Abses Paru Week III

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

A.

Pendahuluan
Penyakit infeksi paru masih merupakan penyebab kematian yang sangat penting di
Indonesia. Baik yang mengenai cabang-cabang pembuluh paru (bronkus, bronkiolus) atau
yang mengenai jaringan paru-paru.

Abses paru merupakan salah satu penyakit infeksi paru yang didefinisikan sebagai
kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan
akibat infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga
membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih.

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan perlangsungan dan penyebabnya.
Berdasarkan perlangsungannya abses paru diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Disebut
akut apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu 4 minggu. Abses disebut kronik apabila
perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6 minggu. Sedangkan menurut penyebabnya
abses paru dibagi menjadi abses primer dan sekunder. Abses primer muncul karena nekrosis
jaringan paru (akibat pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang
normal. Disebut abses sekunder apabila disebabkan kondisi sebelumnya seperti septik emboli
(misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing),
bronkiektasis ataupun pada kasus imunokompromis.
B. Definisi
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang berisi pus dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.

Kavitas ini berisi material purulen sel radang akibat
proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan
jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia.
C. Epidemiologi

Mortalitas/Morbiditas
Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan antibiotik, dengan
tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%.
Faktor host yang menyebabkan prognosis memburuk antara lain usia lanjut,
kekurangan tenaga, malnutrisi, infeksi HIV atau bentuk lain imunosupresi, keganasan, dan
durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien dengan status
imunokompromis mendasar atau obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru
dapat mencapai 75%.
Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat menghasilkan
prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan tingkat kematian abses paru yang
disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%.
Seks
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang
dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
Umur
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan meningkatnya
penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan aspirasi pada usia ini. Namun,
serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme
tinggi melaporkan usia rata-rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.

Orang-orang tua, orang-orang dengan immunocompromise, malnutrisi, debilitated dan
khususnya orang-orang yang tidak pernah mendapatkan antibiotik adalah orang-orang yang
paling rentan dan memiliki prognosis yang paling buruk.

D. Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilic streptococcus
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari
spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.
b. Kelompok bakteri aerob
Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi
- Staphillococcus aureus
- Streptococcus micraerophilic
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain.
Seperti contoh: Obstruksi bronkial (karsinoma bronkogenik); penyebaran
hematogen (endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah
sekitar (mediastinum, subphrenic).

Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumoniae
- Pseudomonas aeroginosa
- Escherichia coli
- Actinomyces species
- Nocardia species
- Gram negatif bacilli
c. Kelompok jamur (mucoraceae, aspergillus species), parasit, amuba,
mikobakterium
Prevalensi tertinggi berasal dari infeksi saluran pernapasan dengan mikroorganisme
penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora
mulut, hidung, dan tenggorokan.
Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien:
1. Ada sumber infeksi saluran pernafasan.
Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker
paru yang terinfeksi.
2. Daya tahan saluran pernafasan yang terganggu
Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus,
gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia.
3. Obstruksi mekanik saluran pernafasan karena aspirasi bekuan darah, pus, bagian
gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung
pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen
posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan
menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru
kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

E. Patofisiologi
















1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai
dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan
likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir
proses abses dengan jaringan fibrotik.

Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke saluran
nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin keluar
sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada pemeriksaan radiografik
Abses yang pecah akan keluar bersama batuk sehingga terjadi aspirasi pada bagian
lain dan akhirnya membentuk abses paru yang baru.. Kadang-kadang abses pecah ke
dalam rongga pleura dan menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan
pneumotoraks atau empiema.

2. Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut:
Sapurasi
Infeksi
Nekrosis
lekuspikasi
Trompasis
daerah lokal
Gangguan
keseimbangan
elektrolit tubuh
Peningkatan
suhu tubuh
Nekrosis
Obstruksi parentum paru
Sputum meningkat
berbau busuk
Rongga pleura
Ketidak efektifan
jalan nafas
Intoleransi
aktivitas
Sesak
Jaringan
nekrosis
Abses paru
Aspirasi
bronkus
Abses pecah
Keluar
bersama
batuk
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan
faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim
paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka
terbentuklah air-fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain
inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan
perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misalnya
abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis dengan
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada
penderita empisema paru atau polikistik paru yang mengalami infeksi
sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses
abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik.
Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar.
Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar
limfe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker
bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh
e. darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat
terbentuk abses.

f. Diagnosis
Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang
lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.
1. Keluhan penderita yang khas seperti malaise, demam ringan sampai demam
tinggi, batuk purulen dengan bau amis dan penurunan berat badan.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti infeksi saluran nafas atas, infeksi gigi,
serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi.
3. Pemeriksaan laboratorium. Peningkatan jumlah leukosit yang umumnya
mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat ditemukan pada abses lama.
4. Bronkoskopi. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada bronkus. Obstruksi
bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma.
5. Aspirasi Jarum Perkutan. Meripakan cara dengan akurasi yang tinggi untuk
melakukan diagnosis bakteriologis.
I . Gambaran Klinis
Gejala penyakit biasanya berupa:
a. Malaise
Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama
kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.
b. Demam
Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan rigor
dengan suhu tubuh mencapai 39.4
0
C atau lebih. Tidak ada demam tidak
menyingkirkan adanya abses paru
c. Batuk
Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah
beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah.
Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan
penyebabnya bakteri anaeraob dan disebut dengan putrid abscesses, tetapi
tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai, biasanya ringan
tetapi ada yang masif.
d. Nyeri pleuritik
Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya
keterlibatan pleura.
e. Sesak
Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas
f. Anemia
Anemia yang terjadi dapat berupa anemia defisiensi yang disebabkan oleh
kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering
disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada hemoptisis
masif.

I I . Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal, tanda-tanda
konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki basah atau krepitasi di
tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi pleura.
Apabila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dadakadang-kadang terdengar
suara amforik, usara nafas bronchial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dank arena
bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka disertai oleh adanya konsolidasi sekitar abses dan
drainase abses yang baik.
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks (empiema
toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding dada tertinggal di
tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak, bunyi nafas menghilang, dan
terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama pendorongan jantung kearah
kontralateral tempat lesi.
I I I . Pemeriksaan Labolatorium
Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm
3
dengan hitung jenis
bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak terutama neutrofilyang immatur. Pada
abses lama dapat ditemukan anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk mengetahui
miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari aspirasi transtrakheal,
transtorakal atau bilasan/sikatan bronkus untukmenghindari kontaminasi dari organisme
anaerobik normal pada mulut dan saluran napas atas.

I V. Gambaran Radiologis

X-RAY RADIOGRAFI
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk abses
paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang menimbulkan nekrosis
dengan pengumpulan nanah. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan
gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas
homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radioluse dalam
bayangan infiltrate yang padat.
Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak sampai
terhubung dengan bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran keluar debris nekrotik.
Bahan nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan menimbulkan gambaran radiologik
berupa defek lusen atau kavitas.
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke saluran
napas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya mungkin keluar sebagian, dan
menghasilkan batas udara air (air-fluid level) di dalam cavitas pada pemeriksaan radiografik.
Nekrosis akan mengakibatkan hilangnya corakan bronkovaskular normal yang
diakibatkan oleh dekstruksi hampir seluruh dinding alveoli, septa interlobularis, dan
bronkovaskular pada daerah kavitas. Parenkim paru normal di sekitarnya bereaksi terhadap
jaringan nekrosis ini dengan membentuk suatu reaksi inflamasi di sekitar bahan nekrotik
dengan edema lokal dan pendarahan. Dinding kavitas dibentuk oleh infiltrat inflamasi di
sekitar lesi, edema, perdarahan, dan jaringan paru normal yang tertekan.



Posisi Posterior-Anterior (PA) :
Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).



Posisi Lateral
Terdapat kavitas disertai air fluid level pada lobus kanan paru (panah putih)
COMPUTED TOMOGRAPHY
CT dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos dan dapat
membantu menentukan lokasi dinding dalam dan luar kavitas abses. Pemeriksaan ini
membantu membedakan abses paru dengan kelainan paru lain yang mempunyai lesi berupa
kavitas.
Gambaran CT pada abses paru adalah kavitas yang terlihat bulat dengan dinding tebal,
tidak teratur, terletak di daerah jaringan paru yang rusak dan tampak gambaran air-fluid level.
Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses,
tidak tertekan atau berpindah letak. Abses paru juga dapat membentuk sudut lancip dengan
dinding dada. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan bronkhus yang berada dalam abses dapat
terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses


CT-Scan pada abses paru
Tampak kavitas di lobus bawah kiri dengan dinding yang relatif tebal
(black arrow). Kavitas memiliki batas dalam yang halus dan air-fluid level
(white arrow). Terdapat reaksi inflamasi pada sekitar paru-paru (yellow
arrow).
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG jarang dianjurkan pada pasien dengan abses paru. Namun, USG
juga dapat mendeteksi abses paru. tampak lesi hipoechic bulat dengan batas luar. Apabila
terdapat kavitas, didapati adanya tambahan tanda hiperechoic yang dihasilkan oleh gas-tissue
interface.

Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira
sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan
dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran
hipoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)


F. Diagnosis Banding
Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosa banding pada kasus abses paru.
Hal ini dikarenakan ada beberapa kelainan paru lain yang menyebabkan terbentuknya kavitas
sama seperti abses paru.
1. Carcinoma
Karsinoma bronkogenik merupakan penyebab yang paling sering , kelainan
yang dijumpai adalah kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang
jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter
yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler. Banyak teori yang
mengemukakan mengenai terbentuknya kavitas pada karsinoma. Teori yang paling
umum adalah obstruksi dari arteri yang memperdarahi nodul tersebut, sehingga terjadi
infark sentral
Sifat dinding kavitas berguna untuk diagnosis banding lesi-lesi ini. Kavitas
yang disebabkan oleh penyakit maligna cenderung mempunyai dinding dalam yang
tidak teratur dan noduler, walaupun dinding luarnya bisa berbatas tegas atau tidak.
Kavitas pada inflamasi biasanya mempunyai dinding dalam yang halus. Sebagai
tambahan, semakin tebal dinding suatu kavitas, semakin besar kemungkinan maligna,
kecuali pada kasus dimana kavitas terbentuk amat cepat(dalam beberapa hari), pada
kasus dimana kavitas berasal dari trauma atau infeksi. Diagnosis pasti dilakukan
dengan pemeriksaan sitologi/patologi.

Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas

2. Tuberkulosis
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada
tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur. Pada penyakit
aktif, dapat dijumpai gambaran bercak-bercak berawan dan kavitas, sedangkan pada
keadaan tidak aktif dapat dijumpai kalsifikasi yang berbentuk garis.

Terjadi pada segmen apical atau posterior pada lobus atas atau segmen
superior dari lobus bawah, biasanya pada lobus atas bilateral. Kavitas
berdinding tipis, halus pada batas dalam tanpa air-fluid level


3. Empiema
Pada gambaran CT empiema, tampak pemisahan pleura parietal dan visceral (pleura
split) dan kompresi paru.

Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus atas kanan
dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna hijau) dan lesi lain
di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi
pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses
paru dan pada bagian bawah paru kiri adalah empiema.
G. Tatalaksana
a. Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan
kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi dalam
2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi antibiotik peroral. Pada
terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
Metronidazol 4x500 mg, atau
Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.

b. Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh diposisikan
sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada kebanyakan pasien,
drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan produksi sputum purulen.
c. Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi lancar.

Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan pengosongan abses
yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik
melewati bronkus langsung ke lokasi abses.
d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
- Abses menjadi menahun
- Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah terapi
intensif selama 6 minggu, atau
- Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut yang cukup
luas dan mengganggu faal paru.
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi segmental
biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap
abses multipel atau gangren paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-
obatan.

H. Komplikasi

Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus
atau penyebaran langsung melalui jarinag sekitarnya. Abses paru yang drainasenya
kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan kecenderungan infeksi
staphylococcus, dan apabila ruptur ke rongga pleura menjadi piotoraks (empiema).
Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis
sehingga terjadi piopneumotoraks dan bronkopleura.
Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan selama 6
minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen. Dan mungkin akan
menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal dan amiloidosis. Abses paru kronik juga
dapat mengakibatkan anemia, malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta
gagal jantung terutama pada manula.


I. Prognosis
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik.

Lebih dari 90% dari abses paru-
paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial
sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi
penurunan dari 30 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 20 % pada era
sekarang.

Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang
lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi. Beberapa
faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut :

1. Anemia dan Hipoalbuminemia
2. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
3. Lesi obstruksi
4. Bakteri aerob
5. Immunocompromised
6. Usia tua
7. Gangguan intelegensia
8. Perawatan yang terlambat

Daftar Pustaka

1. Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8
2. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40
3. Wallis, R.S., J.L.Johnson: Adult tuberculosis in the 21st century: pathogenesis,
clinical features, and management. Cited on Jan 3, 2013. Available at www.mevis-
research.de
4. Budjang N. Radang. Radang Paru Yang Tidak Spesifik. Dalam: Ekayuda I, editor.
Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2005. Hal. 100-5
5. Kumar, Vinay. Abbas, Abul. Robbins Basic Pathology, 8
th
edition. Philadelphia:
Saunders. 2007. Hal 515
6. Kamangar, Nadar. Lung Abscess. Updated on [Aug 19, 2009] cited on Jan 3, 2013.
Available at www.emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai