Jurnal 2

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

DOI: https://doi.org/10.31933/unesrev.v5i4
Diterima: 21/05/2023, Diperbaiki: 12/06/2023, Diterbitkan: 13/07/2023

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EFEKTIVITAS PENANGANAN


KEJAHATAN SIBER TERKAIT PENCURIAN DATA PRIBADI
MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 27 TAHUN 2022 OLEH KOMINFO
Muhammad Yudistira1, Ramadani2
1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, Indonesia
Email: [email protected]
2
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, Indonesia
Email: [email protected]

Corresponding Author: Muhammad Yudistira

ABSTRACT
Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection was passed by the President of
the Republic of Indonesia on October 17, 2022 with the main aim of protecting people's personal
data managed by electronic system operators (PSE), such as the Ministry of Communication and
Information Technology (Kominfo), as well as preventing crimes committed by irresponsible
individuals. The need to address the problem of data leakage is the main focus that must be
addressed immediately with a definite and secure solution. With the enactment of this personal
data protection law, it is expected to be an effective solution in dealing with the problem of
personal data leakage that often occurs in Indonesia. This Personal Data Protection Act was
created with the aim of protecting the privacy rights of individuals. The Academic Paper of the
Personal Data Protection Law explains that "the right to privacy through the protection of
personal data is a key element for individual freedom and dignity". Therefore, this personal data
protection regulation is enacted to safeguard the interests of the public to avoid misuse of their
personal data. The author applies a normative juridical approach method that involves
analyzing each writing, rules, and its application, Kominfo collaborates with the Siberkreasi
movement to provide digital education to the public. The goal is for people to be smarter in
sorting information, not easily influenced by hoaxes, and less dependent on information that
cannot be ascertained. Kominfo continues to collaborate with the police in law enforcement
related to the spread of hoaxes. Cyber security has a very important role in protecting data
security. This is because of the importance of maintaining the information stored and ensuring
the data transmitted remains safe.

Keywords: Law; Personal Data, Protection, Cyber

Page 3802
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi disahkan oleh
Presiden Republik Indonesia pada 17 Oktober 2022 dengan tujuan utama melindungi data
pribadi masyarakat yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE), seperti
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta mencegah kejahatan yang dilakukan
oleh individu yang tidak bertanggung jawab. Kebutuhan untuk mengatasi masalah kebocoran
data menjadi fokus utama yang harus segera diatasi dengan solusi yang pasti dan aman. Dengan
berlakunya undang-undang perlindungan data pribadi ini, diharapkan dapat menjadi solusi
efektif dalam menangani masalah kebocoran data pribadi yang sering terjadi di Indonesia.
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini dibuat dengan tujuan melindungi hak privasi
individu. Naskah Akademik Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjelaskan bahwa
"hak atas privasi melalui perlindungan data pribadi merupakan elemen kunci bagi kebebasan dan
martabat individu". Oleh karena itu, regulasi perlindungan data pribadi ini diberlakukan untuk
menjaga kepentingan masyarakat agar terhindar dari penyalahgunaan data pribadi mereka.
penulis menerapkan metode pendekatan yuridis normatif yang melibatkan analisis terhadap
setiap tulisan, aturan, dan penerapannya, Kominfo bekerja sama dengan gerakan Siberkreasi
untuk memberikan pendidikan digital kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat
menjadi lebih cerdas dalam memilah informasi, tidak mudah terpengaruh oleh hoaks, dan tidak
terlalu bergantung pada informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Kominfo terus
berkolaborasi dengan kepolisian dalam penegakan hukum terkait penyebaran hoaks. Keamanan
siber memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi keamanan data. Hal ini dikarenakan
pentingnya menjaga informasi yang disimpan dan memastikan data yang dikirimkan tetap aman.

Kata Kunci: Hukum; Data Pribadi, Perlindungan, Siber

PENDAHULUAN
Di Indonesia, perkembangan kejahatan di dunia maya telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan, sehingga negara ini sering disebut sebagai negara dengan tingkat kejahatan
internet yang tinggi. Pada tahun 2002, Kepolisian Indonesia berhasil mengungkap 109 kasus
tindak pidana Teknologi Informasi (TI), yang melibatkan 124 tersangka yang merupakan warga
negara Indonesia dan melakukan aksi mereka di berbagai kota di Indonesia. Secara umum,
kejahatan terkait dengan teknologi informasi dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori.
Pertama, kejahatan yang bertujuan merusak atau menyerang sistem atau jaringan komputer.
Kedua, kejahatan yang menggunakan komputer atau internet sebagai alat untuk melakukan
tindakan kejahatan. Ada banyak literatur dan situs yang membahas berbagai jenis kejahatan siber
yang terjadi. Beberapa contoh kejahatan umum yang memanfaatkan teknologi antara lain
penipuan kartu kredit, penipuan di pasar saham, penipuan di sektor perbankan, penyebaran
pornografi anak, perdagangan narkoba, dan terorisme. Sementara itu, kejahatan yang melibatkan
penggunaan teknologi informasi meliputi defacing, cracking, dan phreaking.1

1
ANA MARIA F.PASARIBU, “Kejahatan Siber Sebagai Dampak Negatif Dari Perkembangan Teknologi Dan
Internet Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Persfektif Hukum Pidana,” Journal of Chemical
Information and Modeling 53, no. 9 (2017): 1689–99.

Page 3803
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Di zaman digital yang sekarang, terdapat banyak tindak kejahatan yang menggunakan
data pribadi sebagai alat atau sasaran, sehingga perlindungannya perlu ditingkatkan. Sayangnya,
banyak orang tidak menyadari bahwa informasi pribadi mereka rentan disalahgunakan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Di Indonesia, kurangnya upaya perlindungan data telah
mengakibatkan serangkaian insiden peretasan dan kebocoran data yang meluas. Kejadian-
kejadian semacam ini merupakan bentuk kejahatan di dunia digital, seperti peretasan akun media
sosial dan pencurian identitas, yang memiliki potensi untuk mengakibatkan pelanggaran data
pribadi, pemerasan, dan penipuan online. Kesadaran akan pentingnya regulasi yang mengatur
perlindungan data pribadi secara bertahap mulai diperhatikan oleh pemerintah, yang tercermin
dalam upaya mereka untuk menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 tahun
2022.2
Kesulitan dalam menangani tindak kejahatan cyber dengan mengandalkan hukum positif
konvensional sangatlah besar. Ini disebabkan karena kejahatan tersebut melibatkan lima faktor
yang saling terkait, yaitu pelaku kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial terhadap kejahatan,
dan hukum. Meskipun hukum memiliki peran penting dalam mencegah dan mengatasi kejahatan,
menciptakan peraturan hukum yang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang cepat
bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, seringkali peraturan hukum menjadi usang dengan
cepat saat mengatur bidang yang terus berubah, seperti teknologi informasi, sehingga terjadi
kekosongan hukum. Hal ini tampaknya juga terjadi dalam menghadapi kejahatan di internet atau
cyber crime.3
Indonesia perlu memiliki persiapan yang memadai dalam menghadapi kejahatan siber
(cyber crime). Salah satu persiapan yang penting adalah sumber daya manusia yang kompeten
dan memiliki pengetahuan serta keterampilan dalam bidang keamanan siber. Sumber daya
manusia yang berkualitas dapat menciptakan cara berpikir yang positif terhadap perubahan
lingkungan global, meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan teknologi dan informasi,
serta memahami berbagai dampak yang timbul dalam kehidupan masyarakat terkait dengan
ancaman siber. Selain itu, Indonesia juga perlu memiliki fasilitas produksi pengamanan negara
yang memadai. Fasilitas ini mencakup infrastruktur dan teknologi yang diperlukan untuk
mendeteksi, mencegah, dan menanggulangi serangan siber. Investasi dalam pengembangan
fasilitas produksi pengamanan negara yang mutakhir dan efektif menjadi penting guna
menghadapi ancaman kejahatan siber yang semakin kompleks dan terus berkembang.Dengan
memperkuat sumber daya manusia dan fasilitas produksi pengamanan negara, Indonesia dapat
meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi kejahatan siber. Ini melibatkan pendidikan
dan pelatihan yang memadai untuk tenaga ahli keamanan siber, serta pengembangan dan

2
Albert Lodewyk Sentosa Siahaan, “Urgensi Perlindungan Data Pribadi Di Platform Marketplace Terhadap
Kemajuan Teknologi,” Majalah Hukum Nasional 52, no. 2 (2022): 210–22, https://doi.org/10.33331.
3
ana Maria F.Pasaribu, “Kejahatan Siber Sebagai Dampak Negatif Dari Perkembangan Teknologi Dan Internet Di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Persfektif Hukum Pidana" Journal of Chemical Information and
Modeling 53, no. 9 (2017): 1689-1699.

Page 3804
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

peningkatan infrastruktur teknologi yang dapat mengidentifikasi, melindungi, dan merespons


serangan siber dengan cepat dan efektif.4
Perlindungan hukum terhadap data pribadi merupakan kebutuhan yang penting bagi
setiap individu, dan tanggung jawab untuk melindungi hak-hak dasar tersebut harus diemban
oleh negara sebagai lembaga yang membuat kebijakan. Sebagaimana yang telah ada di undang-
undang no. 27 tahun 2022 yang menimbang :
1. Bahwa pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan
bagian dari pelindungan diri pribadi maka perlu diberikan landasan hukum untuk memberikan
keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
2. Bahwa pelindungan data pribadi ditujukan untuk menjamin hak warga negara atas
pelindungan diri pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan
dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi
3. Bahwa pengaturan data pribadi saat ini terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-
undangan maka untuk meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan pelindungan data pribadi
diperlukan pengaturan mengenai pelindungan data pribadi dalam suatu undang-undang
Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka rumusan
masalah yang dapat diangkat dalam penulisan artikel ini adalah;
1. Bagaimana peran Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mengatasi masalah
kejahatan siber terkait pencurian data pribadi?
2. Bagaiana Kementerian Komunikasi dan Informatik memberikan perlindungan yang memadai
bagi korban kejahatan siber terkait pencurian data pribadi?
3. Apakah UU No. 27 Tahun 2022 sudah memadai dalam memenuhi tuntutan masyarakat dan
perkembangan teknologi informasi terkait penanganan kejahatan siber terkait pencurian data
pribadi?

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menerapkan metode pendekatan yuridis normatif yang
melibatkan analisis terhadap setiap tulisan, aturan, dan penerapannya. Selain itu, penelitian juga
mencakup studi kepustakaan atau literatur yang melibatkan analisis terhadap buku, jurnal, paper,
dan media. Metode pendekatan yuridis normatif adalah suatu pendekatan yang merujuk pada
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan bahan hukum yang relevan yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang
Perlindungan Data Pribadi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peran Kementerian Komunikasi Dan Informatika Dalam Mengatasi Kajahatan Siber
Terakait Pencurian Data Pribadi

4
Ineu Rahmawati, “The Analysis Ofcyber Crime Threat Risk Management To Increase Cyber Defense,” Jurnal
Pertahanan & Bela Negara 7, no. 2 (October 3, 2017): 51–66,.

Page 3805
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Menurut Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, kemajuan teknologi informasi
dapat diamati dari peningkatan penggunaan internet. Meskipun penggunaan internet yang
meningkat dapat memberikan dampak positif, namun dampak negatif yang disebabkan oleh
kemajuan teknologi juga sangat banyak, bahkan seringkali berkaitan dengan tindakan pidana.
Mereka berpendapat bahwa kelahiran kejahatan dunia maya (cyber crime) disebabkan oleh
kurangnya kemampuan atau pengetahuan dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus-
kasus siber.5 Kemajuan yang pesat dalam Teknologi Informasi memungkinkan manusia untuk
tidak hanya melakukan aktivitas di dunia nyata, tetapi juga melakukan aktivitas melalui internet
yang beroperasi secara virtual. Hal ini memungkinkan manusia untuk melakukan aktivitas di
dunia maya atau siber6
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah hampir semua aspek kehidupan. Di
satu sisi, teknologi komputer memberikan keuntungan seperti kesempatan untuk mendapatkan
informasi, pekerjaan, berpartisipasi dalam politik dan kehidupan demokrasi, serta keuntungan
lainnya. Namun, di sisi lain, teknologi ini dapat merusak kehidupan nyata yang telah kita jalani
selama ini dengan segala masalah yang harus dihadapi sebelum kita melangkah lebih jauh ke
dalam dunia maya yang kompleks. Bagi mereka yang memanfaatkan teknologi informasi untuk
bisnis, pelayanan publik, dan hiburan media dengan membangun situs yang dapat diakses oleh
masyarakat, perlu berhati-hati. Tidak semua orang yang mengunjungi dunia maya menikmati
realitas virtual yang ditawarkan oleh situs-situs tersebut. Seperti kehidupan nyata, di dunia
maya juga terdapat kejahatan yang dapat berdampak pada kehidupan nyata
Kejahatan siber menjadi ancaman serius dalam kehidupan manusia, yang menghadirkan
tantangan bagi organisasi pemerintah dalam mengatasi kejahatan yang terjadi dalam lingkungan
teknologi komputer. Dampak buruk dari kejahatan siber ini dirasakan oleh masyarakat secara
luas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang jenis kejahatan yang terjadi di
ruang internet dan kekurangan perlindungan serta keamanan data pribadi yang tidak lagi efektif.
Selama ini, perangkat dan sumber daya tambahan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
kejahatan siber tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih kuat untuk
mengatasi masalah kejahatan siber (cybercrime).
Menteri Komunikasi dan Informatika telah mengumumkan bahwa Undang-Undang
Perlindungan Data Pribadi ini mengatur hak-hak subjek data pribadi, yaitu individu yang
memiliki data pribadi, serta subjek-subjek yang terkait dengan pemrosesan data pribadi seperti
operator dan pengolah data pribadi. Undang-Undang ini juga mencakup pembentukan lembaga
perlindungan data pribadi dan penerapan pembatasan terhadap pemrosesan data. Dalam rangka
penegakan hukum, Undang-Undang ini memberlakukan dua jenis sanksi, yaitu sanksi
administratif dan sanksi pidana, bagi pelanggar. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi ini, diharapkan terbentuk kerangka hukum yang jelas dan kuat dalam menangani

5
Sahat Maruli T. Situmeang, Cyber Law,(Bandung : penerbit Cakra, 2020), h. 28.
6
danrivanto budhijanto, Cyberlaw Dan Revolusi Industri 4.0 – Literasi Digital, (Bandung : Logoz Publishing
2019),h 26.

Page 3806
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

kasus kebocoran data pribadi, serta memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggar. Tujuan
utamanya adalah meningkatkan keamanan dan perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia.7
Keamanan siber memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi keamanan data.
Hal ini dikarenakan pentingnya menjaga informasi yang disimpan dan memastikan data yang
dikirimkan tetap aman. Keamanan siber bertujuan untuk melindungi infrastruktur digital dari
ancaman siber. Ini melibatkan perlindungan ganda terhadap catatan dan struktur data dari akses
yang tidak sah melalui prinsip-prinsip kerahasiaan, integritas, otentikasi, non-penolakan, dan
ketersediaan. Dengan adanya keamanan siber yang baik, kita dapat terhindar dari serangan siber
yang berpotensi merugikan. Pendekatan yang dilakukan mencakup kombinasi kemampuan
keamanan, deteksi, dan respons untuk menyediakan sistem yang terlindungi dan mampu
merespons kejadian-kejadian yang mungkin terjadi.
Tantangan lain dalam penyempurnaan kebijakan keamanan siber adalah sifat ancaman
siber yang multidimensi. Hal ini mengakibatkan penanggulangannya tidak hanya menjadi
tanggung jawab TNI atau Polri, tetapi melibatkan berbagai kementerian seperti Kementerian
Pertahanan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurut Sjafrie Sjamsoeddin,
ancaman siber termasuk dalam kategori ancaman asimetris yang membutuhkan pendekatan yang
komprehensif. Karena sifat multidimensinya, keamanan siber melibatkan tidak hanya satu
departemen, tetapi juga berbagai departemen lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan
keamanan siber atau pertahanan siber, yang dalam pelaksanaannya memerlukan kerangka
koordinasi yang baik.8
Tingginya jumlah kasus kebocoran data pribadi di Indonesia menunjukkan adanya
kekosongan hukum dalam penanganan kasus-kasus semacam itu. Sebelumnya, perlindungan data
tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan tanpa adanya regulasi khusus yang
mengaturnya. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Setelah menunggu sejak tahun 2019, RUU
Perlindungan Data Pribadi akhirnya disetujui dan dijalankan sebagai Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Undang-Undang ini bertujuan untuk mendukung
hak individu dalam melindungi data pribadi, meningkatkan kesadaran akan perlindungan data
pribadi, serta menjamin dukungan dan penghormatan terhadap perlindungan data pribadi.
Sanksi merupakan konsekuensi yang diberikan sebagai akibat dari pelanggaran peraturan
atau norma yang berlaku. Sanksi tersebut digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mendorong
kepatuhan terhadap peraturan dan mengurangi kerugian akibat pelanggaran. Konsep sanksi
administratif tidak secara jelas didefinisikan dalam undang-undang, sehingga terdapat berbagai
pengertian yang berbeda-beda. Namun, secara umum, sanksi administratif dianggap sebagai
akibat negatif dari pelanggaran tugas administratif dan bertujuan untuk menegakkan kepatuhan
terhadap hukum.Penerapan sanksi administratif tidak terlepas dari prosedur umum untuk
mengembalikan ketertiban, menjamin kepastian hukum, dan melindungi setiap individu.

7
regina Ukurta, “Sanksi Administratif Dan Pidana Pasca Disahkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022
Tentang Perlindungan Data Pribadi,” Jurnal Kertha Desa 11, no. 4 (2022).
8
Febyola Indah, Arista Sidabutar, and Nurul Annisa, “Peran Cyber Security Terhadap Keamanan Data Penduduk
Negara Indonesia ( Studi Kasus : Hacker Bjorka ),” Jurnal Bidang Penelitian Informatika 1, no. 1 (2022).

Page 3807
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Terdapat beberapa tujuan dari penerapan sanksi administratif dalam undang-undang. Pertama,
sebagai upaya penegakan hukum untuk menindak pelanggaran norma peraturan perundang-
undangan. Kedua, sanksi administratif digunakan untuk menghukum pelanggar dan memberikan
efek jera agar tidak mengulangi pelanggaran di masa mendatang. Ketiga, sanksi administratif
juga berfungsi sebagai langkah preventif untuk mencegah orang lain melakukan pelanggaran
hukum. Sanksi administratif dalam konteks hukum administrasi diatur dalam Bab VIII pasal 57,
yang mengatur pelaksanaan otoritas pemerintah dan wewenang. Pasal tersebut memberikan dasar
hukum untuk memberlakukan sanksi administratif sebagai bentuk penegakan hukum dalam
ranah administrasi.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi telah
disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada 17 Oktober 2022 dengan tujuan melindungi
data pribadi masyarakat yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik (PSE) yaitu kominfo
dan mencegah penyalahgunaan oleh individu yang tidak bertanggung jawab. Pentingnya
menangani masalah kebocoran data harus menjadi fokus utama dan segera ditemukan solusi
yang pasti dan aman. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dan internet yang terus
berkembang dan selalu menyertai adanya kejahatan di dalamnya. Perlindungan data menjadi
kebutuhan masyarakat untuk menciptakan keamanan dalam berinteraksi dengan teknologi dan
internet. Kejahatan siber memiliki dampak yang signifikan terhadap individu, kelompok, dan
negara. Kerugian tersebut dapat mencakup bidang ekonomi, perbankan, politik, bahkan
keamanan nasional.
Dengan berlakunya undang-undang perlindungan data pribadi ini, diharapkan dapat
menjadi solusi yang efektif dalam menangani permasalahan kebocoran data pribadi yang sering
terjadi di Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dibuat dengan maksud untuk
melindungi hak privasi individu. Dalam Naskah Akademik Undang-Undang Perlindungan Data
Pribadi, dijelaskan bahwa "hak atas privasi melalui perlindungan data pribadi merupakan
elemen kunci bagi kebebasan dan martabat individu". Oleh karena itu, tujuan dari pengesahan
Regulasi perlindungan data pribadi ini untuk menjaga kepentingan masyarakat agar terhindar
dari penyalahgunaan data pribadi mereka..9
Menurut laporan dari perusahaan keamanan siber Surfshark, sekitar 1,04 juta akun
pengguna di Indonesia mengalami kebocoran data selama kuartal II 2022. Angka ini mengalami
peningkatan signifikan sebesar 143% dibandingkan dengan kuartal I 2022, yang hanya mencapai
430,1 ribu akun. Surfshark juga mencatat bahwa setiap menitnya, terdapat tiga akun yang
mengalami kebocoran data di Indonesia pada periode Januari–Maret 2022. Jumlah ini meningkat
menjadi delapan akun per menit pada periode April–Juni 2022. Jika melihat tren yang ada,
jumlah akun yang mengalami kebocoran data di Indonesia sejak kuartal I 2020 cenderung
fluktuatif. Puncaknya terjadi pada kuartal II 2020, dengan 39,6 juta akun yang berhasil diretas
oleh para hacker. Kemudian, jumlah akun yang mengalami kebocoran data mengalami
penurunan menjadi 669,4 ribu pada kuartal II 2021, namun kembali meningkat pada kuartal III
9
Riyadi and Toto Tohir Suriaatmadja, “Perlindungan Hukum Atas Kebocoran Data Pribadi Konsumen PT PLN
Dihubungkan Dengan Hak Atas Keamanan Pribadi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang
Perlindungan Data Pribadi". Bandung Conference Series: Law Studies 3, no.1 (2023) 227-231

Page 3808
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

2021. Pada akhir tahun 2021 hingga tiga bulan pertama tahun 2022, terjadi penurunan kasus
kebocoran data di Indonesia. Namun, pada kuartal II 2022, jumlah kasus kembali meningkat,
seperti yang terlihat pada grafik. Secara global, sejak awal tahun 2020, sekitar 2,3 miliar akun
telah mengalami kebocoran data. Bahkan, jumlahnya mencapai 5,1 miliar akun yang telah
dilanggar sejak tahun 2004.10

Perlindungan bagi korban pencurian data pribadi


Kominfo bekerja sama dengan gerakan Siberkreasi untuk memberikan pendidikan digital
kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat menjadi lebih cerdas dalam memilah
informasi, tidak mudah percaya pada hoaks, dan tidak terlalu bergantung pada informasi yang
belum dapat dipastikan kebenarannya. Kominfo terus berkolaborasi dengan kepolisian dalam
penegakan hukum terkait hoaks. Namun, Indonesia masih kurang sadar dan peduli terhadap
keamanan dan perlindungan data pribadi, Seperti yang telah diterapkan oleh negara-negara
seperti Australia dan Singapura, kehadiran regulasi yang kuat sangat penting sebagai kerangka
hukum untuk mengatur perlindungan data pribadi dan aktivitas perusahaan yang berbasis
internet.11
Salah satu tindakan yang diambil pemerintah dalam menanggulangi dan mencegah
kebocoran data pribadi masyarakat adalah melalui penerapan Konsep Indonesian Data
Protection System (IDPS). IDPS merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk meminimalisasi
kejahatan siber terutama dalam penyalahgunaan data dan informasi pribadi. IDPS digunakan
untuk mengamankan data pribadi seseorang pada pusat data atau pusat pengumpulan data. Selain
itu, IDPS juga bertujuan memastikan pengelolaan data dan informasi pribadi yang tepat melalui
koordinasi yang ada dalam sistem ini. IDPS secara administratif terhubung dengan Kementerian
komunikasi dan Informatika (Kominfo). IDPS memiliki dua elemen penting, yaitu pusat data
atau otoritas data dan petugas data. Fungsi pusat data atau otoritas data adalah mengumpulkan
dan melindungi semua data dan informasi pribadi yang dimasukkan oleh petugas data. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan koordinasi terkait data dan informasi pribadi yang dimiliki oleh
seseorang.12
Di Indonesia, terjadi kasus baru-baru ini terkait kebocoran data pribadi pada perusahaan
plat merah seperti PT PLN dan Indihome (Telkom). Diduga PT PLN telah mengalami kebocoran
data pribadi sebanyak 17 juta konsumennya yang kemudian diungkapkan oleh seorang peretas
melalui media sosial miliknya. Pelaku juga menawarkan berbagai jenis data pelanggan, seperti
ID lapangan, ID pelanggan, nama konsumen, alamat, tipe energi, nomor meter, dan besaran
KWh. Selanjutnya, sebanyak 26 juta data pribadi konsumen Indihome juga telah bocor dan dijual
di forum peretas.. Akibat kebocoran data pribadi konsumen di PT PLN, muncul pertanyaan
10
“Kasus Kebocoran Data Di Indonesia Melonjak 143% Pada Kuartal II 2022,” accessed June 9, 2023,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/09/kasus-kebocoran-data-di-indonesia-melonjak-143-pada-
kuartal-ii-2022.
11
Adnan Madjid Wildan Akbar Hashemi Rafsanjani, Syaiful Anwar, “Strategy Ministry Of Communication And
Information For Help In,” Jurnal Damai Dan Resolusi Konflik 6, no. 2 (2020): 233–50.
12
Aryo Fadlian Akbari Amarul Zaman, Jumadi Anwar, “Pertanggung Jawaban Pidana Kebocoran Data Bpjs Dalam
Perspektif Uu Ite,” De Juncto Delictio 1, no. 2 (2008): 146–57.

Page 3809
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

tentang keamanan data pribadi konsumen yang telah terkumpul. Apakah data pribadi konsumen
tersebut benar-benar aman atau justru berada dalam posisi rentan untuk diretas.13
Ancaman penyalahgunaan data pribadi di Indonesia semakin meningkat, terutama sejak
diluncurkannya program KTP elektronik (e-KTP) oleh pemerintah. Program ini pertama kali
diperkenalkan pada awal tahun 2011 sebagai bagian dari implementasi Nomor Induk
Kependudukan (NIK). Tujuan dari program ini adalah menciptakan identitas tunggal bagi setiap
penduduk, yang berlaku seumur hidup, dengan satu kartu untuk setiap individu yang
mencantumkan NIK. Dalam pelaksanaan program e-KTP, pemerintah melakukan perekaman
data pribadi penduduk, termasuk identitas dan ciri-ciri fisik mereka. Perekaman ciri-ciri fisik
dilakukan melalui pemindaian sidik jari dan retina mata, yang nantinya akan digunakan untuk
validasi biometrik pemegang KTP. Menurut informasi dari Kementerian Dalam Negeri, data
yang terekam kemudian dienkripsi menggunakan algoritma kriptografi tertentu sebelum
disimpan dalam chip di dalam e-KTP. Namun, kekhawatiran muncul terkait potensi
penyalahgunaan data pribadi yang tercatat dalam e-KTP jika keamanannya tidak memadai. Data
pribadi yang tersimpan dalam e-KTP bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab jika mekanisme keamanannya tidak kuat atau rentan terhadap serangan atau
pencurian data. Penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan keamanan yang
ketat dalam pengelolaan dan pengamanan data pribadi yang terekam dalam e-KTP untuk
melindungi privasi dan mencegah penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak berwenang.14
Pada bulan Januari 2022, beberapa insiden kebocoran data menjadi perhatian publik.
Salah satunya adalah insiden kebocoran data di Bank Indonesia yang telah dikonfirmasi oleh
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Kejadian ini melibatkan 16 komputer di Kantor Cabang
Bank Indonesia di Bengkulu yang mengalami kebocoran data. Pada bulan yang sama, terjadi
juga kebocoran data terhadap calon pelamar kerja di PT Pertamina Training and Consulting
(PTC). yang merupakan anak perusahaan dari Pertamina. Data yang terungkap meliputi
informasi pribadi dari pelamar, seperti nama lengkap, nomor telepon, alamat rumah, tanggal dan
tempat lahir, ijazah, kartu BPJS, transkrip akademik, dan curriculum vitae. Selanjutnya, ada juga
kasus kebocoran data pribadi yang dilakukan oleh seorang peretas yang dikenal sebagai Hacker
Bjorka. Bjorka melakukan serangan terhadap data dan situs resmi yang dimiliki oleh Pemerintah,
serta melakukan tindakan doxing terhadap beberapa pejabat negara, termasuk Menteri
Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan Menteri
BUMN Erick Thohir. Tindakan ini mengungkapkan informasi pribadi pejabat negara tersebut
secara tidak sah dan melanggar privasi mereka.15

13
Gillang Achmad Riyadi and Toto Tohir Suriaatmadja, “Perlindungan Hukum Atas Kebocoran Data Pribadi
Konsumen PT PLN Dihubungkan Dengan Hak Atas Keamanan Pribadi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi,” Bandung Conference Series: Law Studies 3, no. 1 (2023): 227–
231,
14
Mexsasai Indra Emilda Firdausa, “Tanggung Jawab Negara Terhadap Perlindungan Data Pribadi Di Indonesia
Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia” IX, no. 2 (2016): 1–23.
15
Elfian Fauzi and Alif Radika, “Hak Atas Privasi Dan Politik Hukum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022
Tentang Pelindungan Data Pribadi,” Lex Renaissanee 7, no. 3 (2022): 445–461.

Page 3810
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Urgensi Undang-Undang No 27 Tahun 2022 Dalam Memenuhi Tuntutan Masyarakat


Dalam Perkembangan Teknnologi Dan Pencurian Data Pribadi
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, Undang-Undang Perlindungan Data
Pribadi (UU PDP) akan membuka era baru dalam pengelolaan data pribadi di era digital
Indonesia. UU ini secara substansial terdiri dari 18 bab dan 78 pasal yang mengatur berbagai
aspek, termasuk transfer data pribadi, sanksi administratif, lembaga penegak hukum, kerjasama
internasional, partisipasi masyarakat, penyelesaian sengketa, hukum acara, larangan penggunaan
data pribadi, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan dan penutup.
Perlindungan data pribadi tidak dapat dipisahkan dari perlindungan hak asasi manusia
yang mendasar. Dalam konteks perkembangan teknologi informasi dan ekonomi digital yang
pesat di Indonesia, terdapat berbagai dampak negatif, termasuk ancaman terhadap hak privasi
dan data pribadi individu. Beberapa negara telah mengakui perlindungan data sebagai hak
konstitusional atau melalui konsep habeas data, yang memberikan seseorang hak untuk
melindungi dan membenarkan data pribadinya ketika terjadi kesalahan. Hak atas perlindungan
data pribadi bukan hanya penting, tetapi juga merupakan elemen kunci dalam menjaga harga diri
dan kebebasan individu. Dengan perlindungan data yang efektif, hal ini dapat menjadi pendorong
kuat bagi terwujudnya kebebasan politik, spiritual, dan keagamaan.
Berdasarkan peristiwa kegagalan perlindungan data pribadi yang telah terjadi, seringkali
pengendali data pribadi baru mengetahui tentang adanya tindakan yang tidak sah atau melawan
hukum terhadap data pribadi setelah tindakan tersebut terjadi atau setelah berita tentang peristiwa
tersebut menjadi terkenal. Hal ini menyebabkan kurangnya tindakan yang optimal dilakukan oleh
pengendali data pribadi.Tidak jarang pula terjadi bahwa pengendali data pribadi menyangkal
adanya tindakan yang tidak sah atau melawan hukum terhadap data yang mereka kendalikan,
meskipun ada bukti publik yang menunjukkan bahwa data pribadi telah diambil secara tidak sah
atau melawan hukum oleh pihak peretas. Kondisi seperti ini membuat pengendali data pribadi
tidak memiliki banyak pilihan untuk bertindak guna menyelamatkan data pribadi atau menjaga
reputasi keamanan sistem perlindungan data yang mereka miliki.16
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa konsultan teknologi
strategi siber dan privasi data, dapat disimpulkan bahwa perlindungan data pribadi dianggap
penting dan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, diperlukan
perlindungan dan kepastian hukum yang jelas terkait hal ini. Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang disahkan pada Oktober 2022, merupakan langkah
awal yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum terkait data pribadi. Undang-Undang tersebut secara tidak langsung juga melindungi
warga negara Indonesia dari penggunaan data pribadi yang tidak sah, yang dapat menyebabkan
kerugian finansial dan merusak reputasi. Sebelum disahkan Undang-Undang Perlindungan Data
Pribadi, Indonesia telah memiliki sejumlah peraturan sektoral yang mengatur perlindungan data
pribadi. Misalnya, dalam sektor perbankan dan telekomunikasi, terdapat Undang-Undang

16
M Rafifnafia Hertianto, “Sistem Penegakan Hukum Terhadap Kegagalan Dalam Perlindungan Data Pribadi Di
Indonesia,” Kertha Patrika 43, no. 1 (2021): 93,

Page 3811
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang
Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem
Elektronik..17
implementasi pengamanan data dan keamanan siber, narasumber menjelaskan bahwa
setiap sektor memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda, serta perhatian yang berbeda
terhadap area tersebut. Sebagai konsultan, narasumber menyarankan agar organisasi yang
menjadi pengendali atau prosesor data pribadi melakukan penilaian kesenjangan (gap
assessment) guna memahami kondisi dan posisi keamanan yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Setelah itu, organisasi dapat merancang sebuah roadmap implementasi perlindungan data
pribadi.Roadmap tersebut dapat mencakup langkah-langkah seperti penerapan consent
management (pengelolaan persetujuan), praktik records of processing activities (ROPA) untuk
mencatat aktivitas pemrosesan data pribadi, praktik data protection impact assessment (DPIA)
untuk menilai dampak privasi, pembuatan privacy notice atau privacy policy, serta penunjukan
data protection officer (DPO) atau pejabat perlindungan data pribadi. Roadmap ini biasanya
dirancang untuk periode 2 hingga 5 tahun, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
organisasi. Selain itu, narasumber juga menjelaskan bahwa penting bagi organisasi untuk terus
memantau perkembangan regulasi dan standar keamanan data pribadi, serta melibatkan semua
pihak terkait, termasuk pimpinan organisasi, departemen teknologi informasi, keuangan, dan
hukum. Melalui kerja sama dan kolaborasi antar departemen, organisasi dapat menciptakan
lingkungan yang aman dan mematuhi aturan yang berlaku dalam perlindungan data pribadi.
Narasumber juga menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan kepada karyawan mengenai
kesadaran privasi dan keamanan siber. Hal ini dapat membantu meningkatkan pemahaman
mereka tentang praktik yang benar dalam pengelolaan dan perlindungan data pribadi.
Kesimpulannya, implementasi pengamanan data dan keamanan siber perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan tujuan setiap sektor. Roadmap implementasi yang jelas dan melibatkan semua
pihak terkait, serta pendidikan dan pelatihan kepada karyawan, merupakan langkah penting
dalam menjaga keamanan dan perlindungan data pribadi.
Perlindungan data pribadi sebagai bagian dari perlindungan diri pribadi Pasal 28G ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap
orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
yang di dalamnya termasuk hak atas kepastian dan pengendalian atas data pribadi yang
dimilikinya. undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi
merupakan undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan data pribadi di Indonesia.
Undang-undang ini memberikan perlindungan dan mengatur hak subjek data pribadi, termasuk
hak untuk mendapatkan informasi tentang identitas yang jelas, dasar hukum kepentingan, tujuan
permintaan dan penggunaan data pribadi, serta akuntabilitas pihak yang meminta data pribadi.
Selain itu, undang-undang ini juga memberikan hak kepada subjek data pribadi untuk

17
Joko Widarto Cindy Vania, Markoni, Horadin Saragih, “Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Data Pribadi
Dari Aspek Pengamanan Data Dan Keamanan Siber,” Jurnal Multidisiplin Indonesia 2, no. 3 (2023): 654–666.

Page 3812
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

mengakhiri pemrosesan, menghapus, atau memusnahkan data pribadi tentang dirinya. Subjek
data pribadi juga memiliki hak untuk mengajukan gugatan dan menerima ganti rugi atas
pelanggaran pemrosesan data pribadi yang dilakukan terhadapnya.Undang-undang ini juga
mendorong pencegahan kejahatan dengan melihat akar masalah kejahatan tersebut. Metode yang
digunakan dalam upaya pencegahan kejahatan tersebut bersifat nonpenal, yang berarti tidak
melibatkan sanksi pidana. Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya pelanggaran
pemrosesan data pribadi dan melindungi hak-hak subjek data pribadi. Dengan adanya Undang-
Undang Perlindungan Data Pribadi, pemerintah Indonesia berusaha memberikan perlindungan
dan kepastian hukum bagi subjek data pribadi, serta mencegah terjadinya kejahatan dalam
pengelolaan data pribadi dengan mengatasi akar masalah kejahatan tersebut.
Untuk memastikan perlindungan data pribadi yang efektif, sangat penting untuk
menetapkan hak-hak dan kewajiban yang jelas bagi badan hukum yang mengelola data tersebut
melalui undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Pemrosesan data pribadi harus dilakukan
secara terbatas dan spesifik, berdasarkan dasar hukum yang sah, dan transparan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Hal ini harus memastikan bahwa hak-hak subjek data pribadi dihormati
secara akurat, dengan menggunakan program mutakhir yang dapat dipertanggungjawabkan,
dengan tujuan melindungi keamanan data pribadi. Setelah masa retensi atau masa pemrosesan
data berakhir, data pribadi harus dihapus atau dimusnahkan, baik dalam bentuk elektronik
maupun non-elektronik. Namun, terdapat pengecualian berdasarkan peraturan khusus yang diatur
oleh instansi pengawas dan pengatur sektor terkait, yang mungkin mempengaruhi penghapusan
data pribadi sesuai dengan permintaan subjek data pribadi. Salah satu upaya untuk
memaksimalkan perlindungan data pribadi adalah melalui penggunaan alat pemrosesan data
dalam fasilitas publik, seperti keamanan, pencegahan bencana, pengelolaan lalu lintas, dan
analisis lalu lintas. Informasi tentang lokasi pemasangan alat pemroses atau pengolah data harus
disediakan kepada publik. Manajer data pribadi, melalui asosiasi mereka, dapat menetapkan kode
etik dalam pengelolaan data pribadi, baik secara inisiatif asosiasi maupun atas permintaan
lembaga terkait. Dengan mengatur hak-hak dan kewajiban yang jelas, memastikan pemrosesan
data yang sesuai, dan mengambil langkah-langkah perlindungan yang diperlukan, diharapkan
bahwa perlindungan data pribadi dapat terjamin dengan baik..18

KESIMPULAN
Keamanan siber memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi keamanan data.
Hal ini dikarenakan pentingnya menjaga informasi yang disimpan dan memastikan data yang
dikirimkan tetap aman. Keamanan siber bertujuan untuk melindungi infrastruktur digital dari
ancaman siber. Ini melibatkan perlindungan ganda terhadap catatan dan struktur data dari akses
yang tidak sah melalui prinsip-prinsip kerahasiaan, integritas, otentikasi, non-penolakan, dan
ketersediaan. Dengan adanya keamanan siber yang baik, Anda dapat terhindar dari serangan
siber yang berpotensi merugikan

Wiwin Yulianingsih Yuly Sari kartika, “KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMALSUAN IDENTITAS
18

DATA DIRI DALAM SITUS BANTUAN KARTU PRAKERJA Oleh:,” Jurnal Rectum 5, no. 2 (2023): 1–15.

Page 3813
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

Menteri Komunikasi dan Informasi telah mengumumkan bahwa Undang-Undang ini


mengatur hak subyek data pribadi, yaitu individu yang memiliki data pribadi, serta subjek yang
terkait dengan pemrosesan data pribadi, operator dan pengolah data pribadi, pembentukan
lembaga perlindungan data pribadi, dan penerapan pembatasan. Undang-Undang ini juga
memberlakukan dua jenis sanksi bagi pelanggar, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana.
Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini, diharapkan akan tercipta
kerangka hukum yang jelas dan kuat dalam menangani kasus kebocoran data pribadi, serta
memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keamanan
dan perlindungan terhadap data pribadi di Indonesia
Kominfo bekerja sama dengan gerakan Siberkreasi untuk memberikan pendidikan digital
kepada masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat menjadi lebih cerdas dalam memilah
informasi, tidak mudah percaya pada hoaks, dan tidak terlalu bergantung pada informasi yang
belum dapat dipastikan kebenarannya. Ketiga, Kominfo terus berkolaborasi dengan kepolisian
dalam penegakan hukum terkait hoaks. Namun, Indonesia masih kurang sadar dan peduli
terhadap keamanan dan perlindungan data pribadi, seperti yang telah dilakukan oleh negara-
negara seperti Australia dan Singapura
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, Undang-Undang Perlindungan Data
Pribadi (UU PDP) akan membuka era baru dalam pengelolaan data pribadi di era digital
Indonesia. UU ini secara substansial terdiri dari 18 bab dan 78 pasal yang mengatur berbagai
aspek, termasuk transfer data pribadi, sanksi administratif, lembaga penegak hukum, kerjasama
internasional, partisipasi masyarakat, penyelesaian sengketa, hukum acara, larangan penggunaan
data pribadi, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan dan penutup.

DAFTAR PUSTAKA
Akbari Amarul Zaman, Jumadi Anwar, Aryo Fadlian. “PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA
KEBOCORAN DATA BPJS DALAM PERSPEKTIF UU ITE.” De Juncto Delictio 1, no.
2 (2008): 146–57.
Albert Lodewyk Sentosa Siahaan. “URGENSI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI
PLATFORM MARKETPLACE TERHADAP KEMAJUAN TEKNOLOGI.” Majalah
Hukum Nasional 52, no. 2 (2022): 210–22. https://doi.org/10.33331.
ANA MARIA F.PASARIBU. “Kejahatan Siber Sebagai Dampak Negatif Dari Perkembangan
Teknologi Dan Internet Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016
Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi
Elektronik Dan Persfektif Hukum Pidana.” Journal of Chemical Information and Modeling
53, no. 9 (2017): 1689–99.
Cindy Vania, Markoni, Horadin Saragih, Joko Widarto. “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DARI ASPEK PENGAMANAN DATA DAN
KEAMANAN SIBER.” Jurnal Multidisiplin Indonesia 2, no. 3 (2023): 654–66.
https://doi.org/10.58344/jmi.v2i3.157.
danrivanto budhijanto. Cyberlaw Dan Revolusi Industri 4.0, 2019.
http://literasidigital.id/books/cyberlaw-dan-revolusi-industri-4-0/.
Emilda Firdausa, Mexsasai Indra. “TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HAK

Page 3814
E-ISSN: 2622-7045, P-ISSN: 2654-3605 Volume 5, Issue 4, Juni 2023

ASASI MANUSIA” IX, no. 2 (2016): 1–23.


Fauzi, Elfian, and Alif Radika. “Hak Atas Privasi Dan Politik Hukum Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi.” Lex Renaissanee 7, no. 3 (2022): 445–
61.
Hertianto, M Rafifnafia. “Sistem Penegakan Hukum Terhadap Kegagalan Dalam Perlindungan
Data Pribadi Di Indonesia.” Kertha Patrika 43, no. 1 (2021): 93.
https://doi.org/10.24843/kp.2021.v43.i01.p07.
Indah, Febyola, Arista Sidabutar, and Nurul Annisa. “Peran Cyber Security Terhadap Keamanan
Data Penduduk Negara Indonesia ( Studi Kasus : Hacker Bjorka ).” Jurnal Bidang
Penelitian Informatika 1, no. 1 (2022).
“Kasus Kebocoran Data Di Indonesia Melonjak 143% Pada Kuartal II 2022.” Accessed June 9,
2023. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/09/kasus-kebocoran-data-di-
indonesia-melonjak-143-pada-kuartal-ii-2022.
Rahmawati, Ineu. “THE ANALYSIS OFCYBER CRIME THREAT RISK MANAGEMENT TO
INCREASE CYBER DEFENSE.” Jurnal Pertahanan & Bela Negara 7, no. 2 (October 3,
2017): 51–66. https://doi.org/10.33172/jpbh.v7i2.193.
Riyadi, Gillang Achmad, and Toto Tohir Suriaatmadja. “Perlindungan Hukum Atas Kebocoran
Data Pribadi Konsumen PT PLN Dihubungkan Dengan Hak Atas Keamanan Pribadi
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data
Pribadi.” Bandung Conference Series: Law Studies 3, no. 1 (2023): 227–31.
https://doi.org/10.29313/bcsls.v3i1.4945.
Sahat Maruli T. Situmeang. Cyber Law. Cv. Cakra, 2020.
https://doi.org/10.1016/j.clsr.2006.10.006.
Ukurta, Regina. “SANKSI ADMINISTRATIF DAN PIDANA PASCA DISAHKANNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2022 TENTANG PERLINDUNGAN DATA
PRIBADI.” Jurnal Kertha Desa 11, no. 4 (2022).
Wildan Akbar Hashemi Rafsanjani, Syaiful Anwar, Adnan Madjid. “STRATEGY MINISTRY
OF COMMUNICATION AND INFORMATION FOR HELP IN.” Jurnal Damai Dan
Resolusi Konflik 6, no. 2 (2020): 233–50.
Yuly Sari kartika, Wiwin Yulianingsih. “KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA PEMALSUAN
IDENTITAS DATA DIRI DALAM SITUS BANTUAN KARTU PRAKERJA Oleh:”
Jurnal Rectum 5, no. 2 (2023): 1–15.

Page 3815

You might also like