a. Uji Kruskal Wallis rata-rata panjang rambut seluruh kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
=

seluruh kelompok tikus (


)

Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut


seluruh kelompok tikus
(

= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test Statistics

a,b

Panjang_Rambut
Chi-Square

96,118

Df

Asymp. Sig.

,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Pembanding

Karena

= 0,000 < 0,050 maka

ditolak

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

72

(lanjutan)
4. Uji Mann-Whitney rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
tiap kelompok tikus pada hari ke-7
Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut tiap
kelompok tikus pada hari ke-7
Kelompok

Kontrol Normal

Kontrol Perlakuan

Formula A
Formula B

Asymp.Sig ( 2-tailed )

Kontrol Perlakuan

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,324

Formula C

0,055

Kesimpulan :
Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan bermakna pada :
1.Kontrol normal dengan kontrol perlakuan, formula A, formula B, dan formula C
2. Kontrol perlakuan dengan formula A, formula B, dan formula C
3. Formula A dengan formula B

Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan bermakna pada :


1. Formula A dengan formula C
2. Formula B dengan formula C

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

73
Lampiran 4. Hasil Perhitungan Statistik Panjang Rambut Tikus Hari ke-14

1. Uji distribusi normalitas (Uji Shapiro Wilk) rata-rata panjang rambut tikus masingmasing kelompok tikus pada hari ke-14

Hipotesa : Ho = Distribusi rata-rata panjang rambut normal


Ha = Distribusi rata-rata panjang rambut tidak normal
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Tests of Normality
a

Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Panjang_Rambut

df

,103

Shapiro-Wilk

Sig.
250

,000

Statistic

Df

,970

Sig.
250

,000

a. Lilliefors Significance Correction

= 0,000 < 0,050 maka

Karena

ditolak

2. Uji homogenitas (Uji Levene) rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
putih pada hari ke-14

Hipotesa : Ho = data rata-rata panjang rambut tikus homogen


Ha = data rata-rata panjang rambut tikus tidak homogen
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test of Homogeneity of Variances
Panjang_Rambut
Levene Statistic
18,857

Karena

df1

df2
4

Sig.
245

= 0,000 < 0,050 maka

,000

ditolak

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

74
(lanjutan)
Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi 5%, data dari panjang rambut tidak normal dan tidak
homogen.

Karena asumsi data berdistribusi normal dan homogenitas tidak terpenuhi, maka
pengolahan data akan menggunakan non-parametrik

3. Uji Non-parametrik
a. Uji Kruskal Wallis rata-rata panjang rambut seluruh kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
=

seluruh kelompok tikus (


)

Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut


seluruh kelompok tikus
(

= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test Statistics

a,b

Panjang_Rambut
Chi-Square

121,889

Df

Asymp. Sig.

,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Kontrol

Karena

= 0,000 < 0,050 maka

ditolak

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

75
(lanjutan)
4. Uji Mann-Whitney rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
tiap kelompok tikus pada hari ke-14
Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut tiap
kelompok tikus pada hari ke-14
Kelompok

Kontrol Normal

Kontrol Perlakuan

Formula A
Formula B

Asymp.Sig ( 2-tailed )

Kontrol Perlakuan

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula B

0,002

Formula C

0,099

Formula C

0,001

Kesimpulan :
Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan bermakna pada :
1.Kontrol normal dengan kontrol perlakuan, formula A, formula B, dan formula C
2. Kontrol perlakuan dengan formula A, formula B, dan formula C
3. Formula A dengan formula B
4. Formula B dengan formula C

Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan bermakna pada formula A dengan


formula C.

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

76
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Statistik Panjang Rambut Tikus Hari ke-21

1. Uji distribusi normalitas (Uji Shapiro Wilk) rata-rata panjang rambut tikus masingmasing kelompok tikus pada hari ke-21

Hipotesa : Ho = Distribusi rata-rata panjang rambut normal


Ha = Distribusi rata-rata panjang rambut tidak normal
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Tests of Normality
a

Kolmogorov-Smirnov
Statistic
Panjang_Rambut

df

,103

Shapiro-Wilk

Sig.
250

,000

Statistic

df

,970

Sig.
250

,000

a. Lilliefors Significance Correction

= 0,000 < 0,050 maka

Karena

ditolak

2. Uji homogenitas (Uji Levene) rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
putih pada hari ke-21
Hipotesa : Ho = data rata-rata panjang rambut tikus homogen
Ha = data rata-rata panjang rambut tikus tidak homogen
= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test of Homogeneity of Variances
Panjang_Rambut
Levene Statistic
21,370

Karena

df1

df2
4

Sig.
245

= 0,000 < 0,050 maka

,000

ditolak

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

77
(lanjutan)
Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi 5%, data dari panjang rambut tidak normal dan tidak
homogen.

Karena asumsi data berdistribusi normal dan homogenitas tidak terpenuhi, maka
pengolahan data akan menggunakan non-parametrik

3. Uji Non-parametrik
a. Uji Kruskal Wallis rata-rata panjang rambut seluruh kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
seluruh kelompok tikus (
)

Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut


seluruh kelompok tikus

= 0,05

Kriteria : Ho ditolak jika nilai signifikansi <


Ho diterima jika nilai signifikansi >
Test Statistics

a,b

Panjang_Rambut
Chi-Square

129,608

Df

Asymp. Sig.

,000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable: Pembanding

Karena

= 0,000 < 0,050 maka

ditolak

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

78
(lanjutan)
4. Uji Mann-Whitney rata-rata panjang rambut masing-masing kelompok tikus
Hipotesa : Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut
tiap kelompok tikus pada hari ke-21
Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap rata-rata panjang rambut tiap
kelompok tikus pada hari ke-21
Kelompok

Kontrol Normal

Kontrol Perlakuan

Formula A
Formula B

Asymp.Sig ( 2-tailed )

Kontrol Perlakuan

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula A

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,000

Formula B

0,000

Formula C

0,315

Formula C

0,000

Kesimpulan :
Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan bermakna pada :
1.Kontrol normal dengan kontrol perlakuan, formula A, formula B, dan formula C
2. Kontrol perlakuan dengan formula A, formula B, dan formula C
3. Formula A dengan formula B
4. Formula B dengan formula C

Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan bermakna pada formula A dengan


formula C.

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

79
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Minggu ke-0

1. Formula A (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 10%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

80
(lanjutan)
2. Formula B (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring 10%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

81
(lanjutan)
3. Formula C (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 5% dan ekstrak urang
aring 5%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

82
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel Minggu ke-8

1. Formula A (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 10%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

83
(lanjutan)
2. Formula B (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak urang aring 10%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

84
(lanjutan)
3. Formula C (Mikroemulsi yang mengandung ekstrak seledri 5% dan ekstrak urang aring
5%)

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

85
Lampiran 8. Surat Determinasi Tanaman

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

86
Lampiran 9. Surat Keterangan Hewan Coba

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

87
Lampiran 10. Sertifikat Analisis
1. Tween 80

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

88
(lanjutan)
2. Propilen glikol

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

89
(lanjutan)
3. Etanol 96%

Uji stabilitas..., Lidia Romito Tambunan, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai