Lapsus-PE & IUFD (Nur Chusnaini) DONE
Lapsus-PE & IUFD (Nur Chusnaini) DONE
Lapsus-PE & IUFD (Nur Chusnaini) DONE
Disusun Oleh :
Pembimbing :
dr. Hendrian Widjaja, Sp.OG
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS DENGAN JUDUL
Disusun Oleh :
Nur Chusnaini Inayati
20409010037
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Hendrian Widjaja, Sp.OG selaku dokter
pembimbing Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum
Daerah Kardinah Kota Tegal
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus yang berjudul
“G1P0A0 24 Tahun Hamil 26 Minggu, Inpartu Kala I Fase Laten Dengan
Preeklamsia, Janin Tunggal Intrauterine Fetal Death Presentasi Kepala Maserasi
Derajat II” dalam kepaniteraan klinik ilmu Obstetri dan Ginekologi di Rumah Sakit
Umum Daerah Kardinah Kota Tegal.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Hendrian Widjaja, Sp.OG selaku pembimbing atas waktu yang diluangkan dan
pengarahannya selama penulis menyusun laporan kasus ini.
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II STATUS PASIEN 3
2.1 IDENTITAS PASIEN 3
2.2 ANAMNESIS 4
2.3 PEMERIKSAAN FISIK 6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
2.5 DIAGNOSIS 10
2.6 PENATALAKSANAAN 10
2.7 PROGNOSIS 11
2.8 FOLLOW UP 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 13
3.1 PREEKLAMSIA BERAT 13
3.1.1 DEFINISI 13
3.1.2 EPIDEMIOLOGI 13
3.1.3 FAKTOR RISIKO 14
3.1.4 PATOFISIOLOGI 15
3.1.5 KLASIFIKASI 18
3.1.6 DIAGNOSIS 18
3.1.7 PENATALAKSANAAN 19
3.1.8 PENCEGAHAN 25
3.1.9 KOMPLIKASI 31
3.1.10 PROGNOSIS 31
3.2 INTRA UTERINE GROWTH RESTRICTION 32
3.2.1 DEFINISI 32
3.2.2 EPIDEMIOLOGI 32
3.2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO 33
3.2.4 KLASIFIKASI 34
iv
3.2.6 DIAGNOSIS 34
3.2.7 PENATALAKSANAAN 36
3.2.8 KOMPLIKASI 37
3.2.9 PENCEGAHAN 37
BAB IV PEMBAHASAN 38
BAB V KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41
v
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut National Center for Health Statistics dan The American College
of Obstetricans and Gynecologist, Intra Uterine Fetal Death (IUFD) adalah janin
yang meninggal dan neonatus yang lahir dengan berat 500 gram atau lebih. Sampai
saat ini faktor penyebab kematian janin yaitu faktor maternal, faktor fetal, dan
faktor plasenta.5
1
sama yakni 19/1000 kelahiran selama 5 tahun terakhir. Salah satu penyebab
kematian neonatal adalah kematian janin dalam kandungan sebanyak 29,5%
(Kementrian Kesehatan RI, 2016). Tahun 2013, Angka Kematian Neonatal di
provinsi Bali sebesar 5,97% kematian per 1000 kelahiran hidup, dimana sebagian
besar tercatat sebagai kejadian 2 lahir mati. Berdasarkan data yang tercatat dalam
Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kabupaten/Kota dengan angka kematian janin
terendah adalah kota Denpasar (0,49 per 1000 kelahiran hidup). Sedangkan angka
kematian janin tertinggi adalah kota Bangli (10,18 per 1000 kelahiran hidup) (Dinas
Kesehatan Provonsi Bali, 2014)
2
BAB II
STATUS PASIEN
Nama : Ny. AA
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
Suku : Jawa
No RM : 1017xxx
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. R
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Buruh
Suku : Jawa
Agama : Islam
3
2.2 ANAMNESIS
▪ Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin.
▪ Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keadaan hamil anak
pertama belum pernah abortus (G1P0A0) usia kehamilan 26 minggu
mengeluhkan tidak merasakan gerakan janin sejak tanggal 29 Maret 2022
(3 hari SMRS). Pasien memeriksakan kehamilannya ke Bidan desa dan
dilakukan UGS dengan hasil tidak ditemukan detak jantung dan Bidan desa
merujuk ke praktik dokter SpOG dan hasil USG tidak ditemukan detak
jantung. Pasien mengaku tidak pernah memeriksakan kandungannya selama
hamil dan baru pertama kali periksa saat tidak merasakan gerakan janin.
Keluhan nyeri perut ingin melahirkan tidak dirasakan pasien,
rembes ketuban dan keluar lendir darah juga tidak dirasakan oleh pasien.
Keluhan lain seperti pusing, pandangan kabur, kaki bengkak
▪ Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak memiliki riwayat hipertensi
- Tidak memiliki riwayat diabetes mellitus (DM)
- Tidak memiliki riwayat penyakit ginjal
- Tidak memiliki riwayat penyakit jantung
- Tidak memiliki riwayat penyakit paru
- Tidak memiliki riwayat penyakit hati
▪ Riwayat Penyakit Keluarga
- Bapak pasien memiliki riwayat hipertensi
- Tidak memiliki riwayat diabetes mellitus (DM)
- Tidak memiliki riwayat penyakit ginjal
- Tidak memiliki riwayat penyakit jantung
- Tidak memiliki riwayat penyakit paru
- Tidak memiliki riwayat penyakit hati
4
▪ Riwayat Pernikahan
Menikah satu kali dengan pasangannya saat ini, usia saat menikah 23 tahun
dan lama pernikahan 1 tahun.
▪ Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun.
▪ Riwayat Menstruasi
Pasien menarche saat usia 12 tahun, siklus haid pasien teratur setiap bulan
sekali, durasi haid berlangsung kurang lebih selama 10 hari, jumlah darah
haid kurang lebih 90cc/hari (3x ganti pembalut), dismenorhea (-), nyeri
punggung (+). Hari pertama haid terakhir (HPHT) pada tanggal 25 Juni
2021 hari perkiraan lahir (HPL) pada tanggal 1 April 2022.
▪ Riwayat Kehamilan
Pasien baru pertama kali hamil belum pernah abortus (G1P0A0), pasien
tidak rutin periksa kehamilan (ANC) di bidan, puskesmas maupun dokter
Sp.OG. Pasien hanya periksa 1x di bidan dan 1x dokter Sp.OG pada usia
kehamilan 26 minggu dan hasil USG didapatkan tidak ada detak jantung
janin.
▪ Riwayat Ginekologi
Riwayat penyakit pada saluran reproduksi dan pengobatannya disangkal
▪ Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat sebelumnya.
▪ Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah operasi sebelumnya.
▪ Riwayat Alergi
Alergi obat dan makanan disangkal.
▪ Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai karyawan di suatu frenchise minuman dan biaya
pengobatan menggunakan BPJS Non-PBI. Pasien tidak pernah merokok
mengkonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang.
5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
▪ KEADAAN UMUM
- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis (GCS 15)
▪ TANDA VITAL
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 82 x/min
- RR : 22 x/min
- Suhu : 36,6°C
- SpO2 : 99%
▪ STATUS GIZI
Sebelum Hamil
o BB : 50 kg
o TB : 145 cm
o IMT : 23, 78 (Normal)
Saat Hamil
o BB : 55 kg
o TB : 145 cm
o IMT : 26,15 (Gemuk ringan)
▪ STATUS GENERALIS
Kepala normosefali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut.
Wajah Pucat (-), ikterik (-), deformitas (-), edema (-), sianotik (-)
Mata Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-),
pupil bulat isokor (+/+), pandangan jelas.
Hidung Bentuk dan ukuran normal, nafas cuoing hidung (-), deformitas (-),
deviasi (-), septum nasal normal berada di tengah, sekret (-)
Telinga Normotia, serumen (-/-), hiperemis (-/-), deformitas (-/-), benda asing
(-/-)
6
Mulut Sianosis (-), pucat (-), mukoas bibir kering (-), karies gigi (-), gusi
berdarah (-) deviasi lidah (-), atrofi lidah (-), lidah kotor (-), mukosa
mulut hiperemis (-)
Leher Pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB leher
supraklavikular (-)
Thoraks Jantung
• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS V 2 cm medial
dari linea midclavicular sinsitra, thrill (-)
• Perkusi (batas jantung)
o Kanan : ICS III – V linea parasternalis dextra
o Kiri : ICS V 2 cm lateral linea midclavicularis
sinistra
o Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
o Pinggang: ICS II linea parasternalis kiri
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop
Pulmonal
• Inspeksi : bentuk dada simetris, venektasi (-), Gerakan
dinding dada simetris saat statis dan dinamis.
• Palpasi : fremitus vocal kanan dan kiri sama
• Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru
• Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler (+/+), vesikuler
(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Inspeksi : tampak cembung
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Tinggi fundus uteri : 22 cm
Ekstremitas Superior Inferior
Edema -/- -/-
7
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Ulkus -/- -/-
Refleks patella +/+
Status lokalis Vaginal toucher : potio lunak, pembukaan 1 cm, kulit ketuban (+)
letak kepala Hodge 1, lendir darah (-)
▪ STATUS OBSTETRI
o Leopold 1 : presentasi kepala, TFU 22 cm , TBJ 1550 gram
o Leopold 2 : presentasi punggung kanan, ekstremitas kiri, DJJ (-)
o Leopold 3 : presentasi kepala
o Leopold 4 : kepala belum masuk PAP
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
Differential Count
Neutrofil % 60,2 50 – 70 %
Limfosit % 33,2 25 – 40 %
Monosit % 3,6 2–8 %
8
Eosinofil % L1 2–4 %
Basofil % 0,3 0–1 %
Neutrofil 4,17 2,2 – 7,91 103/uL
Limfosit 2,00 1,1 – 4,52 103/uL
> 3,13 :Waspada
6 – 9 : Curiga
NLR 1,3
> 9 : Bahaya
9
+1 / <4, +2 / 5
– 9, +3 / 10 –
Epitel POS (1+) 29, +4 /
Silinder Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Kristal AMORF (+)
Jamur Negatif Negatif
Khusus
Berat jenis 1.015 1.005 – 1.030
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negative
2.5 DIAGNOSIS
2.6 PENATALAKSANAAN
➢ MEDIKAMENTOSA
o IVFD Ringer Laktat + Oksitosin 5 IU
o PO Amoxicillin 3 x 500 mg
o PO Nifedipine 3 x 10 mg
➢ NON MEDIKAMENTOSA
o Observasi keadaan umum dan tanda vital
o Persalinan pervaginam dengan induksi oksitosin 5 IU
10
➢ RESUME PERSALINAN PERVAGINAM
Bayi lahir pervaginam pada tanggal 2 Maret 2022 pukul 06.35 WIB
berjenis kelamin laki-laki, air ketuban cair dan keruh, presentasi kepala,
maserasi derajat II, BB janin 1300 gram.
2.7 PROGNOSIS
2.8 FOLLOW UP
11
Nadi : 86x/menit - Emibion 2 x 1 tab
Suhu : 36,4C Non-Medikamentosa :
RR : 22 x/.menit - Observasi keadaan umum, tanda
TFU : 2 jari dibawah pusat, vital dan perdarahan pervaginam
kontraksi uterus keras, PPV 10 cc - Boleh pulang
Edema tungkai (-/-) - Edukasi perawatan luka jahitan
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PREEKLAMSIA
3.1.1 Definisi
1. Proterinuria: protein urin >300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick > +1
3.1.2 Epidemiologi
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan
dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di
Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan
di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan.2
13
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan
selama kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang
tertinggi di negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup.2
14
3.1.4 Patofisiologi
Penyebab yang paling mungkin untuk penyakit ini adalah kegagalan invasi
trofoblas yang menyebabkan kegagalan transformasi arteri spiral uterus, dan
plasentasi dalam yang salah. Trofoblas adalah sel pertama yang membedakan dari
telur dibuahi, mereka membentuk membran luar plasenta, dan bertanggung jawab
untuk nutrisi dan oksigen pertukaran antara ibu dan janin. Juga, sel pembunuh
alami desidua (NK) dapat mengatur invasi trofoblas dan pertumbuhan pembuluh
darah, dua proses penting dalam perkembangan plasenta. Ekspresi abnormal dari
antigen permukaan sel NK dan kegagalan dalam regulasi sitotoksisitas sel NK dan
sitokin atau faktor angiogenik mungkin merupakan beberapa penyebab
preeklamsia, menghasilkan keadaan aliran tinggi dan tekanan tinggi. Akibatnya,
ada risiko tinggi untuk cedera iskemia-reperfusi dari plasenta karena vasokonstriksi
arteri ibu, yang akan menyebabkan pembentukan radikal oksigen reaktif dan
disfungsi endotel lanjut. Dengan demikian, preeklamsia dapat dikaitkan dengan
pelepasan beberapa mediator yang berlebihan oleh sel-sel endotel yang cedera.8
Kelebihan tirosin kinase (sFlt)-1 atau endoglin yang larut seperti fms dan
penurunan faktor pertumbuhan plasenta bebas (PlGF) merupakan hipotesis lain
15
untuk patogenesis preeklamsia, yaitu ketidakseimbangan angiogenik. Ketika kadar
sFlt-1, yang merupakan varian dari PlGF dan VEGF, meningkat maka terjadi
inaktivasi atau penurunan konsentrasi PlGF dan VEGF, yang mengakibatkan
disfungsi endotel. Dalam kasus endoglin, yang merupakan koreseptor permukaan
untuk keluarga transforming growth factor (TGFβ), endoglin terlarut (sEng)
berikatan dengan reseptor endotel dan menghambat beberapa isoform TGFβ,
menghasilkan penurunan vasodilatasi yang bergantung pada nitrit oksida (NO)
endotel. Sel endotel vaskular yang dikumpulkan dari wanita pre-eklampsia atau
terpapar serum dari kehamilan pre-eklampsia menghasilkan NO lebih sedikit
daripada sel endotel dari kehamilan normal. Akar dkk. menunjukkan bahwa
produksi NO yang dirangsang agonis berkurang pada arteri umbilikalis yang
terisolasi. Penelitian lain juga melaporkan penurunan produksi NO yang
dirangsang agonis pada sel endotel vena umbilikalis dan vena tangan yang berasal
dari kehamilan preeklampsia, menyimpulkan bahwa produksi NO juga terganggu
pada pembuluh darah arteri dan vena sistemik ibu, dan tidak hanya pada pembuluh
darah ibu. pembuluh darah rahim dan pusar.8
Prostasiklin (PGI 2), vasodilator kuat lain menurun pada wanita pra-
eklampsia. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan pensinyalan Ca 2+ endotel. dan
penghambatan produksi PGI 2 oleh spesies oksigen reaktif (ROS). Masih belum
jelas peran endothelium-derived hyperpolarizing factor (EDHF) dalam patogenesis
vaskular pre-eklampsia, namun, vasorelaksasi yang dimediasi EDHF berkurang
pada pembuluh darah dari kehamilan pre-eklampsia.
16
pada preeklampsia telah dibuktikan melalui beberapa fitur, termasuk peningkatan
ukuran trombosit dan penurunan umur, peningkatan kadar plasma ibu dari faktor 4
dan tromboglobulin, peningkatan produksi tromboksan B2 oleh trombosit, dan
pembentukan trombus. dalam mikrosirkulasi beberapa organ target. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, PGl2, yang memiliki aksi vasodilator dan
menghambat agregasi trombosit, menurun pada wanita dengan preeklampsia,
sementara tromboksan A2 meningkat, menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi
trombosit. Ini akan menyebabkan vasospasme dan konsumsi trombosit, yang
merupakan karakteristik dari pre-eklampsia.9
17
3.1.5 Klasifikasi2
18
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic
velocity (ARDV)
3.1.7 Penatalaksanaan2,10
A. Manajegemn Ekspektatif atau Aktif
19
mengurangi kejadian sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular,
infeksi neonatal serta kematian neonatal.
20
Gambar 3. Managemen Ekstirpatif Preeklamsia Dengan Gejala Berat
21
B. Pemberian Magnesium Sulfat2,10
22
C. Anti Hipertensi
23
Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor
P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, terutama pada digunakan untuk jangka waktu yang lama selama
kehamilan atau diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya
dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.
Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety
margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada
sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac
output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural,
anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis."
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6
jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan
lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500
mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi.
Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.
24
D. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga
dapat diberikan pada pasien yang menderita sindroma HELLP. Pemberian
deksametason maupun betametason menurunkan bermakna kematian janin
dan neonatal, kematian neonatal, RDS dan perdarahan serebrovaskular.
Pemberian betametason memberikan penurunan RDS yang lebih besar
dibandingkan deksametason.
3.1.8 Pencegahan
A. Pencegahan Primer10
25
dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi
kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan
mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari
beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko
preeklampsia.
26
Gambar 7. Risiko tinggi dan sedang preeklamsia
B. Pencegahan Sekunder
1. Istirahat
Berdasarkan 2 studi yang didapat dari Cochrane, istirahat di rumah
4 jam/hari bermakna menurunkan risiko preeklampsia dibandingkan
tanpa pembatasan. Istirahat dirumah 15 menit 2x/hari ditambah
suplementasi nutrisi juga menurunkan risiko preeklampsia. 7
Di Indonesia tirah baring masih diperlukan bagi mereka yang
memiliki resiko tinggi terjadinya preeklampsia meskipun tirah baring
tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia dan kelahiran
preterm.2
2. Restriksi garam
Restriksi garam tidak terbukti secara ilmiah dapat menurunkan resiko
terjadinya preeklampsia.2
3. Aspirin dosis rendah
Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan
preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil masa kehamilan,
27
sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan dengan penurunan
risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37 minggu dan berat badan
lahir < 2500 gr. Efek preventif aspirin lebih nyata didapatkan pada
kelompok risiko tinggi. Belum ada data yang menunjukkan perbedaan
pemberian aspirin sebelum dan setelah 20 minggu. Pemberian aspirin
dosis tinggi lebih baik untuk menurunkan risiko preeklampsia, namun
risiko yang diakibatkannya lebih tinggi.10
28
Gambar 9. Mekanisme Kerja Apirin
4. Suplemen kalsium
Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian
hipertensi dan preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko
tinggi untuk mengalami preeklampsia dan yang memiliki diet asupan
rendah kalsium. Suplementasi ini tidak memberikan perbedaan yang
signifikan pada populasi yang memiliki diet kalsium yang adekuat.
Tidak ada efek samping yang tercatat dari suplementasi ini. 2,10
Pada kehamilan normal tanpa preeklampsia debris trofoblas
dikarakteristikan oleh apoptosis, sementara preeklampsia debris
trofoblas menyebabkan aktivasi dari dinding endotel dan sekresi
sitokin inflamasi. Preeklampsia sendiri juga sudah merupakan keadaan
inflamasi dengan mengeluarkan sitokin pada sirkulasi maternal seperti
IL-6 dan TNF-a. Peningkaran sitokin ini juga meningkatkan debris-
debris trofoblas yang juga berperan dalam pathogenesis preeklampsia.
Berdasarkan beberapa meta- analisis didapatkan bahwa suplementasi
kalsium memiliki kemampuan menurunkan kejadian preeklampsia,
terutama pada wanita dengan intake kalsium rendah.12
29
Berdasarkan tero Nitrit Oxide, pada keadaan preeklampsia
mengalami kehilangan bioavabilitas dari NO dan menyebabkan
disfungsi endotel. NO merupakan vasodilator endotel dan juga
berperan dalam pembentukan asam amino endotel, selain itu juga
membantu dinding endotel menghambat aktivasi sitokin pro-
inflamasi. Kalsium diketahui sebagai kofaktor dari sintesis NO,
sehingga konsumsi suplementasi kalsium dosis tinggi dapat
meningkatkan sintesis NO untuk melindungi dinding endotel. 10,11
Suplementasi kalsium dosis tinggi juga direkomendasikan oleh
WHO dalam guideline pencegahan preeklampsia dan eclampsia,
ditemukan juga bahwa manfaat suplementasi kalsium memperbaiki
aliran darah uteroplasenta dan fetoplasenta dengan meningkatkan
kemampuan pembuluh darah untuk vasodilatasi.11
5. Suplemen antioksidan
Pemberian suplementasi vitamin C 1000 mg dan vitamin E 400 IU
dalam tahap pengujian oleh beberapa instansi sebagai pencegahan
terhadap preeklampsia. Cochrane pada tahun 2010 melakukan
penelitian mengenai suplementasi vitamin C dan vitamin E pada 6533
wanita hamil namun hasil yang didapatkan tidak bermakna. Pada hal
ini ditemukan bahwa wanita yang mendapatkan suplementasi
antioksidan juga berujung membutuhkan antihipertensi sebagai
pendamping. Selain Cochrane, WHO juga melakukan uji yang sama
pada wanita usia kehamilan 14-20 minggu dan hasilnya menyatakan
30
bahwa pemberian antioksidan tidak menurunkan kejadian
preeklampsia.
3.1.9 Komplikasi
3.1.10 Prognosis
31
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutmya, kecuali pada janin dari ibu
yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita
eklampsia juga tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada
fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior
3.2.1 Definisi
3.2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 ada 2,6 juta
kematian janin dalam kandungan secara global, dengan lebih dari 7178 kematian
per hari. Mayoritas kematian ini terjadi di negara-negara berkembang, 98% terjadi
di Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Tiga perempat kematian bayi
dalam kandungan terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara dan 60% terjadi
pada keluarga pedesaan daerah tersebut.
32
3.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko2
33
3.2.4 Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin
dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
3.2.6 Diagnosis2
▪ Anamnesis :
o Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
o Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan
tidak seperti biasanya)
o Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin
melahirkan
o Penurunan berat badan
▪ Pemeriksaan Fisik :
o Inspeksi :
Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang
biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus.
o Palpasi :
Tonus uterus menurun, tidak teraba gerakan-gerakan janin.
o Auskultasi :
Tidak terdengar detak jantung janin setelah usia kehamilan 10-20
minggu.
▪ Pemeriksaan Penunjang
o Ultrasonografi
34
Dengan USG Doppler tidak terdengar adanya bunyi jantung
janin, tampak gambaran janin tanpa tanda kehidupan.
o Radiologi
Pada foto radiologi setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps,
tulang kepala saling tumpang tindih (gejala “spalding”), tulang
belakang hiperrefleksi, edema sekitar tulang kepala, tampak
gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
▪ Tanda patologik
35
4) Stadium maserasi III : Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati.
Badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat longgar.
Terdapat edema di bawah kulit.
3.2.7 Penatalaksanaan2
36
3.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu
lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi. Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu
sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga timbullah proses
persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:
Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal
harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilakukan secara normal,
karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan
jika ada halangan untuk melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam
posisi melintang atau karena ibu mengalami preeklampsia.5,15
3.2.9 Pencegahan2
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RUSD Kardinah pada tanggal 1 Maret 2022 pukul
05:00 WIB. Pasien datang dengan G1P0A0 hamil 26 minggu dengan keluhan tidak
merasakan gerakan janin sejak tanggal 29 Maret 2022 (3 hari SMRS). Tidak ada
keluhan rembes ketuban dan tidak keluar lendir, nyeri perut ingin melahirkan tidak
dirasakan. tidak ada demam/sesak/batuk/nyeri tenggorokan. Pasien tidak pernah
memeriksakan kehamilannya dan baru pertama memeriksakan kehamilannya saat
tidak merasakan gerakan janin dengan hasil tidak ditemukan detak jantung.
Pemeriksaan fisik pasien saat datang ke IGD Ponek tampak sakit sedang
dan kesadaran compos mentis dengan GCS (E4, M6, V5), pada pemeriksaan tanda
vital tekanan darah mencapai 150/90 mmHg, Status generalis abdomen ditemukan
supel dan pada vaginal toucher didapatkan potio lunak, pembukaan 1 cm, kulit
ketuban (+) letak kepala Hodge 1, lendir darah (-). Pemeriksaan Leopold I
ditemukan presentasi kepala tinggi fundus uteri 22 cm, DJJ tidak ada, Leopold II
presentasi punggung kanan, ekstremitas kiri, DJJ (-), leopold III presentasi kepala,
leopold IV kepala belum masuk PAP. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
ditemukan penurunan hemoglobin (anemia), penurunan hematokrit, peningkatan
RDW, penurunan MCV, penurunan MCH, penurunan MCHC. Pada pemeriksaan
urin ditemukan Positif (1+) / 50.
Bayi lahir pervaginam pada tanggal 2 April 2022 pukul 06.35 WIB berjenis
kelamin laki-laki, air ketuban cair, presentasi kepala, maserasi derajat II, BB janin
1300 gram. Berdasarkan teori dengan adanya tekanan darah tinggi dan hasil
pemeriksaan urin lengkap menunjukkan hasil proteinuria sehingga dapat
dikategorikan kedalam klasifikasi Preeklamsia. Selanjutnya berdasarkan The US
National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death
adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia
kehamilan 20 minggu atau lebih. Dengan demikian dapat dikatakan pasien janin
tunggal intrauterine fetal death prsentasi kepala maserasi grade II.
Pada kasus ini, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan 26 minggu,
sehingga pada kasus ini termasuk golongan II yaitu (intermediate fetal death).
38
Penatalaksanaan pada kasus IUFD yaitu dengan terminasi kehamilan.
Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan
penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui
induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan aterm dan
mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan secara
aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
39
BAB V
KESIMPULAN
Preeklampsia adalah hipertensi (tekanan darah = 140/90 mmHg) yang baru
muncul pada usia kehamilan 20 minggu disertai salah satu tanda/gejala yaitu,
protein urin >300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick > +1 ataupun gangguan
organ lainnya. Preeklampsia sendiri merupakan keadaan yang dapat dicegah
dengan pemberian suplementasi kalsium dan aspirin dosis tinggi sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Hal ini harus didukung antenatal care dengan asuhan yang
baik dan terpadu terutama skrining awal pada pemeriksaan antenatal care pertama
dan dianggap sebagai kehamilan dengan risiko. Pada keadaan preeklampsia sudah
terjadi maka mendekati melahirkan baik diberikan MgSO4 sebagai pencegahan
terjadinya eklampsia.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. ISSHP. (2014) The Classification, Diagnosis and Management of The
Hypertensive Disorders of Pregnancy: A Revised Statement from The ISSHP.
Editorial / Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women’s
Cardiovascular Health 4; 2014; http:dx.doi.org/10.1016/j.preghy.2014.02.001.
2. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2010
3. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to
Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of
Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University
Hospital, Stockholm, Sweden. 2002.
4. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.
5. Cunningham, F.G., etc. 2015. Kematian Janin. Obstetri Williams vol. 2, Edisi
21. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Dan Mihu, Nicolae Costin, Carmen Mihaela Mihu, Andrada Seicean, Rãzvan
Ciortea. HELLP Syndrome- a multi systemic disorder. Romania. 2007.
7. Fox R, Kitt J, Leeson P, Aye CYL, Lewandowski AJ. Preeclampsia: Risk
Factors, Diagnosis, Management, and the Cardiovascular Impact on the
Offspring. J Clin Med. 2019;8(10):1625. Published 2019 Oct 4.
doi:10.3390/jcm8101625
8. Luger RK, Kight BP. Hypertension In Pregnancy. [Updated 2020 Oct 11]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
9. Peres GM, Mariana M, Cairrão E. Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update on
the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardivascular
Development and Disease. 2018. 5(1): 3. doi: 10.3390/jcdd5010003
10. POGI. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. 2016;1–48.
11. Porter F, et al. ACOG Committee opinion: Low-Dose aspirin use during
pregnancy. Committee on Obstetric Practice. 2018;132(1):44-52
12. DeSousa J, Tong M, Wei J, Chamley L, Stone P, Chen Q. The anti-
inflammatory effect of calcium for preventing endothelial cell activation in
preeclampsia. Journal of Human Hypertension. 2016; 30: 303-8.
13. Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. (2012) [cited 2012 20
April]; Diakses dari: http://www.kemkes.go.id.
14. Laura M. Giraldi, et all. Fetal death: obstetric, placental and fetal necroscopic
factors. J Bras Patol Med Lab. 2019; 55(1): 98-113.
15. Norwitz,E. Schorge,J. 2017. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua
’Kematian Janin Intra Uterin’. EMS : Jakarta
16. Kliman, HJ. Dkk. 2016. Fetal death: etiology and pathological findings.
http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html
17. Sastrawinata S, martaadisoebrata D, wirakusumah F.2016. Obsetri Patologi.
edisi 2. Jakarta : EGC.
41