Bab 2 Teori Kebijakan Publik

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

Bab 2

TEORI KEBIJAKAN PUBLIK

Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si.


PS KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNILA
2.1 Teori Dasar Kebijakan Publik
2.1.1 Tinjau Umum
 Menurut Riant Nugroho (2003): Segala sesuatu yang dikerjakan ataupun tidak dikerjakan
oleh otoritas (pejabat publik: pejabat yang diangkat atas legitimasi publik), yang dapat
menyebabkan dampak nyata bagi komunitas atau kelompok masyarakat.
* Memutuskan untuk menaikan PPN sektor migas.
* Tidak mengatur (membiarkan) harga cabai.

 Dalam konteks ini yang dimaksud dengan adalah government (dalam arti legal formal
adalah eksekutif termasuk Pemprov, Pemkab, Pemkot) secara sendiri maupun bersama-
sama legislatif, tergantung sistem ketatanegraannya.

 Pada negara yang menganut Trias Politica murni: public policy menjadi domain eksekutif.
2.1.2 Timbulnya Social Contract

• Dalam melangasungkan perikehidupannya, setiap individu berinteraksi


dengan individu atau kelompok individu lainnya (masyarakat) maupun
dengan lingkungannya (self vs other).

• Awalnya hubungan tersebut netral saja, bersifat mutalistik dan saling


membutuhkan satu sama lainnya (Teori Pertukaran yang menurunkan
isntitusi pasar), yang tidak memerlukan “jasa penengah” atas segala bentuk
transaksi.

• Setiap self mempunyai interset yang tidak terbatas dengan perilaku


yang hedonic, myopic, dan risk averse  sering timbul conflict of interset ,
disertai oleh fenomena asimetrical information  kegagalan pasar.

• Institusi yang menjadi penengah terhadap setiap transaksi bahkan


kemudian pada setiap hubungan antarindividu. Institusi itu kemudian
disebut sebagai pemerintah (government) Sejak saat itu,
peradaban manusia mengenal bernegara.
• Dalam sudut pandang ilmu ekonomi pemerintahan (governance)
tidak lain adalah penyedia produk jasa dalam bentuk pelayanan (service)
kepada setiap individu, komunitas, maupun teritori.

• Produk jasa awalnya berupa layanan minimal tersebut berupa jasa


keanaman, pengamanan dan keadilan (pencegah dan penengah konflik)
Karena itu, pemerintah mempunyai kewenangan berttindak coersive
(memaksa).  Membentuk aparat (Army, Police, Justice System,civil servant)
dan membentuk regulasi sebagai dasar dalam setiap tindakan coersive.

• Untuk mendapatkan legitimasi yang kuat maka menurut John Lock,


kewenangan harus diperoleh melalui pendelegasiaan dari diri tiap individu
(self) warga masyarakat yaitu melalui pemilu. Inilah yang dikenal sebagai
Social Contract. Atas jasa layanan tersebut, pemerintah diberi legitimasi
untuk menarik pungutan (tax, levy, dues) untuk mendanai pelayan tersebut.

• Walaupun pada dasarnya social contract memberikan kewenangan yang


terbatas, tetapi kemudian berkembangan pada layanan lainnya yang tidak
banyak menjadi interest privat (self) terutama dalam penyedian public good
seperti infrastruktur, civic, pendidikan dan kesehatan. LAYANAN MINIMUM.
• Dewasa ini di Indonesia layanan publik dan privat dapat digambarkan sbb:

Aktivitas Strategis Aktivitas Kurang/


Tidak Strategis

Masyarakat Mampu Pemerintah & Masykt. Masyarakat


Melakukan Contoh: Pendidikan, Pertekstilan, Mie
transportasi, kesehatan instan dll.
dll.

Masyarakat Tidak Pemerintah Masyarakat


Mampu Melakukan Contoh: Persenjataan, (Dibiarkan)
Bendungan Contoh: Jasa Pak
Ogah
• Dimana posisi BUMN?
• Pemerintah (Oknum) juga punya vested of interest, banyak
kegiatan yang semestinya dilakukan tetapi tidak dilakukan atau
sebaliknya.

• Kegagalan pemerintah (government failure): Tidak amanah,


tidak mengemBan kepentingan publik, vested of interest dan
moral hazard.

• Masih ingat keluarnya Perpu Penambangan di Hutan Lindung?


Bagamana dengan penjualan Indosat ke PT Tamasek?
Bagaimana dengan alokasi dana reboisasi untuk IPTN?
Bagaimana dengan privatisasi BUMN sementara kontribusi
BUMN kepada APBN Cuma sekitar 2%
padahal biaya managemennya jauh lebih besar dari 2%?
• Ringkasnya: there is no a benevolent governent:
tidak ada pemerintah yang baik hati. Dalam setiap kebijakan
yang diambil tidak senantiasa amanah, tidak senantiasa
memihak pada kepentingan publik (adil, efisien
dan berkesinambungan).

• Dalam sejarah memang pernah ada suatu pemerintahan


madani, tetapi itu adalah pemerintahan buatan tuhan
(Hayami, 2001) yang mungkin tidak
akan terulang apalagi dengan perilaku manusia modern
sekarang ini di bawah kondisi SDA yang makin langka
Karena itu, pemerintah perlu juga untuk dikontrol melalui
penguatan legislatif dan yudikatif (seperti diidamkan dalam
Teori Trias Politica oleh J.J. Rousseau).
• Debat berkepanjangan tentang penerapan Trias Politica, akan memaksa
kita pada perdebatan akan ideologi negara : Pancasila Vs Kapitalisi Vs
Sosilalis. Debat ini di luar konteks kuliah ini.

• Para enviromentalist memandang cukup bagi sistem kekuasaan di


Indonesia untuk mewadahi berbagai kebijakan pembangunan lingkungan
sekalipun Indonesaia bukan adopter Trias Poliitca murni. Yang terpenting
perlu disertai penguatan civil society dalam mengontrol berbagai kebijakan
publik yang masih banyak diperankan oleh pemerintah. Penguatan
Golongan Menengah (seperti peningkatan iklim yang kondusif bagi
tumbuhanya berbagai LSM) merupakan cara yang sangat penting (Teori Marx
Webber). Optimisme untuk mencegah governmnent failure  Optimisme
pada pembangunan lingkungan secara berkesinambungan.

• Lagi pula berbagai penganut Trias Piolitica murni juga pad collapase,
karena kelembagaan dalam masyarakatnya tidak mampu memfasilitasi
tumbuhnya kelembangaan masayarakat yang mampu mencegah perilaku
hedonik, serakah dan moral hazard.
2.2 Kebijakan dan Pengelolaan Lingkungan

1.2.1 Tinjauan Ideologi Lingkungan

• Menurut Hayami (2006) sistem harga merupakan pengontrol atas perilaku


individu dalam mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Namun
eksternalitas negatif tidak bisa dapat ditangkap oleh sistem harga ini 
artinya tidak mencerminkan kelangkaannya alokasi SDA menjadi boros,
tidak efisien dan tidak berkesinambungan.

• Untuk itu eksternalitas negatif harus diinternalisasikan kedalam sistem harga


produk, ini bisa dilakukan oleh pemerintahan yang bersih (good government)
melalui pengenaan sistem pajak lingkungan, pinalty, dan kompensasi yang
adil. Pungutan2 ini dipergunakan untuk riset (untuk substitusi) untuk
pengelolaan serta untuk mitigasi kerusakan lingkungan.

• Berkaitan dengan internalisasi biaya lingkungan itu, perlu meninjau ideologi


lingkungan yang bersifat universal.
1.2.2 Kriteria Kebijakan Pebangunan SDA

• Kriteria Umum: Justice, Ethic, & Pragmatic

• Secara umum tujuan pembanguan adalah untuk maksimalisasi Social


Wellfare. Begitu juga pembangunan lingkungan yang merupakan
prasyarat bagi kebersinambungan setiap pembangunan.

(1) Ingat Kurva Indiferen: berbagai pilihan pasangan dua entitas yang
mempunyai tingkat kepuasan yang sama.
Cembung thd. titik asal, lebih suka
U2
kombinasi daripada tunggal
• SIC’ > SIC” dst; Catatan SIC=kurva
indiferen sosial
• Misal U1= belanja pemerintah untuk
sipil
U2= untuk militer
SIC”
SIC’= Social indiferent Curve
O U1
Gambar 2.1. Social Indeference Map
(2) Ingat Kurva Kemungkinan Produksi (GUF:Grand Utilty Frontier)
• kurva berbagai pilihan tingkat produksi yang masih bisa
dicapai mll. investasi pada tingkt teknologi tertentu (semua SD
telah dimanfaatkan, tingkat pengg. SD yang paling efisien=Pareto eff.)
• Maksimum tingkat kesejahteraan masyarakat (social well being)
• Bentuk seperempat lingkaran
• Semua titik yang berada di bawah Kurva GUF (misal titik a) menunjukkan
bhw belum semua SD di dlm masy. Yg diguna-
kan secara efisien, masih banyk SD yang
b nganggur.
a= wasteful point
U2 SIC’ b= bliss point
*a
Kurva GUF

U1
O
Gambar 1.2 . Maksimisasi Kes.sosial. Syarat perlu: Pareto-efisiensi &
Kedua kurva bertemu; Syarat Cukup: hanya satu bliss point
A. Efisiensi sebagai Kriteria Pengembangan
*Awal di titik a0, berarti penggunaan
Smbdy dlm masy. belum optimal
a1 *Skenario:
Income Masy.2 (Y2)

(i) a0 ke a1  Y1 turun dan Y2 naik


a2 (ii) a0 ke a3  Y2 turun dan Y1 naIK
(iii) a0 ke a2  keduanya naik secara
relatif proposional

a0
a3
Pada Skenario (i) dan (iiI)
menyebabkan social enjury,
Sedangkan pd skenario (ii) tdk
O
Income Masy. 1 (Y1) terjadi social injury.

Gambar 2.3. Efisiensi sbg Kriterium Pengembangan


B. Constant Proporsional Share (CPS)

* Kondisi awal: Posisi a: Y2>Y1; c: Y1>Y2;


b: Y1=Y2
a’
* CPS tidak membolehkan Si miskin
b’ berubah menjadi lebih kaya (‘ tdk
Income Masy.2 (Y2)

boleh membalap Si Kaya); Tdk boleh


terjadi redistribusi income. Tdk terjd. new
relative economic injury, yg ada adalah
a
penguatan relativwe economic injury
b
c’ akibat masa lalu.

O
Income Masy. 1 (Y1)
Gambar 2.4. Constant Prop. Share
C. Pareto Safety Criterion
• Awalnya di a
• Skenario boleh ke seluruh
b segmen a’ sampai a”
a’ • Didefinisikan: improvement
Y2

minimal 1 orang tanpa ada


yang diciderai
• Tdk. ada dasar keputusan, titik
yang mana diantara a’ ke a”

a a” • Namun pengb ke titik b


ataupun c dianggap bkn
c improvement.
• Tdk boleh ada new eco-
nomic injury.
• Boleh terjadi redistribusi
O ekonomi secara relatif
Y1
(ketika total income masy.
Gambar 2.6. Pareto Safety Creterion meningkat), meski tdk ter-
lalu bsr. redistribusi tsb.
D. Kriterium MSW: Maximum Social Well Being
• Boleh adanya redistribusi income,
real economic injury, tetapi hanya
samp bts. tertentu saja
• Range pengemb. adalah: segmen
b d d sampai e. Tetapi diluar itu (misal
f= Bliss point b ataupun c, bukan sbg.improvmnt.
• a ke d  secara real Y1 diciderai
Y2 * • a ke e  Y2 secara real diciderai
a
e
SIC’
c SIC’
45o
O Y1
Boleh individu diciderai, asalkan menurut konsensus disetujui. Ini menyangkut
masalah etik bahwa ada coersive force oleh kelompok terhadap penurunan kese-
jahteraan individu. Ini yang ditentang oleh aliran individualistik spt. Samuelson &
Bergson. Pandangan SWF ini kompatibel dengan Social Contract: Tdk perlu
membatasi kewenangan pemerintah asal sesuai dng.General Will (public interet)
• Keberatan Smauelson-Bergson: Bahwa telah dibuktikan secara formal (scr.
matematik) oleh Kenneth Arrow bahwa Social Welfare Function Curve itu
tidak ada di dunia nyata dalam negara demokrasi, utamanya karena melanggar
hukum transitivitas antarindividu.

• Artinya para penganut aliran individualism itu secara filosofis maupun secara
logika formal telah membuktikan bahwa kesejahteraan individu itu adalah
segalanya. Bila setiap individu sejahtera, maka secara keseluruhan (baca: scr.
sosial) dalam negara itu otomatis sejahtera, karena “kata sosial” itu berarti
adalah individu secara keseluruhan. Dalam konteks pengembangan ini aliran
inividualisme menghendaki agar tiap individu untuk mengembangkan diri
masing2 demi mengejar ketertinggalannya, tanpa diberi charity.

• Namun dalam tataran praktek ilmu politik untuk melayani public interest:
digunakan instrumen regulasi, perpajakan ataupun investasi untuk barang2
publik (spt jalan raya, proteksi lingkungan, & jaminan sosial) sebagai cara untuk
menjawab kritik dari kaum sosialis yang menekankan perlu redistribusi income,
kekayaan, dan oportunitas maupun alokasi sumberdaya.
F. Maximun Value of Social Product (MVSP)

Slope = minus1 sbg. bentuk khusus SIC: tiap Rp dari Y dibobot scr.
sama dari siapapun itu berasal. Nilai output masy. dikalkulasi
tanpa distributional wieght dan policy yg dpt menghasilkan
b nilai output masy. yang maksimal adlah policy yg lbh
d
disukai. (MVSP). Economic injury OK saja asalkan
Y2 jumlah Rp yang dihasilkan oleh pihak yang
a’ diuntungkan oleh suatu policy >Jmh Rp yang
a hilang dari individu yang diciderai yaitu: bhw
segmen d sampai e itu improvement yg OK
Teori ekonomi dari MVSP:
National Income Accounting,
e Indeks Kesejahteraan, Surplus
c Konsumen, Surplus Produsen,
Benefit Cost Analysis.
O Y1
MSVP: merpk. implementasi dari Utilitarian Criterion dari Jeremy Bentham:
The greatest good for the greatest number”. Implikasinya: The best policy
is maximum growth  maximum GNP.
G. Composite Criteria

Tidak ada kriteria tunggal tsb yg memuaskan,


a’ alasannya bisa filosofis, etik ataupun pragmatis.
 Perlu kriteria komposit
a
Y2
Misal: (i) Tdk boleh ada reduksi
Social product, (ii) income masy.1
perlu ditingkatkan, (iii) Redistribusi
Slope=-1 OK asalkan masy. 1 tdk akan lebih
Kaya dari masy. 2, (iv) MVSP.
45o
Jadi optimal policy adalah a’
O Y1

You might also like