Download as DOCX, PDF, TXT or read online from Scribd
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6
TOPENG SUGRIWA
1. ASAL - USUL TOPENG SUGRIWA
Sugriwa adalah sosok manusia kera yang merupakan salah satu bala tentara kera yang dipimpin oleh tanaman untuk melawan rahwana dalam cerita ramayana , yang sangat populer di kalangan masyarakat bali. Sugriwa (Dewanagari : Sugrīva) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah seorang raja kera dan merupakan seekor wanara. Ia tinggal di Kerajaan Kiskenda bersama kakaknya yang bernama Subali. Ia adalah teman Sri Rama dan membantunya memerangi Rahwana untuk menyelamatkan Sita. Nama Sugriwa dalam bahasa Sanskerta (Sugrīva) artinya adalah "leher yang tampan".
2. SEJARAH TOPENG SUGRIWA
Perebutan kekuasaan Pada suatu ketika, rakshasa bernama Mayawi datang ke Kiskenda untuk menantang berkelahi dengan Subali. Subali yang tidak pernah menolak jika ditantang berkelahi menyerang Mayawi dan diikuti oleh Sugriwa. Melihat lawannya ada dua orang, raksasa tersebut lari ke sebuah gua besar. Subali mengikuti raksasa tersebut dan menyuruh Sugriwa menunggu di luar. Beberapa lama kemudian, Sugriwa mendengar suara teriakan diiringi dengan darah segar yang mengalir keluar. Karena mengira bahwa Subali telah tewas, Sugriwa menutup gua tersebut dengan batu yang sangat besar agar sang raksasa tidak bisa keluar. Kemudian Sugriwa kembali ke Kiskenda dan didesak untuk menjadi raja karena Subali telah dianggap tewas. Saat Sugriwa menikmati masa-masa kekuasaannya, Subali datang dan marah besar karena Sugriwa telah mengurungnya di dalam gua. Merasa bahwa ia dikhianati, Subali mengusir Sugriwa jauh-jauh dan merebut istrinya pula. Sugriwa dengan rendah hati minta ma'af kepada Subali, namun permohonan ma’afnya tidak diterima Subali. Akhirnya Subali menjadi raja Kiskenda sedangkan Sugriwa beserta pengikutnya yang setia bersembunyi di sebuah daerah yang dekat dengan asrama Resi Matanga, di mana Subali tidak akan berani untuk menginjakkan kakinya di daerah itu.
Persahabatan dengan Rama
Dalam masa petualangan mencari Sita, Rama dan Laksmana menyeberangi sungai Pampa dan pergi ke gunung Resyamuka, sampai akhirnya tiba di kediaman para wanara. Sugriwa takut saat melihat Rama dan Laksmana sedang mencari-cari sesuatu, karena ia berpikir bahwa mereka adalah utusan Subali yang dikirim untuk mencari dan membunuh Sugriwa. Kemudian Sugriwa mengutus keponakannya yang bernama Hanoman untuk menyelidiki kedatangan Rama dan Laksmana. Setelah mengetahui bahwa Rama dan Laksmana adalah orang baik, Hanoman mempersilakan mereka untuk menemui Sugriwa. Di hadapan Rama, Sugriwa menceritakan masalah dan masa lalunya. Sugriwa juga mengutarakan permohonannya untuk merebut istri dan kerajaannya kembali. Akhirnya Rama dan Sugriwa menjalin persahabatan dan berjanji akan saling membantu satu sama lain. Setelah menyusun suatu rencana, mereka datang ke Kiskenda. Di pintu gerbang istana Kiskenda, Sugriwa berteriak menantang Subali. Karena merasa marah, Subali keluar dan bertarung dengan Sugriwa. Setelah petarungan sengit berlangsung beberapa lama, Sugriwa makin terdesak sementara Subali makin garang. Akhirnya Rama muncul untuk menolong Sugriwa dengan melepaskan panah saktinya ke arah Subali. Panah sakti tersebut menembus dada Subali yang sekeras intan kemudian membuatnya jatuh tak berkutik. Saat sedang sekarat, Subali memarahi Rama yang mencampuri urusannya. Ia juga berkata bahwa Rama tidak mengetahui sikap seorang ksatria. Rama tersenyum mendengar penghinaan Subali kemudian menjelaskan bahwa andai saja Subali tidak bersalah, tentu panah yang dilepaskan Rama tidak akan menembus tubuhnya, melainkan akan menjadi bumerang bagi Rama. Setelah mendengar penjelasan Rama, Subali sadar akan dosa dan kesalahannya terhadap adiknya. Akhirnya ia merestui Sugriwa menjadi Raja Kiskenda serta menitipkan anaknya yang bernama Anggada untuk dirawat oleh Sugriwa. Tak berapa lama kemudian, Subali menghembuskan napas terakhirnya.
Usaha penyelamatan Sita
Setelah Subali wafat, Sugriwa bersenang-senang di istana Kiskenda, sementara Rama dan Laksmana menunggu kabar dari Sugriwa di sebuah gua. Karena sudah lama menunggu, Rama mengutus Laksmana untuk memperingati Sugriwa agar memenuhi janjinya menolong Sita. Tiba di pintu gerbang Kiskenda, Sugriwa yang diwakili Hanoman meminta ma'af kepada Rama karena melupakan janji mereka untuk mencari Sita. Akhirnya Sugriwa mengerahkan prajuritnya yang terbaik untuk menjelajahi bumi demi menemukan Sita. Prajurit pilihan Sugriwa terdiri dari Hanoman, Nila, Jembawan, Anggada, Gandamadana, dan lain-lain. Mereka menjelajahi daerah selatan India dan sampai di sebuah pantai. Atas petunjuk Sempati, Hanoman terbang ke Alengka dan mendapati bahwa Sita ada di sana dan ditawan oleh Rahwana. Saat berita tersebut sampai ke Kiskenda, Sugriwa langsung mengerahkan tentara wanaranya untuk menggempur Alengka dan membunuh Rahwana. Ketika perjalanan tentaranya terhambat di tepi pantai, Sugriwa mengerahkan prajurit-prajuritnya untuk membangun sebuah jembatan besar yang diberi nama "Situbanda". Akhirnya saat sampai di Alengka, Sugriwa bersama prajurit wanara lainnya membunuh para prajurit andalan Rahwana. Setelah perang antara Rama dan Rahwana usai, Sugriwa beserta para wanara dari Kiskenda diundang ke Ayodhya. Di sana mereka diberi tanda penghargaan atas jasa-jasanya. Atas anugerah Dewa Indra, para wanara yang gugur di medan perang hidup kembali. 3.TOPENG SUGRIWA TERKENAL KARENA APA Sugriwa terlibat membantu Rama dalam memerangi Rahwana untuk menyelamatkan Sita. Topeng ini biasanya digunakan pada pertunjukan atau pentas kesenian, seperti pementasan wayang.
4.CIRI KHAS TOPENG SUGRIWA
Topeng ini memiliki ciri khas yaitu dengan ekspresi galak, tampil dengan dua mata bulat dan empat gigi taring yang tajam.
5. CARA PEMBUATAN TOPENG SUGRIWA
Material Kedok Bahan yang dipakai dalam proses pembuatan kedok biasanya adalah bahan yang sering digunakan secara turun temurun atas dasar kebiasaan yang diwariskan dari para leluhur. Pemakaian bahan dalam seni tata rupa kedok pada seni topeng Cirebon umumnya terdiri dari material kayu yang terdapat di lingkungan alam sekitar, misalnya kayu-kayu lembut seperti kayu jaran, waru, kweni, lakujaran, dan lame. Dari berbagai jenis kayu tersebut, kayu yang kerap dipakai adalah kayu jaran dan waru. Para pengrajin kedok baik di Cirebon maupun di Indramayu menyebutkan bahwa kedua material jenis kayu ini memiliki karakteristik mudah dibentuk, ringan pada saat dipakai, mudah diukir, dan tahan terhadap serangan serangga yang dapat merusak kayu. Di daerah Cirebon, kayu jaran adalah kayu yang paling populer digunakan dalam pembuatan kedok. Walaupun begitu, saat ini pohon jaran sudah jarang ditemukan karena memiliki waktu tumbuh yang lama dan memiliki fungsi yang terbatas.
Proses Awal Pembuatan Kedok
Proses pembuatan topeng Cirebon diawali dengan proses penebangan pohon yang kemudian kayunya dipotong berdasarkan standar ukuran tertentu. Umumnya topeng Cirebon berkisar ukuran 20 cm x 20 cm. Berdasarkan penuturan para pembuat topeng jaman dahulu, bahan kayu yang ideal adalah kayu yang sudah melalui proses pengasapan sebelum dibuat. Melalui proses pengasapan kayu, kayu akan menjadi lebih ringan dan tidak mudah pecah. Setelah proses pemotongan kayu, selanjutnya dibuat pola dasar bagian hidung, mata, mulut dan bagian dagu. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses detail pembentukan hidung dan mata serta bagian pipi dan mulut. Pada jaman dahulu, pembagian jarak antara mata dan mulut, mulut dan hidung, dan bagian kening topeng hanya ditentukan berdasarkan ukuran jari tangan saja. Ternyata, pola ukuran cara lama ini cukup memiliki akurasi yang tepat manakala topeng itu dikenakan oleh para penari di Cirebon. Agar proses pengukuran topeng dapat lebih mudah dilakukan, sisi bagian belakang muka topeng harus dibuang terlebih dahulu, yang biasa disebut sebagai proses batokan. Penamaan ini berasal dari bentuk kayu bagian belakang yang menyerupai batok karena dilakukan pembuangan material dengan tujuan agar dapat digunakan pada bagian wajah penari. Proses ini dilakukan terus menerus hingga berulang hingga menghasilkan permukaan yang halus sehingga nyaman saat digunakan.
Perkakas Pembuatan Kedok
Proses pembuatan topeng memerlukan teknik dan sarana yang memadai sehingga dapat mempermudah pekerjaan dari mulai tahap awal hingga akhir. Adapun alat yang dipakai dalam pembuatan topeng/kedok adalah gergaji, golok, patik, pahat kayu, pisau raut/ pangot dengan berbagai ukuran, dan bor kayu. Pada proses akhir pembuatan topeng, proses pengecetan harus didukung oleh beberapa alat diantaranya kuas halus berbagai ukuran seperti: kuas no 1. 3 dan 5, cat kaleng, atau bisa juga cat akrilik, brom mas, tinner, pena dan lain-lain.
Proses Akhir Pembuatan Kedok
Tahap pewarnaan merupakan tahap akhir dari pembuatan topeng. Tahap ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena proses pewarnaan harus mempertimbangkan berbagai aspek yaitu dari segi estetika, ekspresi topeng, ciri khas simbolik, watak, dan ciri khas ornamennya. Proses pengecatan (sunggingan) diawali dengan melakukan pengecatan dasar dengan menggunakan cat khusus kayu/besi secara berulang sampai 8 sd 10 kali lapisan hingga dapat menutup seluruh pori-pori kayu. Langkah selanjutnya adalah mengecat bagian wajah serta pendetailan bagian jamang dan mata sehingga menghasilkan pulasan yang halus dan rinci. Berikutnya, dilakukan pengecatan bagian rambut dan maleri yaitu mengecat detail setiap lekuk garis mengikuti bentuk relung pada topeng, serta dilanjutkan dengan proses mepesi untuk mempertegas detail garis paleran. Tahap terakhir adalah mengecat emas-emas yaitu memulas bagian jamang atau ornamen menggunakan brom mas. Setelah proses nyungging dianggap selesai maka selanjutnya dilakukan pemasangan kulit/pasak penjalin sebagai penguat kedok saat dipakai pada bagian belakang topeng sehingga pada saat digigit oleh penari, kedok akan kuat menempel pada wajah.