4 PB
4 PB
4 PB
Abstract: Providing drug information is very important to be conducted by pharmacists for patients who redeem drugs at
their pharmacy, especially patients who fall into the priority category for counseling such as patients undergoing diabetes
mellitus treatment. This study aimed to create a profile of drug / counseling information given by pharmacies in the South
Tangerang area to patients with prescription of antidiabetic drugs. This was a descriptive cross sectional study. Data were
collected by the simulation patient method played by 6 senior undergraduate pharmacy students. Simple random sampling
was used in taking 100 pharmacies from the population of pharmacies registered at the city health office. The scenario was
in the form of a new prescription contained of 5 mg of glibenclamide without repetition which was intended for family
member of the simulated patient. To identify officers who provided drug information, simulation patients asked confirmation
questions to ascertain whether they were pharmacists or not. The results showed that as many as 85% of staff who provided
drug information to simulated patients were non-pharmacists. The most commonly given information by the pharmacist was
the frequency of drug use followed by the time of use and the purpose of use (indications) which were 100%, 90.91% and
54.55%, respectively. While the information items provided by non-pharmacists were the frequency of drug use followed by
the intended use and time of use associated with meal times which were 83.72%, 61.63% and 40.70% respectively. It can be
concluded that more the drug information provided to patients is carried out by unappropriate professionals namely non-
pharmacists. Drug information delivered to patients both by pharmacists and by non-pharmacists is not maximally done. The
role of pharmacists in providing drug information to DM patients needs to be increased.
Keywords: Diabetes mellitus, drug information, patient simulation, pharmacist, South Tangerang
Abstrak: Pemberian informasi obat merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh apoteker tehadap pasien yang
menebus obat di apotek terutama pasien yang masuk kedalam kategori prioritas untuk diberikan konseling seperti pasien
yang sedang menjalani pengobatan diabetes melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan profil pemberian
informasi obat/konseling oleh petugas apotek di wilayah Tangerang Selatan terhadap pasien dengan resep obat antidiabetes.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif. Data dikumpulkan dengan metode pasien simulasi yang
diperankan oleh 6 orang mahasiswa S1 farmasi senior. Sampel berupa 97 apotek yang diambil secara acak sederhana dari
populasi apotek yang terdaftar di dinas kesehatan kota. Skenario berupa resep baru yang bertuliskan obat glibenklamid 5 mg
tanpa pengulangan yang diperuntukkan untuk anggota keluar pasien simulasi. Untuk mengidentifikasi petugas yang
memberikan informasi obat, pasien simulasi mengajukan pertanyan konfirmasi untuk memastikan apakah mereka adalah
apoteker atau bukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 85% petugas yang memberikan informasi obat kepada
pasien simulasi adalah non apoteker. Butir informasi yang paling banyak diberikan oleh apoteker secara berurutan adalah
frekuensi penggunaan diikuti oleh waktu penggunaan dan tujuan penggunaan (indikasi) yang masing-masing sebesar 100%,
90,91% dan 54,55%. Sedangkan butir informasi yang diberikan oleh non apoteker adalah frekuensi penggunaan diikuti oleh
tujuan penggunaan dan waktu penggunaan yang dikaitkan dengan waktu makan yakni masing-masing sebesar 83,72%,
61,63% dan 40,70%. Dapat disimpulkan bahwa informasi obat yang diberikan kepada pasien lebih banyak dilakukan oleh
profesional yang tidak tepat yakni non-apoteker. Informasi obat yang disampaikan kepada pasien baik oleh apoteker maupun
oleh non apoteker belum maksimal dilakukan. Peran apoteker dalam pemberian informasi obat kepada pasien DM perlu
ditingkatkan.
Kata kunci: Apoteker, Diabetes Melitus, Informasi Obat, Simulasi Pasien, Tangerang Selatan
44 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal, 2020, Vol. 2(1) Suryani et al.
profesionalnya. Apoteker memiliki tugas utama dilakukan di apotek Bandar Lampung. Penelitian
memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien yang tersebut melaporkan bahwa hanya terdapat tiga
mengandung maksud bahwa apoteker dapat komponen (butir) informasi obat yang disampaikan oleh
memberikan pelayanan langsung dan bertanggung jawab petugas apotek kepada pasien yakni nama obat, dosis,
kepada pasien guna membantu pasien mendapatkan indikasi/ cara pakai (Yulyuswarni, 2017).
manfaat terbaik dari pengobatan yang sedang mereka
Penyampaian butir-butir informasi obat hendaknya
jalani. Pemberian informasi obat baik dalam bentuk
dijadikan prosedur operasional standar/ Standard
kegiatan edukasi maupun konseling merupakan
Operational Procedure (SOP) di apotek di dalam
penerapan dari pelayanan langsung dan bertanggung
memberikan pelayanan obat kepada pasien. Informasi
jawab tersebut dan merupakan salah satu inti dari
obat sangat penting bagi pasien karena dapat membantu
pelaksanaan profesionalitas profesi (Ghaibi, Ipema and
mereka dalam mengetahui dan memahami pengobatan.
Gabay, 2015; Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Beberapa penelitian telah melaporkan masih rendahnya
pengetahuan pasien DM terhadap pengobatan mereka
(Faria et al., 2009; Rachma Pramestutie, 2016; Moosa et
al., 2019). Dari tabel 1 juga dapat dilihat bahwa
persentase apoteker yang menyampaikan butir-butir
informasi obat lebih besar jika dibandingkan dengan non
apoteker. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
informasi obat akan lebih maksimal jika dilakukan oleh
apoteker. Hanya butir tujuan penggunaan obat saja
Gambar 1. Petugas apotek yang memberikan informasi obat ke secara persentase lebih sering disampaikan oleh non
pasien simulasi
apoteker dibandingkan apoteker.
pasien butuhkan. Butir-butir informasi obat dan ataupun sebaliknya, mereka akan membiarkan saja salah
informasi terkait pengobatan lainya yang sedapat satu dosis terlewat padahal mereka masih bisa
mungkin disampaikan oleh apoteker kepada pasien menggunakan obat tersebut. Efek samping yang
termasuk pasien DM tersaji dalam tabel 2 (American peluangnya lebih besar terjadi, perlu diinformasikan
Society of Health-System Pharmacist, 2011). Jika kepada pasien guna meningkatkan kewaspadaan mereka
dibandingkan dengan tabel 2, terlihat bahwa pemberian manakala efek samping tersebut terjadi. Ini juga akan
informasi obat oleh petugas apotek di wilayah mengurangi kecemasan mereka ketika efek samping obat
Tangerang Selatan masih perlu untuk ditingkatkan. terjadi kepada mereka. Cara mengatasi efek samping
Masih banyak butir-butir informasi obat yang belum obat juga butir informasi obat yang sangat penting untuk
tersampaikan kepada pasien padahal informasi tersebut disampaikan. Pasien juga perlu diberitahukan cara
sangat penting artinya bagi pasien. Untuk pengobatan. memonitor secara mandiri terkait keberhasilan terapi
yang sedang mereka jalani. Pasien DM sebaiknya
DM yang berlangsung untuk jangka panjang tersebut, diajarkan cara memantau kadar gula darah mereka
pasien mungkin saja pernah mengalami lupa untuk dengan menggunakan alat pengecek gula darah cepat
menggunakan obat mereka. Pasien perlu diinformasikan yang dapat dilakukan secara mandiri di rumah mereka.
tidakan apa yang perlu mereka lakukan manakala Begitupula dan butir-butir informasi obat lainnya yang
kelupaan itu terjadi guna mencegah pasien menggunakan akan lebih baik disampaikan kepada pasien.
obat secara ganda ketika mereka teringat kembali
48 Pharmaceutical and Biomedical Sciences Journal Vol. 1(1) 2019 Suryani et al.