Proses Pembatubaraan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

PROSES PEMBATUBARAAN

Batubara Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisasisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara

sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

Sejarah Batubara Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM. Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap. Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer

menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer. Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor faktor berikut ini:
1.

Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.

Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia. 2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara. Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, Ukraina.
1.

China,

India,

Australia,

Jerman,

Afrika

Selatan,

dan

Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.

2. 3. 4.

Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.

5.

Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.

6. 7.

Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.

Sejarah dan Pembentukan Batu Bara di Indonesia

Pada tahun 400 SM filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles telah menemukan abu batu bara di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris. Akan tetapi, batu bara sebagai salah satu sumber energi primer pertama kali digunakan secara komersial di Cina pada tahun 1000 SM. Pada saat itu, suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam. Raharjo, 2006a).

Di Indonesia sendiri, pertambangan batu bara dimulai pada tahun 1849 di Pengaran, Kalimantan Timur. Kegiatan pertambangan secara besar-besaran di Pulau Sumatera dimulai pada tahun 1880 di lapangan Sungai Durian Sumatera Barat. Walaupun usaha ini mengalami kegagalan, penyelidikan tetap dilakukan, yaitu sekitar tahun 1868 1873 dan kemudian dibukalah tambang batu bara Ombilin pada tahun 1862. sedangkan di Sumatrea Selatan, penyelidikan batu bara dilakukan pada tahun 1915 1918 yang kemudian menghasilkan pembukaan tambang batu bara Bukit Asam pada tahun 1919 (Sukandarrumidi, 1995). Tahap pembentukan batu bara Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). 1. Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa

CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). 2. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk. Teori Pembentukan Batubara Ada dua teori yang menjelaskan terbentuknya batubara, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya coalification dan sama pula dengan tempat dmana tumbuhan tersebut berkembang.

Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain. Bahan pembentuk batubara mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Perbedaan kualitas batubara dapat diketahui melalui stratigrafi lapisan. Hal ini mudah dimengerti karena selama terjadi proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan air, air yang besar akan menghanyutkan pohon yang besar, sedangkan saat arus air mengecil akan menghanyutkan bagian pohon yang lebih kecil (ranting dan daun). Penyebaran batubara dengan teori drift memungkinkan, tergantung dari luasnya cekungan sendimentasi. Pada proses pembentukan batubara atau coalification terjadi proses kimia dan fisika, yang kemudian akan mengubah bahan dasar dari batubara yaitu selulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukkannya dapat diperlihatkan sebagai berikut: 5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO Selulosa lignit gas metan Dalam proses pembentukkan selulosa sebagai senyawa organik yang merupakan senyawa pembentuk batubara, semakin banyak unsur C pada batubara, maka semakin baik kualitasnya, sebaliknya semakin banyak unsur H, maka semakin rendah kualitasnya, dan senyawa kimia yang terbentuk adalah gas metan, semakin besar kandungan gas metan, maka semakin baik kualitasnya. Penyusun Batubara Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Lignin

Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.

Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara. Karbohidrat

Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara. Protein

Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin. Material Organik Lain Resin Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.

Tanin

Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.

Alkaloida

Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.

Porphirin

Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi. Hidrokarbon

Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral) Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.

Proses Pembentukan Batubara

Batubara Dalam catatan saya kali ini, saya akan menulis tentang "Proses Pembentukan Batubara " Batubara merupakan sumber energi yang selama ini banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan. Pada dasarnya batubara merupakan bahan bakar fosil dan termasuk dalam kategori batuan sedimen. Proses pembentukan batu bara sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Secara ringkas ada 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni: [] Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan (terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit. Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai berikut: Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob. Pengendapan, tumbuhan yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut. Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Secara relatif, unsur karbon akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.

1.

2.

1. 2.

3.

4. Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara low grade dapat berubah menjadi batubara high grade apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik setting tertentu. 5. Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat ini dieksploitasi manusia. Faktor-Faktor Dalam Pembentukan Batubara Faktor-Faktor dalam pembentukan batubara sangat berpengaruh terhadap bentuk maupun kualitas dari lapisan batubara. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara adalah : Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi. Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu lapisan batubara dari : Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan batubara yang terbentuk. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan, atau patahan. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan batubara yang dihasilkan. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses sedimentasi dari material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut: Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada kondisi dan posisi geotektonik. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum

1.

2. 3.

4. a. b. c. 5. a. b.

c.

proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat. I. Interpretasi Lingkungan Pengendapan dari Litotipe dan Viikrolitotipe Tosch (1960) dalam Bustin dkk. (1983), Teichmuller and Teichmuller (1968) dalam Murchissen (1968) berpendapat bahwa litotipe dan mikrolitotipe batubara berhubungan erat dengan lingkungan pengendapannya. a. Lingkungan pengendapan dari masing-masing litotipe adalah sebagi berikut : 1. Vitrain dan Clarain, diendapkan di daerah pasang surut dimana terjadi perubahan muka air laut. 2. Fusain, diendapkan pada lingkungan dengan kecepatan pengendapan rendah, yaitu lingkungan air dangkal yang dekat dengan daratan. 3. Durain, diendapkan dalam lingkungan yang lebih dalam lagi, diperkirakan lingkungan laut dangkal. b. Sedangkan interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan mikrolitotipe adalah sebagai berikut : 1. Vitrit, berasal dari kayu-kayuan seperti batang, dahan, akar, yang menunjukkan lingkungan rawa berhutan. 2. Clarit, berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu dan diperkirakan terbentuk pada lingkungan rawa. 3. Durit, kaya akan jejak jejak akar dan spora, hal ini diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal. 4. Trimaserit, yang kaya akan vitrinit terbentuk di lingkungan rawa, sedangkan yang kaya akan liptinit terbentuk di lingkungan laut dangkal clan yang kaya akan inertinit terbentuk dekat daratan. II. Lingkungan Pengendapan Batubara Pembentukan batubara terjadi pada kondisi reduksi di daerah rawa-rawa lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk pada lingkungan paralik. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, laguna, delta, dan fluviatil. Di dataran pantai, pengendapan batubara terjadi pada rawa-rawa di lelakang pematang pasir pantai yang berasosiasi dengan sistem laguna ke arah darat. Di daerah ini tidak berhubungan dengan laut terbuka sehingga efek oksidasi au laut tidak ada sehingga menunjang pada pembentukan batubara di daerah rawarawa pantai. Pada lingkungan delta, batubara terbentuk di backswamp clan delta plain. Sedangkan di delta front dan prodelta tidak terbentuk batubara disebabkan oleh adanya pengaruh air laut yang besar clan berada di bawah permulcaan air laut. Pada lingkungan fluviatil terjadi pada rawa-rawa dataran banjir atau ,th.-alplain dan belakang tanggul alam atau natural levee dari sistem sungai yang are-ander. Umumnya batubara di lingkungan ini berbentuk lensa-lensa karena membaii ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya. 1. Endapan Batubara Paralik Lingkungan paralik terbagi ke dalam 3 sub lingkungan, yakni endapan lmuhara belakang pematang (back barrier), endapan batubara delta, endapan Dwubara antar delta dan dataran pantai (Bustin, Cameron, Grieve, dan Kalkreuth, Ketiganya mempunyai bentuk lapisan tersendiri, akan tetapi pada , wnumnya tipis-tipis, tidak menerus secara lateral, mengandung kadar sulfur, abu dar.

nitrogen yang tinggi. 2. Endapan Batubara Belakang Pematang (back barrier) Batubara belakang pematang terakumulasi ke arah darat dari pulau-pulau pcmatang (barrier island) yang telah ada sebelumnya dan terbentuk sebagai ai.:hat dari pengisian laguna. Kemudian terjadi proses pendangkalan cekungan antar pulau-pulau bar sehingga material yang diendapkan pada umumnya tergolong ke dalam klastika halus seperti batulempung sisipan batupasir dan batugamping. Selanjutnya terbentuk rawa-rawa air asin dan pada keadaan ini cn.iapan sedimen dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga moluska dapat berkembang dengan baik sebab terjadi pelemparan oleh ombak dari laut terbuka le laguna yang membawa materi organik sebagai makanan yang baik bagi penghuni laguna. Sedangkan endapan sedimen yang berkembang pada umumnya tcrdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara dan batugamping. Struktur sedimen yang berkembang ialah lapisan bersusun, silang siur dan laminasi halus. Endapan batubara terbentuk akibat dari meluasnya permukaan rawa dari pulau-pulau gambut (marsh) yang ditumbuhi oleh tumbuhan air tawar. 3. Endapan Batubara Delta Berdasarkan bentuk dataran deltanya, batubara daerah ini terbentuk pada beberapa sub lingkungan yakni delta yang dipengaruhi sungai, gelombang pasang surut. dataran delta bawah dan atas, dan dataran aluvium. Kecepatan pengendapan sangat berpengaruh pada penyebaran dan ketebalan endapan batubara. Batubara daerah ini tidak menerus secara lateral akibat dari perubahan fasies yang relatif pendek dan cepat yang disebabkan oleh kemiringan yang tajam sehingga ketebalan dan kualitasnya bervariasi. Pada umumnya batubara tersebut berasal dari alang-alang dan tumbuhan paku. 4. Endapan Batubara Antar Delta dan Dataran Pantai Batubara daerah ini terbentuk pada daerah rawa yang berkembang di :jerah pantai yang tenang dengan water table tinggi dan pengaruh endapan liaaik sangat kecil. Daerah rawa pantai biasanya banyak ditumbuhi oleh :umbuhan air tawar dan air payau. Batubara ini pada umumnya tipis-tipis dan secara lateral tidak lebih dari 1 km. Batubara lingkungan ini kaya akan abu, sulfur, nitrogen, dan mengandung fosil laut. Di daerah tropis biasanya terbentuk dari bakau dan kaya sulfur. Kandungan sulfur tinggi akibat oleh naiknya ion sulfat dari air laut dan oleh salinitas bakteri anaerobik. Tempat Pembentukan Batu Bara Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam proses pembentukan batu bara, yaitu : 1. Teori insitu Proses pembentukan batu bara terjadi di tempat asal tumbuhan tersebut berada. Tumbuhan yang telah mati akan langsung tertimbun lapisan sedimen dan kemudian mengalami proses pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan tempat. Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan 2. Teori drift

Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan itu berada. Tumbuhan yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di suatu tempat dan mengalami proses sedimentasi dan pembatubaraan. Kualitas batubara yang dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena tercampur material pengotor pada saat proses pengangkutan. Penyebaran batubara ini tidak begitu luas, namun dapat dijumpai di beberapa tempat seperti di lapangan batubara delta Mahakam Purba, Kalimantan Timur. Komposisi Kimia Batubara Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara, yaitu : 1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari : karbon padat (fixed carbon) senyawa hidrokarbon senyawa sulfur senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil. 2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terediri dari aenvawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2 O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya. Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan faktor ti:ika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami pcruhahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut. 5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO Selulosa lignit + gas metan 6(C6H10O5) C22H20O3 + 5CH4 + 1OH2O + 8CO2 + CO Cellulose bituminous + gas metan Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup lama atau dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit. Kelas dan Jenis Batubara Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.

1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. 2. Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia. 3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. 4. Lignit atau batubara coklat (brown coal) adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. 5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah. Materi Pembentuk Batubara Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut: 1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini. 2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini. 3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat. 4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika. 5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan. Umur Batubara Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) yang dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu (jtl). Zaman Karbon adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain. Sumber: www.geofacts.co.cc/ kimiadahsyat.blogspot.com ilmubatubara.wordpress.com []

Anda mungkin juga menyukai