Abses Hepar

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

ABSES HEPAR AMUBA

A. PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel sel inflamasi,
atau sel darah di dalam parenkim hati.1
Secara umum, abses hati terbagi atas dua, yaitu abses hati amebik (AHA)
dan abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi
amebiasis

ekstraintestinal

yang

paling

sering

dijumpai

di

daerah

tropik/subtropik, termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic


abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic
abscess. AHP ini merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh
Hippocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun
1936. Selanjutnya terbukti adanya hubungan antara abses piogenik ini dengan
appendisitis akibat tromboflebitis mesenterik yang berawal dari daerah
appendiks.

1,2,4

B. EPIDEMIOLOGI
Di negara negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara
endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh
dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang kurang.
Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000 kasus AHP yang
memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat,
didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29 1,47% sedangkan
prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih dari 40 tahun,
dengan insidensi puncak pada dekade ke 6.1

Sebelum adanya alat alat diagnostik canggih seperti sekarang ini (USG,
tomografi komputer, resonansi magnetik nuklir), maka prevalensi abses
piogenik tidak diketahui karena tanpa autopsi sukar sekali untuk menegakkan
diagnosisnya. Insiden abses hati amebik yang pasti sukar diketahui

dan

laporan setiap peneliti berbeda karena bergantung pada populasi yang diambil
dan cara penelitian. Kejadian penyakit ini lebih tinggi bila didapatkan pada
daerah atau masyarakat dengan sanitasi jelek, tingkat ekonomi rendah, dan
penduduk yang padat.2
C. ETIOLOGI
Entamoeba histolytica masih tetap merupakan salah satu parasit protozoa
yang paling penting bagi manusia. Abses hepar amebiasis disebabkan oleh
infeksi strain virulen Entamoeba histolytica. Bentuk protozoa ini ada dua,
yaitu bentuk kista dewasa berukuran 10 20 mikron, resisten terhadap
suasana kering dan suasana asam. Bentuk yang kedua yaitu bentuk trofozoit.
Trofozoit memiliki dua bentuk, ada yang berukuran kecil (10 20 mikron)
dan berukuran besar (20 60 mikron). Bentuk trofozoit akan mati dalam
suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
memangsa

eritrosit,

mengandung

protease

yaitu

hialuronidase

dan

mukopolisakarida yang mampu mendestruksi jaringan.2, 5


Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic streptococci,
anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes, fusobacterium,
staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida albicans, aspergillus,
actinomyces, eikenella corrodens, yersinia enterolitica, salmonella typhi,
brucella melitensis, proteus vulgaris, enterobacter aerogenes, dan fungal.1
Selain bakteri, keadaan keadaan tertentu bisa menyebabkan terjadinya
abses hati piogenik, di antaranya2,3
1. Sistem biliaris langsung dari kandung empedu atau melalui saluran
saluran empedu.

2. Visera abdomen melalui vena porta yaitu secara langsung atau


pieloflebitis atau embolisasi. Biasanya berasal dari appendisitis,
divertikulitis, atau penyakit Crohn. Kolitis ulseratif jarang dengan abses
hati.
3. Arteri hati pada bakteremia/septikemia akibat infeksi di tempat lain.
4. Penyebaran langsung dari infeksi organ sekitar hati seperti gaster,
duodenum, ginjal, rongga subdiafragma, atau pankreas.
5. Trauma tusuk atau tumpul.
6. Kriptogenik
Di negara negara Barat, penyakit sistem biliaris merupakan penyebab
abses hati yang paling sering, ini disebabkan karena semakin tinggi umur
harapan hidup dan semakin banyak orang lanjut usia ini yang dikenai
penyakit kandung empedu.2
Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis.
Bakteri patogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal
masuk ke dalam hati sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun
menyebabkan komplikasi intra abdominal seperti divertikulitis, peritonitis,
dan infeksi post operasi. Pada saat ini karena pemakaian antibiotik sudah
adekuat, sehingga AHP oleh karena appendisitis hampir tidak ada lagi. Saat
ini terjadi peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris,
yaitu langsung dari kandung empedu seperti kolangitis dan kolesistitis.1,6,7
D. PATOGENESIS
I Abses Hepar Amebik
Pada abses hepar amebik, penularan umumnya melalui fekal oral,
baik makanan maupun minuman yang tercemar kista atau transmisi
langsung pada keadaan higiene perorangan buruk. Sesudah masuk per
oral, hanya bentuk kista yang bisa sampai ke intestin tanpa dirusak
oleh asam lambung, kemudian kista pecah, keluar trofozoit. Di dalam
usus, trofozoit menyebabkan terjadinya ulkus pada mukosa akibat
enzim proteolitik yang dimilikinya dan bisa terbawa aliran darah portal
masuk ke hepar. Amoeba kemudian tersangkut menyumbat vena porta

intrahepatik, terjadi infark hepatosit sedangkan enzim enzim


proteolitik tadi mencerna sel parenkim hati sehingga terbentuk abses.
Di daerah sentralnya terjadi pencairan yang berwarna coklat
kemerahan anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati yang
nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding
abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral
abses. Kira kira 25% abses hati amebik mengalami infeksi sekunder
sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.2
II Abses Hepar Piogenik
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Dari
suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses
viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini
dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari
tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima
darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid
hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.1
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran
empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya
tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang cabang dari
vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma rusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati
sehingga terjadi AHP.1
Penetrasi akibat trauma tumpul akan menyebabkan nekrosis hati,
perdarahan intrahepatik, dan terjadi kebocoran saluran empedu
sehingga terjadi kerusakan dari kanalkuli.

Kerusakan kanalikuli

menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan


bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan
hati yang lebih sering terjadi AHP dibandingkan lobus kiri, hal ini

berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima aliran darah


dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri
menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.1
E. GAMBARAN KLINIK
Manifestasi sistemik abses hati piogenik biasanya lebih berat daripada
abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis
klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya.
Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe demam
remiten, intermiten, atau kontinyu disertai menggigil, keluhan lain yaitu nyeri
pada kuadran kanan atas abdomen, keringat banyak, dan disertai dengan
keadaan syok.1
Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi
klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul
pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati
piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk, ataupun atelektasis.
Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan,
terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar
berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap.1,2
Pemeriksaan fisis yang didapatkan yaitu febris/agak hangat hingga
demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat
nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,
splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu, bisa
didapatkan asites, ikterus, serta tanda tanda hipertensi portal. Adanya ikterus
menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan
prognosis yang buruk.2
Pada abses hati amebik, demam ditemukan pada hampir semua kasus,
terdapat rasa sakit pada perut atas yang sifatnya seperti ditekan atau ditusuk.
5

Rasa sakit bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Nyeri dada
bagian kanan bawah, anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah, penurunan
berat badan, batuk, gejala iritasi diafragma seperti hiccup, diare dengan
atau tanpa bukti kolitis amebik. Kegagalan faal hati fulminan sekunder yang
sangat jarang terjadi. Ada riwayat bepergian di daerah endemik amoebiasis.5,8
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan demam yang tidak terlalu tinggi, suhu
biasa intermiten atau remiten. Hepatomegali yang teraba nyeri tekan, hati akan
membesar ke arah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak ke arah perut
atau ruang interkostal. Pada perkusi di atas daerah hepar akan terasa nyeri.
Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol di daerah dada
kanan bawah. Pada kurang 10% kasus abses terletak di lobus kiri yang
seringkali terlihat seperti massa yang teraba nyeri di epigastrium. Ikterus
jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Bila ikterus hebat biasanya
disebabkan abses yang besar atau multipel, atau dekat porta hepatik.
Gambaran klinik abses hati digambarkan sebagai gambaran klinik klasik dan
tidak klasik.2
1. Gambaran klinik klasik didapatkan penderita mengeluh demam dan nyeri
perut kanan atas atau dada kanan bawah, dan didapatkan hepatomegali
yang nyeri.
2. Gambaran klinik tidak klasik tidak seperti gambaran klinik klasik, hal ini
disebabkan oleh letak abses pada bagian hati tertentu

memberikan

menifestasi klinik yang menutupi gambaran yang klasik. Gambaran klinik


tidak klasik berupa:
a. Benjolan di dalam perut seperti bukan kelainan hati, misalnya
diduga empiema kandung empedu adatu tumor pankreas.
b. Gejala renal, nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa yang
diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses di bagian
posteroinferior lobus kanan hati.
c. Ikterus obstruktif, disebabkan abses terletak di dekat porta hepatis.
d. Kolitis akut
e. Gejala kardiak, ruptur abses ke rongga perikardium memberikan
gambaran klinik efusi perikardial.

f. Gejala pleuropulmonal, berupa empiema toraks atau abses paru


yang menutupi gambaran klasik abses hepar.
g. Abdomen akut, bila abses hati mengalami perforasi ke dalam
rongga peritonium, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising
usus yang berkurang.
h. Gambaran abses yang tersembunyi, hepatomegali yang tidak nyeri.
i. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sering dikacaukan
dengan tifus abdominalis atau malaria
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I Pemeriksaan Laboratorium
Didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri,
biasanya antara 13000 16000, bila disertai infeksi sekunder biasanya di
atas 20000 per mm. Sebagian besar penderita menunjukkan peningkatan
laju endap darah (LED), peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim
transaminase dan serum bilirubin, anemia pada 50% kasus, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin

yang memanjang

menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP.


Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding,
sensitivitasnya 91 93% dan spesifitasnya 94 99%. Kultur darah yang
memperlihatkan

bakteri

penyebab

menjadi

standar

emas

untuk

menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan pus,


bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa bisa
ditemukan.1,2
Di daerah endemik amoebiasis, seseorang tanpa amoebiasis invasif
sering memberikan reaksi serologik positif akibat antibodi yang terbentuk
pada infeksi sebelumnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kuantitatif lebih
bernilai dalam diagnostik. Titer di atas 1/512 (positif kuat) menyokong
adanya abses amebik sebaliknya abses stadium awal bisa memberikan
II

serologi negatif. 2
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto toraks dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan
meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema, atau abses paru. Pada
foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral, sudut

kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma, terlihat bayangan


udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor.
Secara angiografik, abses merupakan daerah avaskuler.1
Selain foto polos, pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan
yaitu pemeriksaan sidik hati/USG/tomografi komputer, biopsi hati.
Pemeriksaan canggih ini sangat bermanfaat dalam

meningkatkan

kemampuan menegakkan diagnosis abses hati, mempercepat diagnosis,


mengarahkan proses drainase untuk mendapatkan hasil terapi yang baik.
Abdominal CT Scan memiliki sensitifitas 95 100% dan dapat
mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. Ultrasound abdomen
memiliki sensitifitas 80 90%. Kultur hasil aspirasi terpimpin dengan
ultrasound didapatkan positif 90% kasus.1,2
G. PENATALAKSANAAN
I

Medikamentosa
Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri
penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau
dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan
saat ini adalah dengan menggunakan drainase perkutaneus abses intra
abdominal denggan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi
komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi
organ intra abdominal, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam
penempatan kateter untuk drainase, kadang kadang pada AHP
multipel diperlukan reseksi hati.1,2,3
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal
digunakan penisilin untuk kokus gram positif dan beberapa bakteri
gram negatif yang sensitif. Selanjutnya dikombinasikan antara
ampisilin, aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten,
atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau

metronidazole

untuk bakteri anaerob. Jika dalam waktu 48 72 jam belum ada

perbaikan klinis, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan


antibotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitifitas aspirat abses hati.
Pengobatan secara perenteral dapat diubah menjadi oral setelah
pengobatan parenteral selama 10 14 hari dan kemudian dilanjutkan
kembali hingga 6 minggu kemudian.1,2
Pengelolaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan jika
terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu dengan rute transhepatik atau
dengan melakukan endoskopi.2
Penatalaksanaan untuk abses hepar amebik yaitu pemberian
amebisid jaringan untuk mengobati kelainan di hatinya, disusul
amebisid intestinal untuk pemberantasan E.histolytica di dalam usus
sehingga mencegah kambuhnya kasus abses hati. Metronidazole
merupakan pilihan pertama dengan dosis 3x750 mg/hari selama 10
hari.2,

Pilihan kedua adalah kombinasi emetin hidroklorida atau

dehidroemetin dengan klorokuin. Emetin dan dihidroemetin merupakan


amebisida yang sangat kuat, didapatkan dalam kadar tinggi di hati,
jantung, dan organ lain. Dosis yang diberikan adalah 1 mg emetin/kgBB
selama 7 10 hari atau 1,5 ng dehidroemetin/kgBB selama 10 hari
intramuskuler. Amebisid yang lain yaitu klorokuin. Dosis yang
diberikan adalah 600 mg klorokuinbasa, lalu 6 jam kemudian 300 mg
dan selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari.2
II

Tindakan Aspirasi
Indikasi Tindakan Aspirasi Terapeutik 2
a. Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
c. Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga
perikardium atau peritoneum

III

Tindakan Pembedahan

Indikasi Tindakan Pembedahan 2


a. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
b. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
c. Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
d. Ruptur abses ke dalam rongga peritoneum/pleura/perikard
H. KOMPLIKASI
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat,
seperti septikemia/bakteremia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati
disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6 7%, kelainan
pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia,
empiema,

fistula

hepatobronkial,

ruptur

ke

dalam

perikard

atau

retroperitoneum.Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik,


infeksi lukas, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau
reaktivasi abses.1,2
I. PROGNOSIS
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10 16%. Prognosis yang buruk
apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah
yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase
terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya
penyakit lain.1

10

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

Tn. R

Umur

58 tahun

Jenis Kelamin

Laki laki

No. RM

466381

Alamat

Jl. Veteran Lr. 46 No 11 B

Ruangan

Baji Pamai II Kamar 210 RS Labuang Baji

Tanggal Masuk RS

20 Mei 2011

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


KELUHAN UTAMA

Nyeri Perut Kanan Atas

ANAMNESIS TERPIMPIN :
Nyeri dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak terus menerus,
memberat dalam 2 hari SMRS, tidak tembus ke belakang. Nyeri bertambah
saat batuk atau ditekan/ berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa
berkurang pada posisi membungkuk dan dengan posisi tangan memegang
daerah yang nyeri. Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi sisa makanan.
Demam (+), riwayat demam (+) + 1 minggu SMRS, riwayat minum obat
penurun panas tapi demamnya tidak mereda, sesak (-), batuk (-), nyeri dada (-),
nafsu makan berkurang.

11

BAB : Riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi
Dulcolax supp, BAB 1 kali, flatus (+)
BAK : Lancar, warna pekat seperti teh
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

Riwayat DM (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat kencing batu (-)

Riwayat konsumsi obat anti nyeri (-)

Riwayat kencing batu (-)

Riwayat diare (-)

Riwayat minum alkohol (+) selama 5 tahun, 1 botol besar per hari

PEMERIKSAAN FISIK :
Status Present :
SS/GK/CM
BB = 40 kg; TB = 160 cm; IMT = 15,62 kg/m2
Tanda Vital :
TD = 120/80 mmHg; N = 96 x/i; P = 25 x/i; S = 37,5oC
Kepala :
Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterus, bibir tidak sianosis
Mulut :
Tidak ditemukan bercak bercak putih pada rongga mulut
Leher :
Tidak didapatkan massa tumor, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar leher. DVS R-2 cmH2O.
Thoraks :
Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan, ikut gerak napas, bentuk normochest

Palpasi

: Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus
Simetris kiri dan kanan

12

Perkusi

: Sonor kedua lapangan paru, batas paru hepar sela iga VI anterior
Dextra

Auskultas

: Bunyi pernapasan vesikuler, tidak didapatkan bunyi tambahan

Jantung :
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS VI linea medioklavikularis sinistra

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak


pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus
cordis terletak pada sela iga 5 6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Abdomen :
Inspeksi

: Cembung (distended abdomen), ikut gerak napas, Cullen Sign (-)

Auskultasi

: Peristaltik kesan normal

Palpasi

: MT (-), NT (+) di regio hipokondrium dextra, Murphy sign (-)

Hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa, konsistensi


kenyal, permukaan rata, tepi tumpul

Perkusi

Lien tidak teraba

: Tympani

Ekstremitas : Edema (-)/(-)


Diagnosis Sementara:

Susp.Abses Hepar Amebik


DD/
Hepatoma

Penatalaksanaan Awal :

IVFD NaCl 0,9% 28 tpm


Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips
Sistenol 500 mg 3x1

Rencana Pemeriksaan :

Darah rutin
Urine rutin
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, LED, PT & APTT
USG abdomen

13

Pemeriksaan Laboratorium:
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HBG
HCT
DARAH RUTIN MCV
MCH
MCHC
PLT
KIMIA DARAH SGOT
SGPT

DM

Lain-lain

Ureum
Kreatinin
TKK
Asam Urat
GDS
GDP
Asam Urat
HbA1c
Fe Serum
TIBC
LED I
CT
BT

Tanggal pemeriksaan
20 Mei 2011 27 MEI 2011
27.7 x 103
20,1 x 103
4,77 x 106
3,98 x 106
12,4
12,9
39,11 %
37,8%
62
95
25,9
32,4
31,6
384 x 103
39
44

34,1
445 x 103
47
41

62,6
1.32

13,6
0,52

116

50

Radiologi

USG ABDOMEN (20 mei 2011)


- Tampak 2 sol di hepar, I di lobus kanan, 4,44 x 4,78 cm dan II di
lobus kiri 4,67 x 3,96 cm

14

Kesan : - Hepatomegaly dengan abses hepar


- Prostat membesar

USG ABDOMEN KONTROL (26 Mei 2011)


- Abses hepar, sol di lobus kanan 5,22 x 5,6 cm
Sol di lobus kiri 7 x 4,38 cm

Kesan : - Abses mulai mencair dengan diameter cenderung membesar


- Prostat membesar

FOLLOW UP
Tanggal
20/05/2011

Perjalanan Penyakit
Instruksi Dokter
Perawatan Hari I
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
KU: Lemah
1:1 28 tpm
T : 120/80 mmHg S:Nyeri perut kanan atas (+), mual(+), Metronidazole 0,5 gr/ 8
N : 86 x/i
muntah(-), demam (+), Nafsu makan
jam/ drips (Hari ke-1)
P : 28 x/i

Sistenol 500 mg 3x1


berkurang,
BAB
(+)
2x,
flatus
(+),
S : 37,50C

15

BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas,
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
Hasil USG Abdomen: Tampak 2 sol
di hepar, di lobus kanan sol 4,44 x
4,78 cm, di lobus kiri sol 4,67 x
3,96 cm
Pkl 17.00

A: Abses Hepar Amuba

Keluhan:
S: Nyeri perut kanan atas (+)
21/05/2011
Perawatan Hari II
KU: Lemah
T : 120/70 mmHg S:Nyeri perut kanan atas(+), mual (+),
N : 88 x/i
muntah (-), demam (+), nafsu makan
P : 24 x/i
berkurang, BAB (+) 2x, flatus (+),
S : 37,5 0C
BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra

Ketorolac 1 amp/ekstra/drips
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
2:1 28 tpm
Metronidazole 0,5 gr/ 8
jam/ drips (Hari ke-2)
Sistenol 500 mg 3x1

16

Peristaltik kesan normal


Ext: edema (-/-)
A: Abses Hepar Amuba
22/05/2011
T : 110/80 mmHg
N : 96 x/i
P : 24 x/i
S : 37,20C

Perawatan Hari III


IVFD NaCl 0,9% : D5% =
KU: Lemah
2:1 28 tpm
S:Nyeri perut kanan atas (+),mual Metronidazole 0,5 gr/ 8
(-),muntah (-), demam (+), nafsu
jam/ drips (Hari ke-3)
makan berkurang, BAB (+) 2x, flatus Sistenol 500 mg 3x1
(+), BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas,
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
A: Abses Hepar Amebik

23/05/2011
T:120/70 mmHg
N : 88 x/i
P : 24 x/i
S : 36,90C

Perawatan Hari IV
IVFD NaCl 0,9% : D5% =
KU: Lemah
2:1 28 tpm
S: Nyeri perut kanan atas (+) , mual Metronidazole 0,5 gr/ 8
(+), muntah (-), demam (-), nafsu
jam/ drips (Hari ke-4)
makan mulai ada, BAB (+) 2x, flatus
(+), BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan

17

Cor: BJ I/II reguler


Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepar teraba 4 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
A: Abses Hepar Ameba
24/05/2011
T :120/80 mmHg
N : 72 x/i
P : 24 x/i
S : 36,50C

Perawatan Hari V
IVFD NaCl 0,9% 28
KU: Baik
tpm
S: Nyeri perut kanan atas (+), Metronidazole 0,5 gr/ 8
demam (-), nafsu makan membaik.
jam/ drips (Hari ke-5)
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepar teraba 3 jari di bawah arcus
costa (konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul), splenomegali (-),
NT (+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik kesan normal
Ext: edema (-/-)
A: Abses Hepar Ameba

25/05/2011
T :110/80 mmHg
N : 72 x/i
P : 24 x/i
S : 36,70C

Perawatan Hari VII


IVFD NaCl 0,9% 28
KU: Baik
tpm
S: Nyeri perut kanan atas (-),mual (-), Metronidazole 0,5 gr/ 8
muntah (-), demam (-), BAB biasa,
jam/ drips (Hari ke-7)
flatus (+), BAK per kateter, warna
seperti teh
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis Kontrol:
Darah rutin, GOT, GPT,
18

(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT
(+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik (+)
Ext: edema (-/-)

ureum, kreatinin
USG abdomen Kontrol
Post Terapi

A: Abses Hepar Ameba


36/05/2011
T :120/80 mmHg
N : 72 x/i
P : 24 x/i
S : 36,50C

Perawatan Hari VIII


IVFD NaCl 0,9% 28
KU: Baik
tpm
S: Nyeri perut kanan atas (-), demam Metronidazole 0,5 gr/ 8
(-), mual (-), muntah (-), BAB biasa,
jam/ drips (Hari ke-8)
BAK lancar
O: SS/GK/CM
Kep: Anemis (-), ikterus (-), sianosis
(-)
Thorax: BP vesikuler, Rh (-), Wh (-),
VF simetris kiri kanan
Cor: BJ I/II reguler
Abd: cembung (+) ikut gerak napas
Hepatomegali (+) 2 jari BAC, NT
(+) di regio hipokondrium dextra
Peristaltik (+) kesan normal
Ext: edema (-/-)
Hasil USG Abdomen Kontrol:
Abses hepar, Sol di lobus kanan
5,22 x 5,6 cm, Sol di lobus kiri 7 x
4,38 cm

A: Abses Hepar Ameba

RESUME:
19

Seorang laki laki, umur 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri perut kanan atas yang dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit,
tidak terus menerus, memberat dalam 2 hari SMRS, tidak menjalar. Nyeri
bertambah saat batuk atau ditekan/berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa
berkurang pada posisi membungkuk. Mual (+), muntah (+) frekuensi 1 kali, isi
sisa makanan. Demam (+), riwayat demam (+) + 1 minggu SMRS, riwayat minum
obat penurun panas tapi demamnya tidak mereda, nafsu makan berkurang.
BAB : Riwayat kurang lancar + 2 hari SMRS, flatus (-), setelah diberi Dulcolax
supp di IGD, BAB 1 kali, flatus (+)
BAK : Lancar, warna pekat seperti teh
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :

Riwayat minum alkohol (+) selama 10 tahun, 1 botol besar per hari.

Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: SS/GK/CM. Tanda vital:


TD = 110/80 mmHg, nadi: 86x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 37,5 0C. Pada
pemeriksaan abdomen, didapatkan kesan perut cembung (distended abdomen),
NT (+) di regio hipokondrium dextra, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa
(konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul), peristaltik kesan normal.
Dari pemeriksaan USG Abdomen saat pasien datang ke Rumah sakit
didapatkan hasil : tampak 2 sol di hepar, di lobus kanan, 4,44 x 4,78 cm dan di
lobus kiri 4,67 x 3,96 cm. Setelah beberapa hari mendapatkan terapi antibiotik,
dilakukan pemeriksaan USG Abdomen kontrol dan didapatkan hasil Abses hepar,
Sol di lobus kanan 5,22 x 5,6 cm dan Sol di lobus kiri 7 x 4,38 cm, kesan
abses mulai mencair. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien didiagnosis
dengan Abses Hepar Amebik.

DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Banyak
penyakit yang dapat menimbulkan nyeri perut kanan atas, antara lain abses hepar,

20

kolecystitis, dan lain lain. Pada kasus ini, diketahui bahwa pasien mengalami
nyeri perut kanan atas yang terus menerus, tidak menjalar. Nyeri bertambah saat
batuk atau ditekan/berbaring pada posisi yang sakit. Nyeri dirasa berkurang pada
posisi membungkuk. Pasien ini juga belum BAB sejak 2 hari yang lalu dan urine
berwarna pekat seperti teh. Dari pemeriksaan fisis, khususnya pada abdomen
didapatkan kesan perut cembung (distended abdomen), NT (+) di regio
hipokondrium dextra, hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa (konsistensi kenyal,
permukaan rata, tepi tumpul), peristaltik kesan normal.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan:
o Hasil USG abdomen pada saat pasien baru masuk rumah sakit: Tampak 2
sol di hepar, I di lobus kanan, 4,44 x 4,78 cm dan II di lobus kiri
4,67 x 3,96 cm, Kesan : Hepatomegaly dengan abses hepar dan prostat
enlarge.
o Hasil USG Abdomen kontrol setelah pasien mendapatkan terapi
antibiotik: Abses hepar, sol di lobus kanan 5,22 x 5,6 cm dan Sol di
lobus kiri 7 x 4,38 cm. Kesan : - Abses mulai mencair dengan diameter
cenderung membesar dan prostat membesar.
Sehingga pada pasien ini, diagnosis lebih diarahkan pada abses hepar.
Selanjutnya, pemeriksaan yang menjadi baku emas untuk penegakan diagnosis
abses hepar adalah melalui kultur darah yang memperlihatkan bakteri penyebab. 2
Pada pemeriksaan pus, bakteri penyebab seperti Proteus vulgaris, Pseudomonas
aeroginosa bisa ditemukan.2 Namun, pemeriksaan ini sulit dilakukan karena
pengambilan pus dari hepar akan sangat menyakitkan bagi pasien.
Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat
peningkatan enzim enzim hati (SGOT, SGPT) yang menunjukkan telah
terjadinya gangguan hepar. Adanya proses infeksi dapat memicu peningkatan
produksi enzim enzim hati sehingga kadar enzim enzim tersebut tinggi di
dalam darah. Leukositosis sendiri muncul sebagai akibat dari proses infeksi,
sebagai salah satu upaya sistem imun untuk melawan mikroorganisme penyebab

21

infeksi. Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium dextra, hal
ini disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya
abses.
Pengobatan pada pasien dilakukan dengan pemberian infus NaCl 0,9%:
D5%=1:1 28 tpm sebagai penyeimbang elektrolit, diberikan juga dextrose
karena nafsu makan pasien menurun. Pada pemberian antibiotik diberikan
Metronidazole 0,5 gr/ 8 jam/ drips sebagai antibiotik untuk bakteri anaerob dan
amebisid jaringan.2
Penanganan operatif/drainase belum dipertimbangkan karena indikasi
drainase suatu abses hepar, salah satunya yaitu bila respon terhadap
medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. Pada kasus ini, dapat dikatakan bahwa
pasien berespon terhadap antibiotik yang diberikan karena gejala gejala yang
dirasakan oleh pasien, seperti nyeri perut, berkurang setelah pemberian antibiotik
selama + 5 hari.2

22

Anda mungkin juga menyukai