Resume Bipa

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

LAELA NUR RAHMAWATI

13010118140137 / KELAS D

BIPA SMT 4

A. Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)


Perkembangan Bahasa Indonesia melalui Biro Perencanaan Kerja Sama Luar
Negeri (BPKLN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang
yang memberikan beasiswa kepada para siswa asing untuk belajar bahasa dan budaya
di Indonesia. Progam tersebut diberi nama Darmasiswa. Peserta dapat memilih salah
satu dari 45 universitas di berbagai kota di Indonesia. Tujuan utama dari progam
Darmasiswa adalah mempromosikan dan meningkatkan minat terhadap bahasa dan
budaya Indonesia di kalangan pemuda dari negara lain. Hal ini juga diharapkan dapat
membentuk jejaring budaya yang kuat untuk membina pengertian antara negara
peserta. Selain progam Darmasiswa, pengajaran BIPA juga dilakukan di luar negeri.
Sebagaimana dikemukakan Wahya, diperkirakan sebanyak 219 lembaga perguruan
tinggi atau lembaga pendidikan di 74 negara, baik di dalam maupun di luar negeri,
telah menyelenggarakan pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA).
“Politik Bahasa Nasional” menetapkan pengajaran BIPA merupakan salah satu
kegiatan pembinaan yang memerlukan berbagai kegiatan seperti (a) pengembangan
kurikulum, (b) pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan
perkembangan metodologi pengajaran BIPA, (c) pengembangan tenaga kependidikan
kebahasaan yang profesional, dan (d) pengembangan sarana pendidikan bahasa yang
memadai, terutama sarana uji kemahiran bahasa.

B. Kondisi Aktual Pembelajaran BIPA


Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) telah
bekerja sama dengan para pengajar dan pakar BIPA untuk menyusun kurikulum BIPA
yang standar. Pada tahun 2016, terdapat penyempurnaan kurikulum BIPA berbasis
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia disusun oleh tim yang terdiri atas para
pengajar dan pegiat BIPA yang tergabung dalam Afiliasi Pengajar dan Pegiat BIPA
(APPBIPA) bersama dengan tim PPSDK.
Buku-buku BIPA yang tersedia sementara ini dapat diklasifikasikan atas dua
kategori, yaitu (1) buku BIPA yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Indonesia
dan (2) yang menggunakan bahasa pengantar B1 siswa. Kedua kategori tersebut
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kategori pertama,
para siswa dimotivasi untuk belajar keras memahami Bahasa Indonesia secara
langsung. Kelemahannya, jika pengajarannya bukan penutur asli Bahasa Indonesia,
kesalahpahaman sangat mungkin terjadi. Sebaliknya, buku BIPA jenis kedua akan
membuat siswa belajar dengan metode terjemahan. Siswa tidak aktif mencari makna
kata pada kamus karena semua materi telah diterjemahkan dalam bahasa pertama
mereka. Kelebihannya, pengajar yang ber-B1 bahasa tersebut akan mudah
memahaminya. Jadi, guru sebaiknya mampu menyeleksi buku yang tepat untuk
digunakan dalam pembelajaran BIPA di kelasnya.
Untuk lembaga yang belum menerbitkan buku BIPA sendiri, mereka
menggunakan buku terbitan Badan Bahasa. Pada tahun 2015, Badan Bahasa
meluncurkan buku Sahabatku Indonesia sebanyak enam jilid. Buku tersebut sudah
memenuhi enam jenjang kompetensi siswa BIPA (A1-A2 untuk siswa BIPA tingkat
pemula; BI-B2 untuk siswa BIPA tingkat madya, dan CI-C2 untuk siswa BIPA
tingkat lanjut). Buku tersebut disusun berdasarkan kurikulum yang berbasis Common
European Framework of Reference for Languages yang dihasilkan dari lokakarya
kurikulum di Yogya pada 2014. Selain diedarkan dalam bentuk cetak, buku tersebut
sudah dapat diunduh dari laman Badan Bahasa.
Berdasarkan latar belakang pendidikannya, para pengajar dapat
diklasifikasikan atas; (1) Pengajar berpendidikan bahasa Indonesia (S1) dan (S2), (2)
Pengajar berpendidikan bahasa Inggris atau bahasa asing, dan (3) Pengajar tidak
berlatar belakang pendidikan bahasa. Hingga saat ini juga belum ada progam
sertifikasi yang diakui secara nasional maupun internasional untuk pengajar BIPA.
Untuk mengatasi hal ini, APPBIPA bersama Badan Bahasa dan berbagai universitas
di Indonesia bersinergi untuk mengadakan berbagai pelatihan pengajaran BIPA. Hal
ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pengajar BIPA yang datang
dari berbagai negara.

Untuk memenuhi amanah Undang-Undang nomor 24 tahun 2009, Pemerintah


RI melalui PPSDK telah mengirimkan tenaga pengajar BIPA ke luar negeri pada
tahun 2015 sebanyak 80 orang. Namun, kita masih memiliki tugas yang harus segera
dipersiapkan, yaitu peningkatan kompetensi pengajar BIPA melalui pendidikan
profesi guru BIPA, pembukaan progam studi BIPA, dan sertifikasi guru BIPA.
Ketiganya harus direncanakan secara matang dan berkelanjutan sehingga pengajaran
BIPA menjadi pengajaran yang memenuhi kualitas sebagaimana mestinya.

Pengajaran BIPA memerlukan sarana media yang tepat. Siswa BIPA yang
belajar di Indonesia, dapat diajak langsung mengunjungi tempat-tempat, seperti pasar,
supermarket, rumah sakit, apotek, sekolah, salon, dan tempat penukaran uang. Para
siswa dapat belajar percakapan secara langsung. Namun, jika situasi belajar terjadi di
negara asing, pengajar akan lebih banyak memerlukan berbagai sarana, seperti kaset
rekaman, VCD pembelajaran, gambar, dan contoh-contoh nyata. Perangkat media
untuk hal tersebut belum banyak tersedia.

Adanya kesenjangan antara bahasa pertama dan bahasa target yang akan
dipelajari, sebab kurangnya pengetahuan bahasa target oleh pembelajar bahasa asing.
Kesenjangan juga terjadi pada pengetahuan sosial budaya. Padahal, berbahasa akan
bersinggungan dengan kebiasaan atau sosial budaya bahasa yang dipelajari tersebut.
Dalam keadaan seperti ini, penggunaan pendekatan yang tepat dan pemilihan materi
atau bahan ajar yang fungsional sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
belajar bahasa asing. Selain untuk mencapai tujuan utama belajar bahasa asing, kedua
hal itu juga sangat penting untuk membangkitkan ketertarikan siswa dan memelihara
keterlibatan siswa pada subjek yang sedang dipelajarinya.

Kesepakatan MEA 2015 berdampak pada kedudukan bahasa Indonesia. Jika


tenaga asing yang bekerja di Indonesia menggunakan bahasa Inggris atau bahasa
asing, hal tersebut dikhawatirkan dapat melemahkan kedudukan bahasa Indonesia.
Padahal, sebelumnya Kemenakertrans mengeluarkan Naskah Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang tercantum bahwa salah satu syarat tenaga
kerja asing bekerja di Indonesia adalah harus mampu menggunakan bahasa Indonesia
dan lulus tes kemahiran bahasa Indonesia.

C. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua dan Bahasa Asing


Stern menyatakan bahwa istilah bahasa kedua memiliki dua makna. Pertama,
mengacu pada kronologi belajar bahasa. Sebuah bahasa kedua adalah bahasa apa pun
yang diperoleh setelah bahasa asli atau bahasa pertama. Proses pembelajaran bahasa
kedua dapat terjadi pada usia dini ketika bahasa asli atau bahasa pertama masih belum
dikuasai secara sempurna. Di sisi lain, pembelajaran tersebut mungkin terjadi ketika
proses pemerolehan bahasa pertama hampir selesai. Kedua, pemerolehan bahasa
kedua digunakan untuk merujuk pada tingkatan perbandingan dengan bahasa utama
atau dominan. Dalam hal ini, bahasa kedua menunjukkan tingkat kemampuan yang
lebih rendah daripada bahasa pertama.
Sementara itu, Ellis menyampaikan bahwa penggunaan istilah bahasa kedua
dan ketiga dapat menimbulkan efek negatif pada masyarakat yang multilingualisme,
seperti, di Afrika Selatan. Lalu Ellis menyarankan istilah “bahasa tambahan” untuk
merujuk pada bahasa kedua atau ketiga. Menurut Ellis, istilah bahasa kedua merujuk
pada bahasa yang berfungsi sebagai sarana komunikasi antaranggota masyarakat.
Misalnya, bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang dipelajari di Amerika Serikat
dan negara-negara di Afrika seperti Nigeria dan Zambia. Sebaliknya, istilah bahasa
asing merujuk pada suatu bahasa yang tidak memainkan peran utama dalam
masyarakat dan hanya dipelajari di dalam kelas. Contohnya, bahasa Inggris di Prancis
dan Jepang.
Berdasarkan uraian Ellis dan Stern, dapat disimpulkan bahwa untuk kasus
Indonesia yang multilingualisme, bahasa daerah untuk sebagian besar masyarakat
Indonesia adalah bahasa pertama, sedangkan Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua.
Selanjutnya, penguasaan bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dan sebagainya untuk
sebagian masyarakat Indonesia dapat dikatakan sebagai penguasaan bahasa asing.
Berdasarkan pendapat Ellis sebagai rujukan menganalisis dalam konteks
pembelajaran BIPA, dapat disimpulkan bahwa jika penutur asing belajar bahasa
Indonesia di Indonesia, maka situasi pembelajarannya menjadi situasi pembelajaran
B2. Jika pembelajaran bahasa Indonesia dilakukan di negara mereka, situasi
pembelajarannya menjadi situasi pembelajaran bahasa asing.
Hal tersebut juga didukung oleh penjelasan Richard dan Amato yang
menyatakan bahwa pembelajaran bahasa kedua mengacu pada pembelajaran sebuah
bahasa yang dominan digunakan sebagai alat untuk komunikasi di daerah atau area
tempat bahasa tersebut diajarkan. Dalam konteks itu, para siswa tertarik belajar
bahasa tersebut untuk bertahan hidup secara fisik, sosial, dan akademis dalam budaya
baru mereka. Mereka dikelilingi oleh bahasa target dalam masyarakat, tempar kerja,
dan kampus/sekolah. Bagi mereka, memiliki kontak yang cukup dengan penutur asli
bahasa target sebagai bagian dari kurikulum akan sangat penting untuk perkembangan
kemampuan berbahasa tersebut.
Para siswa memiliki alasan untuk berpartisipasi dalam progam bahasa asing,
dengan adanya tujuan integratif dan tujuan instrumental. Tujuan integratif, jika para
siswa ingin; (a) Dapat berkomunikasi dengan orang di seluruh dunia atau dalam
negeri sendiri yang berbicara bahasa target; atau (b) Bertahan hidup di budaya lain
dengan bahasa target adalah bahasa utama yang digunakan. Tujuan instrumental, jika
siswa ingin; (a) Melakukan perjalanan, belajar, atau bekerja di negara lain dengan
bahasa target adalah bahasa utama yang digunakan; (b) Mempelajari bidang tertentu
atau mendapatkan pekerjaan dalam lingkungan lokal mereka sendiri yang
mengharuskan mereka menjadi bilingual, atau (c) Dapat memenuhi persyaratan
kelulusan untuk pindah ke tingkat studi yang lebih tinggi. Sementara tujuan personel,
jika siswa merasa bahwa belajar bahasa lain adalah pengetahuan yang
menguntungkan dan memperkaya wawasannya karena memberikan perspektif baru
yang menarik. Menurut Richard dan Amarto, para siswa juga punya kemungkinan
belajar bahasa asing dengan kombinasi tujuan-tujuan tersebut.

Berikut ini adalah tabel deskripsi perbedaan antara bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua dan bahasa asing dalam konteks pembelajaran BIPA.

Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Kedua dan sebagai Bahasa Asing

N Keterangan Bahasa Indonesia sebagai


O Bahasa Kedua Bahasa Asing
1. Siswa Orang non-Indonesia yang Orang non-Indonesia yang
tinggal di Indonesia dan ber- tinggal di luar Indonesia.
BI bahasa ibu mereka.
2. Tempat Belajar Indonesia Selain Indonesia
3. Lingkungan Di tengah-tengah masyarakat Di tengah-tengah
Belajar Indonesia. masyarakat non Indonesia
(luar Indonesia).
4. Konteks Kegiatan sehari-hari dan Hanya interaksi di kelas.
Penggunaan BI interaksi di kelas.
5. Rujukan Ada di sekitar siswa Terbatas pada buku,
terhadap BI (masyarakat, pengajar, buku, pengajar, internet (media
ditambah media informasi). informasi).
6. Saluran Cenderung reseptif dan Cenderung reseptif.
Pembelajaran produktif.

D. Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)


Menurut Imam Suyitno, pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
pada hakikatnya adalah sebuah aktivitas yang sistemis, sistematis, dan terencana.
Sistemis karena di dalamnya terdapat seperangkat aspek dan serangkaian kegiatan
yang saling berkaitan. Disebut sistematis karena dalam pelaksanaannya bersifat
prosedural. Terencana karena pembelajaran sudah tergambar dengan jelas dan tegas.
Pembelajaran BIPA memiliki tujuan, target, dan sasaran yang harus dicapai.
Pembelajaran BIPA juga memiliki dua aspek yang harus diperhatikan: aspek
instruksional dan aspek kondisional.
Aspek instruksional yang pertama yaitu aspek tujuan pembelajaran. Tujuan
siswa asing belajar bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan atas tujuan berwisata,
bekerja, atau studi (mempelajari bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu). Ada pula ibu
rumah tangga yang hanya bertujuan sebagai pengisi waktu senggang karena ikut
suami yang dinas di Indonesia.
Pada aspek kedua yaitu materi pembelajaran. Siswa BIPA tentu
membutuhkan pendekatan dan buku ajar berbeda. Hal tersebut terjadi karena siswa
asing yang belajar memiliki karakteristik berbeda-beda. Perbedaan bukan saja muncul
karena faktor tujuan tetapi juga faktor BI mereka, usia, dan latar belakang pendidikan.
Pada aspek ketiga yaitu metode pembelajaran. Adanya perbedaan tujuan siswa
BIPA, latar B1, usia, dan kualifikasi pendidikan yang berbeda juga memengaruhi
metode pembelajaran yang digunakan. Setiap metode memiliki nilai keunggulan dan
kekurangan. Pengajar harus memvarisikan metode pembelajaran dengan tetap
mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Jika
materi yang tersedia pada buku paket telah memenuhi harapan, tetapi metode dan
pengelolaan kelas yang dilakukan pengajar tidak tepat, maka keberhasilan
pembelajaran akan sulit dicapai.
Aspek keempat yaitu media belajar. Adanya verbalisme jika pembelajaran
dilakukan di negara siswa. Untuk mencegah verbalisme, maka berbagai media ajar
seharusnya digunakan dalam kelas BIPA.
Aspek kelima yaitu pengelolaan kelas. Pada kelas BIPA yang heterogen
seperti pada progam Darmasiswa yang menerima siswa dari berbagai negara dengan
latar belakang pendidikan dan profesi yang berbeda perlu adanya pengelolaan kelas.
Lain halnya jika pembelajaran dilakukan di sebuah universitas di negara siswa. Kelas
yang demikian akan lebih homogen karena mahasiswa berasal dari negara yang sama
dengan usia dan tujuan belajar yang relatif sama. Pengelolaan kelas untuk yang
homogen tentu menjadi lebih mudah.
Aspek keenam yaitu evaluasi. Pengajar BIPA harus menguasai kompetensi
menyusun perangkat evaluasi yang baik dan tepat. Evaluasi untuk empat keterampilan
berbahasa harus dilakukan secara tepat. Evaluasi menyimak bukanlah menguji teori
tentang menyimak, tetapi menguji kemampuan siswa menyimak. Demikan pula untuk
tiga keterampilan yang lain.
Aspek ketujuh yaitu siswa. Berdasarkan kompetensinya, siswa BIPA secara
konvensional diklasifikasikan atas tiga tingkatan, yakni siswa tingkat dasar, madya,
dan lanjut. Siswa BIPA tingkat dasar adalah siswa siswa asing yang belum memilki
kemampuan berbahasa Indonesia atau baru memiliki sedikit kemampuan dasar
berbahasa Indonesia. Siswa tingkat mandya adalah siswa BIPA yang sudah
menguasai percakapan sehari-hari dalam bahasa Indonesia. Siswa tingkat lanjut
adalah siswa BIPA yang sudah menguasai empat keterampilan berbahasa: menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis dengan baik. Keberagaman latar belakang siswa
BIPA harus menjadi perhatian pengajar atau pengelola.
Aspek kedelapan yaitu aspek pengajar. Pengajar BIPA harus memiliki
kompetensi berbahasa Indonesia, kompetensi menguasai bahasa sebagai sebuah ilmu,
dan kompetensi sebagai pengajar.
Aspek kondisional yang pertama adalah pengondisian kesiapan akan
kebutuhan siswa yang harus dilakukan pada awal kegiatan. Kompetensi siswa dan
latar belakang siswa yang berbeda-beda mengharuskan penyelenggara BIPA
melakukan seleksi untuk penempatan siswa pada kelas yang tepat. Jadi,
penyelenggara BIPA biasanya mengusahakan homogenitas pada segi tingkat
kompetensi siswa. Dengan tingkat kompetensi yang homogen, kebutuhan mereka
yang relatif sama.
Aspek kedua yaitu pengupayaan pemajanan dan kewacanaan dalam situasi
kebahasaan yang sesungguhnya. Hal ini dilakukan di Indonesia, diupayakan agar para
siswa memilki teman penutur asli di luar kelas. Pembelajaran dapat dilakukan dengan
melakukan berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat sehingga mereka juga belajar
dialog real dari penutur asli selain dari pengajar.
Aspek ketiga adalah pengondisian suasana pembelajaran baik di dalam
maupun di luar kelas. Suasana pembelajaran yang menyenangkan akan membuat para
siswa menjadi lebih rileks dan mudah menerima pelajaran. Terakhir, kegiatan
pembelajaran harus mengupayakan pelatihan mandiri dari para siswa. Mereka
diharapkan dapat melakukan berbagai latihan mandiri baik di dalam maupun di luar
kelas.
Pembelajaran BIPA dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat
penyelenggarannya: di Indonesia atau di negara asal siswa. Di Indonesia,
pembelajaran BIPA lebih banyak dilakukan oleh lembaga penyelenggara BIPA
(nonformal) dan privat daripada di sekolah-sekolah formal. Pembelajaran BIPA juga
dapat dilakukan di negara asal siswa. Saat ini berdasarkan data di Badan Bahasa, ada
sekitar 58 negara menyelenggarakan pembelajaran BIPA.
Hymes dalam Suyitno menjelaskan agar dapat berkomunikasi secara efektif
dalam suatu bahasa, diperlukan: (1) pengetahuan tentang bentuk bahasa, (2)
pengetahuan tentang kata yang akan dituturkan dan dipahami pendengar, (3)
pengetahuan tentang kata yang wajar sesuai dengan konteksnya, (4) pengetahuan
tentang kata yang pernah diujarkan seorang. Hal tersebut selaras dengan pernyataan
Canale dan Swain sebagai (1) kompetensi linguistik, (2) kompetensi sosiolinguistik,
dan (3) kompetensi strategis.
Ada beberapa hal penting yang dikemukakan berkaitan dengan karakteristik
pembelajaran BIPA: (a) Bahasa pengantar bahasa Inggris tidak selalu tepat digunakan
dalam pembelajaran BIPA karena tidak semua siswa ber-B1 bahasa Inggris. (b) Media
dan metode yang digunakan pengajar harus membantu keterbatasan berbahasa siswa
asing yang beragam. Pengajar harus selektif menggunakan media gambar, audio
visual, dan gerak fisik agar membantu mengatasi hal tersebut. (c) Pengajar BIPA
harus menguasai teori Bahasa Indonesia karena siswa asing sangat kritis bertanya
tentang hal-hal yang berkaitan dengan tata Bahasa Indonesia. (d) Pengajar harus
memperhatikan pelafalan, intonasi, dan tempo dalam mengajar. Sebagai model
berbahasa siswa asing, lafal dan intonasi pengajar akan diikuti siswa BIPA. Untuk
tempo, pada siswa tingkat dasar, pengajar harus memperlambat tempo berbicara.
Tempo berbicara yang cepat akan membuat siswa tidak menangkap bunyi-bunyi yang
diucapkan. (e) Tujuan belajar yang beragam harus diakomodasi dengan penyesuaian
materi ketika siswa memasuki tingkat lanjut. Pada tingkat dasar dan mandiri, materi
dapat disamakan karena mereka masih belum memiliki kompetensi Bahasa Indonesia
yang cukup untuk memahami berbagai materi dan tema sesuai bidangnya masing-
masing (politik, ekonomi, hukum, kesehatan, dan lain-lain).
Selain itu, tujuan belajar bahasa Indonesia bagi siswa asing mengacu pada
kemampuan berbahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan. Kemampuan ini akan
dicapai sesuai tingkat materi yang mereka pelajari (pemula, madya, atau lanjut).

E. Silabus dalam Pembelajaran BIPA


Menurut Nunan, kurikulum lebih luas cakupannya karena mengacu kepada
semua aspek berupa perencanaan, pengimplementasikan, penilaian, dan pengaturan
progam pendidikan. Kurikulum dapat terdiri atas sejumlah silabus, misalnya,
kurikulum mencakup keseluruhan sekolah, sedangkan silabus pengajaran bahasa
hanya bagian dari kurikulum.
Beauchamp dalam Sukmadinata menyatakan, bahwa kurikulum adalah
rencana pendidikan atau pengajaran. Untuk berkomunikasi, siswa harus memiliki
pengetahuan kebahasaan dan keterampilan berbahasa yang dinyatakan oleh Canale
dan Swain sebagai (1) kompetensi linguistik, (2) kompetensi sosiolinguistik, dan (3)
kompetensi strategis. Untuk itu, silabus yang disusun harus mencakup semua hal yang
dibutuhkan untuk mencapai kompetensi tersebut.
Nunan, selaras dengan apa yang dinyatakan Dubin dan Olshtain, menyatakan
bahwa silabus merupakan salah satu bagian penting dari kurikulum. Silabus lebih
operasional dan konkret, sebagaimana diutarakan pula oleh Brown yang menyatakan
bahwa silabus merupakan cara-cara mengorganisasikan pengajaran dan materi.
Harmer dalam The Practice of English Language Teaching menyatakan
terdapat beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan sebagai dasar penyusunan
desain silabus. Kriteria-kriteria itu adalah (1) Learnability. Hal ini berkaitan dengan
mudah atau tidaknya struktur dan butir-butir leksikal tertentu dipelajari oleh siswa. (2)
Frekuensi. Hal ini berkaitan dengan butir-butir bahasa yang banyak digunakan dalam
penggunaan dan butir-butir yang jarang digunakan dalam berbahasa. (3) Coverage.
Beberapa kata dan struktur gramatikal meliputi cakupan penggunaan yang lebih besar
daripada kata dan struktur gramatikal lainnya. (4) Usefulness. Hal ini berkaitan
dengan apakah butir-butir leksikal tertentu lebih dekat dengan kehidupan siswa
sehingga lebih bermanfaat bagi siswa jika dibicarakan di kelas.
Harmer juga mengklasifikasikan model-model silabus sebagai berikut: (1)
silabus struktural, (2) silabus situasional, (3) silabus berdasarkan topik, (4) silabus
notional-funtional, (5) silabus proses, (6) silabus prosedural berdasarkan tugas, (7)
silabus campuran.
Harmer menyebut silabus campuran dengan istilah multisyllabus syllabus.
Solusi yang biasanya dilakukan dalam upaya menengahi sejumlah desain silabus yang
berbeda ialah dengan menyusun silabus campuran atau multisilabus. Desain silabus
campuran merupakan kombinasi dari aspek-aspek tata bahasa, leksikal, fungsi bahasa,
situasi, topik, tugas, dan tugas-tugas keterampilan berbahasa yang beragam.
Desain silabus campuran dilandasi oleh pendekatan pengajaran bahasa yang
melibatkan: (1) pengajaran secara eksplisit tentang fitur-fitur struktur dan gramatikal
dari teks-teks lisan dan tertulis, (2) ketertarikan teks-teks lisan dan tertulis pada
konteks-konteks sosial dan budaya dalam penggunaannya, (3) penyusunan unit-unit
materi yang memfokuskan kepada pengembangan keterampilan dalam hubungannya
dengan teks-teks yang terpadu (whole texts), (4) penyediaan praktik-praktik ketika
siswa mengembangkan keterampilan berbahasa bagi komunikasi bermakna melalui
teks-teks yang terpadu.
Unsur-unsur silabus campuran adalah (1) adanya integrasi aspek-aspek
keseluruhan tipe-tipe silabus, yaitu: aspek leksikal, struktur gramatikal, topik, situasi,
kegiatan pembelajaran dan tugas, (2) tujuan pembelajaran diperoleh dari analisis
kebutuhan yang digunakan sebagai dasar bagi pemilihan aspek-aspek penyusunan
silabus. Dalam pembelajaran bahasa, silabus yang dikembangkan harus
memperhatikan tiga dimensi yaitu dimensi isi bahasa (language content), proses
(process), dan produk (product).
Dimensi Isi Bahasa, Dubin dan Olshtain memasukkan tiga hal, yaitu; (1)
Tematic content yang mengacu pada penentuan topik yang menarik bagi siswa untuk
dibicarakan maupun dibaca siswa, (2) Situasional content mengacu pada konteks
yang sesuai dengan topik kebahasaan, seperti tempat, waktu, dan tipe interaksi. Hal
ini akan berdampak pada pilihan komunikasi yang digunakan. Di mana, kapan, dan
dengan siapa siswa berbicara harus menjadi perhatian. Hal tersebut berdampak pada
pilihan struktur dan kosakata yang dilatihkan, dan (3) Linguistic content mengacu
pada butir-butir linguistik yang harus ada dan sesuai dengan topik-topik yang dibahas.
Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa silabus pembelajaran bahasa harus
memiliki unsur topik, situasi, dan unsur linguistik yang saling berkorelasi.
Dimensi Proses, mengacu pada bagaimana kegiatan pembelajaran dilakukan.
Dimensi proses mencakup tiga area; (1) Pengorganisasian isi bahasa dalam kegiatan
belajar tertentu. (2) Peran guru dan siswa selama proses pembelajaran. (3) Jenis-jenis
kegiatan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa.
Dimensi Produk, mengacu pada apa yang akan dihasilkan siswa apakah
berorientasi pada pengetahuan tentang bahasa atau keterampilan berbahasa.

F. Pengertian CEFR
Common European Framework of Reference for Languages (CEFR) dalam
bahasa Prancis disebut Candre uropeen commun de reference pour les langues,
disingkat menjadi CECRL atau CECR. CEFR merupakan kerangka umum acuan
Eropa untuk bahasa yang meliputi masalah belajar, mengajar, dan penilaian
bahasa. CEFR adalah pedoman yang digunakan untuk menggambarkan prestasi siswa
bahasa asing di seluruh Eropa. Tujuan utamanya adalah untuk menyediakan metode
belajar, mengajar, dan menilai yang berlaku untuk semua bahasa di Eropa.
Menurut Carlos Cesar Jimenez dari Universidad Nacional Autonoma de
Mexico, pendekatan yang digunakan dalam CEFR dapat ditelusuri kembali kepada
proposal teoritis yang dibuat para filsuf bahasa, seperti Ludwig Wittgenstein pada
tahun 1950 dan sosiolinguis, misalnya, Dell Hymes. Keduanya membahas pendekatan
bahasa yang mengembangkan kompetensi komunikatif umum dan khusus untuk
mencapai tujuan kemampuan berbahasa. CEFR membagi kompetensi umum dalam
pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi eksistensial dengan kompetensi
komunikatif tertentu dalam kompetensi linguistik, kompetensi sosiolinguistik, dan
kompetensi pragmatis.
Kompetensi komunikatif umum dan khusus dikembangkan dengan
memproduksi atau menerima teks dalam berbagai konteks pada berbagai kondisi dan
kendala. Konteks ini sesuai dengan berbagai sektor kehidupan sosial yang CEFR
sebut sebagai domain. Empat domain tersebut adalah: pendidikan, pekerjaan,
masyarakat, dan pribadi. Seorang pengguna bahasa dapat mengembangkan berbagai
tingkat kompetensi pada masing-masing domain, dan untuk membantu
menggambarkan mereka CEFR telah menyediakan satu se Tingkat Referensi Umum.
Tingkat referensi yang dihasilkan oleh CEFR tersebut saat ini digunakan oleh
para pengajar bahasa asing (Jerman dan Prancis) pada LPTK di Indonesia untuk
dirujuk sebagai acuan dalam pembelajaran. Buku panduan untuk pengajar dengan
menggunakan CEFR menyatakan bahwa CEFR berfungsi; (1) Sebagai alat untuk
mengukur tingkat kemampuan pembelajar bahasa asing, (2) Untuk membuat sistem
pembelajaran bahasa asing menjadi lebih transparan dalam tataran internasional, dan
(3) Untuk pembelajaran bahasa asing pada masyarakat multilingual.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, CEFR membagi kemampuan pembelajar
bahasa asing ke dalam tiga tingkatan besar, yaitu A, B, dan C. Kemudian, masing-
masing tingkatan tersebut dibagi dua lagi menjadi A1, A2, B1, B2, C1, dan C2.
Keenam tingkatan di atas mirip dengan istilah yang digunakan dalam tingkatan
pembelajar bahasa asing tradisional, yaitu pemula, madya, dan lanjut. Tingkatan
pembelajar bahasa asing menurut CEFR lebih lengkap daripada tingkatan tradisional
karena ketiga tingkatan tersebut dibagi lagi menjadi dua, yaitu tingkat dasar dan
tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level A berarti termasuk pembelajar
pemula. Tingkat A1 berarti pembelajar pemula tingkat dasar (pemula 1) dan A2
berarti pembelajr pemula tingkat tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada
level B berarti termasuk pembelajar madya. B1 berarti pembelajar madya tingkat
dasar (madya 1) dan B2 berarti pembelajar masya tingkat tinggi. Para pembelajar
bahasa yang berada pada level C berarti termasuk pembelajar lanjut. C1 berarti
pembelajar lanjut tingkat dasar (lanjut 1) dan C2 berarti pembelajar lanjut tingkat
tinggi (lanjut 2).
Menurut Fauziah, sistem pembelajaran bahasa asing berdasarkan CEFR
berbeda dengan sistem pembelajaran bahasa asing tradisional dalam beberapa hal.
Perbedaan pertama dapat dilihat pada fokus pengajaran bahasa asing. Pengajaran
bahasa asing yang merujuk pada CEFR menggunakan model kompetensi komunikatif
sehingga pengajaran bahasanya berfokus pada aktivitas komunikatif yang melibatkan
konteks dan situasi. Dalam aktivitas tersebut, pengajar menciptakan situasi dan
konteks tertentu bagi para pembelajar bahasa. Lalu, pengajar memberikan tugas
tertentu sehingga mereka dapat mempraktikan kemampuan bahasa mereka dalam
situasi dan konteks tersebut. Sebaliknya, pengajaran bahasa asing tradisional berfokus
pada aturan tata bahasa dan perkembangan belajar tata bahasa serta penerjemahan.
Perbedaan kedua, pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR
memiliki tujuan agar para pembelajar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
dapat berkomunikasi dalam situasi sehari-hari di negara yang menggunakan bahasa
sasaran. Hal tersebut berbeda dengan tujuan pembelajaran bahasa asing tradisional,
yaitu para pembelajar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam bidang tata bahasa
dan penerjemahan bahasa sasaran.
Ketiga, silabus pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR berbeda
dengan silabus pembelajaran bahasa asing tradisional. Silabus pembelajaran bahasa
asing yang merujuk pada CEFR menekankan fungsi bahasa dan aspek umum bahasa
lainnya, misalnya, tata bahasa dan kosakata yang diperlukan dalam situasi sehari-hari
agar dapat berkomunikasi dengan topik yang beragam. Salah satu hal yang menarik
dalam silabus tersebut adalah penggunaan pernyataan-bisa melakukan (Can do-
statement). Dengan adanya pernyataan tersebut maka tidak hanya pengajar, tetapi juga
pembelajar bahasa dapat mengetahui target apa atau hal apa yang harus mereka capai
dalam suatu tahap pembelajaran bahasa yang mereka lalui. Keberadaan Can do-
statement memudahkan penggambaran kompetensi dan perkembangan kompetensi
dalam setiap tingkatan pembelajaran bahasa. Sebaliknya, silabus pembelajaran bahasa
asing tradisional lebih menekankan penguasaan struktur bahasa sasaran.
Kerangka umum Eropa membagi peserta didik menjadi tiga divisi luas yang
dapat dibagi menjadi enam tingkatan; (a) Basic Speaker: Pembicara Dasar, meliputi
A-1 Breakthrough: Pemula 1 dan A-2 Waystage: Pemula 2, (b) Independent Speaker:
Pembicara Mandiri, meliputi B-1 Threshold: Madya 1 dan B-2 Vantage: Madya 2,
(c) Provivient Speaker: Pembicara Lanjut, meliputi C1 Effective Operational
Proficiency: Lanjut 1 dan C2 Mastery: Lanjut 2.
Dalam penelitian ini tingkat A disebut pembicaraan dasar dengan pembagian:
pemula 1 dan pemula 2; tingkat B disebut tingkat pembicara mandiri dengan
pembagian: madya 1 dan madya 2; dan tingkat C disebut tingkat pembicaraan lanjut
dengan pembagian: lanjut 1 dan lanjut 2 dalam keterampilan berbahasa. CEFR
menjelaskan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh siswa dalam membaca,
mendengar, berbicara, dan menulis pada setiap tingkat.
Berikut ini adalah tabel deskripsi kompetensi dari CEFR.

Tingkatan dan Deskripsi Kompetensi

TINGKAT DESKRIPSI

A A1.  Mampu memahami dan menggunakan eskpresi dan ungkapan


. sehari-hari untuk pemenuhan kebutuhan yang konkret.
Pemula  Mampu memperkenalkan diri dan orang lain, mampu bertanya
1 serta menjawab pertanyaan berkaitan dengan informasi pribadi,
seperti alamat, orang-orang yang dikenal dan hal-hal yang
pembelajar miliki.
 Mampu berinteraksi dengan cara yang sederhana jika temannya
berbicara dengan perlahan, jelas dan siap membantu.

A2.  Mampu memahami kalimat dan ungkapan yang sering


digunakan dan sangat relevan dengan kepentingannya
Pemula
(misalnya, memberi informasi tentang diri pribadi dan keluarga,
2
berbelanja, menunjuk arah, bercerita mengenai pekerjaan).
 Mampu berkomunikasi berkaitan dengan tugas-tugas sederhana
dan rutin yang membutuhkan interaksi sederhana dan langsung
mengenai hal-hal yang akrab dan sehari-hari.
 Mampu menggambarkan atau menguraikan secara sederhana
latar belakangnya, lingkungan sekitar, dan hal-hal berkaitan
dengan kebutuhan mendasar.

B B1.  Mampu memahami hal penting tentang hal-hal yang sering


. dijumpai di dunia kerja, sekolah, bertamasya, dan lain-lain.
Madya
 Mampu mengatasi banyak situasi yang mungkin muncul ketika
1
bepergian ke tempat/negara, tempat bahasa tersebut digunakan.
 Dapat membuat tulisan sederhana yang berhubungan dengan
topik yang sering dijumpai atau yang menarik.
 Mampu menggambarkan pengalaman dan peristiwa, impian,
harapan, ambisi dan dengan singkat memberikan alasan untuk
opini dan rencana.

B2.  Mampu memahami ide utama teks yang kompleks, baik


berkenaan dengan topik yang konkret dan abstrak, termasuk
Madya
diskusi teknis di bidangnya.
2
 Mampu berinteraksi dengan tingkat kelancaran dan spontanitas
yang baik yang memungkinkan interaksi sederhana dengan
penutur asli tanpa kendala yang berarti.
 Mampu menghasilkan teks yang jelas, terperinci mengenai
berbagai subjek pembicaraan dan menjelaskan sudut pandang
mengenai topik-topik tertentu sambil mengungkapkan
kelemahan dan kelebihan dari sudut pandang tersebut.

C C1.  Mampu menghasilkan teks tentang topik yang sulit dengan


. bahasa yang jelas, terstruktur, terperinci, yang memperlihatkan
Lanjut
pada organisasi, penggunaan penghubung dan perangkat
1
kohesif dengan baik.
 Mampu memahami berbagai tulisan yang lebih panjang,
menantang, berjangkauan luas, dan mengenali makna implisit.
 Mampu mengeskpresikan dirinya dengan lancar dan spontan
tanpa terlihat dengan jelas mencari kata-kata.
 Mampu menggunakan bahasa dengan fleksibel dan efektif
untuk tujuan sosial, akademik, dan profesional.
 Mampu menghasilkan tulisan yang jelas, terstruktur dengan
baik, dan detail tentang subjek yang kompleks, menunjukkan
penggunaan teratur terhadap pola-pola organisasional,
penghubung dan alat kohesi.

C2.  Mampu memahami dengan baik semua yang didengar atau


dibaca.
Lanjut
 Mampu meringkas informasi dari berbagai sumber yang
2
diucapkan dan tertulis, merekonstruksi argumen dengan
penyajian yang kohesif.
 Mampu mengekspresikan dirinya sendiri dengan spontan,
sangat lancar dan akurat, mengetahui perbedaan arti bahkan
dalam situasi yang paling kompleks.

Siswa dapat memulai perjalanan mereka di tingkat A1 sebagai pemula dan


selesai di tingkat C2 sebagai master bahasa. Mereka mungkin memilih untuk berhenti
di salah satu tingkat ketika tujuan mereka telah terpenuhi atau tujuan mereka tercapai
(peserta didik kebanyakan tidak maju melampui tingkat B2). Peserta didik mencapai
tingkat yang berbeda bergantung pada banyak faktor, termasuk metodologi
pengajaran, motivasi siswa, alasan mereka atau tujuan pembelajaran, buku kursus dan
materi yang digunakan, jumlah waktu yang dibutuhkan, dan lain-lain.

Asosiasi Penguji Bahasa dari Eropa (ALTE) menetapkan waktu yang


diperlukan untuk mencapai setiap tingkat CEF sebagai berikut; (1) A1 sekitar 90-100
jam, (2) A2 sekitar 180-200 jam, (3) B1 sekitar 350-400 jam, (4) B2 sekitar 500-600
jam, (5) C1 sekitar 700-800 jam, (6) C2 sekitar 1.000-1.200 jam. Jam mengajar
tersebut dalam konteks pembelajaran formal yang dipandu pengajar seperti di kelas.
Jumlah jam yang dibutuhkan untuk berbagai peserta didik sangat bervariasi,
tergantung pada berbagai faktor seperti usia, motivasi, latar belakang, jumlah studi
sebelumnya dan tingkat paparan bahasa di luar kelas, dan jumlah waktu yang
dihabiskan dalam studi individu. Pelajar dari beberapa negara dan budaya yang
berbeda dapat mengambil lebih lama untuk memperoleh bahasa baru, terutama jika
mereka harus belajar untuk membaca dan menulis dengan huruf latin.

Portofolio bahasa dirancang untuk membantu peserta didik menjadi lebih


memiliki kesadaran mandiri dalam belajar bahasa, dan mendorong mereka untuk
memantau perkembangan mereka sendiri. Setiap portofolio bahasa dapat terdiri dari
tiga hal; (1) Paspor bahasa yang merupakan bagian dari portofolio peserta didik berisi
pengalaman pembelajaran bahasa siswa, rumusan kebutuhan belajar siswa, dan
perencanaan tahapan belajar. Mereka juga dapat meringkas pengalaman antarbudaya
dan paparan mereka dalam berbagai konteks dengan menggunakan bahasa yang
sedang dipelajari. (2) Biografi siswa yang berisi pengalaman pembelajaran bahasa
pribadi siswa. Para siswa dimotivasi untuk melihat gaya belajar mereka sendiri,
merefleksikan tujuan pembelajaran bahasa. Para siswa diminta membuat daftar tujuan
tersebut. Selanjutnya, mereka melakukan “penilaian mandiri” tentang kemajuan
belajar mereka dengan menggunakan skorgrafik untuk memeriksa kemajuan
pembelajaran tersebut. (3) Berkas bahasa. Berkas bahasa adalah kumpulan hasil
belajar siswa dari seluruh kegiatan. Masing-masing siswa bertanggung jawab untuk
menyusun berkas tersebut dengan bimbingan pengajar dan memilih contoh pekerjaan
yang paling mewakili prestasi pribadinya. Berkas tersebut dapat mencakup pekerjaan
siswa sesuai buku ajar, buku kerja, atau lembar tambahan. Hal tersebut dapat
merupakan pekerjaan individu atau kelompok dan dapat dikompilasi secara tertulis,
audio, atau video.
Ciri lain yang membedakan CEFR dengan acuan pembelajaran lain adalah
pernyataan “bisa melakukan” (Can do statement) yang dapat digunakan sebagai
penilaian mandiri. Berikut ini adalah keuntungan jika menggunakan CEFR dalam
pembelajaran bahasa; (1) Pengajar memiliki akses kepada rujukan yang bermakna dan
berguna yang disepakati secara global dan memberi pengarahan bagi pengajar untuk
mengukur pengetahuan dan kemahiran berbahasa pembelajar. (2) Pengajar
memperoleh deskripsi yang terperinci mengenai pembelajaran, pengajaran, dan
asesmen bahasa, bagaimana pencapaian pembelajar atas seperangkat kemahiran
berbahasa, serta bagaimana siswa menjalankan fungsi komunikatif. (3) Pengajar dan
siswa bergerak menuju peringkat dan tujuan tertentu dari setiap peringkat dalam
CEFR. (4) Pengajar dapat memilih materi ajar (buku ajar atau sumber-sumber) yang
merujuk kepada CEFR. (5) Peringkat CEFR menyediakan indikator untuk mengukur
kinerja dan kemampuan siswa untuk berfungsi dalam sebuah konteks komunikatif
dalam bahasa asing yang dipelajarinya. (6) Tidak ada keharusan atau paksaan dalam
CEFR. CEFR merupakan kerangka acuan. Perancangan sebuah kursus demi
perkembangan bahasa siswa diserahkan kepada pengajar dan siswa. CEFR tidak
menyediakan apa yang harus diajarkan atau bagaimana cara mengajarkan bahasa. (7)
CEFR mengarahkan para praktisi (semua yang terlibat dalam pengajaran dan siswa
bahasa) untuk berefleksi atas pilihan pendekatan terhadap pengajaran, pembelajaran,
dan asesmen yang dilakukannya.

Berikut ini adalah tabel penilaian mandiri yang dikutip dari CEFR.

Penilaian Mandiri dari CEFR

Kompetens A1 A2
i
M M  Saya mampu mengenali  Saya memahami frasa dan
E E kata-kata yang mudah kosakata dengan frekuensi
M N dan frasa yang sangat pemunculan yang tinggi yang
A Y dasar yang berkaitan langsung berhubungan
H I dengan diri saya, dengan diri saya (misalnya,
A M keluarga saya, dan memberi informasi mengenai
M A lingkungan sekitar saya diri saya dan keluarga saya,
pada saat orang berbicara berbelanja, pekerjaan,
I K kepada saya dengan lingkungan sekitar).
perlahan dan jelas.
 Saya mampu menangkap
tujuan utama yang terdapat
dalam teks atau pengumuman
yang pendek, jelas, dan
sederhana.
M  Saya mampu membaca  Saya mampu memahami teks
E teks yang pendek dan yang mengandung bahasa
M sederhana, misalnya, sehari-hari yang umum
B pada pengumuman, digunakan atau yang
A poster, atau katalog. berhubungan dengan
C pekerjaan saya.
A  Saya mampu memahami
deskripsi suatu peristiwa,
perasaan, dan keinginan yang
ditulis dalam sebuah surat
pribadi/nonformal.
B B  Saya mampu berinteraksi  Saya mampu berkomunikasi
E E dengan cara yang mengenai kegiatan yang
R R sederhana jika teman sederhana dan sehari-hari
B I bicara saya dengan sabar yang membutuhkan
I N mengulang atau pertukaran informasi yang
C T memparafrasakan sederhana dan langsung
A E ujarannya dalam tempo mengenai topik atau aktivitas
R R yang lebih lambat dan yang umum.
A A membantu saya  Saya menguasai percakapan
K memformulasikan apa yang pendek, meskipun saya
S yang hendak saya kadang-kadang tidak selalu
I katakan. mampu untuk memahami
 Saya mampu bertanya seluruh percakapan dan
dan menjawab pertanyaan mampu mempertahankan
sederhana berkaitan percakapan
dengan kebutuhan saya
atau topik yang familiar.
P  Saya mampu  Saya mampu menggunakan
R menghasilkan ungkapan sejumlah frase dan kalimat
O dan kalimat yang untuk mendeskripsikan
D sederhana untuk dengan istilah yang sederhana
U menggambarkan alamat keluarga saya dan orang-
K dan tempat tinggal saya orang lain di sekitar saya,
S dan orang-orang yang kehidupan saya, latar
I saya kenal. belakang pendidikan, dan
pekerjaan saya.
M M  Saya mampu menulis  Saya mampu menulis catatan
E E kartu pos yang pendek pendek dan sederhana
N N dan sederhana, misalnya berkaitan dengan kebutuhan
U U kartu ucapan selamat sehari-hari.
L L berlibur.  Saya mampu menulis surat
I I  Saya mampu mengisi nonformal yang sangat
S S borang/form dengan sederhana, misalnya untuk
perincian data diri, mengungkapkan terima kasih
misalnya mengisi nama, atas sesuatu.
kewarganegaraan, dan
alamat pada borang
pendaftaran di hotel.
Kompetens B1 B2
i
M M  Saya mampu memahami  Saya mampu memahami
E E pokok pikiran dalam pidato atau ceramah yang
M N suatu uraian atau pidato agak panjang dan mampu
A Y yang disampaikan dengan mengikuti debat yang agak
H I jelas dan berkaitan kompleks jika topiknya sudah
A M dengan hal-hal umum saya kenal.
M A yang ditemukan saat  Saya mampu memahami
I K bekerja, belajar, bersantai berita televisi dan progam
dsb. umum.
 Saya mampu memahami  Saya mampu memahami film
pokok pikiran dari lokal pada umumnya yang
progam radio atau televisi menggunakan dialek standar.
berkaitan dengan berita
sehari-hari, topik yang
umum atau profesional
yang disampaikan secara
pelan dan jelas.
M  Saya mampu memahami  Saya mampu membaca
E teks yang menggunakan artikel dan laporan berkaitan
M bahasa dengan kata-kata dengan masalah mutakhir
B sehari-hari atau yang yang mengandung sikap atau
A berhubungan dengan sudut pandang tertentu dari
C pekerjaan saya. penulisnya.
A  Saya mampu memahami  Saya mampu memahami
deskripsi yang prosa sastra kontemporer.
dituangkan dalam surat
nonformal/pribadi
berkaitan dengan suatu
peristiwa, perasaan, atau
harapan.
B B  Saya mampu menangani  Saya mampu berinteraksi
E E situasi yang dengan kefasihan dan
R R membutuhkan spontanitas yang akan
B I kemampuan berbicara membangun interaksi yang
I N jika sedang berwisata di baik dengan penutur asli
C T lingkungan lokal tempat bahasa tersebut.
A E bahasa tersebut  Saya mampu secara aktif
R R digunakan. terlibat dalam diskusi
A A  Saya mampu bergabung mengenai konteks sehari-hari
K dalam suatu percakapan dengan mengemukakan dan
S tentang topik yang mempertahankan pendapat
I umum, mengenai minat saya.
atau perhatian sehari-hari
tanpa persiapan (misalnya
tentang keluarga, hobi,
pekerjaan, wisata, dan
masalah umum).
B P  Saya mampu  Saya mampu menyampaikan
E R merangkaikan frasa deskripsi yang jelas dan
R O dengan cara sederhana terperinci mengenai berbagai
B D untuk menguraikan macam topik yang
I U pengalaman dan berhubungan dengan minat
C K peristiwa, mimpi, saya.
A S harapan, atau cita-cita.  Saya mampu menjelaskan
R I  Saya mampu dengan pendapat saya mengenai
A singkat memberi alasan suatu topik dan menjelaskan
dan penjelasan bagi opini kelemahan dan kelebihan
dan rencana saya. berbagai kemungkinan yang
 Saya bisa bercerita atau ada.
menghubungkan alur
dalam sebuah buku cerita
atau film dan
menguraikan reaksi saya.
M M  Saya mampu menulis  Saya mampu menulis teks
E E teks yang sederhana yang terperinci dan jelas
N N dengan kerangka yang mengenai berbagai macam
U U berkait mengenai topik topik berkaitan dengan minat
L L yang dikuasai dan yang saya.
I I menjadi minat saya.  Saya mampu menulis esei
S S  Saya mampu menulis atau laporan yang
surat nonformal/pribadi memberikan informasi atau
yang menggambarkan memberi alasan untuk
pengalaman dan menyetujui atau menolak atau
pandangan pribadi. pendapat.
 Saya mampu menulis surat
yang menekankan pandangan
pribadi mengenai suatu
peristiwa atau pengalaman.
M M  Saya mampu memahami  Saya tidak menghadapi
E E ceramah yang panjang kendala untuk memahami
M N walaupun tidak berbagai ragam lisan dan
A Y terstruktur dengan baik nonformal, baik langsung
H I dan ada maksud yang maupun siaran, meskipun
A M tersirat dan tidak disampaikan dalam tempo
M A disampaikan secara yang cepat sebagaimana
I K eksplisit. diujarkan oleh penutur asli
 Saya mampu memahami dan saya diberi waktu untuk
progam televisi dan film mengenali dialek/aksen
dengan mudah. daerahnya.
 Saya dengan cepat dapat
mengenali bahasa yang
dilafalkan dengan
aksen/dialek tertentu.
Kompetens C1 C2
i
M  Saya mampu memahami  Saya mampu membaca
E teks bacaan yang panjang dengan santai semua bentuk
M dan kompleks dan bahasa tulis, termasuk teks
B menikmati perbedaan yang secara struktur dan
A gaya bahasa. bahasa termasuk teks yang
C  Saya mampu memahami abstrak, kompleks, seperti
A artikel khusus dan manual, artikel ilmiah, dan
instruksi teknis yang karya sastra.
panjang meskipun teks
itu tidak berkaitan dengan
bidang saya.
B B  Saya mampu  Saya mampu turut serta tanpa
E E mengekspresikan diri banyak kendala dalam sebuah
R R dengan fasih dan spontan percakapan atau diskusi dan
B I tanpa terlihat masih lancar menggunakan
mencari-cari kata yang ungkapan idiomatis dan
I N tepat. bahasa ragam percakapan.
C T  Saya mampu  Saya mampu
A E menggunakan bahasa mengekspresikan diri saya
R R yang saya pelajari dengan dengan fasih menggunakan
A A luwes dan efektif, baik nuansa makna yang lebih
K untuk tujuan sosial sesuai.
S maupun profesional.  Jika menemukan masalah,
I  Saya mampu saya mampu menahan diri
memformulasikan dan memperbaiki kesalahan
gagasan dan pendapat dengan sangat halus sehingga
saya dengan tepat dan luput dari perhatian orang
menghubungkan lain.
pandangan saya dalam
percakapan dengan orang
lain.
B P  Saya mampu  Saya mampu menyampaikan
E R mengungkapkan deskripsi atau alasan dengan
R O deskripsi yang jelas dan jelas dan fasih serta dalam
B D terperinci mengenai topik gaya yang sesuai dengan
I U yang rumit dengan konteks dan dengan struktur
C K mengintegrasikan yang logis dan efektif yang
A S subtema, akan membantu pendengar
R I mengembangkan pokok untuk memperhatikan dan
A pikiran tertentu dan mengingat hal-hal yang
membuat kesimpulan penting.
yang tepat.
Kompetens C1 C2
i
 Saya mampu  Saya mampu menulis teks
mengekspresikan diri yang jelas dengan bahasa
saya dalam tulisan yang yang mengalir dan dengan
jelas dan terstruktur gaya bahasa yang sesuai
dengan baik yang dengan pembacanya.
menekankan pendapat  Saya mampu menulis surat
saya dalam tulisan yang yang rumit, laporan, atau
agak panjang. artikel yang menyajikan
 Saya dapat menulis sebuah kasus dengan struktur
mengenai topik yang yang logis dan efektif yang
rumit, sebuah esei, atau akan membantu pembaca
laporan yang untuk memperhatikan dan
menekankan isu yang mengingat hal-hal yang
saya anggap perlu penting.
diketahui pembaca.  Saya mampu menulis
 Saya mampu memilih ringkasan dan ulasan atas
gaya bahasa yang sesuai tulisan profesional atau karya
dengan pembaca yang sastra.
menjadi khalayak sasaran
dari tulisan saya.

G. CEFR dalam Konteks Eropa


CEFR menjadi dasar untuk saling mengakui kualifikasi bahasa, sehingga
memudahkan mobilitas pendidikan dan pekerjaan. Hal ini semakin digunakan dalam
reformasi kurikulum nasional dan oleh konsorsium internasional untuk perbandingan
sertifikasi bahasa. CEFR ditetapkan sebagai dokumen yang telah menjelaskan secara
komprehensif 1) kompetensi yang diperlukan untuk komunikasi, 2) pengetahuan
terkait dan keterampilan dan 3) situasi dan domain komunikasi. CEFR mendefinisikan
tingkat pencapaian dalam berbagai aspek skema deskriptif dengan skala deskriptor
ilustratif. Timbangan deskriptor ilustratif, ditambah deskriptor lain yang berkaitan
dengan CEFR tersebut, tersedia dalam bank data deskriptor. CEFR telah memfasilitasi
definisi yang jelas tentang mengajar, tujuan belajar, metode pengajaran sekaligus
menyediakan alat yang diperlukan untuk penilaian kemampuan. Saat ini, CEFR
menjadi dokumen acuan dan dokumen kunci yang berharga untuk mobilitas
pendidikan dan profesional yang tersedia dalam lebih dari 35 versi bahasa.
Survei Waldemar Martyniuk dan Jose Noijons menunjukkan bahwa CEFR
telah digunakan dalam berbagai dokumen resmi di tingkat negara bagian dan regional,
seperti; (1) Kurikulum nasional untuk bahasa asing di tingkat dasar dan mandiri, (2)
Kurikulum bahasa untuk pendidikan tinggi, (3) Kurikulum pendidikan bilingual dan
pendidikan dalam bahasa minoritas, (4) Pedoman dan persyaratan pemeriksaan /
pengkajian / sertifikasi, (5) Kurikulum pendidikan guru bahasa, (6) Progam pelatihan
guru in-service, (7) Rekomendasi penggunaan portofolio bahasa Eropa, (8) Pedoman
untuk pengembangan buku teks bahasa, (9) Persyaratan bahasa untuk izin tinggal para
imigran, (10) Persyaratan bahasa bagi PNS, (11) Strategi dan rencana aksi yang
berkaitan dengan pendidikan bahasa.
Berdasarkan survei tersebut, disimpulkan bahwa spektrum penggunaan CEFR
cukup luas: di beberapa negara CEFR digunakan untuk seluruh pre-service dan in-
service pelatihan guru. Kesan keseluruhan yang diperoleh dari tanggapan para
responden adalah sebagai berikut: CEFR dinyatakan berguna oleh sebagian besar
responden dalam hal tingkat, skala dan deskriptor untuk menentukan kemahiran
bahasa. Kerja sama yang lebih baik di tingkat internasional diharapkan mengarah
kepada pedoman, “standar”, sebanding, dan kompatibel untuk pre-service guru
bahasa.
Secara umum, CEFR memiliki dampak besar pada pendidikan bahasa. Hal ini
digunakan seringkali sebagai acuan netral eksklusif di semua sektor pendidikan. Nilai
itu sebagai alat referensi untuk mengoordinasikan tujuan pendidikan di semua
tingkatan secara luas. Di beberapa negara, CEFR telah membantu mengembangkan
dokumen kebijakan perencanaan bahasa dan materi ajar praktis. Selain itu, CEFR juga
menjadi referensi yang paling dapat diandalkan untuk perencanaan kurikulum.
Beberapa responden menekankan bahwa CEFR telah membuat pendekatan
komunikatif pengajaran bahasa yang lebih berorientasi aksi.
Di sisi lain, beberapa responden melihat kekurangan CEFR yang belum
memainkan peran penting bagi profesi guru di tingkat sekolah meskipun mereka tidak
menyangkal bahwa CEFR memberikan kontribusi terhadap transparansi dan
koherensi pada umumnya. Sebagian responden ini menemukan bahwa potensi penuh
dari CEFR belum terealisasi. Mereka menekankan perlunya klarifikasi umum (seperti
komentar pada konsep teoritis, contoh dan ilustrasi yang baik, perangkat tugas untuk
digunakan dalam konteks yang spesifik, sebuah daftar istilah bilingual untuk masing-
masing negara).
Berdasarkan apa yang telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa untuk kawasan
Eropa, CEFR menjadi rujukan yang dapat diandalkan. Tingkatan dan skala deskriptor
dalam CEFR sudah diakui memudahkan pengajar untuk mengukur kualifikasi siswa.
Hal tersebut menjadi acuan ketika siswa akan pindah studi dari satu negara ke negara
lain dalam kawasan Eropa. Di samping itu, CEFR juga dijadikan acuan untuk syarat
bekerja para warga asing di negar tersebut.

You might also like