MIKROKAPSUL
MIKROKAPSUL
MIKROKAPSUL
Fakultas Farmasi
Universitas hasanuddin
MAKALAH
Mikrokapsul
Oleh
Nama : A k m a l
Kelompok : III (Tiga)
Golongan : Senin
Asisten : Rizkasari Annisa
MAKASSAR
2014
1. Pendahuluan
Mikroenkapsulasi adalah proses fisik dimana bahan aktif (bahan
inti), seperti partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam
bahan sekunder (dinding), berupa lapisan film tipis. Proses ini
digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap tersimpan dalam
keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi tertentu
saat digunakan. Ide dasar mikroenkapsulasi berasal dari sel, yaitu
permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap
inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan berperan
dalam pengaturan metabolisme sel. Mikroenkapsulasi yang
berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk
melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Penerapan mikroenkapsulasi secara komersial bermula dari
pembuatan salinan kertas tanpa kertas karbon oleh National Cash
Register. Salinan tercetak ketika tekanan pena memecah mikrokapsul
yang mengandung prekursor pewarna yang kemudian diikuti reaksi
kimia antara prekursor pewarna di bagian atas halaman dan sumber
asam di halaman bagian bawah sehingga terbentuk gambar atau
tulisan. Gelatin digunakan sebagai bahan mikrokapsul dan bahan aktif
yang digunakan adalah prekursor pewarna.
Penelitian dan publikasi mengenai teknologi mikroenkapsulasi
telah banyak dilakukan dan diterbitkan di berbagai belahan dunia
dalam kurun waktu 60 tahun terakhir ini. Namun hingga saat ini, masih
banyak bidang untuk dikembangkan dengan berbagai modifikasi pada
metoda, pemilihan bahan sebagai mikrokapsul maupun bahan yang
dimikroenkapsulasi. Penulisan ini ditujukan untuk memberikan
gambaran umum mengenai teknologi mikroenkapsulasi yang
diterapkan dalam industri pangan, manfaat yang diperoleh, kelebihan
maupun kekurangan dalam penerapan, dan perkembangannya
dewasa ini.
Laporan pertama mengenai aplikasi enkapsulasi dalam industri
pangan diterbitkan pada tahun 1956 oleh Scultz dan kawan-
kawan.Mereka mengkapsulkan minyak sitrus ke dalam sukrosa dan
dekstrosa. Produk yang dihasilkan memberikan stabilitas yang baik
dan selama penyimpanan citarasa dapat bertahan hingga enam bulan.
Proses enkapsulasi juga diterapkan oleh peneliti-peneliti yang lain.
Proses ini berkembang menjadi mikroenkapsulasi dan berkembang
lebih lanjut menjadi nanoenkapsulasi.
2. Ciri-ciri Mikrokapsul
Pengelompokan kapsul berdasarkan pada ukuran partikel > 5000 m
(makro), 1,0-5000 m (mikro) dan < 1,0 m (nano). Mikrokapsul dapat
berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak beraturan. Dua jenis struktur
utama dari mikrokapsul adalah satu inti (single core) dan banyak inti (multiple
core) pada bagian dindingnya.
Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan
caracoacervation, droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini
biasanya memiliki muatan inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat
mikrokapsul. Mikrokapsul dengan struktur banyak inti di bagian dinding
umumnya diproduksi menggunakan spray drying. Bahan inti tersebar secara
merata di bagian dinding dan bagian tengah mikrokapsul biasanya berupa
rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama tahap-tahap
pengeringan akhir.
Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis hingga 70% dari
berat mikrokapsul.
Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau
pengisi. Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan,
ataupun gas.Isi dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam
mekanisme. Pelapis dapat rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah,
meleleh ketika terekspos dengan panas, terlarut dalam solvent (pelarut).
Perubahan pH dapat mengubah kemampuan proses penembusan bahan
aktif sehingga mengendalikan pelepasan. Pelapis dari lemak (lipid) dapat
terdegradasi akibat enzim lipase dan bahan aktif berdifusi ke lingkungan.
Sifat fisik dan kimia dari bahan aktif (seperti kelarutan, difusivitas,
tekanan uap, dan koefisien partisi) dan pelapis (seperti ketebalan, porositas
dan kemampuan bereaksi) juga mempengaruhi pelepasan bahan aktif.
Bahan pelapis yang disebut juga sebagai kulit, dinding, atau membran, dapat
berasal dari film-forming (pembuat lapisan tipis) polimer natural atau sintesis.
Memilih pelapis harus berdasarkan pada sifat kimia maupun fisik
bahan aktif, juga proses yang digunakan untuk membuat mikrokapsul. Bahan
pelapis harus tidak larut dan tidak bereaksi terhadap zat aktif. Umumnya,
polimer yang tidak larut dalam air digunakan untuk membuat mikrokapsul
dengan bahan aktif seperti air, dan polimer yang dapat larut air digunakan
untuk mikrokapsul pada bahan aktif organik.
Untuk meningkatkan kualitas lapisan, lapisan dibuat beberapa lapis,
memiliki sifat yang seperti plastik, cross-linking, juga ada perlakuan pada
permukaannya. Ketebalan lapisan dimanipulasi untuk meningkatkan
permeabilitas dan stabilitas dari mikrokapsul.Memberikan rangkuman secara
umum mengenai proses mikroenkapsulasi.
3. Jenis-jenis Mikrokapsul
Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan
cairan bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan
inti menjadi berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penangan bahan
menjadi lebih mudah dalam bentuk padatan. Bahan yang memiliki
higroskopis dapat dilindungi dari kelembaban lingkungan. Selain melindungi
zat aktif, proses ini juga bermanfaat untuk menutupi rasa, aroma ataupun
yang tidak diinginkan dari bahan aktif. Kestabilan dari bahan yang mudah
menguap, sensitif terhadap cahaya, oksidasi atau panas dapat
dipertahankan. Hal penting lain dalam proses mikroenkapsulasi bahan
makanan adalah juga untuk mengatur pelepasan bahan aktif pada waktu
yang dikehendaki. Bahan-bahan yang berhubungan dengan makanan yang
dienkapsulasi meliputi asam, pewarna, enzim, mikroorganime, perasa, lemak
dan minyak, vitamin dan mineral, garam, pemanis dan gas. Pemanfaatan
enkapsulasi dalam makanan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini.
3.1. Penyedap rasa/perasa
Beberapa contoh pemanfaatan enkapsulasi perasa adalah minyak
sitrus, minyak peppermint, minyak bawang putih maupun bawang bombay,
minyak bumbu-bumbu. Ketertarikan pemanfaatan enkapsulasi dalam bumbu-
bumbu terutama dalam proses pembuatan saus.
Mikroenkapsulasi perasa pada umumnya menggunakan spray drying
meskipun spray cooling/chilling, extrusion, inculsion complexationjuga sering
digunakan. Spray drying paling sering digunakan untuk enkapsulasi karena
selain murah dalam ongkos produksi juga menghasilkan butiran (powder)
yang lebih seragam ukurannya. Bahan-bahan yang umum digunakan untuk
menyimpan perasa adalah bahan yang mengandung gula, seperti pati dan
gum.
Di dalam minyak sitrus terdapat perasa yang meliputi lemon, orange,
grape, lime, dan grapefruit. Enkapsulasi minyak sitrus yang disimpan dalam
maltodextrin menggunakan proses spray drying memiliki kestabilan yang
lebih baik dari pada minyak yang tidak dillindungi. Minyak sitrus sangat
mudah mengalami proses oksidasi karena adanya ikatan tidak jenuh pada
struktur mono dansesquiterpenoid-nya. Proses oksidasi menghasilkan rasa
yang tidak menyenangkan seperti turpentine. Meningkatkan nilai dextrose
equivalent pada maltodextrin memberikan perlindungan yang lebih baik pada
minyak karena adanya sifat pelindung dari oksigen.
Enkapsulasi jinten oleoresin telah dikembangkan di India. Dengan
memiliki sifat yang sulit larut dalam makanan berair mengakibatkan bahan ini
sulit tercampur merata dalam makanan. Selain itu, mereka sensitif terhadap
cahaya, panas dan oksigen, serta memilki waktu simpan yang pendek jika
tidak disimpan dengan benar. Penyedap jinten ini mengandung bermacam-
macam komponen kimia, termasuk terpen (misalnya pinene, p-cymene,-
terpinen), aldehida (misalnya cuminaldehyde, 1,3-p-Mentha dan 3-p-
menthen-7-al) dan terpen alkohol (cuminyl alkohol). Penyedap rasa ini
memberikan rasa hangat, berbumbu seperti kare, yang didominasi
oleh cuminaldehyde.
Proses enkapsulasi ini efektif untuk sterilisasi bumbu maupun herbal
dengan kehilangan rasa yang minimal. Sehingga, bahan-bahan ini dapat
digunakan dengan aman dalam pendingin ataupun jika membutuhakan
proses dalam suhu tinggi.
3.2. Enzim
Mikroenkapsulasi laktase dikembangkan untuk menghindari adanya
hidrolisa laktose sebelum konsumsi. Enzim laktase, yang dihasilkan dalam
usus kecil, diperlukan untuk menghidrolisa laktose menjadi glukosa dan
galaktosa. Ketiadaan laktase dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada
proses pencernaan saat mengkonsumsi susu, seperti kram atau diare. Untuk
mengatasi masalah ini, enzim laktase ditambahkan pada susu sebelum
dikonsumsi. Namun, hal ini mengakibatkan terjadinya proses hidrolasi laktose
sebelum dikonsumsi dan mengubah rasa susu empat kali lebih manis
dibanding sebelum ditambahkan.
Dengan mikroenkapsulasi, laktase yang ditambahkan akan bereaksi
dengan laktose setelah dikonsumsi karena rusaknya mikrokapsul akibat
proses pencernaan. Bahan pelapis yang memberikan efisiensi enkapsulasi
hingga 94.9% adalah Medium Chain Triglyceride(MCT).
Penambahan enzim secara langsung ke dalam susu pada proses
pembuatan keju memberikan hasil tidak seperti yang diinginkan karena
hilangnya enzim dalam whey, pendistribusian enzim yang kurang baik
sehingga mengurangi kualitas keju.
Penambahan enzim yang telah dienkapsulasi menghilangkan masalah
akibat penambahan enzim langsung dan mencegah proteolisis yang segera
dan ekstensif serta kontaminasi whey. Secara fisik, immobilisasi enzim dalam
mikrokapsul terpisah dari substrat dalam campuran dadih susu dan keju
selama proses pembuatan keju. Enzim hanya dilepaskan ke dalam matrix
keju ketika kapsul rusak selama proses pematangan. Lemak susu digunakan
beberapa peneliti untuk melapisi enzim yang bertanggung jawab pada
penghasil rasa di keju. Keju yang dihasilkan dengan mikrokapsul ini memiliki
rasa yang sangat kuat daripada keju tanpa mikroenkapsulasi enzim.
3.3. Asam
Asam askorbat dapat meningkatkan penyerapan zat besi dari usus
dengan mereduksi zat besi menjadi senyawa yang lebih mudah larut dan
mudah diserap. Meskipun demikian, asam askorbat merupakan senyawa
yang sangat tidak stabil dan mudah hancur dalam pengolah oleh suhu, pH,
oksigen dan sinar ultraviolet. Teknik mikroenkapsulasi merupakan aplikasi
yang baik untuk mengatasi kekurangan dari asam askorbat. Bahan pelapis
yang digunakan adalah polyglycerol monostearate (PGMS) dan Medium
Chain Triglyceride (MCT).
Asam dapat menghasilkan bau yang tidak sedap ketika ditambahkan
secara langsung ke makanan. Dengan mikroenkapsulasi, asam dapat
ditambahkan pada makanan tanpa bau mencolok hingga kadar tertentu,
dimana tanpa mikroenkapsulasi pada kadar yang sama memberikan bau
mencolok. Manfaat dari enkapsulasi asam adalah untuk mengatur saat
pelepasan, melindungi dari panas dan cahaya.
4. Teknik Mikroenkapsulasi
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam mikroenkapsulasi
makanan. Pemilihan proses berdasarkan pada sensitivitas bahan aktif, sifat
fisik dan kimia baik bahan aktif maupun lapisan kulit, ukuran mikrokapsul
yang diinginkan, tujuan aplikasi bahan makanan, mekanisme pelepasan
bahan aktif, dan alasan ekonomi. Metode fisik dari mikroenkapsulasi
meliputi spray drying, spray cooling/chilling, freeze drying, spinning
disk,fluidized bed, extrusion dan co-crystallization. Proses mikroenkapsulasi
secara kimia adalah interfacial polymerization. Proses mikroenkapsulasi baik
secara fisik maupun kimia diantaranyacoaservation/fase pemisahan,
enkapsulasi molekular, dan liposome entrapment.
4.1. Spray drying
Mikroenkapsulasi menggunakan spray dyring paling banyak digunakan
dalam industri pangan karena biayanya relatif lebih rendah.Proses ini
fleksibel, dapat digunakan untuk variasi bahan dalam mikroenkapsulasi
karena peralatannya mudah diterapkan dalam pengolahan bermacam bahan
dan menghasilkan partikel-partikel yang berkualitas baik dengan distribusi
ukuran partikel yang konsisten.
Bahan makanan yang dikemas dengan cara ini meliputi lemak,
minyak, dan penyedap rasa. Pelapisnya dapat berupa karbohidrat, seperti
dekstrin, gula, pati, dan gum, atau protein, seperti gelatin dan protein kedelai.
Proses mikroenkapsulasi meliputi pembentukan emulsi atau suspensi antara
bahan aktif dan pelapis, dan pengkabutan emulsi ke sirkulasi udara kering
panas dalam ruang pengering menggunakan atomizer ataupun nozzle. Kadar
air dalamdroplet emulsi diuapkan akibat kontak dengan udara panas.
Padatan yang tersisa dari bahan pelapis menjebak bahan inti.
Spray drying berguna untuk bahan makanan yang sensitif terhadap panas
karena proses pengeringan berlangsung sangat cepat. Bagaimanapun juga
masih terdapat kehilangan bahan aktif yang memiliki titik didih rendah. Sifat
fisik dari mikrokapsul tergantung pada suhu udara panas (sekitar 15020 C),
derajat dan keseragaman dalam pengkabutan emulsi, kadar kepadatan dari
emulsi (30 70%), dan suhu emulsi. Keuntungan spray dryingmencakup
keanekaragaman dan ketersediaan mesin, kualitas mikrokapsul yang tetap
baik, berbagai ukuran partikel yang dapat diproduksi, dan kemampuan
dispersibilitas yang baik dalam media berair. Beberapa kerugian yang
diperoleh di antaranya kehilangan bahan aktif dengan titik didih rendah,
adanya proses oksidasi dalam senyawa penyedap rasa, dan keterbatasan
pada pilihan bahan dinding, dimana bahan dinding harus dapat larut pada air
dengan jumlah yang layak.
4.2. Spinning disk
Spinning disk merupakan modifikasi proses dari spray
cooling/chilling dengan menggunakan metode atomisasi. Prinsip dari spray
cooling/chilling mirip dengan spray drying, namun menggunakan udara dingin
dalam proses pengeringannya. Spinning disk melibatkan pembentukan inti
suatu suspensi di lapisan cairan dan suspensi ini terletak di atas disk yang
berputar dalam kondisi yang mengakibatkan lapisan film jauh lebih tipis
daripada ukuran partikel inti. Pemakaian proses ini meningkat dengan cepat
sejak tahun 2000 karena memberikan hasil yang seimbang atau bahkan lebih
baik daripada spray drying atau spray cooling/chilling dengan biaya proses
yang tidak berbeda.
4.3. Coacervation/Fase pemisahan
Teknik coacervation merupakan pemisahan fase cair/cair secara
spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan berlawanan
(misalnya protein dan polisakarida) dicampur dalam media berair kemudian
mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih rendah disebut
(kompleks) coacervate dan memiliki konsentrasi yang tinggi dari kedua
polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase kesetimbangan,
yang merupakan larutan polimer encer. Coacervate digunakan sebagai
bahan makanan, misalnya pengganti lemak atau memberi rasa yang mirip
daging dan biomaterial, seperti lapisan tipis (film) yang dapat dimakan dan
kemasan. Metode ini sangat efisien dan menghasilkan mikrokapsul dengan
ukuran yang lebih bervariarif daripada teknik mikroenkapsulasi yang lain.
Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mencampur tiga fase yang saling
tidak melarutkan (fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan
dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis). Kedua, bahan pelapis membentuk
lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau
kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase (coacervation) dari pelapis
dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat karena
adanya panas,crosslinking (hubungan silang) dan teknik desolvasi.
Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer memiliki dinding yang
larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air (hidrofobik), seperti minyak
sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut dalam minyak.
4.4. Enkapsulasi molekuler
Enkapsulasi molekuler juga dikenal dengan nama pemasukan
kompleksasi. Proses ini menggunakan cyclodextrin untuk membuat kompleks
dan imobilisasi molekul. cyclodextrindigunakan untuk menstabilkan emulsi
dan melindungi bahan makanan yang sensitif dari cahaya, panas, dan
oksigen. Siklodextrin dapat meningkatkan kelarutan bahan yang bersifat
hidrofobik, mengurangi penguapan dari penyedap rasa pada makanan, dan
menutupi rasa, aroma, atau warna makanan yang tidak diinginkan.
Reaksi umum dalam enkapsulasi molekuler menggunakan prinsip host-
guest. Kemampuancyclodextrin untuk membentuk pemasukan kompleksasi
dengan molekul tamu memiliki dua faktor kunci.
Yang pertama adalah tergantung pada ukuran
relatif cyclodextrin dengan ukuran molekul tamu atau kunci tertentu di dalam
kelompok-kelompok fungsional tamu. Jika ukuran tamu salah maka tidak
akan sesuai untuk masuk ke dalam rongga cyclodextrin.
Faktor kritis kedua adalah termodinamik interaksi antara berbagai
komponen dari sistem (cyclodextrin, tamu, pelarut). Diperlukan adanya daya
dorong dari molekul tamu ataupun daya tarik dari cyclodextrin yang
menguntungkan. Dalam hal ini, cyclodextrin memiliki sifat fungsional hidrofilik
(mendekati air) pada bagian bawah dan atas strukturnya yang seperti donat
dan bersifat hidrofobik (menjauhi air) pada bagian tengah karena terhubung
dengan jembatan glikosidik oksigen. Senyawa yang dapat membetuk
kompleks dengan cyclodextrinadalah senyawa yang bersifat hidrofobik atau
memiliki bagian yang hidrofobik. Bagian hidrofobik dari molekul tamu
membentuk interaksi yang stabil non-kovalen dengan bagian
tengah cyclodextrin.
5.Pembuatan Mikrokapsul
a. Metode Fisika
- Pan coating
- Air-suspension coating
- Centrifugal extrusion
- Vibritional Nozzle
- Spray-drying
b. Metode Kimia
- Interfacial polymerization
- In-situ polymerixation
- Matrix polymerization
- Orifice-Ionic Gelation Method
5. Kesimpulan
Penekanan utama dalam mikroenkapsulasi bahan makanan
berkonsentrasi pada peningkatan efisiensi enkapsulasi selama proses dan
memperpanjang masa simpan (pengawetan pangan). Mikroenkapsulasi
memberikan harapan dalam pengembangan pangan olahan, terutama untuk
menghasilkan pangan kering dan pangan yang membutuhkan proses yang
minimal dalam penyajiannya. Berbagai macam metoda telah dikembangkan
untuk mendapatkan hasil dengan harga terjangkau, waktu proses efisien dan
hemat energi. Pemilihan metode mikroenkapsulasi didasarkan pada sifat
bahan pangan yang akan dikapsul, jenis kapsul yang diinginkan (dengan inti
tunggal atau banyak inti), dan bahan pelapis yang digunakan.
Umumnya, spray drying merupakan metode yang paling banyak dipilih untuk
mikroenkapsulasi karena cocok untuk produksi yang berkelanjutan dan
produk akhir dapat mematuhi standar kualitas yang tepat mengenai distribusi
ukuran partikel, bentuk partikel, kadar air sisa, dan kerapatan curah.
Meskipun demikian metoda yang lain tetap terus dikembangkan, untuk terus
meningkatkan nilai efisiensi mikroenkapsulasi dan penerapan yang
lebihbervariatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anjani K., K. Kailasapathy, dan M. Philips. 2007.
Microencapsulation of enzymes for potential application in
acceleration of cheese ripening, International Dairy Journal, 17,
79-86.
2. Bakan, J.A. 1971. Method of making microscopic capsules, United
States Patent, 3,567,650.
3. Bakan, J.A. 1973. Microencapsulation of food and related
products, Food Technology, 27(11), 3438.
4. Bayless T.M. and N.S. Rosensweig. 1966. A racial difference in
incidence of lactase deficiency: A survey of milk intolerance and
lactase deficiency in healthy adult males, Journal of the
American Medical Association, 197, 968972.
5. Desai K.G.H. dan H.J. Park. 2005. Recent developments in
microencapsulation of food ingredients. Drying Technology,
23(7), 1361-1394.
6. Dziezak J.D. 1988. Microencapsulation and encapsulated
ingredients. Food Technol., 42(4), 136-51.
7. Dziezak J.D. 1989. Fat, oils, and fat substitutes, Journal of Food
Technology, 7, 66-74.
8. Gharsallaoui A., G. Roudaut, O. Chambin, A. Voilley, dan R.
Saurel. 2007. Applications of spray-drying in microencapsulation
of food ingredients: An overview, Food Research International,
40, 1107-1121.
9. Gibbs, B.F., S. Kermasha, I. Alli, dan C.N. Mulligan. 1999.
Encapsulation in the food industry: A review. International
Journal of Food Sciences and Nutrition, 50, 213-224.
10. Gouin, S. 2004. Microencapsulation: industrial appraisal of
existing technologies and trends. Trends in Food Science &
Technology, 15, 330-347.
11. Jackson, L.S. dan K. Lee. 1991. Microencapsulation and the
Food Industry, Lebensm.-Wiss. U.-Tchnol., 24, 289-297.
12. Jafari S.M., E. Assadpoor, Y. He, dan B. Bhandari. 2008.
Encapsulation Efficiency of Food Flavours and Oils during Spray
Drying, Drying Technology, 26, 816-835.
13. Kailasapathy K. dan S.H. Lam. 2005. Application of encapsulated
enzymes to accelerate cheese ripening, International Dairy
Journal, 15(6-9), 929-939.
14. Kanakdande D., R. Bhosale, dan R.S. Singhal. 2007. Stability of
cumin oleoresin microencapsulated in different combination of
gum arabic, maltodextrin and modified starch, Carbohydrated
Polymers, 67, 536-541.
15. Kester J.J. dan O.R. Fennema. 1986. Edible films and coatings: a
review, Journal of Food Technology, 40, 47-59.
16. King, A.H. 1995. Encapsulation of food ingredients a review of
available technology, focusing on Hydrocolloids. In
Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients,
American Chemical Sociaty Symposium Series, 590, 2639.
-Galactosidase with Fatty Acid Esters, Journal of Dairy Science,
84, 1576-1582.
17. Kwak H.S., M.R. Ihm, dan J. Ahn. 2001. Microencapsulation of
18. Kwak H.S. dan Lee J.B. 2006. Method of removing residual
enzymes in enzyme microencapsulation, United States Patent,
7,018, 820.
19. Lee J.B., J. Ahn, J. Lee, dan H.S. Kwak. 2003. The
microencapsulated ascorbic acid release in vitro and its effect on
iron bioavailability, Archives of Pharmacal Research, 26(10),
874-879.
20. Livney, Y.D. dan Dalgleish D.G. 2009. Casein micelles for
nanoencapsulation of hydrophobic compounds. United States
Patent, US 2009/0311329 A1.
21. Morotta, N.G., R.M. Boettger, D.H. Nappen, dan C.D. Szymanski.
1969. Method of encapsulating water-insoluble substances and
products, United States Patent, 3,455,838.
22. Quintanilla-Carvajal, M.X., Camacho-Daz, B.H., Meraz-Torres,
L.S., Chanona-Prez, J.J., Alamilla-Beltrn, L., Jimenz-
Aparicio, A., dan Gutirrez-Lpez, G.F. 2010.
Nanoencapsulation: a new trend in food engineering processing,
Food Engineering Reviews, 2, 39-50.
23. Re, M.I. 1998. Micronecapsulation by spray drying. Drying
Technology, 16(6), 1195-1236.
24. Reineccius G.A. 2004. The spray drying of food flavors, Drying
Technology, 22(6), 1289-1324.
25. Sanguansri, P. dan Augustin, M.A. 2006. Nanoscale materials
development a food industry perspective, Trends in Food
Science & Technology, 17(10), 547-556.
26. Schultz, T.H., K.P Dimick, dan B. Makower. 1956. Incorporation
of natural fruit flavors into fruit juice powders. I. Locking of citrus
oils in sucrose and dextrose, Food Technology, 10(1), 5760.
27. Shiga H., H. Yoshii, T. Nishiyama, T. Furuta, P. Forssele, K.
Poutanen, dan P. Linko. 2001. Flavor encapsulation and release
characteristics of spray-dried powder by the blended
encapsulant of cyclodextrin and gum arabic, Drying Technology,
67(2), 426-428.
28. Smith, R.A., dan A. Lambrou. 1974. Encapsulated flavoring
composition, United States Patent, 3,819,838.
29. Soottitantawat A., H. Yoshii, T. Furuta, M. Ohgawara, P. Forssell,
R. Partanen, K. Putanen, dan P. Linko. 2004. Effect of water
activity on the release characteristics and oxidative stability of d-
limonene encapsulated by spray drying, Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 52, 1269-1276.
30. Swisher, H.E. 1957. Solid flavoring composition and method of
preparing the same, United States Patent, 2,809,895.
31. Thijssen H.A.C. dan W.H. Rulkens. 1968. Retention of aromas in
drying food liquids, De Ingenieur, 47, 45-56.
32. Todd, R.D. 1970. Microencapsulation and food industry, Flavor
Industry, 1, 7881.
33. Tolstoguzov V.B., D.B. Izmujov, V.Y. Grinberg, A.N. Marusova,
dan V.T. Chekovskaya. 1974. Method of making protein-
containing foodstuffs resembling minced-meat, United States
Patent, 3,829,587.
34. Valle E.M.M.D. 2004. Cyclodextrins and their uses: a review,
Process Biochemistry, 39, 1033-1046.
35. Weibreck F., R.H.W. Wientjes, H. Nieuwenhuijse, G.W. Robijn,
dan C.G.d. Kruif. 2004. Rheological properties of whey
protein/gum arabic coacervates, Journal of Rheology, 48(6),
1215-1228.
36. White M.N. 1998. The chemistry behind carbonless copy paper,
Journal of Chemical Education, 75(9), 1119-11120.
37. Yang R.K. dan N.J. Randolph. 1987. Encapsulation composition
for use with chewing gum and edible product, United States
Patent, 4,711,784.
38. Yoshii H., A. Soottitantawat, X.-D. Liu, T. Atarashi, T. Furuta, S.
Aishima, M. Ohgawara, dan P. Linko. 2001. Flavor release from
spray dried maltodextrin/gum arabic or soy matrices as a
function of storage relative humidity, Innovative Food Science
and Emerging Technologies, 2, 5561.