Hubungan
Hubungan
Hubungan
Reca1, Citra F Putri2, Teuku Salfiyadi3, Cut Aja Nuraskin4, Ainun Mardiah5
1
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Email: [email protected]
2
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
Email: [email protected]
3
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Email: [email protected]
4
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Email: [email protected]
5
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Aceh
Email: [email protected]
ABSTRACT
Children’s anxiety in dental care may lead to uncooperative attitudes. It will reduce the efficiency
and effectiveness of dental health service. Based on preliminary survey which conducted at Public Health
Center Mutiara, Pidie, Aceh, Indonesia, found that from around 10 children who had tooth extraction, 7 of
them was overanxious which 2 children was failed to treat. But, there is still no clear data about the level
of children’s anxiety in Public Health Center Mutiara. The purpose this study was to determine the level of
children’s anxiety in tooth extraction in Public Health Center Mutiara, Pidie, Aceh, Indonesia. This
descriptive research carried out from 10 June to 10 July 2019, by observing using a checklist sheet. The
sample was carried out by accidental sampling method. Thirty children with aged 6-12 years old who had
tooth extraction was selected in this study. The results showed that majority children (40%) was in severe
anxiety, 10% children was no anxiety, 20% children was mild anxiety, and 30% was moderate anxiety. It
show that the tooth extraction teratment may not be success because the high level of children’s anxiety, so
that the parents and health workers can motivate children to take care of their teeth and can anticipate
anxiety that occurs in children.
Pertumbuhan gigi anak usia 6-12 tahun menerima perawatan gigi tenaga medis gigi
memasuki tahap gigi geligi pergantian, dan 86,1% lainnya tidak dilakukan
ditandai dengan tanggalnya gigi sulung dan perawatan dari tenaga medis gigi.
erupsi gigi permanen. Pencabutan gigi (Riskesdas, 2018).
merupakan salah satu perawatan agar Salah satu aspek terpenting dalam
anomali gigi akibat persistensi tidak terjadi. mengatur tingkah laku anak dalam
Persistensi terjadi akibat hasil perkembangan perawatan gigi adalah dengan mengontrol
yang salah terutama selama pergantian gigi rasa cemas, karena pengalaman yang tidak
sulung dengan permanen yang dapat menyenangkan akan berdampak terhadap
menyebabkan terjadinya anomali pada masa perawatan gigi terutama pencabutan gigi
gigi permanen.(Ahmadi H.A, 2005). dimasa yang akan datang. Penundaan
Kecemasan merupakan keadaan terhadap perawatan dapat mengakibatkan
normal yang dialami secara tetap sebagai bertambah parahnya tingkat kesehatan mulut
bagian perkembangan normal manusia yang dan menambah kecemasan pasien anak
sudah mulai tampak sejak masa anak–anak. untuk berkunjung ke dokter gigi (Nicolas E,
Kecemasan anak pada perawatan gigi dapat Bessadet M, Collado V, Carrasco P, 2010).
menimbulkan sikap yang tidak kooperatif Penelitian yang sama dilakukan oleh Alaki
sehingga akan menghambat proses dkk di India, memperlihatkan bahwa dari
perawatan gigi yang dapat menurunkan 518 anak-anak yang diteliti tingkat
efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan kecemasannya terhadap pencabutan gigi
gigi. Dalam hal ini dokter gigi diharapkan sebanyak 43,5% anak laki- laki dan 64,6%
dapat mengantisipasi perilaku pasien anak anak perempuan menyatakan kecemasan
untuk membantu menghindari rasa cemas. terhadap prosedur pencabutan gigi karena
(Alaki S, Alotaibi A, Almabadi E & E, anak merasa bahwa alat-alat kedokteran
2012) gigi yang berada di dalam tempat
Kecemasan gigi yang timbul mulai praktek sangat menakutkan dan
dari masa anak-anak merupakan hambatan mengakibatkan rasa nyeri. (Nicolas E,
terbesar bagi dokter gigi dalam melakukan Bessadet M, Collado V, Carrasco P, 2010)
perawatan yang optimal. Kecemasan pada Orang tua harus berperan aktif dalam
anak-anak telah diakui sebagai masalah menjaga kesehatan gigi dan mulut
selama bertahun-tahun yang menyebabkan anaknya.(Suryani, 2017) Salah satu usaha
anak sering menunda dan menolak untuk yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan perawatan (Buchannan H, 2002). membawa anaknya berkunjung ke dokter
Penelitian dari Fransiskus (2008) di gigi. Kunjungan kedokter gigi sejak dini di
Australia menyatakan bahwa antara 50% harapkan untuk membiasakan anak- anak
hingga 80% dari seluruh kasus penyakit melakukan pemeriksaan gigi secara rutin dan
yang terjadi berkaitan secara langsung mengatasi rasa cemas dan ketakutan anak
dengan kecemasan. (Prasetyo EP, 2005) terhadap perawatan gigi dan mulut.
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Maulani, 2005)
tahun 2018, prevalensi nasional masalah gigi Setiap anak yang datang berobat ke
dan mulut sebesar 57,6%. Terdapat 10,2% dokter gigi memiliki kondisi kesehatan gigi
yang menerima perawatan dari tenaga medis yang berbeda-beda dan akan
gigi, sementara 89,8% lainnya tidak memperlihatkan perilaku yang berbeda pula
dilakukan perawatan. Prevalensi untuk terhadap perawatan gigi dan mulut yang
provinsi Aceh terdapat 55,3% memiliki akan diberikan. misalnya mendorong
masalah gigi dan mulut, 13,9% yang instrumen atau peralatan perawatan gigi agar
10
Jurnal Online Keperawatan Indonesia Juni 2020, Vol.3 No.1
Jurnal Online Keperawatan Indonesia, 9-14
menjauh darinya, menolak membuka mulut, ke Puskesmas Mutiara Kabupaten Pidie yang
menangis, sampai meronta-ronta, dan berjumlah 30 anak selama penelitian,
membantah. Ada anak yang berperilaku sedangkan sampel dalam penelitian ini
kooperatif terhadap perawatan gigi dan tidak menggunakan accidental sampling yaitu
sedikit yang berperilaku tidak kooperatif. pasien anak usia 6-12 tahun yang berkunjung
Perilaku yang tidak kooperatif merupakan di puskesmas Mutiara Kabupaten Pidie
manifestasi dari rasa takut dan cemas anak selama penelitian yang berjumlah 30 anak.
terhadap perawatan gigi dan mulut. Variabel dalam penelitian ini yaitu tingkat
Penyebabnya dapat berasal dari anak itu kecemasan anak dan pencabutan gigi anak.
sendiri,orang tua, dokter gigi, atau Instrumen yang digunakan dalam
lingkungan klinik.(Alaki S, Alotaibi A, penelitian ini adalah lembar check list.
Almabadi E & E, 2012) Analisis data pada penelitian ini
Berdasarkan survei awal di Puskesmas menggunakan analisis univariat yaitu untuk
Mutiara Kabupaten Pidie, ditemukan dari 10 mengetahui distribusi frekuensi tingkat
anak yang melakukan pencabutan gigi, 7 kecemasan anak dalam pencabutan gigi.
anak diantaranya menunjukkan respon
kecemasan saat dilakukan pencabutan gigi
dengan 2 kasus pencabutan gigi yang tidak 3. HASIL
berhasil dikarenakan kecemasan anak Pengumpulan data penelitian dilakukan
tersebut. dari tanggal 10 Juni sampai dengan 10 Juli
2019 pada pasien anak usia 6-12 tahun yang
2. METODE PENELITIAN berkunjung di Puskesmas Mutiara
Penelitian ini bersifat deskriptif,. Kabupaten Pidie Tahun 2019.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien anak usia 6-12 tahun yang berkunjung
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa anak yang paling banyak yaitu berjenis kelamin
perempuan sebanyak 18 responden (60%).
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui anak yang paling banyak berumur 6-7 tahun yaitu 15
anak (50 %)
11
Jurnal Online Keperawatan Indonesia Juni 2020, Vol.3 No.1
Jurnal Online Keperawatan Indonesia, 9-14
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan tingkat kecemasan anak pada pencabutan gigi di
puskesmas Mutiara Kabupaten Pidie mayoritas dalam kategori kecemasan berat berjumlah 12
responden (40%) dan observasi berdasarkan lokasi mayoritas rasa cemas ditunjukkan pada saat
anak duduk di dental chair.
PEMBAHASAN
Hal ini terlihat dari hasil observasi
Hasil penelitian dapat dilihat pada berdasarkan lokasi mayoritas rasa cemas
tabel 5.3 menunjukkan bahwa tingkat ditunjukkan pada saat anak duduk di dental
kecemasan pada anak usia 6-12 tahun yang chair dimana pasien merasa sangat tidak
melakukan pencabutan gigi di Puskesmas senang ditujukan dengan sudut bibir sangat
Mutiara Kabupaten Pidie menunjukkan ditekuk kearah dagu sehingga
mayoritas dalam kategori kecemasan berat menangis.(Budiyanti, E,A dan Heriandi,
berjumlah 12 responden (40 %). Hal ini 2001)
dikarenakan anak cemas dengan alat-alat Salah satu alasan mengapa anak takut
perawatan gigi yang ada diruangan poli gigi, atau cemas ke dokter gigi adalah karena
ketidaktahuan anak dengan setiap takut akan adanya rasa sakit selama
penggunaan alat dan anak cenderung tidak perawatan gigi seperti penyuntikan,
mau diperiksa dengan menggunakan alat-alat pencabutan gigi dan dibor giginya. Rasa
perawatan gigi yang membuat anak cemas takut dapat bermanifestasi dalam beberapa
sehingga anak akan menghindar dan bentuk, tanda fisiologis mungkin timbul
berusaha melawan ketika dokter gigi atau ditandai dengan meningkatknya denyut nadi,
perawat gigi mulai melakukan pemeriksaan pucat, berkeringat dingin, gelisah dan
dengan menggunakan alat perawatan gigi. bahkan menangis.(Budiyanti, E,A dan
Selain itu orang tua kurang memotivasi anak Heriandi, 2001)
dan terkadang orang tua juga sering Dalam perawatan kesehatan gigi dan
mengancam anak dengan alat-alat kesehatan mulut anak-anak yang melakukan
gigi. Tanpa disadari hal-hal yang dilakukan pencabutan gigi cenderung menampakkan
oleh orang tua seperti menjadikan dokter emotional yang negatif menandakan
gigi sebagai ancaman, menjadikan praktik tingginya tingkat kecemasan anak. Hal ini
dokter gigi untuk menakut-nakuti anak yang disebabkan karena anak-anak memiliki
membuat anak akan berfikir negative ketakutan terhadap alat pencabutan gigi yang
terhadap perawatan gigi dan cerita-cerita akan dimasukkan kedalam mulutnya yang
menakutkan dari teman tentang pencabutan mereka anggap dapat membahayakan diri
gigi sehingga dapat menimbulkan rasa cemas mereka, dan ketakutan atau kecemasan
pada anak saat melakukan perawatan gigi terhadap rasa sakit yang mungkin akan
terutama pencabutan gigi.
12
Jurnal Online Keperawatan Indonesia Juni 2020, Vol.3 No.1
Jurnal Online Keperawatan Indonesia, 9-14
mereka rasakan saat pencabutan gigi kedokter gigi sebagai hukuman. Kunjungan
berlangsung. (Rita Amalia Simon, 2014). ke dokter gigi sering digunakan untuk
Menurut Hertanto M (2010) alat-alat menakutkan anak-anak agar berperilaku
kedokteran gigi yang tersusun rapi dapat baik.
memicu rasa cemas atau takut, oleh karena Membicarakan perawatan gigi di
itu dalam melakukan perawatan hendaknya depan anak hal ini dapat menimbulkan
membatasi penggunaan instrument, adapun kecemasan, ketakutan dan akibatnya tidak
alat-alat yang dapat menakuti anak seperti, menjadi kooperatif. Sikap orang tua yang
jarum suntik, tang dan sebagainya dijauhkan berpengaruh terhadap perawatan gigi dan
dipandangan anak-anak. Berdasarkan mulut anaknya (Budiyanti, E,A dan
penelitian yang dilakukan Mario Hertanto Heriandi, 2001).
(2009) yang mengobservasi 200 pasien Hasil penelitian ini sejalan dengan
dental anak di SD Pelangi Kasih,Theresia, penelitian yang dilakukan oleh (Nurfadilla,
dan SD Negeri Pegangsaan 01 mendapatkan 2018) yang menunjukkan bahwa anak
bahwa rasa cemas terhadap perawatan gigi mengalami rasa cemas karena mendengar
bisa disebabkan oleh alat-alat kedokteran informasi yang buruk dari orang tua, teman
gigi. (Hertanto M, 2010) maupun orang-orang terdekatnya sehingga
Hasil penelitian ini sejalan dengan anak tersebut takut untuk melakukan
penelitian yang dilakukan oleh Alaki (2012) pencabutan gigi. sehingga mereka takut
yang menunjukkan bahwa ketika anak-anak untuk dilakukan pencabutan gigi karena ada
ditanya tentang prosedur perawatan gigi teman mengatakan bahwa mencabut gigi
yang paling mengkhawatirkan adalah rasanya sakit, dan orang tua yang
pencabutan gigi, diikuti dengan perawatan menceritakan hal-hal yang buruk tentang
saluran akar, takut akan cedera gigi dan takut pencabutan gigi.(Nurfadilla, 2018).
terhadap suntikan. Dijelaskan oleh Masjoer
(2001) bahwa kecemasan pada prosedur
pencabutan gigi sering disebabkan oleh 5. SIMPULAN
penggunaan benda-benda tajam seperti Setelah dilakukan penelitian, dapat
jarum, elevator (bein) dan tang yang disimpulkan bahwa tingkat kecemasan anak
dimasukkan ke dalam mulut. pada pencabutan gigi di puskesmas Mutiara
Kecemasan pada anak merupakan Kabupaten Pidie mayoritas dalam kategori
suatu keadaan yang multifaktorial. kecemasan berat berjumlah 12 responden (40
Kecemasan terhadap perawatan gigi sering %).
dinyatakan dengan penolakan perawatan gigi
atau ketakutan terhadap dokter 6. REFERENSI
gigi.(Mardelita, 2018) Namun, orang tua
terkadang tidak menyadari bahwa mereka Ahmadi H.A, S. M. (2005). Psikologi
yang membentuk dan mewujudkan tingkah Perkembangan. Jakarta: Rineke Cipta.
laku anak yang tidak kooperatif dalam
menerima perawatan gigi. (Hertanto M, Alaki S, Alotaibi A, Almabadi E, A., & E.
2010) (2012). Dental anxiety in middle school
Perilaku anak tidak kooperatif dapat children and their caregivers: prevalences
bersifat dari orang tua atau lingkungan and severity. J Dent Oral Hyg.
keluarga. Anak mudah sekali meniru orang-
orang sekitarnya yang dianggap sebagai Buchannan H, N. H. (2002). Validation of a
model. Tindakan orang tua yang mengancam facial Image Scale to assess child dental
anak dengan menggunakan kunjungan anxiety. Int J Paediatr Dent, 12:47-52.
13
Jurnal Online Keperawatan Indonesia Juni 2020, Vol.3 No.1
Jurnal Online Keperawatan Indonesia, 9-14
Budiyanti, E,A dan Heriandi, Y. . (2001). Nurfadilla. (2018). Gambaran Penyebab Rasa
Pengelolaan Anak Nonkooperatif Pada Takut Anak Pada Pencabutan gigi di
Perawatan Gigi (Pendekatan SDN Pertiwi Lamgarot Kabupaten Aceh
Nonfarmakologik). Dentika Dental Besar. KTI. Banda Aceh.
Journal, 6(1), 7–12.
Harmoko. (2010). Komunikasi Anak Pada Prasetyo EP. (2005). Peran musik sebagai
Pencabutan Gigi. fasilitas dalam praktek dokter untuk
mengurangi kecemasan pasien. Majalah
Hertanto M. (2010). Perbedaan tingkat Kedokteran Gigi.
kecemasan dental berdasarkan usia dan
jenis kelamin terhadap lingkungan Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan
perawatan dental pada anak usia 6 dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Elvira SD, Hadisukanto G. (Buku Ajar RI. Jakarta. Retrieved from
/www.google.co.id/search?q=penulisan+
Psikiatri, Ed.). Jakarta: Badan Penerbit FKUI. daftar+pustaka+riskesdas+2013&oq=pen
ulisan+daftar+pustaka+tentang+risk&aqs
Kemenkes., R. (2012). Pedoman Usaha =chrome.1.69i57j0l3.17525j0j1&sourcei
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). d=chrome&ie=UTF-8
Jakarta.
Rita Amalia Simon. (2014). Perbedaan
Mardelita, S. (2018). Faktor-Faktor Yang Tingkat Kecemasan Anak Terhadap
Berhubungan Dengan Kecemasan Anak Ekstraksi Dan Non Ekstraksi Di Bagian
Pada Perawatan Gigi Di Puskesmas Kedokteran Gigi, RSGMP Kandea,
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Makassar.
Tahun 2018. Kesehatan Masyarakat Dan
Lingkungan Hidup Universitas Sari Suryani, L. (2017). Hubungan Perilaku
Mutiara Indonesia, 3(ISSN: 2355-892X). Penderita Diabetes Mellitus Tentang
Kebersihan Gigi Dan Mulut Dengan
Maulani, C. dan J. E. (2005). Kiat Merawat Kebersihan Gigi Dan Mulut Pada Pasien
Gigi Anak. Jakarta: Gramedia. Di Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Kota
Banda Aceh Tahun 2016. Kesehatan
Nicolas E, Bessadet M, Collado V, Carrasco Masyarakat Dan Lingkungan Hidup
P, R. L. (2010). . Factor affecting dental Universitas Sari Mutiara Indonesia, 2
fear in french children aged 5-12 years, Desember(ISSN: 2355-892X), 49–45.
20;366-373.
14
Jurnal Online Keperawatan Indonesia Juni 2020, Vol.3 No.1