Papers by Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4, Nomor 2
Agustus 2021
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 4, Nomor 1
Februari 2021
Penerbit
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031... more Penerbit
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
ISSN 2622-982X (Media Cetak)
ISSN 2622-9668 (Media Online)
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volu... more ISSN 2622-982X (Media Cetak)
ISSN 2622-9668 (Media Online)
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 2, Nomor 1
Februari 2019
Editor in Chief
Prof. Dr. Made Warka, S.H., M.Hum.
Assistant Editor
Dr. Hufron, S.H., M., M.H.
Editor on Board
Dr. Sri Setyadji, S.H., M.Hum.
Agus Muwarto, S.H., M.Hum.
Widhi Cahyo Nugroho, S.H., M.Hum.
Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.
H. R. Adianto Mardijono, S.H., M.Si.
Subscription Manager
Teddy Prihantono, S.E., M.M.
Penerbit
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
Di dalam Pasal 6 R-Perwali Surabaya sebetulnya lebih mengacu pada pemikiran yang lama, dalam arti... more Di dalam Pasal 6 R-Perwali Surabaya sebetulnya lebih mengacu pada pemikiran yang lama, dalam arti pengaturan Pasal 6 R-Perwali Surabaya khususnya “Menjaga kebersihan, keindahan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dalam kawasan lokasi parkir” karena hal ini adalah kewajiban dari masing-masing pengelola parkir dan tidak perlu dincatumkan R-Perwali Surabaya. Kebersihan, keindahan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas merupakan satu kesatuan. Mengacu pada tindakan hukum administrasi bahwa suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi negara. Akibatnya hal-hal yang seharusnya sesuai asas kesadaran menjadi norma dalam suatu peraturan perundang-undangan. R-Perwali Surabaya masih mengutamakan pemikiran yang bersumber pada saat ini. Ketika teknologi perpakiran telah mengalami kemajuan maka seyogianya perpakiran yang diatur dalam R-Perwali Surabaya tersebut lebih bersifat pada kecerdasan artifisial.
Hukum kontrak merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari hari, dalam melaku... more Hukum kontrak merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari hari, dalam melakukan aktifitas sehari-hari selalu melibatkan hukum kontrak khususnya jika sering malakukan aktifitas jual beli atau sewa menyewa. Sering kali yang menerapkan hukum kontrak ini adalah badan hukum perbankan dan badan hukum lain yang menyediakan dana untuk usaha nasabahnya. Dalam kontrak yang disediakan oleh perbankan maupun badan hukum yang menyediakan dana atau simpan pinjam, kontrak tertulisnya sering kali sudah disediakan oleh para pihak bank dan badan hukum tersebut. Bank dan badan hukum penyedia dana simpan pinjam mempunyai kontrak baku untuk disetujui oleh para nasabahnya, dan para nasabah tidak diperkenankan untuk melakukan revisi dalam kontrak baku tersebut, jika nasabah tidak setuju dengan kontrak yang telah disediakan maka nasabah tidak akan mendapatkan pelayanan simpan pinjam maupun transaksi lain yang berhubungan dengan kontrak tersebut. Dengan sedikit paksaan yang diberikan oleh penyedia jasa keuangan tersebut terkait kontrak baku, maka bagaimana perlindunganhukum yang didapat oleh pengguna jasa keungan yang secara tidak langsung tidak mempunyai pilihan dan tidak mendapatkan izi untuk merevisi ataupun memperbaiki kontrak tersebut. Sebagaimana dalam sebuah asas tentang perikatan adalah adanya kata sepakat diantara kedua belah pihak. Akan menjadi problematika apabila salah satu pihak terdapat koreksi dalam isi kontrak yang akan ditandatangani. Pemaksaan kehendak dari pemilik modal menjadikan posisi peminjam/nasabah pada posisi yang lemah.
Setiap proses penegakan hukum pidana diawali oleh penyelidikan, kemudian penyidikan, atau dilakuk... more Setiap proses penegakan hukum pidana diawali oleh penyelidikan, kemudian penyidikan, atau dilakukan penahanan, yang melibatkan aparat penegak Hukum Kepolisian dan Kejaksaan. Sebelum dilimpahkan pada tahap persidangan di Pengadilan seringkali ada upaya pemeriksaan pendahuluan di Pengadilan. Pada sistem Peradilan Pidana yang berlaku di Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut (KUHAP) menjadi acuan Hukum Acara Pidana. Terdapat kekurangan-kekurangan didalam KUHAP sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan hukum pada prakteknya, dan kedepannya diharapkan diperoleh solusi dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Putusan Nomor: 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel atas nama Bachtiar Abdul Fatah. Isi pertimbangan hukumnya yaitu mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan penahanan sebagai upaya paksa dan selanjutnya ditafsirkan makna alat bukti yang cukup dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP terhadap ketentuan Pasal 184 ayat (1) sehingga penetapan tersangka termasuk objek praperadilan namun mengenai penghentian penyidikan sebagai bagian dari penetapan tersangka dianggap bukan materi praperadilan. Ditahun 2014, Makhkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 21/PUU-XII/2014, putusan ini menjawab uji materi yang diajukan terhadap KUHAP Pasal 1 angka (2), Pasal 1 angka (14), Pasal 17, Pasal 21 ayat (1). Pasal 77 huruf (a) dan Pasal 156 ayat (2). Isi putusan tersebut salah satunya “Pasal 77 huruf (a) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan”. Dalam perkembangan praktek Hukum, pada tahun 2015 -2017 bermunculan pengajuan permohonan pra peradilan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas penetapan dirinya menjadi tersangka oleh penyidik. Pada kesempatan ini timbul problematika hukum, beberapa diantaranya yang dalam contoh kasus pada uraian tulisan pemohon tersebut oleh penyidik dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO), dikarenakan beberapakali tidak menghadiri panggilan dari penyelidik, sehingga statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, dan atau menghilang ketika status penyelidikannya ditingkatkan menjadi tersangka. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 79 “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.
Seiring dengan berkembangnya alat transportasi dan teknologi yang ada, muncullah banyak cara pemb... more Seiring dengan berkembangnya alat transportasi dan teknologi yang ada, muncullah banyak cara pembayaran terhadap berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan yang berkembang pesat adalah kebutuhan sarana transportasi bagi setiap orang yang memiliki nilai yang tidak selalu dapat dijangkau dengan mudah oleh berbagai pihak. Muncullah lembaga keuangan bukan bank sebagai upaya memfasilitasi konsumen dalam memenuhi kebutuhan yang semakin berkembang. LKBB yang membantu segala jenis transaksi konsumen ini sedang berkembang pesat dan diminati oleh kebanyakan orang khususnya lembaga pembiayaan konsumen. Berdasarkan hasil penelitian hukum yang telah dilakukan dapat dijelaskan bahwa hak dan kewajiban pihak konsumen adalah membayar angsuran sesuai dengan waktu pembayaran, sedangkan hak dan kewajiban lembaga pembiayaan konsumen adalah membayarkan nominal pembayaran pada pihak supplier dan menarik kembali sepeda motor yang digunakan sebagai objek jaminan dalam pembiayaan konsumen jika terjadi wanprestasi. Perihal bila terjadi wanprestasi maka wajib memberikan ganti rugi, pembatalan perjanjin atau perihal resiko jika berhubungan dengan keadaan memaksa.
Dalam setiap aspek kehidupan manusia, akan selalu melekat dengan hal-hal yang memiliki nilai. Ban... more Dalam setiap aspek kehidupan manusia, akan selalu melekat dengan hal-hal yang memiliki nilai. Banyak sekali bentuk dan macam nilai di setiap kehidupan kita dan semuanya saling berhubungan satu dengan lainnya. Seperti contohnya nilai material, nilai intelektual, nilai keindahan (estetika), nilai moral, dsb. Keterkaitan tersebut juga tidak terlepas dari aspek hukum yang mengaturnya. Terlebih, Indonesia merupakan negara berkembang yang akan selalu mendapat berbagai pengaruh dari negara lain dilihat dari segi budaya, teknologi. Teknologi banyak dibuat dengan maksud untuk lebih mempermudah kinerja masyarakat. Berbagai macam kebutuhan dengan sangat mudah terpenuhi dengan kemajuan teknologi yang ada. Hal tersebut juga dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang membuat peningkatan disegala sektor, seperti perdagangan, ekspor - impor. Di sektor perdagangan, peningkatannya akan menjadi sebuah trigger untuk sektor-sektor didalamnya mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dengan tingginya tingkat konsumsi masyarakat yang kebanyakan dipicu oleh berbagai iklan multimedia seperti dalam televisi, radio ataupun internet. Dalam internet, manusia dapat mengakses segala macam konten, seperti contohnya media sosial. Didalam media sosial, masyarakat dapat menuangkan segala sesuatu untuk diperlihatkan ke masyarakat lainnya, seperti contohnya hasil foto pribadi. Oleh sebab itu, dengan semakin seringnya seni foto diumbar ke khalayak, akan menjadi suatu celah persoalan hukum di era internet yang kemajuannya sangat pesat seperti sekarang ini. Apabila terjadi suatu penyalahgunaan foto pribadi demi keuntungan tertentu, contohnya untuk kepentingan komersial, negara harus memiliki acuan yang melindungi hak-hak yang telah disalahgunakan orang lain dalam media sosial. Negara dan perusahaan penyedia jasa sosial media yang bersangkutan harus saling terhubung demi tercapainya keadaan yang kondusif bagi para pemilik hak foto yang ada. Untuk penyalahgunaan demi keuntungan pribadi atau biasa disebut komersial, penyalahgunaannya banyak dilakukan oleh akun-akun media sosial yang memang menggunakan akun media sosial untuk mencari pendapatan atau bisnis. Sehingga, dalam perkembangan hukum lahirlah berbagai peraturan yang mengatur ketertiban dalam pemanfaatan kemajuan teknologi agar semua pengguna dapat merasakan keuntungan yang sama rata dan terhindar dari berbagai kerugian yang ada. Salah satunya tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana peraturan tersebut berisi segala hal yang menyangkut kepemilikan suatu karya cipta, baik individu maupun kelompok.
Judul Jurnal ini, “Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Umum Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian... more Judul Jurnal ini, “Prinsip Mengenal Nasabah Pada Bank Umum Dalam Mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang” masalah yang dikaji adalah mengenai bagaimana menganalisis dan menjelaskan tentang apa itu Prinsip Mengenal Nasabah pada bank umum dan apakah prinsip mengenal nasabah pada bank umum dapat mencegah tindak pidana pencucian uang. Salah satu kewajiban yang wajib dipenuhi oleh bank adalah melakukan Prosedur Prinsip Mengenal nasabah sebagai bentuk dari prinsip kehati-hatian bank. Prinsip Mengenal Nasabah sebagai salah satu upaya untuk mencegah agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana kejahatan pencucian uang. Penerapan Prosedur tersebut bertujuan agar bank dapat mengenali profil nasabah maupun karakteristik setiap transaksi nasabah. Apabila ada transaksi keuangan yang mencurigakan maka bank dapat melaporkannya kepada pihak yang berwenang yaitu PPATK. Dengan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah berarti bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul yaitu operasional risk, legal risk, concentration risk dan reputation risk. Agar tercapainya tujuan hukum serta kepastian hukum ini maka diharapkan pemerintah memberikan sosialisasi secara intensif dan berkesinambungan bukan hanya pada perbankan tetapi juga pada masyarakat luas.
Peranan hukum sangat penting maka secara tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara ya... more Peranan hukum sangat penting maka secara tegas disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum. KUHAP mengedepankan HAM yang dimiliki oleh para pencari keadilan yang berstatus tersangka atau terdakwa dalam menjalani proses penegakan hukum KUHAP dalam pengertian ini telah mencakup seluruh prosedur acara pidana, yaitu mulai dari tingkat proses penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan dan penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan dan dalam pelaksanaan putusan hakim, telah diatur tentang upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa dan kasasi demi kepentingan hukum. Lembaga praperadilan merupakan awal kontrol dari suatu perkara yang akan ditangani oleh KPK terhadap tersangka tentang sah atau tidaknya suatu penetapan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan berdasarkan Pasal 77 KUHAP. Putusan Nomor 24/Pid.Pra/2018/PN. Jkt. Sel tersebut sangat tidak lazim dan diluar KUHAP. Perluasan hakim dalam menjatuhkan putusan praperadilan kadang kala menemui polemik, diluar batas kewenangan dan terkadang tidak sesuai dengan KUHAP namun hakim pula juga dapat memberikan Pembaharuan hukum dalam amar putusan yang berbeda-beda dalam praperadilan. Hasil penelitian, Kewenangan KPK yang menggantungkan perkara tanpa adanya proses penyidikan membuat ketidakpastian hukum, hal ini dapat dilihat dari molornya proses penyidikan terhadap Boediono, Muliaman D Haddad, Raden Pardede dkk pasca putusan Perkara Budi Mulya. 2). Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan praperadilan membuat hakim mendapatkan penemuan hukum baru, berdasarkan fakta-fakta di persidangan dan putusan Kasasi perkara Budi Mulya membuat Boediono, Muliaman D Haddad, Raden Pardede dkk juga ikut serta melakukan tindak pidana korupsi.
Pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan (BVK) ke wilayah Indonesia bagi orang asing tentu membaw... more Pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan (BVK) ke wilayah Indonesia bagi orang asing tentu membawa implikasi pada beberapa aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik yang bermuatan positif maupun negatif. Kebijakan Pemerintah Indonesia yang memberikan fasilitas BVK kepada 169 negara ini dituangkan dalam Perpres No. 21 Tahun 2016 tentang BVK. Perpres ini merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya yaitu Undang-Undang Keimigrasian No. 6 Tahun 2011, Perpres No. 69 Tahun 2015 dan Perpres No. 104 Tahun. Peningkatan pertumbuhan perekonomian dari sektor pariwisata menjadi tumpuan hasil dari pemberlakuan BVK. Salah satu aspek yang sangat dekat dengan implementasi kebijakan BVK adalah tindakan pengawasan lalu lintas orang asing, mengingat banyaknya orang asing yang masuk ke wilayah NKRI dengan beragam kepentingan berpotensi mengancam dan merugikan negara karena melakukan pelanggaran hukum di Indonesia. Upaya pemerintah dalam pengawasan lalu lintas orang asing di wilayah Indonesia diatur dalam UU Keimigrasian yang mengandung kebijakan selective policy. Berdasarkan prinsip ini, orang asing diijinkan untuk masuk ke wilayah Indonesia bila: Pertama, memberi manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia. Kedua, tidak membahayakan keamanan dan ketertiban. Ketiga, tidak bermusuhan dengan rakyat maupun Pemerintah Negara Republik Indonesia. Untuk mewujudkan prinsip selektif, Direktorat Jenderal Imigrasi melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat orang asing masuk ke wilayah Indonesia, tetapi juga selama orang asing berada di wilayah Indonesia, termasuk mengawasi seluruh aktivitasnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah orang asing melakukan aktivitas yang merugikan kepentingan bangsa dan negara. Belum efektifnya tindak pengawasan terhadap orang asing dikarenakan belum terintegrasinya data antara kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah mengenai jumlah persebaran dan alur keluar dan masuk tenaga kerja asing di Indonesia. Berbagai data lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah tentang orang asing saat ini masih saja berbeda-beda dan kerap tak sesuai. Karena itu diperlukan Peraturan Daerah untuk mensinergikan dan meningkatkan akselerasi implementasi tindak pengawasan terhadap orang asing.
Pemberian lisensi oleh pemilik rahasia dagang merupakan salah satu cara untuk mengembangkan usaha... more Pemberian lisensi oleh pemilik rahasia dagang merupakan salah satu cara untuk mengembangkan usaha suatu perusahaan. Pemberian lisensi artinya memberikan izin oleh pemilik rahasia dagang kepada penerima lisensi untuk menggunakan rahasia dagangnya guna kepentingan komersial. Pemberian lisensi oleh pemilik rahasia dagang biasnaya dituangkan dalam suatu kontrak atau yang biasa disebut perjanjian lisensi. Kontrak sebagai dasar untuk menentukan langkah pengembangan bisnis kedepan memuat hak dan kewajiban para pihak yang biasanya diwujudkan dam bentuk kontrak baku. Walaupun diwujudkan dalam bentuk kontrak, perjanjian lisensi tersebut tetap harus tunduk pada ketentuan – ketentuan mengenai rahasia dagang.Perjanjian lisensi tersebut sejatinya memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak agar tidak ada yang dirugikan dengan memberikan keadilan dalam penuangan hak dan kewajiban. Ruang lingkup hak dan kewajiban dalam perjanjian lisensi tersebut perlu kiranya di berikan pemabatasan yang jelas. Selain itu, perlu pula dikaji mengenai proses penegakan hukumnya. rumusan masalah dalam artikel ini yaitu (1) Ruang lingkup perjanjian lisensi rahasia dagang, (2) Dasar filosofi perlindungan hukum perjanjian lisensi rahasia dagang, dan (3) Penyelesaian sengketa atas pelanggaran perjanjian lisensi rahasia dagang. Untuk menjawab permasalahan tersebut diatas, penulis menggunakan metode penelitian hukum dengan karakteristik penelitian yuridis normatif. Rahasia dagang tersebut dapat dibagikan kepada pihak lain untuk tujuan komersialisasi melalui perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi substansinya dibuat berdasarkan ketentuan hak kekayaan intelektual yang berlaku dan struktur perjanjiannya menganut pada ketentuan umum perjanjian sebagaimana diatur dalam BW.Dasar filosofis perlindungan hukum perjanjian lisensi rahasia dagang adalah adanya dua teori dasar yaitu teori hak, teori komtrak, dan teori perbuatan melawan hukum. Teori hak menjelaskan bahwa rahasia dagang merupakan aset ekslusif yang memiliki nilai ekonomis sehingga perlu dijaga dan dipertahankan. Penyelesaian sengekta atas adanya pelanggaran perjanjian lisensi rahasia dagang tersebut dapat dilakukan melalui jalur non litigasi dan litigasi. Penyelesaian melalui litigasi yaitu dengan mengajukan gugatan ke pengadilan niaga untuk menuntut ganti rugi. Sleain itu, juga pelanggar rahasia dagangdapat dijatuhi sanksi pidana apabila tidak menaati ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU Rahasia Dagang.
Banyaknya kasus Direksi BUMN (Persero) yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi akibat kebija... more Banyaknya kasus Direksi BUMN (Persero) yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi akibat kebijakan yang dibuat Direksi menyebabkan kerugian bagi BUMN. Permasalahan terletak pada pendefinisian kerugian negara oleh aparat penegak hukum yang berpedoman pada Undang-Undang Tipikor dengan mendefinisikan kerugian BUMN Persero sebagai kerugian negara. Mengingat BUMN Persero selain berperan sebagai penyelenggara pemerintahan, juga berperan sebagai pelaku ekonomi, seharusnya penegak hukum dalam menentukan kerugian ini berpedoman pada prinsip dan ketentuan yang berlaku dalam hukum perusahaan. Timbul kerancuan pendefinisian kerugian negara menurut Undang-Undang Tipikor dengan prinsip-prinsip dan ketentuan hukum perusahaan. Rumusan masalah: Apakah kerugian BUMN Persero termasuk kerugian negara dan apakah Direksi BUMN Persero dapat dipidanakan dengan tindak pidana korupsi. Menggunakan normative legal research melalui metode statute approach dan pendekatan konsep yang didukung dengan teknik analisis preskriptif. Hasil penelitian ini, bahwa losses incured dalam BUMN Persero bukan menjadi state losses, melainkan kerugian perseroan. Direksi yang telah membuat keputusan bisnis, kemudian menyebabkan kerugian terhadap BUMN Persero, tidak dapat dituntut melakukan tindak pidana korupsi.
Maria Stephannie Halim
Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jl. Airlangga No. 4-6, Surab... more Maria Stephannie Halim
Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jl. Airlangga No. 4-6, Surabaya 60115, Indonesia
087855560413, [email protected]
Abstrak
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), objek jaminan berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidaklah lagi masuk ke dalam lembaga jaminan hipotik, tetapi masuk ke dalam lembaga jaminan Hak Tanggungan. Pada UUHT diatur beberapa cara eksekusi yang salah satunya adalah melalui pelelangan. UUHT sebagai landasan hukum lembaga jaminan Hak Tanggungan telah memberikan perlindungan hukum yang seimbang bagi semua pihak dalam proses pelelangan, namun pada prakteknya masih banyak terjadi ketidakadilan terutama bagi pihak debitor dan pemilik jaminan yang posisinya cenderung lebih lemah dibanding pihak kreditor. Berbagai perlindungan hukum bagi debitor dan pemilik jaminan dapat terlihat mulai saat pembentukan perjanjian kredit, selama perjanjian kredit berlangsung, hingga saat lelang eksekusi dilaksanakan. Pada praktek, lelang eksekusi seringkali menimbulkan perselisihan antar para pihak sehingga kecermatan Hakim sangat diperlukan untuk mencapai keadilan. Tipe penelitian yang digunakan adalah Doctrinal Research, sehingga jurnal ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah penjelasan yang sistematis dan hasil analisis keterkaitan antara peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan.Peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah memberikan perlindungan hukum baik bagi kreditor maupun bagi debitor dan pihak ketiga yang berkepentingan secara seimbang, namun pada praktiknya masih sering terjadi kesalahan dalam hal prosedural maupun substansial.
Kata kunci: hak tanggungan, lelang, eksekusi
Ledy Sartika
Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga
ledysartikaa@yah... more Ledy Sartika
Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pelaksanaan pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik berdasarkan peraturan daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010. Serta penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah dinas pendapatan daerah kota makassar serta para penyelenggara hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber pada lokasi penelitian yang kompeten dan relevan dengan topik yang diajukan kemudian data dianalisis secara kualitati, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah serta pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh kemudian menuangkannya dalam bentuk kalimat yang tersusun secara rinci dan sistematis. Hasil penelitian berdasarkan pemarapan narasumber menyebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik tidak menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), melainkan menggunakan formulir yang telah disediakan oleh pihak pemungut pajak. Faktor faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor kaidah hukum, faktor penegak hukum, faktor masyarakat. pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik dilakukan dengan cara memberikan surat teguran bagi penyelenggara hiburan belum menyelesaikan kewajibannya. Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor penegak hukum, faktor kaidah hukum serta faktor masyarakat.
Kata kunci: pemungutan pajak, penagihan pajak
Imanuel Rahmani
Magister Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, S... more Imanuel Rahmani
Magister Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur 60286, Indonesia
081938136806, [email protected]
Abstrak
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut dengan UUKPKPU), mengartikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. UUKPKPU merupakan suatu peraturan pelaksana dari Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Burgelijk Wetboek (untuk selanjutnya disebut dengan BW), yang mengatur bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Tujuan umum dari kepailitan adalah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul antara Debitor dan para Kreditor pailit, dimana Debtor tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar utang, dan Kreditor harus mengembalikan dana yang hilang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yang menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini berasal dari peraturan perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder adalah dari literatur-literarur hukum. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjabarkan perlindungan hukum terhadap para pembeli satuan rumah susun dalam menghadapi kepailitan perusahaan developer.
Kata Kunci: kepailitan, perlindungan hukum, rusun
Abstract
Article 1 number 1 of Bankruptcy and Suspension of Payment Obligations Act, Number 37 Year of 2004 (hereinafter referred to as UUKPKPU), has divined bankruptcy as public confiscation of all the assets of the Bankrupt Debtor, whose management and ordering is carried out by the Trustee at Bankruptcy, under the supervision of the Supervisory Judge, as regulated in this Law. UUKPU is an implementing regulation of the Article 1131 BW, stated that all of the materials, indebted and immovable property, both existing and which will be at a later date, become responsible for all personal engagements. Bankruptcy has the aims, generally, to solve the problems between the Debtors and the Creditors of bankruptcy, in which the Debtors have no more capability to pay the debt, and the Creditors have to recover their lost of fund. This is a legal research article, using some kind of approaches, which are statute approach and conseptual approach. The sources of the materials in this article are primarily from the constitutions and all the related regulations, while the secondary sources are from law literatures. This article intend to explain the law protections toward the buyers of an apartment, if the developer is going into bankruptcy.
Keywords: bankruptcy, law protection, apartment
Ifada Qurrata A’yun Amalia
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Jalan Semolowaru Nomor 45, ... more Ifada Qurrata A’yun Amalia
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
083849148168, [email protected]
Abstrak
Perjanjian yang melibatkan pihak asing yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia mempunyai akibat perjanjian tersebut batal demi hukum dengan dasar sudah bertentangan dengan Pasal 31 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Hal ini membawa komplikasi tersendiri dalam dunia pejanjian karena penggunaan bahasa Indonesia terkesan menjadi suatu Kaedah Memaksa yang jika dilarang akan berakibat dibatalkannya perjanjian. Permasalahan yang akan diteliti tentang akibat hukum dari pembatalan perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dan batalnya perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam Putusan Nomor 1572 K/Pdt/2015 berdasarkan Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Konsekuensi dari batalnya perjanjian tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau kembali kepada keadaan semula, sehingga akibat dari pembatalan perjanjian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing yang ingin menanam modal di Indonesia sehingga usaha dalam membentuk kepastian hukum di masyarakat akan semakin susah. Oleh sebab itu peneliti menyarankan untuk mengubah frasa “wajib” pada ayat (1) agar dapat mencerminkan realitas yang berlaku, suatu perjanjian yang melibatkan pihak asing dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa nasional pihak asing tersebut, serta diperlukan kecermatan hakim dalam mengambil keputusan batal demi hukum suatu perjanjian.
Kata kunci: Bahasa Indonesia, Perjanjian, akibat hukum
M. Kholil
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya... more M. Kholil
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
082337544341, [email protected]
Abstrak
Hukum pidana yang paling sering terjadi didalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan. Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk memperoleh keuntungan, sehingga pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen tetapi dapat ia salurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang. Permasalahan yang timbul itu, baik berupa pelanggaran terhadap norma kehidupan bermasyarakat maupun aturan-aturan hukum untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum. Di dalam Pasal 480 KUHP tentang penadahan jika dipahami dari unsur-unsurnya, yaitu “diharuskan mengetahui atau patut menduga bahwa barang yang diterima adalah hasil kejahatan” sangat membingungkan dan sulit membedakan jika barang yang diterima dari hasil kejahatan itu didapatkan dengan cara-cara yang baik dan tidak menimbulkan kecurigaan apapun, seperti jual beli dengan harga sesuai pada umumnya, dilakukan di tempat ramai dan terang dan cara-cara lain yang tidak patut diduga sebagai kejahatan. (2) Penerima barang hasil kejahatan yang benar-benar tidak tahu dan tidak menduga bahwa barang yang diterimanya adalah hasil kejahatan dengan alasan-alasan yang dapat diterima sebagaimana tersebut di atas dapat dianggap sebagai konsumen yang harus mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata kunci: implementasi, penadahan, perlindungan konsumen
Uploads
Papers by Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
ISSN 2622-9668 (Media Online)
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 2, Nomor 1
Februari 2019
Editor in Chief
Prof. Dr. Made Warka, S.H., M.Hum.
Assistant Editor
Dr. Hufron, S.H., M., M.H.
Editor on Board
Dr. Sri Setyadji, S.H., M.Hum.
Agus Muwarto, S.H., M.Hum.
Widhi Cahyo Nugroho, S.H., M.Hum.
Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.
H. R. Adianto Mardijono, S.H., M.Si.
Subscription Manager
Teddy Prihantono, S.E., M.M.
Penerbit
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jl. Airlangga No. 4-6, Surabaya 60115, Indonesia
087855560413, [email protected]
Abstrak
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), objek jaminan berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidaklah lagi masuk ke dalam lembaga jaminan hipotik, tetapi masuk ke dalam lembaga jaminan Hak Tanggungan. Pada UUHT diatur beberapa cara eksekusi yang salah satunya adalah melalui pelelangan. UUHT sebagai landasan hukum lembaga jaminan Hak Tanggungan telah memberikan perlindungan hukum yang seimbang bagi semua pihak dalam proses pelelangan, namun pada prakteknya masih banyak terjadi ketidakadilan terutama bagi pihak debitor dan pemilik jaminan yang posisinya cenderung lebih lemah dibanding pihak kreditor. Berbagai perlindungan hukum bagi debitor dan pemilik jaminan dapat terlihat mulai saat pembentukan perjanjian kredit, selama perjanjian kredit berlangsung, hingga saat lelang eksekusi dilaksanakan. Pada praktek, lelang eksekusi seringkali menimbulkan perselisihan antar para pihak sehingga kecermatan Hakim sangat diperlukan untuk mencapai keadilan. Tipe penelitian yang digunakan adalah Doctrinal Research, sehingga jurnal ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah penjelasan yang sistematis dan hasil analisis keterkaitan antara peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan.Peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah memberikan perlindungan hukum baik bagi kreditor maupun bagi debitor dan pihak ketiga yang berkepentingan secara seimbang, namun pada praktiknya masih sering terjadi kesalahan dalam hal prosedural maupun substansial.
Kata kunci: hak tanggungan, lelang, eksekusi
Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pelaksanaan pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik berdasarkan peraturan daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010. Serta penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah dinas pendapatan daerah kota makassar serta para penyelenggara hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber pada lokasi penelitian yang kompeten dan relevan dengan topik yang diajukan kemudian data dianalisis secara kualitati, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah serta pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh kemudian menuangkannya dalam bentuk kalimat yang tersusun secara rinci dan sistematis. Hasil penelitian berdasarkan pemarapan narasumber menyebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik tidak menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), melainkan menggunakan formulir yang telah disediakan oleh pihak pemungut pajak. Faktor faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor kaidah hukum, faktor penegak hukum, faktor masyarakat. pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik dilakukan dengan cara memberikan surat teguran bagi penyelenggara hiburan belum menyelesaikan kewajibannya. Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor penegak hukum, faktor kaidah hukum serta faktor masyarakat.
Kata kunci: pemungutan pajak, penagihan pajak
Magister Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur 60286, Indonesia
081938136806, [email protected]
Abstrak
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut dengan UUKPKPU), mengartikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. UUKPKPU merupakan suatu peraturan pelaksana dari Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Burgelijk Wetboek (untuk selanjutnya disebut dengan BW), yang mengatur bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Tujuan umum dari kepailitan adalah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul antara Debitor dan para Kreditor pailit, dimana Debtor tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar utang, dan Kreditor harus mengembalikan dana yang hilang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yang menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini berasal dari peraturan perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder adalah dari literatur-literarur hukum. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjabarkan perlindungan hukum terhadap para pembeli satuan rumah susun dalam menghadapi kepailitan perusahaan developer.
Kata Kunci: kepailitan, perlindungan hukum, rusun
Abstract
Article 1 number 1 of Bankruptcy and Suspension of Payment Obligations Act, Number 37 Year of 2004 (hereinafter referred to as UUKPKPU), has divined bankruptcy as public confiscation of all the assets of the Bankrupt Debtor, whose management and ordering is carried out by the Trustee at Bankruptcy, under the supervision of the Supervisory Judge, as regulated in this Law. UUKPU is an implementing regulation of the Article 1131 BW, stated that all of the materials, indebted and immovable property, both existing and which will be at a later date, become responsible for all personal engagements. Bankruptcy has the aims, generally, to solve the problems between the Debtors and the Creditors of bankruptcy, in which the Debtors have no more capability to pay the debt, and the Creditors have to recover their lost of fund. This is a legal research article, using some kind of approaches, which are statute approach and conseptual approach. The sources of the materials in this article are primarily from the constitutions and all the related regulations, while the secondary sources are from law literatures. This article intend to explain the law protections toward the buyers of an apartment, if the developer is going into bankruptcy.
Keywords: bankruptcy, law protection, apartment
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
083849148168, [email protected]
Abstrak
Perjanjian yang melibatkan pihak asing yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia mempunyai akibat perjanjian tersebut batal demi hukum dengan dasar sudah bertentangan dengan Pasal 31 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Hal ini membawa komplikasi tersendiri dalam dunia pejanjian karena penggunaan bahasa Indonesia terkesan menjadi suatu Kaedah Memaksa yang jika dilarang akan berakibat dibatalkannya perjanjian. Permasalahan yang akan diteliti tentang akibat hukum dari pembatalan perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dan batalnya perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam Putusan Nomor 1572 K/Pdt/2015 berdasarkan Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Konsekuensi dari batalnya perjanjian tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau kembali kepada keadaan semula, sehingga akibat dari pembatalan perjanjian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing yang ingin menanam modal di Indonesia sehingga usaha dalam membentuk kepastian hukum di masyarakat akan semakin susah. Oleh sebab itu peneliti menyarankan untuk mengubah frasa “wajib” pada ayat (1) agar dapat mencerminkan realitas yang berlaku, suatu perjanjian yang melibatkan pihak asing dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa nasional pihak asing tersebut, serta diperlukan kecermatan hakim dalam mengambil keputusan batal demi hukum suatu perjanjian.
Kata kunci: Bahasa Indonesia, Perjanjian, akibat hukum
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
082337544341, [email protected]
Abstrak
Hukum pidana yang paling sering terjadi didalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan. Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk memperoleh keuntungan, sehingga pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen tetapi dapat ia salurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang. Permasalahan yang timbul itu, baik berupa pelanggaran terhadap norma kehidupan bermasyarakat maupun aturan-aturan hukum untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum. Di dalam Pasal 480 KUHP tentang penadahan jika dipahami dari unsur-unsurnya, yaitu “diharuskan mengetahui atau patut menduga bahwa barang yang diterima adalah hasil kejahatan” sangat membingungkan dan sulit membedakan jika barang yang diterima dari hasil kejahatan itu didapatkan dengan cara-cara yang baik dan tidak menimbulkan kecurigaan apapun, seperti jual beli dengan harga sesuai pada umumnya, dilakukan di tempat ramai dan terang dan cara-cara lain yang tidak patut diduga sebagai kejahatan. (2) Penerima barang hasil kejahatan yang benar-benar tidak tahu dan tidak menduga bahwa barang yang diterimanya adalah hasil kejahatan dengan alasan-alasan yang dapat diterima sebagaimana tersebut di atas dapat dianggap sebagai konsumen yang harus mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata kunci: implementasi, penadahan, perlindungan konsumen
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
ISSN 2622-9668 (Media Online)
Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune
Volume 2, Nomor 1
Februari 2019
Editor in Chief
Prof. Dr. Made Warka, S.H., M.Hum.
Assistant Editor
Dr. Hufron, S.H., M., M.H.
Editor on Board
Dr. Sri Setyadji, S.H., M.Hum.
Agus Muwarto, S.H., M.Hum.
Widhi Cahyo Nugroho, S.H., M.Hum.
Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.
H. R. Adianto Mardijono, S.H., M.Si.
Subscription Manager
Teddy Prihantono, S.E., M.M.
Penerbit
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru 45 Surabaya Telp. 031-5905442
http://jurnal.untag-sby.ac.id/
[email protected]
Fakultas Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jl. Airlangga No. 4-6, Surabaya 60115, Indonesia
087855560413, [email protected]
Abstrak
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), objek jaminan berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidaklah lagi masuk ke dalam lembaga jaminan hipotik, tetapi masuk ke dalam lembaga jaminan Hak Tanggungan. Pada UUHT diatur beberapa cara eksekusi yang salah satunya adalah melalui pelelangan. UUHT sebagai landasan hukum lembaga jaminan Hak Tanggungan telah memberikan perlindungan hukum yang seimbang bagi semua pihak dalam proses pelelangan, namun pada prakteknya masih banyak terjadi ketidakadilan terutama bagi pihak debitor dan pemilik jaminan yang posisinya cenderung lebih lemah dibanding pihak kreditor. Berbagai perlindungan hukum bagi debitor dan pemilik jaminan dapat terlihat mulai saat pembentukan perjanjian kredit, selama perjanjian kredit berlangsung, hingga saat lelang eksekusi dilaksanakan. Pada praktek, lelang eksekusi seringkali menimbulkan perselisihan antar para pihak sehingga kecermatan Hakim sangat diperlukan untuk mencapai keadilan. Tipe penelitian yang digunakan adalah Doctrinal Research, sehingga jurnal ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah penjelasan yang sistematis dan hasil analisis keterkaitan antara peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan.Peraturan perundang-undangan sebenarnya sudah memberikan perlindungan hukum baik bagi kreditor maupun bagi debitor dan pihak ketiga yang berkepentingan secara seimbang, namun pada praktiknya masih sering terjadi kesalahan dalam hal prosedural maupun substansial.
Kata kunci: hak tanggungan, lelang, eksekusi
Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata cara pelaksanaan pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik berdasarkan peraturan daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010. Serta penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemungutan dan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah dinas pendapatan daerah kota makassar serta para penyelenggara hiburan jenis pagelaran musik. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan narasumber pada lokasi penelitian yang kompeten dan relevan dengan topik yang diajukan kemudian data dianalisis secara kualitati, yaitu mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah serta pembahasan dengan menafsirkan data yang diperoleh kemudian menuangkannya dalam bentuk kalimat yang tersusun secara rinci dan sistematis. Hasil penelitian berdasarkan pemarapan narasumber menyebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik tidak menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), melainkan menggunakan formulir yang telah disediakan oleh pihak pemungut pajak. Faktor faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemungutan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor kaidah hukum, faktor penegak hukum, faktor masyarakat. pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik dilakukan dengan cara memberikan surat teguran bagi penyelenggara hiburan belum menyelesaikan kewajibannya. Adapun faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penagihan pajak hiburan jenis pagelaran musik adalah faktor penegak hukum, faktor kaidah hukum serta faktor masyarakat.
Kata kunci: pemungutan pajak, penagihan pajak
Magister Hukum
Universitas Airlangga Surabaya
Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya, Jawa Timur 60286, Indonesia
081938136806, [email protected]
Abstrak
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut dengan UUKPKPU), mengartikan kepailitan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. UUKPKPU merupakan suatu peraturan pelaksana dari Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Burgelijk Wetboek (untuk selanjutnya disebut dengan BW), yang mengatur bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Tujuan umum dari kepailitan adalah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul antara Debitor dan para Kreditor pailit, dimana Debtor tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar utang, dan Kreditor harus mengembalikan dana yang hilang. Penelitian ini merupakan penelitian hukum, yang menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum primer dalam penelitian ini berasal dari peraturan perundang-undangan, sedangkan bahan hukum sekunder adalah dari literatur-literarur hukum. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjabarkan perlindungan hukum terhadap para pembeli satuan rumah susun dalam menghadapi kepailitan perusahaan developer.
Kata Kunci: kepailitan, perlindungan hukum, rusun
Abstract
Article 1 number 1 of Bankruptcy and Suspension of Payment Obligations Act, Number 37 Year of 2004 (hereinafter referred to as UUKPKPU), has divined bankruptcy as public confiscation of all the assets of the Bankrupt Debtor, whose management and ordering is carried out by the Trustee at Bankruptcy, under the supervision of the Supervisory Judge, as regulated in this Law. UUKPU is an implementing regulation of the Article 1131 BW, stated that all of the materials, indebted and immovable property, both existing and which will be at a later date, become responsible for all personal engagements. Bankruptcy has the aims, generally, to solve the problems between the Debtors and the Creditors of bankruptcy, in which the Debtors have no more capability to pay the debt, and the Creditors have to recover their lost of fund. This is a legal research article, using some kind of approaches, which are statute approach and conseptual approach. The sources of the materials in this article are primarily from the constitutions and all the related regulations, while the secondary sources are from law literatures. This article intend to explain the law protections toward the buyers of an apartment, if the developer is going into bankruptcy.
Keywords: bankruptcy, law protection, apartment
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
083849148168, [email protected]
Abstrak
Perjanjian yang melibatkan pihak asing yang dibuat dengan tidak menggunakan bahasa Indonesia mempunyai akibat perjanjian tersebut batal demi hukum dengan dasar sudah bertentangan dengan Pasal 31 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Hal ini membawa komplikasi tersendiri dalam dunia pejanjian karena penggunaan bahasa Indonesia terkesan menjadi suatu Kaedah Memaksa yang jika dilarang akan berakibat dibatalkannya perjanjian. Permasalahan yang akan diteliti tentang akibat hukum dari pembatalan perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dan batalnya perjanjian yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam Putusan Nomor 1572 K/Pdt/2015 berdasarkan Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Konsekuensi dari batalnya perjanjian tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau kembali kepada keadaan semula, sehingga akibat dari pembatalan perjanjian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor asing yang ingin menanam modal di Indonesia sehingga usaha dalam membentuk kepastian hukum di masyarakat akan semakin susah. Oleh sebab itu peneliti menyarankan untuk mengubah frasa “wajib” pada ayat (1) agar dapat mencerminkan realitas yang berlaku, suatu perjanjian yang melibatkan pihak asing dibuat dalam 2 (dua) rangkap yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa nasional pihak asing tersebut, serta diperlukan kecermatan hakim dalam mengambil keputusan batal demi hukum suatu perjanjian.
Kata kunci: Bahasa Indonesia, Perjanjian, akibat hukum
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia
082337544341, [email protected]
Abstrak
Hukum pidana yang paling sering terjadi didalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan. Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk memperoleh keuntungan, sehingga pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen tetapi dapat ia salurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang. Permasalahan yang timbul itu, baik berupa pelanggaran terhadap norma kehidupan bermasyarakat maupun aturan-aturan hukum untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum. Di dalam Pasal 480 KUHP tentang penadahan jika dipahami dari unsur-unsurnya, yaitu “diharuskan mengetahui atau patut menduga bahwa barang yang diterima adalah hasil kejahatan” sangat membingungkan dan sulit membedakan jika barang yang diterima dari hasil kejahatan itu didapatkan dengan cara-cara yang baik dan tidak menimbulkan kecurigaan apapun, seperti jual beli dengan harga sesuai pada umumnya, dilakukan di tempat ramai dan terang dan cara-cara lain yang tidak patut diduga sebagai kejahatan. (2) Penerima barang hasil kejahatan yang benar-benar tidak tahu dan tidak menduga bahwa barang yang diterimanya adalah hasil kejahatan dengan alasan-alasan yang dapat diterima sebagaimana tersebut di atas dapat dianggap sebagai konsumen yang harus mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kata kunci: implementasi, penadahan, perlindungan konsumen