Makalah Epistemologi PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

1

ABSTRAK
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Beberapa
pengetahuan yang bersifat empiris dan dapat diuji dapat membentuk suatu ilmu.
Lantas bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar hingga pengetahuan
tersebut merupakan sebuah ilmu. Cabang filsafat yang mempelajari hal tersebut
adalah Epistemologi. Epistemologi merupakan pengetahuan sebagai upaya upaya
intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan yang tepat.
Epistemologi bertujuan untuk mengkaji dan menemukan ciri-ciri umum dan
hakiki dari pengetahuan manusia. Untuk mendapatkan ilmu dari pengetahuan
dilakukan dengan metode ilmiah. Secara garis besar metode ilmiah memiliki
langkah-langkah yaitu perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir,
perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Dalam
pengetahuan terdapat beberapa struktur pengetahuan ilmiah antara lain teori,
hukum, postulat, dan asumsi.
Kata kunci: epistemologi, metode ilmiah, struktur pengetahuan ilmiah
2

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu. Adanya fenomena di sekitar
yang menimbulkan rasa ingin tahu seseorang untuk menggali lebih lanjut. Namun
tidak semua pengetahuan dapat menjadi sebuah ilmu. Pengetahuan pada
hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek
tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan yang diketahui oleh manusia (Suriasumantri, 2010: 104).
Pengetahuan merupakan sumber jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul
dalam kehidupan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu merupakan bentuk
pemikiran manusia yang dapat dibuktikan dan diterima oleh pikiran yang
memiliki sifat empiris, praktis, dan sistematis. Ilmu membatasi diri pada
pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. Dengan
mempelajari hakikat dari ilmu, maka manusia akan dapat lebih menghargai dan
meningkatkan apresiasinya terhadap ilmu, serta mengetahui tentang kelemahan-
kelemahan ilmu yang dikaji.
Untuk mendapatkan ilmu yang benar maka diperlukan pengetahuan yang
benar karena pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab
permasalahan kehidupan sehari-hari yang dihadapi manusia. Lalu bagaimanakah
mendapatkan dan menyusun pengetahuan yang benar? Dalam cabang ilmu filsafat
disebut dengan istilah Epistemologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri
spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Pada makalah ini penulis akan
memaparkan bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar yang disebut
dengan epistemologi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan epistemologi?
1.2.2. Bagaimanakah cara mendapatkan pengetahuan yang benar?
1.2.3. Apakah yang dimaksud dengan struktur pengetahuan ilmiah?
3

1.3. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah,
maka tujuan dari makalah ini antara lain:
1.3.1. Mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian Epistemologi.
1.3.2. Mahasiswa mengetahui cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
1.3.3. Mahasiswa mengetahui dan memahami struktur pengetahuan ilmiah.

II. ISI
2.1. Jarum-jarum Pengetahuan
Pada masyarakat primitif pembedaan organisasi kemasyarakatan belum
tampak sehingga mengakibatkan belum adanya pembagian pekerjaan yang jelas
(Suriasumantri, 2010: 101). Seorang kepala suku dapat merangkap berbagai
macam pekerjaan sebagai hakim, penghulu, panglima perang, guru besar maupun
tukang tenung. Batasan antarobyek masih kabur dan mengambang, tidak adanya
batasan antara obyek satu dengan yang lain.
Hal tersebut terjadi hingga abad penalaran. Saat adanya abad penalaran
konsep dasar berubah dari kesamaan menjadi perbedaan. Terdapat pembagian
pekerjaan yang sesuai dengan bidang masing-masing. Tumbuhnya ilmu-ilmu
pengetahuan yang berbeda dari segi metode. Serta terciptanya paradigma-
paradigma baru. Paradigma adalah konsep dasar yang dianut oleh suatu
masyarakat tertentu termasuk masyarakat ilmuan (Suriasumantri, 2010: 103).
Hingga saat ini ilmu pengetahuan terus berkembang dan terbagi menjadi bidang-
bidang yang lain dan bermunculan berbagai bidang-bidang ilmu baru.

2.2. Epistemologi
Cabang ilmu filsafat yang secara khusus membahas pertanyaan-pertanyaan
yang menyeluruh dan bersifat mendasar disebut Epistemologi. Istilah
Epistemologi berasal dari kata Yunani Episteme yang berarti pengetahuan dan
Logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Kata episteme dalam bahasa Yunani
berasal dari kata Epistamai yang artinya mendudukan, menempatkan, atau
meletakkan (Sudarminta, 2002: 18). Jadi makna harfiah dari kata episteme adalah
4

pengetahuan sebagai upaya upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam
kedudukan yang tepat. Epistemologi disebut juga Gnoseologi.
Epistemologi bertujuan untuk mengkaji dan menemukan ciri-ciri umum dan
hakiki dari pengetahuan manusia (Sudarminta, 2002: 18). Epistemologi juga
bertujuan mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang
mendasari pengetahuan serta memberi pertanggungjawaban rasional terhadap
perumusan kebenaran dan obyetivitasnya.
Berdasarkan metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan,
epistemologi dibedakan menjadi:
a. Epistemologi Metafisis
Epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari
pengandaian metafisika tertentu. Tokoh yang berpengaruh pada epistemologi
metafisis adalah Plato. Menurut Surdaminta (2002: 21) Plato memahami kegiatan
mengetahui sebagai kegiatan jiwa mengingat (anamnesis). Plato membedakan
antara pengetahuan (episteme), sebagai sesuatu yang bersifat obyektif, universal
dan tetap, serta pendapat (doxa), sebagai sesuatu yang bersifat subjektif,
partikular, dan berubah-berubah. Epistemologi metafisis hanya menghasilkan
sumbangan ilmu pengetahuan baru namun belum menghasilkan sebuah ilmu yang
baru, jadi epistemologi metafisis tidak begitu berpengaruh dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
b. Epistemologi Skeptis
Epistemologi skeptis diperlukan adanya pembuktian dari apa yang kita
ketahui sebagai sesuatu yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Tokoh yang
berpengaruh dalam epistemologi skeptis adalah Descrates (Surdaminta, 2002: 22).
Menurut Descrates, suatu strategi awal untuk meragukan segala pengetahuan, dan
melakukan pembuktian hingga kebenaran akan pengetahuan tersebut tidak dapat
diragukan lagi. Sejalan dengan epistemologi metafisis, epistemologi metafisis
sebatas menyumbang ilmu pengetahuan baru dan tidak memberi kontribusi yang
besar dalam perkembangan ilmu.
c. Epistemologi Kritis
Epistemologi kritis tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi
tertentu, melainkan berdasarkan asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal
5

sehat, pemikiran ilmiah dalam kehidupan. Berbeda dengan epistemologi metafisis
dan skeptis, epistemologi kritis memberi sumbangan ke arah ilmu, karena dalam
prosesnya menggunakan metode-metode ilmiah dalam mendapatkan suatu ilmu.
Berdasarkan berdasarkan obyek yang dikaji, epistemologi dibedakan menjadi:
a. Epistemologi Individual
Dalam epistemologi individiual, kajian tentang bagaiman struktur pemikiran
manusia sebagai individu bekerja dalam proses mengetahui. Epistemologi alami
merupakan bagian dai epistemologi individual.
b. Epistemologi Sosial
Epitemologi sosial adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data
sosiologis. Faktor-faktor yang mendukung diperolehnya pengetahuan antara lain
hubungan sosial, kepentingan sosial, dan lembaga sosial.
Dalam bagaimana mendapatkan pengetahuan (epistemologi) diperlukan
adanya dasar-dasar pengetahuan, darimana pengetahuan tersebut diperoleh
merupakan landasan adanya pengetahuan. Dasar-dasar pengetahuan dibedakan
menjadi:
a. Pengalaman
Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi
pada manusiadalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial
sekitarnya dan dengan seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi (Sudarminta, 2002:
32).
Terdapat tiga ciri pokok pengalaman manusia yaitu pengalaman manusia
sangat beraneka ragam, pengalaman manusia selalu berkaitan dengan obyek
tertentu di luar diri kita sebagai subjek, serta pengalaman manusia yang terus
bertambah dan tumbuh seiring bertambahnya umur, kesempatan dan tingkat
kedewasaan manusia.
b. Ingatan
Tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan dapat berkembang menjadi
pengatahuan. Tanpa ingatan, kegiatan penalaran tidak mungkin terjadi. Dengan
mengingat, kita mampu mengingat sesuatu kecakapan praktis yang dipelajari
sebelumnya. Tidak semua ngatan merupakan pengetahuan karena inngatan belum
tentu kebenarannya.
6

c. Kesaksian
Dengan adanya kesaksian dimaksudkan adanya penegasan tentang suatu
kebenaran oleh seorang saksi atas kejadian atau peristiwa. Beberapa pemikir
menolak kesaksian sebagai salah satu dasar sumber pengatahuan karena
kesaksisan dapat bersifat keliru dan menipu.
d. Minat dan rasa ingin tahu
Minat mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap
penting untuk diperhatikam, sedangkan rasa ingin tahu mendorong manusia untuk
bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik
minatnya (Sudirminta, 2002: 37).
Dengan adanya minat dan rasa ingin tahu maka akan tumbuh penelitian dan
penyelidikan untuk mengungkap kebenaran. Rasa ingin tahu juga mendorong
manusia untuk bernalar dalam mengungkapkan suatu pengetahuan.
e. Pikiran dan penalaran
Kegiatan berpikir mengandalkan adanya pikiran. Kegiatan pokok berpikir
adalah penalaran. Jadi penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu
kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran dapat berbentuk induksi, deduksi
maupun abduksi. Penalaran merupakan dasar dari suatu pengetahuan karena
dengan bernalar manusia dapat merumuskan suatu pengetahuan.
f. Logika
Tidak semua kegiatan berpikir disebut dengan penalatan. Penalaran
merupakan kegiatan berpikir seturut asas kelurusan berpikir atau sesuai dengan
hukum logika (Sudarminta, 2002: 40).
g. Bahasa
Selain logika, penalaran juga memerlukan bahasa. Seluruh kegiatan berpikir
manusia terkait dengan kemampuan manusia dalam berbahasa. Peran bahasa
dalam merumuskan pengatahuan dapat mealaui bahasa lisan maupun tulis.
Sebagai contoh, dengan adanya surat kabar yang disampaikan dengan bahasa
tertulis maka muncul beberapa pengetahuan baru.
h. Kebutuhan hidup manusia
Pada dasarnya memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan untuk dapat hidup
merupakan suatu bagisan dari cara manusia berada. Pengetahuan merupakan suatu
7

alat, strategi, dan kebijaksanaan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jadi dengan mengetahui kebutuhan hidup apa saja yang diperlukan manusia maka
dapat dirumuskan suatu pengetahuan yang baru.
2.3. Cara Mendapatkan Ilmu Pengetahuan
Kegiatan berpikir merupakan kegiatan mental yang menghasilkan suatu
pengetahuan. Metode ilmiah meruapakan cara yang ditempuh dalam kegiatan
berpikir untuk mendapatkan pengetahuan. Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie
Calder dalam Suriasumantri (2010: 121) dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Manusia dapat mengamati sesuatu karena perhatiannya terpusat pada
obyek tertentu. Perhatian tersebut dinamakan John Dewey dalam Suriasumantri
(2010: 121) sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita
menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.
Berdasarkan sikap manusia menghadapi permasalahan maka menurut Van
Persuen dalam Suriasumantri (2010: 122) membagi perkembangan kebudayaan
menjadi tiga tahap yaitu tahap mistis, tahap ontologis dan tahap fungsional. Tahap
mistis ialah tahap diamana manusia memiliki sikap yang merasakan dirinya
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Tahap ontologis adalah
tahap dimana sikap manusia yang mengambil jarak dari suatu obyek di sekitarnya
dan mulai melakukan penalaran-penalaran terhadap obyek tersebut. Ilmu mulai
berkembang pada tahap ontologis ini, manusia berpendapat bahwa hukum-hukum
tertentu terlepas dari dunia mistis dan menguasai gejala-gejala empiris. Sedangkan
tahap fungsional yaitu tahap dimana sikap manusia yang mempunyai pengetahuan
berdasarkan penalaran terhadap obyek-obyek yang ada di sekitarnya.
Ilmu diawali dengan fakta dan diakhiri dengan fakta. Untuk memperkuat
fakta-fakta tersebut baik di awal maupun di akhir, maka diperlukan teori ilmiah.
Teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni (a) harus konsisten dengan
teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam
teori keilmuan secara keseluruhan; (b) harus cocok dengan fakta-fakta empiris
(Suriasumantri, 2010: 124). Adanya teori ilmiah tersebut merumuskan suatu
kerangka berpikir ilmiah yang dijembatani oleh penyusunan hipotesis yang
disebut dengan proses logico-hypothetico-verifikasi. Kerangka berpikir ilmiah
8

yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi terdiri dari langkah-langkah
sebgai berikut:
1. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai obyekempiris
dengan batas-batas yang jelas serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang
terkait.
2. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
pendapat yang menjelaskan hubungan yang terdapat antara berbagai faktor
yang saling mengkait dan membentuk korelasi permasalahan
3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan
yang diajukan pada perumusan masalah, yang hasilnya merupakan suatu
kesimpulan.
4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan-pengumpulan fakta yang
relevan yang mendukung hipotesis.
5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan ditolak atau diterima. Hipotesis diterima jika terdapat fakta yang
cukup dan mendukung.
Lebih jelasnya tentang kerangka berpikir ilmiah dapat digambarkan melalui
skema berikut ini.










DITOLAK
PERUMUSAN
MASALAH
KHASANAH
PENGETAHUAN
ILMIAH
PENYUSUNAN
KERANGKA
BERPIKIR
PERUMUSAN
HIPOTESIS
PENGUJIAN
HIPOTESIS
DITERIMA
Deduksi
Koherensi
Induksi
Korespondensi
Pragmatisme
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Ilmiah
9

Menurut Gie (2010: 118) segenap unsur metode ilmiah dapat dijelaskan
menjadi bagan berikut:




METODE
ILMIAH
Pola Prosedural
- Pengamatan
- Percobaan
- Pengukuran
- Survei
- Deduksi
- Induksi
- Analisis
- Lainnya
Tata Langkah
1) Penentuan masalah
2) Perumusan hipotesis
3) Pengumpulan data
4) Penurunan kesimpulan
5) Pengujian hasil
Berbagai Teknik - Daftar pertanyaan
- Wawancara
- Perhitungan
- Pemanasan
- Lainnya
Aneka alat - Neraca
- Meteran
- Perapian
- Komputer
- Lainnya
Gambar 2. Unsur-unsur Metode Ilmiah
10

2.4. Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan pengetahuan yang diproses menurut
metode ilmiah yang telah memenuhi syarat-syarat keilmuan. Ilmu dapat
diibaratkan sebagai piramida terbalik dengan perkembangan pengetahuan yang
bersifat kumulatif dimana penemuan penemuan pengetahuan ilmiah yang satu
memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lain.
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diawali sebagai pernyataan
pengetahuan ilmiah yang baru yang memperkaya khasanah ilmu yang telah ada.
Metode ilmiah mempunyai mekanisme umpan balik yang bersifat korektif yang
memungkinkan upaya keilmuan menemukan kesalahan yang mungkin diperbuat.
Pengetahuan ilmiah baru diperoleh dari pengujian hipotesis. Pada dasarnya ilmu
dibangun secara bertahap sedikit demi sedikit dimana para ilmuan memberikan
sumbangannnya sesuai kemampuannnya. Secara kuantitatif dikembangkan oleh
masyarakat keilmuan secara keseluruhan.
Ilmu ada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang bersal dari
gejala alam. Penjelasan keilmuan memungkinkan untuk meramalkan apa yang
akan terjadi sehingga dapat dikontrol sesuai kebutuhan manusia. Jadi ilmu pada
hakekatnya mempunyai 3 fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol.
Secara garis besar terdapat empat jenis pola penjelasan:
1. Pejelasan deduktif : menggunakan cara berfikir deduktif dalam menjelaskan
suatu gejala dengan menarik kesimpulan secara logis dari premis-premis yang
telah ditetapkan sebelumnya
2. Penjelasan probablistik : merupakan penjelasan yang ditarik secara induktif,
tidak memberikan kepastian melainkan kemungkinan
3. Penjelasan fungsional atau teleologis : merupakan penjelasan yang meletakan
sebuah unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan yang
mempunyai karakteristik atau arah perkembangan tertentu
4. Penjelasan genetik : mempergunakan faktor-faktor yang timbul sebelumnya
dalam menjelaskan gejala yang muncul kemudian
Teori merupakan faktor pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan
mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Teori sering
mempergunakan postulat dan asumsi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
11

Sebuah teori terdiri dari hukum-hukum. Hukum pada hakekatnya merupakan
pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu
kaitan sebab-akibat.
Teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang
mengapa suatu gejala-gejala terjadi. Sedangkan hukum memberikan
kemampuan meramalkan tentang apa yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah
dalam bentuk teori dan hukum ini merupakan alat yang dapat kita pergunakan
untuk mengontrol gejala alam. Pengetahuan ilmiah dan hukum harus bersifat
universal. Sistem dari pernyataan-pernyataan agar terpadu secara utuh dan
konsisten jelas-jelas memerlukan konsep yang mempersatukan dan konsep yang
mempersatukan tersebut adalah teori. Makin tinggi keumuman sebuah konsep
maka makin teoritis konsep tersebut. Diibaratkan seperti pohon dengan akar,
semakin tinggi pohon, maka makin tinggi pula kita harus menjangkau akar. Makin
teoristis sebuah konsep maka makin jauh pula kaitan langsung konsep tersebut
gejala fisik yang nyata. Kegunaan praktis sebuah konsep yang bersifat teoritis
apabila konsep tersebut diterapkan pada masalah-masalah yang bersifat praktis.
Dari pengertian tersebut kemudian lahir istilah ilmu dasar dan ilmu terapan.
Dalam ilmu kimia terdapat beberapa jenis teori yang diungkapkan beberapa
ilmuwan diantaranya Teori Ikatan Valensi dan Teori Orbital Molekul. Kedua teori
tersebut menjelaskan terjadinya pembentukan ikatan dalam suatu molekul.
Seringkali sebuah negara dalam pengembangan ilmu terlalu menitikberatkan
pada ilmu terapan. Sepintas hal ini memang menguntungkan sebab penelitian dari
ilmu terapan secara langsung mempunyai manfaat praktis berupa pemecahan
masalah yang bersifat konkret. Namun hal ini jika dilihat dalam perspektif jalan
panjang maka kemandegkan dalam pengembangan ilmu dasar akan berdampak
serius.
Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori pernyataan
yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku
secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan
kejadian yang terjadi. Dalam ilmu kimia terdapat pula prinsip-prinsip yang
digunakan, yaitu prinsip aufbau, prinsip aturan Hund dan prinsip larangan Pauli
dalam pengisian elektron suatu orbital.
12

Selain itu juga ada postulat dalam bidang keilmuan. Postulat merupakan
asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya.
Postulat ditetapkan begitu saja tanpa melalui prosedur. Meskipun demikian harus
ada alasan yang kuat dalam menetapkan sebuah postulat. Dalam ilmu kimia juga
dikenal beberapa postulat yaitu postulat-postulat Dalton dalam mendukung teori
atomnya, postulat Hammond dalam kimia organik, serta beberapa postulat lainnya
dalam mekanika kuantum.
Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang
kebenaran maka hal ini berlainan dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam
sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang
kebenarannya secara empiris dapat diuji. Terdapat bermacam-macam teori lainnya
dalam khasanah pengetahuan ilmiah. Harus dipilih teori yang terbaik dari
sejumlah teori-teori yang ada berdasarkan kecocokan asumsi yang
dipergunakannya. Itulah sebabnya maka dalam pengkajian ilmiah seperti
penelitian dituntut untuk menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip,
serta dasar-dasar pemikiran lain.
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang
sebelumnya belum pernah diketahui dinamakan penelitian murni atau penelitian
dasar. Sedangkan penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan
ilmiah yang telah diketahui untuk memecahkan masalah praktis disebut penelitian
terapan.

III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Epistemologi berasal dari kata Yunani Episteme yang berarti pengetahuan dan
Logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Jadi makna harfiah dari kata
episteme adalah pengetahuan sebagai upaya upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan yang tepat.
b. Proses berpikir manusia menggunakan penalaran untuk mendapatkan suatu
pengetahuan. Proses mendapatkan pengetahuan tersebut menggunakan
metode ilmiah berupa kerangka berpikir ilmiah dengan proses logico-
hypothetico-verifikasi.
13

c. Struktur pengetahuan ilmiah merupakan bagian dari pengetahuan yang terdiri
dari teori, hukum, postulat, dan asumsi.

IV. DAFTAR PUSTAKA
4.1. Gie, The Liang. 2010. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty
4.2. Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat
Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius
4.3. Suriasumantri, J.S. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Penngantar Populer.
Jakarta: Penebar Swadaya.

14

LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan dan Jawaban
1. Nama: Elcha Narendra P
Pertanyaan:
Pada jenis epistemologi berdasarkan metode pendekatan dibedakan menjadi
Epitemologi Metafisis, Epistemologi Skeptis dan Epistemologi Kritis, apakah
ada metode masing-masing untuk mendapatkan masing-masing epistemologi
tersebut?
Jawaban:
Dalam epistemologi kritis dalam memperoleh ilmu menjadi pengetahuan
menggunakan metode ilmiah. Sedangkan dalam epostemologi metafisis dan
skeptis juga digunakan suatu metode yang berbeda untuk mendapatkan suatu
pengetahuan saja, belum merupakan suatu ilmu karena metode yang digunakan
bukanlah metode ilmiah. Metode apa yang digunakan pada epistemologi
metafisis dan skeptis, penulis belum mendapatkan literatur mengenai hal
tersebut.
2. Nama: Iffatul Muna
Pertanyaan:
a. Epistemologi merupakan bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang
benar. Benar disini maksudnya bagaimana. Apakah ada kriteria untuk
benar dalam mendapatkan pengetahuan. Apakah ada pengetahuan yang
salah? Yang salah pengetahuannya atau metodenya? Jelaskan!
b. Apa perbedaan antara Realisme, Idealisme dengan keilmiahan? Semua
pengetahuan harus secara ilmiah, lalu apa fungsi Realisme dan Idealisme?
Jawaban:
a. Pada dasarnya semua pengetahuan itu sama, kebenaran suatu pengetahuan
dilihat dalam penerapannya oleh manusia masing-masing. Pengetahuan
dapat bernilai benar jika penggunaanya benar, pengetahuan dapat bernilai
salah jika penggunaannya salah.
Pengetahuan dapat menjadi ilmu apabila cara mendapatkan pengetahuan
tersebut menggunakan metode ilmiah sehingga dapat ditarik kesimpulan
yang benar, apabila tidak menggunakan metode ilmiah yang benar maka
15

tidak dapat ditarik kesimpulan yang benar, sehingga bukan merupakan
suatu ilmu yang baru.
b. Realisme dan idealisme merupakan suatu pandangan mengenai suatu
pengetahuan sedangkan cara mendapatkannya adalah suatu proses
keilmiahan.
3. Nama: Ulya Latifa
Pertanyaan:
a. Dimanakah letak epistemologi dalam filsafat ilmu?
b. Apakag kegunaan epistemologi metafisis dan skeptis, apa sama dengan
epistemologi kritis yang digunakan untuk mendapatkan ilmu secara metode
ilmiah?
Jawaban:
a. Pembatasan dalam filsafat ilmu sangat sulit. Letak epistemologi dapat
dijelaskan melalui diagram berikut:






Epistemologi terletak antara ontologi (apa yang dikaji) dan aksioligi
(mengapa ini dikaji), sedangkan filsafat berada di semua aspek saat
seseorang berpikir.
b. Epistemologi skeptis dan metafisis menghasilkan sebuah pengetahuan,
namun tidak menyumbang dalam perkembangan ilmu. Sedangkan
epistemologi kritis menghasilkan suatu ilmu.
4. Nama: Yunisa
Pertanyaan:
Berpikir deduktif dan induktif apa selalu digunakan bersama-sama? Atau bisa
salah saja dalam metode ilmiah?
Jawaban:
Ontologi Epistemologi Aksiologi
Filsafat
Filsafat
Filsafat
16

Berpikir deduktif dan induktif dapat digunakan secara bersama-sama dalam
metode ilmiah, namun jika scoope atau cakupan pengetahuan lebih sempit
dapat digunakan berpikir deduktif sajaatau induktif saja.
5. Nama: Brian Anggriawan
Pertanyaan:
Dalam pengujian hipotesis ada yang ditolak dan diterima, yang ditolak kembali
lagi ke tahap penyusunan kerangka berpikir, apakah hipotesis yang ditolak
dapat berubah menjadi hipotesis yang diterima?
Jawaban:
Hipotesis yang ditolak maka dilakukan dikaji lebih lanjut, mungkinterdapat
kesalahan teori yang mendukung atau lainnya, setelah dilakukan pengkajian
kembali maka hipotesis dirumuskan kembali dan kemudian diuji kembali, bisa
jadi hipotesis yang ditolak dapat diterima nantinya. Karena pengetahuan yang
benar belum tentu benar seperti pada Teori Atom Dalton yang menyatakan
bahwa partikl terkecil merupakan atom, namun saat ini teori tersebut tidak
bernilai benar karena taom masih tersusun dari partikel-partikel materi yaitu
elektron, proton dan neutron.

Anda mungkin juga menyukai