Abses Hepar
Abses Hepar
Abses Hepar
A. PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel sel inflamasi,
atau sel darah di dalam parenkim hati.1
Secara umum, abses hati terbagi atas dua, yaitu abses hati amebik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi
amebiasis
ekstraintestinal
yang
paling
sering
dijumpai
di
daerah
1,2,4
B. EPIDEMIOLOGI
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh
dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang kurang.
Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang
memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,
dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.1
Sebelum adanya alat alat diagnostik canggih seperti sekarang ini (USG,
tomografi komputer, resonansi magnetik nuklir), maka prevalensi abses
piogenik tidak diketahui karena tanpa autopsi sukar sekali untuk menegakkan
diagnosisnya. Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui
dan
laporan setiap peneliti berbeda karena bergantung pada populasi yang diambil
dan cara penelitian. Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila didapatkan pada
daerah atau masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah, dan
penduduk yang padat.2
C. ETIOLOGI
Entamoeba histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa
yang paling penting bagi manusia. Abses hepar amebiasis disebabkan oleh
infeksi strain virulen Entamoeba histolytica. Bentuk protozoa ini ada dua,
yaitu bentuk kista dewasa berukuran 10 20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan suasana asam. Bentuk yang kedua yaitu bentuk trofozoit.
Trofozoit memiliki dua bentuk, ada yang berukuran kecil (10 20 mikron)
dan berukuran besar (20 60 mikron). Bentuk trofozoit akan mati dalam
suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
memangsa
eritrosit,
mengandung
protease
yaitu
hialuronidase
dan
Kerusakan kanalikuli
Rasa sakit bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Nyeri dada
bagian kanan bawah, anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah, penurunan
berat badan, batuk, gejala iritasi diafragma seperti hiccup, diare dengan
atau tanpa bukti kolitis amebik. Kegagalan faal hati fulminan sekunder yang
sangat jarang terjadi. Ada riwayat bepergian di daerah endemik amoebiasis.5,8
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi, suhu
biasa intermiten atau remiten. Hepatomegali yang teraba nyeri tekan, hati akan
membesar ke arah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak ke arah perut
atau ruang interkostal. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri.
Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada
kanan bawah. Pada kurang 10% kasus abses terletak di lobus kiri yang
seringkali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di epigastrium. Ikterus
jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik.
Gambaran klinik abses hati digambarkan sebagai gambaran klinik klasik dan
tidak klasik.2
1. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri
perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali
yang nyeri.
2. Gambaran klinik tidak klasik tidak seperti gambaran klinik klasik, hal ini
disebabkan oleh letak abses pada bagian hati tertentu
memberikan
yang memanjang
bakteri
penyebab
menjadi
standar
emas
untuk
serologi negatif. 2
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan
meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema, atau abses paru. Pada
foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral, sudut
meningkatkan
Medikamentosa
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri
penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau
dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan
saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intra
abdominal denggan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi
komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi
organ intra abdominal, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam
penempatan kateter untuk drainase, kadang kadang pada AHP
multipel diperlukan reseksi hati.1,2,3
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal
digunakan penisilin untuk kokus gram positif dan beberapa bakteri
gram negatif yang sensitif. Selanjutnya dikombinasikan antara
ampisilin, aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten,
atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau
metronidazole
Tindakan Aspirasi
Indikasi Tindakan Aspirasi Terapeutik 2
a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
c. Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga
perikardium atau peritoneum
III
Tindakan Pembedahan
fistula
hepatobronkial,
ruptur
ke
dalam
perikard
atau
10
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. R
Umur
58 tahun
Jenis Kelamin
Laki laki
No. RM
466381
Alamat
Ruangan
Tanggal Masuk RS
20 Mei 2011
ANAMNESIS TERPIMPIN :
Nyeri dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus,
memberat dalam 2 hari SMRS, tidak tembus ke belakang. Nyeri bertambah
saat batuk atau ditekan/ berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa
berkurang pada posisi membungkuk dan dengan posisi tangan memegang
daerah yang nyeri. Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi sisa makanan.
Demam (+), riwayat demam (+) + 1 minggu SMRS, riwayat minum obat
penurun panas tapi demamnya tidak mereda, sesak (-), batuk (-), nyeri dada (-),
nafsu makan berkurang.
11
BAB : Riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi
Dulcolax supp, BAB 1 kali, flatus (+)
BAK : Lancar, warna pekat seperti teh
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :
Riwayat DM (-)
Riwayat minum alkohol (+) selama 5 tahun, 1 botol besar per hari
PEMERIKSAAN FISIK :
Status Present :
SS/GK/CM
BB = 40 kg; TB = 160 cm; IMT = 15,62 kg/m2
Tanda Vital :
TD = 120/80 mmHg; N = 96 x/i; P = 25 x/i; S = 37,5oC
Kepala :
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterus, bibir tidak sianosis
Mulut :
Tidak ditemukan bercak bercak putih pada rongga mulut
Leher :
Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar leher. DVS R-2 cmH2O.
Thoraks :
Inspeksi
Palpasi
: Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus
Simetris kiri dan kanan
12
Perkusi
: Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior
Dextra
Auskultas
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Tympani
Penatalaksanaan Awal :
Rencana Pemeriksaan :
Darah rutin
Urine rutin
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, LED, PT & APTT
USG abdomen
13
Pemeriksaan Laboratorium:
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HBG
HCT
DARAH RUTIN MCV
MCH
MCHC
PLT
KIMIA DARAH SGOT
SGPT
DM
Lain-lain
Ureum
Kreatinin
TKK
Asam Urat
GDS
GDP
Asam Urat
HbA1c
Fe Serum
TIBC
LED I
CT
BT
Tanggal pemeriksaan
20 Mei 2011 27 MEI 2011
27.7 x 103
20,1 x 103
4,77 x 106
3,98 x 106
12,4
12,9
39,11 %
37,8%
62
95
25,9
32,4
31,6
384 x 103
39
44
34,1
445 x 103
47
41
62,6
1.32
13,6
0,52
116
50
Radiologi
14
FOLLOW UP
Tanggal
20/05/2011
Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
Perawatan Hari I
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
KU: Lemah
1:1 28 tpm
T : 120/80 mmHg S:Nyeri perut kanan atas (+), mual(+), Metronidazole 0,5 gr/ 8
N : 86 x/i
muntah(-), demam (+), Nafsu makan
jam/ drips (Hari ke-1)
P : 28 x/i
15
BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas,
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
Hasil USG Abdomen: Tampak 2 sol
di hepar, di lobus kanan sol 4,44 x
4,78 cm, di lobus kiri sol 4,67 x
3,96 cm
Pkl 17.00
Keluhan:
S: Nyeri perut kanan atas (+)
21/05/2011
Perawatan Hari II
KU: Lemah
T : 120/70 mmHg S:Nyeri perut kanan atas(+), mual (+),
N : 88 x/i
muntah (-), demam (+), nafsu makan
P : 24 x/i
berkurang, BAB (+) 2x, flatus (+),
S : 37,5 0C
BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Ketorolac 1 amp/ekstra/drips
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
2:1 28 tpm
Metronidazole 0,5 gr/ 8
jam/ drips (Hari ke-2)
Sistenol 500 mg 3x1
16
23/05/2011
T:120/70 mmHg
N : 88 x/i
P : 24 x/i
S : 36,90C
Perawatan Hari IV
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
KU: Lemah
2:1 28 tpm
S: Nyeri perut kanan atas (+) , mual Metronidazole 0,5 gr/ 8
(+), muntah (-), demam (-), nafsu
jam/ drips (Hari ke-4)
makan mulai ada, BAB (+) 2x, flatus
(+), BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
17
Perawatan Hari V
IVFD NaCl 0,9% 28
KU: Baik
tpm
S: Nyeri perut kanan atas (+), Metronidazole 0,5 gr/ 8
demam (-), nafsu makan membaik.
jam/ drips (Hari ke-5)
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepar teraba 3 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
A: Abses Hepar Ameba
25/05/2011
T :110/80 mmHg
N : 72 x/i
P : 24 x/i
S : 36,70C
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT
(+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik (+)
Ext: edema (-/-)
ureum, kreatinin
USG abdomen Kontrol
Post Terapi
RESUME:
19
Seorang laki laki, umur 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri perut kanan atas yang dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit,
tidak terus menerus, memberat dalam 2 hari SMRS, tidak menjalar. Nyeri
bertambah saat batuk atau ditekan/berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa
berkurang pada posisi membungkuk. Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi
sisa makanan. Demam (+), riwayat demam (+) + 1 minggu SMRS, riwayat minum
obat penurun panas tapi demamnya tidak mereda, nafsu makan berkurang.
BAB : Riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi Dulcolax
supp di IGD, BAB 1 kali, flatus (+)
BAK : Lancar, warna pekat seperti teh
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :
Riwayat minum alkohol (+) selama 10 tahun, 1 botol besar per hari.
DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Banyak
penyakit yang dapat menimbulkan nyeri perut kanan atas, antara lain abses hepar,
20
kolecystitis, dan lain lain. Pada kasus ini, diketahui bahwa pasien mengalami
nyeri perut kanan atas yang terus menerus, tidak menjalar. Nyeri bertambah saat
batuk atau ditekan/berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa berkurang pada
posisi membungkuk. Pasien ini juga belum BAB sejak 2 hari yang lalu dan urine
berwarna pekat seperti teh. Dari pemeriksaan fisis, khususnya pada abdomen
didapatkan kesan perut cembung (distended abdomen), NT (+) di regio
hipokondrium dextra, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa (konsistensi kenyal,
permukaan rata, tepi tumpul), peristaltik kesan normal.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan:
o Hasil USG abdomen pada saat pasien baru masuk rumah sakit: Tampak 2
sol di hepar, I di lobus kanan, 4,44 x 4,78 cm dan II di lobus kiri
4,67 x 3,96 cm, Kesan : Hepatomegaly dengan abses hepar dan prostat
enlarge.
o Hasil USG Abdomen kontrol setelah pasien mendapatkan terapi
antibiotik: Abses hepar, sol di lobus kanan 5,22 x 5,6 cm dan Sol di
lobus kiri 7 x 4,38 cm. Kesan : - Abses mulai mencair dengan diameter
cenderung membesar dan prostat membesar.
Sehingga pada pasien ini, diagnosis lebih diarahkan pada abses hepar.
Selanjutnya, pemeriksaan yang menjadi baku emas untuk penegakan diagnosis
abses hepar adalah melalui kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab. 2
Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeroginosa bisa ditemukan.2 Namun, pemeriksaan ini sulit dilakukan karena
pengambilan pus dari hepar akan sangat menyakitkan bagi pasien.
Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat
peningkatan enzim enzim hati (SGOT, SGPT) yang menunjukkan telah
terjadinya gangguan hepar. Adanya proses infeksi dapat memicu peningkatan
produksi enzim enzim hati sehingga kadar enzim enzim tersebut tinggi di
dalam darah. Leukositosis sendiri muncul sebagai akibat dari proses infeksi,
sebagai salah satu upaya sistem imun untuk melawan mikroorganisme penyebab
21
infeksi. Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium dextra, hal
ini disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya
abses.
Pengobatan pada pasien dilakukan dengan pemberian infus NaCl 0,9%:
D5%=1:1 28 tpm sebagai penyeimbang elektrolit, diberikan juga dextrose
karena nafsu makan pasien menurun. Pada pemberian antibiotik diberikan
Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips sebagai antibiotik untuk bakteri anaerob dan
amebisid jaringan.2
Penanganan operatif/drainase belum dipertimbangkan karena indikasi
drainase suatu abses hepar, salah satunya yaitu bila respon terhadap
medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. Pada kasus ini, dapat dikatakan bahwa
pasien berespon terhadap antibiotik yang diberikan karena gejala gejala yang
dirasakan oleh pasien, seperti nyeri perut, berkurang setelah pemberian antibiotik
selama + 5 hari.2
22