Kinerja Agribisnis Mangga Gedong Gincu D
Kinerja Agribisnis Mangga Gedong Gincu D
Kinerja Agribisnis Mangga Gedong Gincu D
49-71 49
Ening Ariningsih*, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
Naskah diterima: 17 Februari 2021 Direvisi: 22 April 2021 Disetujui terbit: 9 Agustus 2021
ABSTRACT
Gedong gincu mango is a specific mango variety in West Java Province, which has a high economic value and
the prospect of being a superior export commodity of Indonesia. Despite its increasing production and high market
prospect, gedong gincu mango agribusiness still faces various problems, both in on-farm and off-farm aspects. This
paper aims to study the agribusiness of gedong gincu mango, covering both on-farm and off-farm aspects and
export prospects. In general, gedong gincu mango farmers are small-scale farmers who practice traditional
cultivation, harvest, and post-harvest management; are not yet market-oriented; practicing conventional marketing
that relies on collecting traders, and have weak institutional. These conditions cause low productivity and diverse
quality of gedong mango and are not continuously available throughout the year, which hinder the potential for wide-
open exports from being appropriately utilized. It needs improvement in both on-farm and off-farm to improve the
production and marketing of gedong gincu mango. At the on-farm level, efforts to increase competitiveness can be
made by improving fruit production, productivity, quality, and continuity, by applying good agricultural practices. At
the off-farm level, this can be done through improving facilities and infrastructures, institutions, and regulations.
These efforts should involve all parties, including farmers (producers), marketing agents (collectors, traders,
exporters), and policymakers.
Keywords: agribusiness, export, gedong gincu mango, quality standard, superior commodity
ABSTRAK
Mangga gedong gincu merupakan varietas mangga spesifik lokasi Provinsi Jawa Barat yang bernilai ekonomi
tinggi dan mempunyai prospek sebagai komoditas buah unggulan ekspor Indonesia. Namun, seiring dengan
perkembangan produksi dan prospek pasar yang tinggi, mangga gendong gincu masih menghadapi berbagai
masalah keragaan agribisnis, baik dalam aspek on farm maupun off farm. Tulisan ini merupakan literature review
dengan tujuan untuk mengkaji agribisnis mangga gedong gincu, yang meliputi aspek on farm dan off farm, serta
meliputi prospek ekspornya. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada umumnya petani mangga gedong gincu
merupakan petani skala kecil, dengan manajemen pengelolaan budi daya, panen, dan pascapanen yang masih
tradisional dan belum berorientasi pasar, pemasaran mangga masih konvensional dan bergantung pada pedagang
pengumpul, dengan kelembagaan petani yang masih lemah. Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas dan
kualitas mangga gedong gincu yang dihasilkan rendah dan beragam, serta tidak kontinu tersedia sepanjang tahun.
Hal ini menyebabkan potensi ekspor yang terbuka lebar belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Untuk
meningkatkan produksi dan pemasaran mangga gedong gincu diperlukan upaya perbaikan dari tingkat on farm
sampai off farm. Upaya peningkatan daya saing pada tataran on farm dapat dilakukan melalui perbaikan dalam
produksi, produktivitas, dan kualitas buah, serta kontinuitas produksi melalui pemeliharaan tanaman yang tepat
sesuai dengan GAP. Pada tingkat off farm, dapat dilakukan melalui perbaikan infrastruktur, sarana dan prasarana,
kelembagaan, serta regulasi. Upaya ini harus melibatkan semua pihak, baik petani (produsen), pelaku pasar
(pengumpul, eksportir), maupun pemerintah sebagai penentu kebijakan.
Kata kunci: agribisnis, ekspor, komoditas unggulan, mangga gedong gincu, standar kualitas
tersebut berturut-turut adalah 40,4%, 16,9%, dan sangat menentukan tingkat produksi,
15,4%. Sebagai komoditas yang memiliki nilai produktivitas, dan kualitas mangga yang
ekonomis yang tinggi, komoditas mangga sangat dihasilkan. Permasalahan juga terjadi saat
berpotensi meningkatkan kesejahteraan petani pemanenan yang masih dilakukan secara
(Sulistyowati dan Natawidjadja 2016). tradisional yang berpotensi terjadinya buah rusak
sehingga potensi kehilangan hasil (loses)
Terdapat berbagai jenis mangga yang
menjadi tinggi. Lebih lanjut, sistem penanganan
dibudidayakan di Indonesia, namun yang banyak
pascapanen mangga gedong gincu juga belum
adalah mangga arumanis, golek, gedong,
prima, termasuk dalam handling, packing, dan
manalagi, dan cengkir. Di antara berbagai jenis
grading. Terkait dengan aspek pemasaran masih
mangga tersebut, mangga gedong gincu
ada sejumlah tantangan, baik bersifat teknis,
merupakan salah satu jenis buah tropis yang
sosial, maupun ekonomi. Dalam konteks
sangat eksotis dan mempunyai prospek untuk
Gratieks, adanya kendala-kendala tersebut
dikembangkan karena mempunyai karakteristik
berpotensi menyebabkan ekspor mangga
yang sesuai dengan permintaan pasar
gedong gincu belum sesuai dengan yang
(Supriatna 2010). Buah ini memiliki rasa manis
diharapkan.
legit dan aroma khas yang tajam, serta
mengandung banyak serat, bentuk buah agak Berpijak dari permasalahan-permasalahan
bulat dan berukuran sedang, dengan berat rata- tersebut, perlu dicarikan solusi untuk lebih
rata 200‒250 gram/buah. Kulit buahnya mengoptimalkan peran komoditas mangga
berwarna kuning cerah merah keunguan serta gedong gincu dalam meningkatkan
daging buahnya jingga cerah. Saat ini, mangga kesejahteraan petani dan kontribusinya bagi
gedong gincu memiliki harga tertinggi di antara perekonomian nasional. Oleh karena itu,
semua jenis mangga yang dibudidayakan di diperlukan informasi dan hasil kajian yang
Indonesia. komprehensif terkait dengan kinerja komoditas
ini. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk
Seperti jenis-jenis mangga lainnya, saat ini
mengkaji kinerja agribisnis mangga gedong
pemasaran mangga gedong gincu masih sangat
gincu dan melihat potensi untuk menembus
didominasi oleh pasar domestik. Namun
pasar ekspor sebagai dukungan terhadap
demikian, sebagai buah eksotik, gedong gincu
program Gratieks yang dicanangkan oleh
yang memiliki banyak keunggulan memiliki
Kementan. Ada lima aspek yang dibahas dalam
prospek ekonomi yang cukup bagus, bahkan
makalah ini, yaitu terkait dengan kinerja usaha
bisa Go International. Kekhasan mangga gedong
tani, teknologi budi daya dan pascapanen,
gincu, baik dari bentuk, rasa, dan warna yang
kelembagaan, pemasaran, serta prospek pasar
menarik membuat mangga tersebut diminati
ekspor mangga gedong gincu dan kendala yang
masyarakat luar negeri. Merujuk pada strategi
dihadapi. Metode yang digunakan dalam
dan target Kementerian Pertanian Kabinet
makalah ini adalah tinjauan pustaka (literature
Indonesia Maju, Kementerian Pertanian
review) dengan menghimpun berbagai informasi
(Kementan) menggalakkan kebijakan Gerakan
dan data dari hasil penelitian dan referensi lain
Tiga Kali Lipat Ekspor (Gratieks) oleh petani dan
yang relevan dengan topik bahasan.
pengusaha (Sa’diah dan Tamami 2020). Jika
dikaitkan dengan program strategis Kementan
tersebut, mangga gedong gincu bisa menjadi
salah satu komoditas unggulan untuk PENGEMBANGAN MANGGA GEDONG
mendukung Gratieks. Walaupun demikian, GINCU SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN
sebagaimana umumnya komoditas pertanian, BUAH NASIONAL
kinerja agribisnis mangga gendong gincu masih
menghadapi sejumlah kendala, baik pada tingkat Pengembangan Mangga Gedong Gincu
budi daya (on farm) maupun off farm (Awaliyah
2018). Dari perspektif sejarah, Awaliyah (2018)
menyebutkan bahwa mangga gedong awalnya
Di tingkat budi daya, kendala yang dihadapi di hadir di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Benih
antaranya belum diterapkannya Good pohon mangga gedong dibawa orang India ketika
Agricultural Practice (GAP) secara benar. berdagang ke wilayah Cirebon dan sekitarnya.
Demikian juga, pemberian input yang belum Benih pohon mangga tersebut ditanam di lahan
optimal yang disebabkan oleh beberapa faktor, atau pekarangan keraton-keraton kerajaan dan
salah satunya karena kekurangan modal. rumah gedong sehingga disebutlah mangga
Padahal sebagai salah satu subsistem agribisnis, gedong. Istilah mangga gedong gincu muncul
aspek budi daya menjadi penentu untuk setelah adanya teknik pemanenan buah mangga
keberhasilan keseluruhan sistem agribisnis matang pohon pada awal tahun 2000-an.
mangga gedong gincu. Kinerja dalam budi daya
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 51
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
walaupun ada sebagian petani yang Terkait dengan orientasi bisnis, hasil
membudidayakan khusus mangga gedong. penelitian Mukti et al. (2018) menunjukkan
Pohon mangga yang ditanam di lahan sawah bahwa hanya sebagian kecil petani (15%) yang
umumnya tumpang sari dengan tanaman padi. menjalankan usaha agribisnis mangga dengan
Penanaman secara tumpang sari ataupun orientasi pada pengembangan usaha (petani
polikultur menyebabkan petani mendapatkan sebagai pengusaha), sedangkan sebagian besar
penghasilan tidak hanya satu atau dua kali (85%) masih belum berorientasi pada
setahun ketika panen mangga, namun juga pengembangan usahanya menjadi lebih baik
ketika panen padi atau tanaman yang (petani belum sebagai pengusaha). Hal ini
diusahakan lainnya. Dengan demikian, petani menyebabkan upaya-upaya peningkatan
memiliki penghasilan secara lebih kontinu produktivitas dan kualitas mangga yang
dibanding jika menanam mangga secara dihasilkan petani melalui penerapan SOP/GAP
monokultur. dan registrasi kebun yang dilakukan pemerintah
sulit untuk dilakukan. Registrasi kebun
Berdasarkan luas lahan dan kepemilikan
memastikan produk mangga dihasilkan dari
lahan, petani mangga terdiri dari berbagai
kebun yang sudah melaksanakan
tingkatan, mulai dari petani gurem yang hanya
pembudidayaan sesuai standar GAP sehingga
memiliki beberapa pohon mangga di pekarangan
bisa diterima di berbagai pasar, terutama pasar
hingga petani besar yang menguasai lahan
ekspor. Namun, sampai saat ini baru sebagian
kebun mangga hingga puluhan hektare. Kajian
kecil kebun mangga gedong yang telah
Roberts dan Kristedi (2018) menyebutkan bahwa
diregistrasi. Terdapat beberapa tantangan yang
rata-rata kepemilikan mangga di Indonesia
menyebabkan minimnya kebun yang teregistrasi.
adalah tujuh pohon per rumah tangga dan
Masalah teknis terkait dengan tidak mudahnya
mayoritas petani mengusahakan lahan mangga
memenuhi persyaratan yang ditentukan,
kurang dari satu hektare. Bagi sebagian petani,
sementara dari aspek ekonomi, sebagian petani
usaha tani mangga menjadi mata pencaharian
merasa registrasi kebun belum memberikan
utama dibanding pekerjaan lainnya, seperti bagi
manfaat ekonomi secara langsung karena tujuan
petani di Desa Pasirmuncang yang merupakan
pemasaran masih pasar domestik. Secara sosial
salah satu desa penghasil mangga gedong gincu
kelembagaan, registrasi masih baru dan
di Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten
kelembagaan belum mantap (settled) sehingga
Majalengka (Suhaeni dan Priyanti 2014).
perlu sosialisasi yang lebih gencar lagi (Rizkia
Namun, bagi sebagian petani lainnya usaha tani
2012).
mangga hanya merupakan kegiatan sampingan.
Petani yang berorientasi pasar umumnya
Jumlah pohon mangga yang dikuasai
lebih memiliki daya saing karena selalu mengikuti
memengaruhi sistem pengelolaan pohon
perkembangan kebutuhan pasar. Berdasarkan
mangga (Sulistyowati et al. 2013), demikian pula
kajian Sulistyowati et al. (2015), petani mangga
status usaha tani mangga apakah sebagai mata
berada dalam proses transformasi menuju
pencaharian utama atau sampingan. Pada
komersialisasi di mana petani yang masuk
umumnya, petani dengan usaha tani mangga
kategori komersialisasi tingkat menengah sekitar
sebagai mata pencaharian utama akan lebih
51%, sedangkan tingkat tinggi sekitar 46%.
sungguh-sungguh dalam mengelola usaha tani
Temuan Sulistyowati dan Natawidjaya (2016)
mangganya dibandingkan petani dengan usaha
mengungkapkan bahwa makin tinggi keterlibatan
tani mangga sebagai usaha sampingan.
petani mangga dalam kemitraan usaha, makin
Mayoritas petani mangga merupakan pemilik
tinggi tingkat komersialisasi. Dengan kemitraan
penggarap, sedangkan sebagian kecil berstatus
usaha, petani akan mendapatkan jaminan pasar
penyewa dan bagi hasil. Sebagian petani juga
dan harga yang stabil sehingga seluruh biaya
ada yang membayar pihak ketiga untuk
yang telah dikeluarkan dapat terbayar kembali
melakukan aktivitas perawatan atau menyewa
ditambah dengan keuntungan. Pada kondisi
tenaga kerja untuk merawat pohon mangganya.
demikian, petani memiliki dorongan untuk
Pihak ketiga ini disebut sebagai sprayer trader
memperoleh harga yang lebih baik dan
(ST) (Sulistyowati et al. 2013). Selain itu, terdapat
meningkatkan produksi. Hal ini didukung
sistem kontrak kebun mangga petani oleh
pendapat Kusumo et al. (2018a), bahwa
pembeli atau bandar/pedagang. Pada sistem
stabilitas harga menentukan perilaku petani
kontrak tersebut, biasanya pembayaran
dalam berbagai aktivitas usaha taninya, dan
dilakukan untuk tiga tahun ke depan sehingga
Sulistyowati et al. (2013), bahwa akses terhadap
biaya budi daya atau perawatan sampai panen
informasi dan pasar memengaruhi sistem
ditanggung oleh pembeli atau bandar (Anugrah
pengelolaan mangga secara nyata.
2009).
54 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
Harga jual mangga sangat memengaruhi Teknologi Budi Daya dan Pascapanen
petani untuk memanen mangga apakah dalam Mangga
kriteria mangga gedong atau gedong gincu.
Kegiatan pemeliharaan tanaman mangga
Apabila harga jual mangga sedang tinggi (awal
gedong gincu meliputi pemangkasan,
musim panen) atau ada kebutuhan yang
pemupukan, penyiangan, pengairan,
mendesak, petani akan segera memanen
penjarangan buah, dan pengendalian organisme
mangga dalam bentuk gedong. Sebaliknya,
pengganggu tanaman (OPT). Hampir semua
apabila harga jual masih rendah, petani akan
petani melakukan keenam kegiatan tersebut,
menunda waktu panen atau menunggu harga
namun pada umumnya belum 100% sesuai
membaik sehingga mangga dipanen dalam
dengan Standard Operating Procedure (SOP).
bentuk gedong gincu. Kasus di Kabupaten
Hal ini terjadi karena belum semua petani
Cirebon, rata-rata petani memanen 60% dalam
mengetahui dan menerapkan GAP sehingga
bentuk gedong dan 40% dalam bentuk gedong
sebagian besar petani melakukan kegiatan
gincu (Supriatna 2010).
usaha tani secara tradisional (turun menurun
Secara ekonomis, berbagai hasil kajian meniru dari keluarganya terdahulu) (Hervelly dan
menunjukkan bahwa usaha tani mangga gedong Pribadi 2015; Hidayat et al. 2018). Hal tersebut
gincu layak untuk diusahakan (Saptana et al. menyebabkan rendahnya produktivitas mangga,
2005; Supriatna 2007; Suhaeni dan Priyanti dan mangga yang dihasilkan mempunyai kualitas
2014). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai yang rendah dan belum seragam.
revenue cost ratio (R/C) > 1. Lebih lanjut, Hidayat
Selain masih relatif rendahnya pengetahuan
et al. (2019) menunjukkan bahwa penerapan
terhadap GAP mangga, kurangnya pemeliharaan
teknologi GAP berdampak positif pada
mangga juga disebabkan terbatasnya modal
pendapatan usaha tani mangga gedong gincu,
usaha tani yang dimiliki petani. Hal tersebut
selain juga meningkatkan tingkat kelayakan
menyebabkan masih lemahnya kemampuan
usaha tani. Sayangnya, banyak petani yang
petani dalam mengelola usaha tani mangga
belum melakukan pemeliharaan pohon mangga
gedong gincu (Deliana et al. 2014). Hal tersebut
sesuai dengan GAP, yang berpengaruh terhadap
didukung oleh kajian Dwirayani et al. (2014) yang
kualitas dan kuantitas buah mangga yang
menemukan bahwa tingkat keberdayaan petani
dihasilkan (Corsi et al. 2017) sehingga
mangga gedong gincu berada dalam kategori
pendapatan petani dari usaha tani mangga
rendah sehingga menjadikan tingkat kemandirian
gedong gincu umumnya belum optimal.
petani mangga gedong gincu juga dalam kategori
Seperti halnya komoditas pertanian lainnya, rendah. Tingkat kemandirian ini meliputi
usaha tani mangga gedong juga dihadapkan kemandirian intelektual, sikap, sosial,
pada berbagai risiko, baik risiko produksi maupun manajemen, kemampuan investasi, dan
risiko pemasaran. Dalam hal ini, risiko menurut pengembangan diri.
Ellis (1993) adalah suatu kejadian di mana hasil
Hasil penelitian Hapsari dan Raksayudha
dan peluangnya bisa ditentukan dan merupakan
(2014) menunjukkan bahwa tingkat adopsi
deskripsi karakter dan lingkungan ekonomi yang
teknologi budi daya mangga termasuk dalam
dihadapi oleh petani. Risiko yang dihadapi petani
kriteria sedang dengan nilai 57,9%. Komponen
meliputi risiko produksi dan risiko pemasaran.
teknologi yang masih minim dilakukan adalah
Risiko produksi terkait dengan kemungkinan
pemangkasan dahan, penjarangan buah,
gagal produksi, baik akibat serangan hama dan
pembungkusan buah, pengairan, pemanenan,
penyakit tanaman, bencana, dan sebagainya.
dan penanganan pascapanen. Komponen
Risiko pemasaran terkait dengan arus barang
teknologi yang cukup baik dilakukan adalah
dari produsen ke konsumen, seperti harga yang
persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman,
terlalu rendah, kelebihan pasokan yang
pemupukan, penyiangan, dan pengendalian
menyebabkan harga jatuh, atau kualitas produk
hama penyakit. Hasil penelitian tersebut
yang kurang baik sehingga dihargai rendah
didukung berbagai hasil penelitian lainnya,
(Rasmikayati et al. 2017). Menurut Rasmikayati
seperti Budirokhman (2016) terkait
dan Sulistyowati (2014), petani yang jumlah
irigasi/penyiraman dan Hidayat et al. (2018)
pohonnya terbatas kurang berani mengambil
terkait penjarangan buah. Sementara, kajian
risiko produksi, tetapi lebih berani mengambil
Kusumo et al. (2018a) menunjukkan sebagian
risiko pemasaran.
besar petani belum menerapkan teknis
pemupukan, penggunaan zat pengatur tumbuh
dan penanganan hama penyakit sesuai anjuran.
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 55
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
Dalam pengendalian hama dan penyakit, kehilangan hasil mangga gedong gincu setelah
Awaliyah (2018) menunjukkan bahwa petani panen.
terbiasa menggunakan beragam jenis/merk
Penanganan pascapanen mangga gedong
pestisida, yang menyebabkan tinggi dan
gincu juga meliputi sortasi dan pengkelasan
beragamnya tingkat penggunaan dan jenis
(grading) mangga. Grading pada umumnya
pestisida dalam budi daya mangga. Namun di sisi
dilakukan oleh pedagang, bukan oleh petani.
lain, De Faveri et al. (2017) menunjukkan
Kelas kualitas (grade) mangga gedong gincu
kelayakan penerapan manajemen pengendalian
dapat diklasifikasikan sebagai berikut: grade A
lalat buah dalam skala yang luas di Indramayu
dengan berat 300–350 gram per buah, grade B
selama kurun waktu 2010−2015, yang dapat
dengan berat 250–300 gram/buah, dan grade C
menekan populasi lalat buah hingga mendekati
dengan berat 200–250 gram/buah. Grade pada
tingkat eradikasi dengan penggunaan pestisida
mangga gedong gincu memberikan pengaruh
yang lebih rendah dan dampaknya terhadap
terhadap harga jual dan pemasaran mangga
produksi buah sangat signifikan, yaitu
gedong gincu (Hervelly dan Pribadi 2015). Kasus
peningkatan produksi mangga gedong hingga
di Kabupaten Cirebon, sekitar 70% buah mangga
mencapai sekitar 70% pada akhir proyek. Hal
gedong, baik berupa mangga gedong maupun
tersebut menunjukkan bahwa upaya
gedong gincu, masuk ke dalam grade A dan B,
penanggulangan lalat buah sebaiknya dilakukan
sedangkan grade C sebanyak 30% (Supriatna
secara berkelompok dalam kawasan yang luas
2010). Menurut Yunita dan Julia (2014), petani
sehingga jauh lebih efektif, dibandingkan dengan
besar banyak menghasilkan mangga dengan
upaya penanggulangan lalat buah secara
standar kualitas grade A/B, sedangkan petani
individu (skala kecil), parsial, dan tidak kontinu.
kecil justru banyak menghasilkan mangga
Hal ini penting untuk dilakukan karena lalat buah
dengan standar kualitas grade C sehingga
merupakan hama utama mangga yang sangat
keuntungan yang diperoleh petani kecil pun lebih
sulit untuk diberantas dan menyebabkan tingkat
rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kerusakan buah yang tinggi, sehingga
pengetahuan maupun dukungan pembiayaan
menurunkan pendapatan petani secara
petani besar dalam pengelolaan kebun lebih baik
signifikan (Sarifudin 2018).
dibandingkan petani kecil.
Sebagian besar petani melakukan kegiatan
Permintaan buah mangga yang terus
pemanenan buah mangga gedong gincu secara
meningkat mendorong terjadinya perubahan
tradisional. Demikian pula sistem penanganan
dalam budi daya, komersialisasi, dan diversifikasi
pascapanen mangga gedong gincu pada
varietas mangga (Qanti 2014). Budi daya
umumnya belum dilakukan secara prima,
mangga tradisional tanpa atau sedikit
termasuk packing dan penggudangan. Menurut
menggunakan input secara perlahan telah
Hervelly dan Pribadi (2015), keterbatasan
berubah menjadi lebih intensif dalam
teknologi pemanenan dan penerapan teknologi
menggunakan input (seperti pupuk, pestisida,
pascapanen menyebabkan tingkat kerusakan
dan pupuk daun/pupuk pelengkap cair/PPC, zat
tergolong tinggi dan daya simpan pendek
perangsang tumbuh) dan tenaga kerja untuk
sehingga daya saing berkurang, baik di pasar
meningkatkan produktivitas. Demikian pula,
lokal maupun pasar internasional. Beberapa
kegiatan usaha tani mangga gedong gincu yang
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
biasanya dilakukan satu kali dalam satu tahun,
teknologi pascapanen, seperti penyimpanan
menjadi panen dua kali dalam satu tahun dengan
dingin (Sivakumar et al. 2011), hot water
penggunaan teknologi panen luar musim (off
treatment (Angasu et al. 2014), atmosfer
season), yang mulai dipraktikkan sebagian
terkendali (Utama et al. 2011), maupun vapor
petani pada tahun 2010 (Awaliyah 2018). Budi
heat treatment (Sivakumar et al. 2011) mampu
daya mangga dengan menggunakan teknologi
menurunkan tingkat kerusakan mangga dan
off season tersebut pada dasarnya adalah
memperpanjang masa simpan mangga sehingga
mempercepat proses pembungaan pada
kualitas mangga dapat dipertahankan lebih lama.
tanaman mangga melalui pemangkasan
Akan tetapi, penggunaan teknologi pascapanen
tanaman dan pemberian ZPT tertentu yang
tersebut belum diterapkan dalam rantai
diikuti dengan pemeliharaan bunga tersebut
pemasaran mangga di Indonesia, kecuali hot
secara maksimal melalui pemberian nutrisi-
water treatment untuk mangga yang akan
nutrisi yang seimbang sesuai dengan yang
diekspor ke negara-negara tujuan ekspor
dibutuhkan oleh tanaman (Budirokhman 2016).
tertentu yang mensyaratkan perlakuan tersebut,
Meskipun biayanya dua kali lipat dari budi daya
seperti Korea Selatan. Padahal, dengan sistem
mangga secara normal, harga jual buah mangga
penanganan pascapanen yang baik, kualitas
yang tinggi pada waktu off season menyebabkan
buah mangga dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan dapat mengurangi
56 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
petani tertarik untuk menerapkan teknologi pedagang pada berbagai tingkatan. Dengan
tersebut (Qanti 2014; Awaliyah 2018). peran ganda tersebut, petani-pedagang
mendapatkan keuntungan jaminan pasar dan
Menurut Sulistyowati et al. (2015), adopsi
harga jual mangga yang lebih tinggi dibanding
teknologi off season di Provinsi Jawa Barat masih
petani lainnya. Pedagang besar yang juga
rendah, hanya 23,42%. Namun, hasil penelitian
berperan sebagai spray trader memperoleh
Kusumo et al. (2018b) menunjukkan 60,77%
keuntungan adanya jaminan pasokan mangga
petani mangga di Kabupaten Cirebon
dengan kualitas yang lebih baik. Yunita dan Julia
menerapkan teknologi off season dalam usaha
(2014) menunjukkan bahwa para pelaku pasar
tani mangga. Faktor-faktor yang memengaruhi
yang memiliki peran ganda menerima
keputusan petani dalam menggunakan teknologi
keuntungan dan nilai tambah yang paling besar,
off season adalah frekuensi kegiatan
bahkan petani yang memiliki peran ganda
penyuluhan, kemitraan dalam hal pemasaran
sebagai pengepul dan eksportir memiliki rasio
hasil, persepsi petani mengenai permintaan
nilai tambah dan nilai keuntungan lebih dari
terhadap buah mangga, dan ketersediaan
100%.
sarana produksi di tingkat lokal (Kusumo et al.
2018b), serta status pengusahaan lahan, jumlah
Pedagang Pengumpul
tanaman mangga, aksesibilitas terhadap
informasi, aksesibilitas terhadap pasar dan Pada umumnya petani menjual mangga
modal, dan tingkat pendidikan (Sulistyowati et al. kepada pedagang pengumpul/pengepul.
2015). Sebagian kecil petani, terutama petani besar,
menjual mangga kepada pedagang besar.
Sebagian besar petani berpendapat bahwa
KERAGAAN PEMASARAN DAN RANTAI pedagang pengumpul/tengkulak dan pedagang
PASOK MANGGA besar/bandar adalah pasar yang paling mudah
untuk diakses karena biasanya sudah dikenal
dekat oleh petani. Umumnya petani mangga
Pemasaran dan rantai pasok mangga gedong gedong gincu melakukan sendiri kegiatan
gincu menjadi titik krusial dalam keberhasilan pemanenan dan pengangkutan mangga dari
agribisnis. Distribusi yang lancar dan margin kebun ke tempat pedagang. Namun, pada saat
yang cukup layak akan menjadi insentif bagi jumlah mangga gedong gincu sedikit, sedangkan
petani untuk terus berproduksi. Demikian juga permintaan dan harga jual tinggi, maka
bagi pelaku usaha di tingkat off farm. Terkait pengangkutan dari kebun ke lokasi pengumpulan
dengan pemasaran ada tiga aspek yang perlu dilakukan oleh pedagang pengumpul sehingga
mendapat perhatian, yaitu pelaku pemasaran, biaya transportasi dan risiko yang mungkin timbul
saluran pemasaran, dan faktor yang ditanggung oleh pedagang pengumpul (Rizkia
memengaruhi keputusan dalam pemasaran 2012). Sebagian petani melakukan transaksi jual
mangga oleh petani. Dengan demikian, bahasan beli mangga dengan sistem ijon atau tebasan
pada bagian ini lebih mengacu konsep (Anugrah 2009), yaitu pada saat terdesak
pemasaran secara mikro sesuai Saptana dan kebutuhan akan uang tunai.
Rachman (2015).
Pedagang pengumpul umumnya merupakan
kaki tangan dari pedagang besar dan mereka
Pelaku Pemasaran Mangga Gedong Gincu berhubungan secara intensif dengan para petani.
Secara umum, terdapat berbagai tingkatan Pedagang pengumpul, baik di desa atau
pelaku pemasaran mangga gedong gincu, yang kecamatan, mempunyai informasi lokasi kebun
terdiri dari petani sebagai produsen, pedagang petani mangga gedong gincu yang siap panen.
pengumpul/tengkulak, pedagang besar/bandar, Untuk kebutuhan operasinya, pedagang
termasuk pedagang antarpulau, pemasok pengumpul diberi bantuan modal oleh pedagang
eksportir, pemasok supermarket, pedagang besar untuk ongkos pembelian hasil panen dan
pasar induk, pedagang eceran (pasar tradisional, pinjaman kepada para petani yang
toko/kios buah, supermarket), dan eksportir membutuhkan. Dengan demikian, peran
(Supriatna 2010; Yunita dan Julia 2014; Andriani pedagang pengepul pada usaha tani mangga
et al. 2019). Menurut Anugrah (2009), tingkat gedong gincu meliputi sumber peminjaman
hubungan keterkaitan antarpelaku pemasaran modal, pengumpulan dan pemasaran hasil, dan
mangga tersebut relatif sudah terbentuk dalam sebagai sumber informasi (Suhaeni dan Prihanti
suatu ikatan/jalur yang jelas dan pada setiap 2014). Pengumpul memperoleh mangga dari
musim panen akan selalu terus terulang. Di para petani dan kebun milik sendiri atau
antara pelaku-pelaku tersebut ada juga yang sewa/kontrak. Setelah disortasi mangga dikirim
berperan ganda, misalnya petani sekaligus ke pedagang besar. Pengumpul melakukan
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 57
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
pembayaran kepada petani berlahan sempit Agen menerima kiriman mangga dari
secara tunai, sedangkan petani berlahan luas beberapa pedagang besar di berbagai daerah
meminta sendiri agar pembayaran dilakukan penghasil mangga. Agen merupakan pedagang
kemudian sampai panen terakhir supaya yang tidak memiliki barang. Mereka tidak
uangnya dapat terkumpul (Supriatna 2010). melakukan penanganan hasil, hanya
menyediakan tempat dan transaksi penjualan
Pedagang Besar mangga pedagang besar dengan memperoleh
balas jasa melalui sistem komisi 10% dari total
Satu pedagang besar mempunyai anggota nilai penjualan. Agen melakukan pembayaran
sekitar 10−15 orang pedagang pengumpul yang kepada pedagang besar menggunakan sistem
tersebar sampai ke luar wilayah kecamatan.
nota 1:5, artinya seluruh pembayaran dilakukan
Pedagang besar memperoleh mangga, baik dari sekaligus setelah pengiriman kelima terjual.
kiriman pedagang pengumpul dan atau dari hasil Dengan sistem pembayaran seperti itu, maka
panen kebun sendiri. Pedagang besar
pedagang besar harus mempunyai modal yang
melakukan sortasi ulang untuk menyeleksi kuat karena di satu sisi pembayaran dari agen
mangga yang rusak akibat pengiriman dari memerlukan waktu yang lama, sementara di sisi
pedagang pengumpul dan atau melakukan
lain pembayaran kepada petani (melalui
perlakuan khusus sesuai permintaan pembeli. pedagang pengumpul) harus dilakukan secara
Harga beli oleh pedagang besar sudah tunai. Namun, untuk kelancaran hubungan kerja,
disepakati bersama pengumpul dengan
agen sering memberikan bantuan modal kepada
pembayaran secara tunai (Supriatna 2010). para pedagang besar berupa uang muka untuk
Pedagang besar mengirimkan mangga grade kebutuhan ongkos pengadaan dan pengiriman
A dan B kepada pedagang pasar induk (agen), mangga. Pengembalian pinjaman dilakukan oleh
pedagang besar lain baik dalam satu pulau atau agen melalui pemotongan dari total nilai
di pulau lain (antarpulau), supermarket (pemasok penjualan agen.
supermarket), atau eksportir. Pedagang besar Agen menjual mangga ke beberapa
selalu berkomunikasi dengan pedagang pasar pedagang toko/kios buah dan ke supplier dengan
induk (agen) untuk mengetahui perkembangan
harga yang ditetapkan secara negoisasi. Rata-
harga jual, kebutuhan pasar akan jenis dan rata satu pedagang agen mempunyai langganan
jumlah mangga. Hal ini dijadikan pedoman oleh pembeli tetap sekitar 10 sampai 15 orang. Cara
pedagang besar untuk merencanakan
pembayaran ke agen, yaitu dari toko/kios buah
pengadaan dan pengiriman mangga ke pasar melalui sistem MKM, sedangkan dari supplier
induk. Mangga grade C dijual pedagang besar ke melalui sistem nota 1:5 (Supriatna 2010).
para pedagang pasar tradisional sekitar
Kabupaten Cirebon seperti Majalengka,
Pemasok (Supplier)
Indramayu, Sumedang, dan Bandung. Cara
transaksi yaitu pedagang pasar tradisional Pedagang pemasok (supplier) memperoleh
mengambil barang dari pedagang besar, harga mangga dari beberapa pedagang agen. Harga
beli berdasarkan negoisasi (tawar menawar) dan beli ditetapkan berdasarkan tawar-menawar dan
pembayaran ke pedagang besar dilakukan pembayaran dilakukan melalui sistem nota 1:5.
melalui sistem Masuk Keluar Masuk (MKM), yaitu Supplier melakukan transaksi penjualan ke
pembayaran pertama dilakukan pada waktu supermarket melalui sistem kontrak pemasaran
pengambilan kedua. (marketing contract), yaitu perjanjian jual beli di
mana pengiriman sejumlah barang dalam waktu,
Pedagang Pasar Induk (Agen) mutu, harga, dan pembayaran disetujui pada
waktu membuat perjanjian sedangkan
Pasar induk merupakan pasar acuan
pelaksanaan pengiriman barang dan
(reference market). Harga jual di pasar induk pembayaran dilaksanakan pada masa akan
merupakan pedoman dalam menetapkan harga datang. Supplier melakukan sortasi sehingga
beli oleh para pelaku lembaga pemasaran
dihasilkan mangga grade super (80%) yang akan
sampai ke tingkat petani. Harga jual harian pasar dikirim ke supermarket dan sisanya nonsuper
induk sangat berfluktuasi selama musim panen (20%) yang dijual ke toko/kios buah atau pasar
mangga, tergantung keseimbangan antara
tradisional (Supriatna 2010).
penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Dengan demikian, pedagang menjual mangga ke
Pengecer Toko/Kios Buah
pasar induk dengan risiko harga yang tidak pasti
dikarenakan pergerakan harga mangga gedong Pedagang toko/kios buah memperoleh
gincu yang berubah cepat setiap waktunya. mangga dari pedagang agen di pasar induk.
Harga beli merupakan hasil negoisasi (tawar
menawar) dan pembayaran menggunakan
58 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
sistem MKM. Pengecer melakukan sortasi (Alma 2005; Jumiati et al. 2013). Distribusi suatu
terutama untuk membuang mangga rusak atau komoditas dari petani kepada konsumen dapat
busuk akibat transportasi pengambilan atau melalui beberapa saluran pemasaran yang
penyimpanan. Selanjutnya, dilakukan berbeda. Adanya beberapa saluran pemasaran
pengelompokan mangga menurut ukuran dan ini akan menyebabkan tingkat margin, biaya
kualitas untuk membedakan harga jual sesuai pemasaran, dan keuntungan yang berbeda.
kemampuan konsumennya. Pengecer menjual Dalam hal ini, pembagian keuntungan yang adil
mangga langsung ke konsumen akhir dengan di antara pelaku dalam pemasaran sangat
penetapan harga berdasarkan tawar-menawar ditentukan oleh efisiensi pemasaran.
dan pembayaran dilakukan secara tunai
Bagian ini membahas saluran pemasaran
(Supriatna 2010).
mangga di tiga kabupaten sentra utama mangga
gedong gincu di Provinsi Jawa Barat, yaitu
Pengecer Pasar Modern (Supermarket)
Indramayu, Majalengka, dan Cirebon. Para
Supermarket memperoleh mangga dari pelaku pemasaran pada saluran pemasaran
supplier dengan sistem pembayaran nota 1:5 mangga dari petani hingga konsumen di ketiga
(Supriatna 2010) atau dengan tempo hingga 2-4 kabupaten sentra mangga tersebut meliputi
minggu (Awaliyah dan Saefudin 2020). Mangga pedagang pengumpul, pedagang besar/bandar,
yang diterima supermarket kemudian disortasi pedagang pasar induk, pemasok supermarket
lagi. Umumnya mangga yang diterima (95%) dan eksportir, pedagang eceran (pedagang
yang akan dijual ke konsumen dan sisanya (5%) pasar tradisional, toko/kios buah, supermarket),
dikembalikan ke supplier. Supermarket dan eksportir. Eksportir buah mangga hanya
melakukan penjualan ke konsumen akhir yang terdapat di Cirebon, yang mendapatkan mangga
umumnya merupakan pembeli kelas ekonomi dari pemasok di kabupaten-kabupaten sentra
menengah ke atas dengan harga yang mangga di sekitar Cirebon, termasuk di Cirebon
ditetapkan oleh supermarket (Supriatna 2010). sendiri. Dengan demikian, sesuai hasil kajian
Awaliyah (2018), selain sebagai sentra produksi,
Pengecer Pasar Tradisional Kabupaten Cirebon juga berperan sebagai pusat
pemasaran mangga gedong gincu dari berbagai
Pedagang pengecer di pasar tradisional kabupaten lainnya.
memperoleh barang (mangga gedong gincu
grade C) dari pedagang besar dengan Di setiap kabupaten sentra terdapat beberapa
pembayaran menggunakan sistem MKM. saluran pemasaran mangga. Andriani et al.
Pengecer melakukan penanganan hasil untuk (2019) menunjukkan paling tidak terdapat enam
mengelompokkan kualitas mangga menurut saluran pemasaran mangga gedong gincu di
besar dan tingkat cacat fisik untuk membedakan Kabupaten Indramayu (Gambar 1). Hasil studi
harga jual sesuai kemampuan konsumennya. Suhaeni et al. (2014) menemukan sembilan pola
Tempat berjualan bisa di pasar tradisional atau di saluran pemasaran mangga gedong gincu di
sepanjang jalan/kaki lima, dengan konsumen Kabupaten Majalengka, sedangkan Yunita dan
umumnya merupakan pembeli kelas ekonomi Julia (2014) menunjukkan terdapat 13 model
menengah ke bawah (Supriatna 2010). Dalam rantai distribusi untuk komoditas mangga gedong
penentuan margin, pedagang pengecer gincu di kabupaten yang sama (Gambar 2).
memperhitungkan risiko penjualan, antara lain Sementara itu, Supriatna (2010) menunjukkan
risiko busuk jika tidak terjual, sehingga mark up paling tidak terdapat empat saluran pemasaran
harga ditetapkan cukup tinggi untuk menghindari mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon
kerugian tersebut. Hasil kajian Awaliyah dan (Gambar 3). Saluran pemasaran khusus mangga
Saefudin (2020) mengungkapkan margin gedong gincu dari Gapoktan Samimulya yang
keuntungan yang diterima pedagang pengecer terikat kemitraan dengan eksportir ditunjukkan
adalah sekitar 35% dari total margin keuntungan oleh Rizkia (2012) pada Gambar 4.
di saluran pemasaran terkait.
Berbagai saluran pemasaran tersebut
melibatkan pelaku pemasaran yang berbeda-
Saluran Pemasaran Mangga beda, namun Andriani et al. (2019) menemukan
bahwa sebagian besar petani mangga di
Saluran pemasaran merupakan upaya dalam Kabupaten Indramayu, termasuk mangga
pendistribusian barang, yang terdiri dari gedong gincu, memasarkan hasil panennya ke
sekumpulan lembaga yang saling terhubung lembaga informal (pedagang pengumpul/
antara satu dengan lainnya untuk melakukan tengkulak atau pedagang besar/bandar). Hanya
kegiatan penyaluran suatu komoditas dari petani sebagian kecil petani yang memasarkan hasil
(produsen) sehingga tersedia untuk panennya ke lembaga formal (pasar modern dan
dipergunakan oleh para konsumen (pembeli) eksportir). Temuan tersebut diperkuat oleh
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 59
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
Awaliyah et al. (2020) untuk kasus pemasaran tambah/margin dan rasio keuntungan yang
mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. diperoleh oleh masing-masing pelaku
Hanya sebanyak 30% mangga gedong gincu pemasaran. Menurut Yunita dan Julia (2014),
yang dipasarkan melalui pasar retail modern makin pendek rantai pasok maka makin besar
(mal, supermarket) dan hanya 10% untuk tujuan nilai tambah dan rasio keuntungan yang dapat
ekspor, sementara 60% adalah untuk kios diperoleh sehingga keuntungan yang dapat
pengecer, antarpulau, dan pasar induk. Dengan diterima makin besar.
demikian, pemasaran gedong gincu sebagian
Dari sisi efisiensi pemasaran, Awaliyah dan
besar masuk ke pasar konvensional/tradisional.
Saefudin (2020) menunjukkan bahwa semua
Hanya sebagian kecil yang sudah bisa
saluran pemasaran mangga gedong di
menembus pasar modern dan ekspor.
Kabupaten Cirebon memiliki kategori efisien.
Dari berbagai saluran pemasaran pada Namun, saluran pemasaran yang paling efisien
Gambar 1 hingga Gambar 4 terlihat bahwa terjadi pada saluran pemasaran yang melewati
saluran pemasaran/rantai pasok ada yang pedagang pengumpul, pedagang besar, dan
pendek dengan melibatkan sedikit pelaku pedagang pengecer (rasio efisiensi 0,29),
pemasaran, namun ada juga yang relatif lebih dibandingkan pemasaran melalui pasar luar
panjang dengan melibatkan lebih banyak pelaku pulau (0,32), saluran retail modern (0,36), dan
pemasaran. Hal tersebut akan memengaruhi nilai saluran ekspor (0,57). Efisiensi pemasaran di sini
60 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
Gambar 4. Rantai pasok mangga gedong gincu untuk ekspor di Kabupaten Cirebon
merupakan rasio antara biaya pemasaran selisih harga di tingkat petani dan ekspor sangat
dengan nilai produk yang dipasarkan. Makin besar (Rp13.500/kg vs Rp45.000/kg).
rendah rasio tersebut maka efisiensi pemasaran
Secara spesifik, Supriatna (2010)
makin tinggi.
menunjukkan bahwa mangga gedong gincu
Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa grade A/B dan grade C (non-grade/rucah) di
meskipun petani memperoleh harga jual mangga Kabupaten Cirebon dipasarkan dalam saluran
yang lebih tinggi, saluran pemasaran yang lebih pemasaran yang berbeda. Pemasaran mangga
pendek, dan harga jual akhir yang jauh lebih gedong gincu grade A/B dilakukan melalui tiga
tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya, saluran, di mana mangga dipasarkan secara luas
saluran ekspor mempunyai efisiensi pemasaran ke pasar-pasar induk luar daerah, supermarket,
yang paling rendah karena total biaya yang toko/kios buah, dan sebagian kecil sudah
dikeluarkan jauh lebih tinggi dibandingkan diekspor. Pemasaran mangga gedong gincu
saluran pemasaran lainnya. Demikian pula, grade C melalui satu saluran, yaitu melibatkan
karena margin keuntungan yang diambil pedagang pasar-pasar tradisional di Kabupaten
eksportir besar, maka margin keuntungan petani Cirebon dan sekitarnya seperti Majalengka,
tidak berbeda signifikan dengan margin Sumedang, Indramayu, dan Bandung. Secara
keuntungan petani pada saluran pemasaran sederhana, saluran pemasaran mangga gedong
lainnya. Dalam hal ini, sesuai dengan temuan gincu di Kabupaten Cirebon disajikan pada
Yunita dan Julia (2014), saluran pemasaran yang Gambar 3.
pendek dari saluran ekspor menyebabkan nilai
Pasokan mangga gedong gincu yang
tambah dan rasio keuntungan yang lebih besar
diperoleh eksportir bisa berasal dari pedagang
dibandingkan saluran lainnya. Namun demikian,
supplier ataupun dari gapoktan. Rizkia (2012)
bagian untuk petani sendiri (farmer’s share)
menunjukkan rantai pasok gedong gincu untuk
merupakan yang terendah. Hal ini terjadi karena
ekspor yang diproduksi kelompok tani buah
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 61
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
yang merefleksikan pasokan yang bersifat menyediakan mutu produk yang lebih baik, yang
musiman. Pada waktu panen raya ketika dapat menciptakan kesejahteraan bagi para
pasokan mangga melimpah, harga mangga jatuh pelaku rantai. Dalam hal ini, pedagang
sangat rendah, sedangkan pada waktu pasokan merupakan pihak yang paling diuntungkan
mangga sedikit (off season) harga mangga karena dalam pengadaan mangga pedagang
tinggi. Harga yang sangat rendah ketika panen tidak banyak mengeluarkan biaya, sedangkan
raya menjadi disinsentif bagi petani untuk risiko kerugian petani cukup besar apabila terjadi
mengelola kebun mangganya dengan baik. gagal panen. Kondisi tersebut memperkuat
Pengolahan buah mangga menjadi berbagai temuan Anugrah (2009), bahwa keuntungan dari
produk olahan mangga, seperti dodol menjadi kegiatan agribisnis mangga lebih banyak
salah satu alternatif solusi pada saat panen raya. dinikmati oleh sebagian besar pelaku tata niaga.
Pengolahan juga dapat dilakukan untuk mangga Dengan demikian, sistem pengusahaan mangga,
gedong gincu yang ditolak pedagang karena mulai dari tahap produksi hingga pemasaran
merupakan mangga duduk, terkena serangan hasil, pada umumnya belum sepenuhnya
lalat buah, memar, dan lain sebagainya. memberikan insentif yang optimal kepada petani
yang selama ini mengusahakannya.
Kualitas mangga yang rendah dan beragam
menjadi masalah dalam pemasaran sehingga Masalah lain yang banyak ditemui adalah
tidak selalu sesuai dengan permintaan pasar petani mangga masih lemah dalam
(Supriatna 2010; Awaliyah 2018), khususnya pembentukan modal (capital formation) sehingga
untuk mangga yang dipasarkan di pasar modern untuk mencukupi biaya produksi dan atau
dan ekspor. Sebagai contoh, untuk ekspor, kebutuhan keluarga yang mendesak sebelum
dikehendaki mangga gedong gincu grade A yang musim panen tiba, mereka terpaksa melakukan
berukuran 300‒350 gram. Hal ini sulit dipenuhi pinjaman ke pelepas uang. Sebagai akibatnya,
karena pada umumnya mangga gedong gincu sebagian petani melakukan penjualan mangga
yang dihasilkan petani berukuran 200‒250 gram. secara sistem ijon atau menyewakan kebun ke
Ukuran mangga gedong gincu yang kecil terkait pelepas uang. Hal ini menambah lemahnya
dengan pengelolaan budi daya mangga yang posisi tawar petani (Supriatna 2007). Perlu
umumnya masih belum sesuai dengan GAP, dilakukan upaya untuk meningkatkan posisi
seperti pemupukan, pemangkasan, pengairan, tawar petani agar memperoleh keuntungan yang
dan penjarangan buah yang jarang dilakukan layak melalui peningkatan pengetahuan sistem
petani. budi daya mangga gedong yang baik (GAP)
disertai akses terhadap permodalan dan akses
Terkait dengan struktur pasar, Arsyad dan
pasar secara lebih luas sehingga petani
Kusuma (2014) mendefinisikan struktur pasar
terdorong untuk dapat meningkatkan
sebagai derajat persaingan dalam industri yang
produktivitas dan kualitas mangga yang
cenderung berubah secara perlahan-lahan,
dihasilkan.
bahkan dapat dianggap tetap atau relatif
permanen dalam jangka pendek. Menurut Case Pasar modern merupakan salah satu
dan Fair (2008) dan Sukirno (2010), struktur alternatif bagi pemasaran mangga gedong gincu.
pasar dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, Namun, hingga saat ini, baru sebagian kecil
yaitu pasar persaingan sempurna, pasar petani hortikultura, termasuk petani mangga
monopoli, pasar persaingan monopolistik, dan gedong gincu, yang dapat menembus pasar
pasar oligopoli. Struktur pasar mangga gedong modern. Menurut Natawidjadja et al. (2007),
gincu mengarah pada oligopsoni atau monopsoni petani yang dapat memasuki pasar modern
karena jumlah pedagang besar di wilayah masih terbatas pada petani yang melakukan
tersebut hanya sedikit sehingga kompetisi investasi pada sistem produksi dan memiliki aset
kurang. Kegiatan para pedagang sering kali pengetahuan tentang teknologi sehingga petani
dikendalikan oleh satu atau beberapa pedagang dapat menghasilkan produk dengan kualitas
tertentu. Hal ini berpotensi menyebabkan posisi yang diinginkan oleh pasar modern. Dalam hal
petani lemah dalam penentuan harga jual ini, komersialisasi produk oleh petani kecil ke
sehingga harga lebih dominan ditentukan oleh pasar modern dinilai dapat mengurangi tingkat
pedagang (Supriatna 2010; Sulistyowati et al. kemiskinan perdesaan di negara berkembang
2013; Yunita dan Julia 2014; Awaliyah 2018). (Barrett et al. 2010; Collier dan Dercon 2014)
sehingga peningkatan akses petani ke pasar
Terkait dengan hal di atas, Yunita dan Julia
modern perlu mendapatkan perhatian
(2014) menunjukkan bahwa penciptaan nilai
pemerintah. Peningkatan akses tersebut perlu
tambah antarpelaku pemasaran mangga gedong
disertai fasilitasi akses terhadap permodalan
gincu belum seimbang dan manajemen rantai
mengingat sistem pembayaran secara
pasok belum tertata dengan baik. Akibatnya,
rantai nilai mangga gedong gincu belum mampu
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 63
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
konsinyasi yang diberlakukan oleh pasar retail membuat kerja sama kontrak dengan pasar
modern. modern/eksportir. Dalam hal yang bersifat teknis,
poktan juga merupakan wadah untuk saling tukar
Masalah lain yang dihadapi adalah masih
menukar pengalaman dalam menanggulangi
ditemukannya pungutan-pungutan liar dalam
berbagai masalah budi daya di lapangan.
pengiriman mangga dari pedagang besar ke
agen di pasar-pasar induk sehingga Namun sayangnya, sejumlah studi
menyebabkan tingginya biaya operasional menunjukkan bahwa poktan belum mampu
(Supriatna 2010). Tambahan biaya tersebut akan menjalankan peran idealnya secara baik. Fungsi
dibebankan kepada petani, yang menyebabkan kelembagaan poktan mangga gedong gincu di
harga mangga di tingkat petani menjadi lebih tingkat petani yang ada belum maksimal
rendah. (Hervelly dan Pribadi, 2015). Bahkan, ditemukan
kasus bahwa petani sangat jarang tergabung
dalam suatu kelembagaan usaha tani mangga
KELEMBAGAAN DALAM AGRIBISNIS (Ramadhani dan Rasmikayati 2017; Elfadina et
MANGGA al. 2019). Petani mangga gedong gincu di
Majalengka, misalnya, sulit disatukan dalam satu
kelembagaan karena pada umumnya belum
Kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola menyadari pentingnya berkelompok. Meskipun
hubungan antara anggota masyarakat dalam demikian, sudah ada kelompok tani mangga
suatu organisasi yang memiliki faktor pembatas gedong gincu yang melakukan kerja sama
dan pengikat berupa norma, aturan formal, dengan beberapa perusahaan besar (Suhaeni et
maupun nonformal untuk mencapai tujuan al. 2014). Oleh karena itu, tantangan masih
bersama (Djogo et al. 2003). Kelembagaan cukup besar untuk mengaktifkan poktan
mempunyai sejumlah unsur penting, yaitu mengingat fungsi kelompok tani sebagai wahana
institusi, norma tingkah laku, peraturan, aturan belajar, wahana kerja sama, dan unit produksi
dalam masyarakat, kode etik, kontrak, pasar, hak agar petani lebih berdaya dan memiliki daya
milik, organisasi, dan insentif. Sementara, tawar yang baik (Andriani et al. 2019).
Mangkuprawira (1996) mendefinisikan agribisnis
sebagai suatu kesatuan sistem usaha yang
antarsubsistemnya (penyediaan faktor-faktor Kelembagaan Pemasaran/Distribusi
produksi, budi daya/produksi, pengolahan/ Keberhasilan usaha tani tidak terlepas dari
agroindustri, dan distribusi pemasaran) saling peran kelembagaan pemasaran. Apabila peran
terkait dan keterkaitan tersebut dijalin oleh
tersebut belum optimal maka pengembangan
kelembagaan. Terkait dengan agribisnis agribisnis komoditas dapat terhambat
mangga, termasuk mangga gedong gincu, di (Tejaningsih et al. 2018). Pada praktiknya,
dalamnya melibatkan sejumlah kelembagaan,
kelembagaan pasar melibatkan banyak pihak
baik sosial maupun ekonomi, yang secara lebih yang masing-masing memiliki peran dalam rantai
rinci diuraikan di bawah ini. tata niaga. Pedagang pengumpul kecil dan
pedagang pengumpul besar adalah lembaga
Kelembagaan Kelompok Tani pemasaran yang melakukan fungsi
pengumpulan, pengemasan dan penjualan.
Dalam tataran ideal, kelompok tani (poktan) Pedagang pasar induk, pedagang pengecer,
dapat menjadi naungan bagi petani mangga supplier, supermarket, dan eksportir melakukan
yang dalam sistem tata niaga menjadi starting fungsi penjualan dan pengemasan. Selain pelaku
point karena berperan sebagai produsen. Poktan pasar, sejumlah stakeholder terkait menjadi
seyogianya mampu berperan nyata dalam pendukung dalam memperlancar
mendukung kegiatan petani dalam budi daya pemasaran/distribusi mangga, di antaranya
mangga. Menurut Awaliyah (2018), kelompok kelompok tani, gapoktan, penyuluh, pembibit,
tani dapat menjadi media saluran bantuan dan Dinas Pertanian, Kementerian Pertanian,
modal dari pemerintah, instansi swasta, dan Kementerian Perdagangan, dan Perguruan
perbankan, serta berperan dalam penerapan Tinggi.
teknologi, peningkatan pengetahuan budi daya
dan pascapanen, dan pengembangan pasar.
Poktan dapat berperan dalam aktivitas Kelembagaan Sewa dan Sprayer Trader
pemasaran hasil produksi anggota ketika tidak
Di kalangan petani mangga berkembang
ada pedagang pengumpul yang mengambil hasil kelembagaan sewa-menyewa lahan kebun
panen dan mengoordinasikannya untuk mangga. Petani menyewa/mengontrak lahan
dipasarkan ke relasi lainnya. Pada tingkatan
umumnya karena tidak memiliki lahan cukup luas
yang lebih maju, poktan dapat langsung
64 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
kuantitas, terjaminnya kontinuitas, dan efisiensi harga yang lebih tinggi, sharing informasi,
pengangkutan. kepastian harga dan pasar, dan efisiensi dalam
pengangkutan karena pihak eksportir
Hasil kajian Syamsiah dan Sulistyowati (2014)
menyediakan transportasi. Kemitraan ini tidak
menunjukkan bahwa kemitraan petani mangga di
hanya menguntungkan petani dan kelompok tani,
Kabupaten Cirebon melibatkan beberapa pelaku,
namun eksportir juga mendapatkan keuntungan
yang digambarkan dengan dua pola kemitraan
berupa kepastian pasokan, baik kualitas,
yang berbeda (Gambar 5). Kemitraan yang
kuantitas, dan kontinuitas sehingga mendorong
pertama terjalin antara petani dengan pedagang
petani untuk meningkatkan kualitas, kuantitas,
pengumpul. Beberapa petani memilih melakukan
dan kontinuitas mangga.
kemitraan dengan pedagang pengumpul karena
mendapatkan pinjaman modal. Petani Pola kemitraan kedua ini merupakan contract
mendapatkan keuntungan lain karena selain farming karena petani berkewajiban untuk
memasok untuk pasar tradisional dan modern, menjual seluruh produk yang dihasilkannya
pengumpul juga memasok produk ke industri sesuai dengan standar yang diberikan
pengolahan. Adanya alternatif industri perusahaan, baik kualitas, kuantitas, dan
pengolahan ini membawa dampak positif bagi kontinuitasnya (Syamsiah dan Sulistyowati
petani karena pada saat produk yang dihasilkan 2014). Namun sayangnya, dalam praktiknya
melimpah (panen raya), hasil produksi petani kondisi yang ideal ini sering kali tidak mudah
dapat diserap oleh industri pengolahan dengan dicapai dan terkadang kemitraan tidak berjalan
harga yang tidak terlalu rendah. Pedagang berkesinambungan. Dalam konsep kemitraan,
pengumpul menjual mangga ke pelaku usaha perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung
lain dengan pola dagang biasa. Sebenarnya, jawab yang strategis, karena menggantikan
pola kemitraan ini merupakan pola dagang peranan pasar terbuka. Apabila perusahaan
umum yang di dalamnya terdapat variasi berupa mitra tidak dapat menjamin pemasaran produk
pemberian pinjaman modal dan penyediaan kelompok/usaha mitra, maka kelangsungan
input oleh pedagang kepada petani yang menjadi hubungan kontrak akan terancam. Ketentuan
mitranya. yang tegas dalam hubungan kontrak dan
kesadaran yang tinggi dari perusahaan mitra
Pola kemitraan yang kedua terjalin antara
untuk menepati ketentuan merupakan solusi
petani dan kelompok tani buah. Mekanisme
untuk permasalahan ini.
kemitraan yang terjadi tidak jauh berbeda
dengan pola kemitraan pertama, yaitu petani
yang bermitra dengan kelompok tani buah (KTB)
mendapatkan bantuan pinjaman modal, PROSPEK, KINERJA, DAN
PERMASALAHAN PENINGKATAN EKSPOR
kemudahan pembelian input pertanian, dan
sharing risiko. Selain itu, karena pada pola MANGGA GEDONG GINCU
kemitraan kedua kelompok tani juga melakukan
kemitraan dengan eksportir, maka petani juga Mangga merupakan salah satu komoditas
mendapatkan berbagai keuntungan lain berupa hortikultura yang menjadi unggulan ekspor
Indonesia. Namun, sebagai salah satu produsen dan individual menggunakan beragam jenis
mangga terbesar di dunia, nilai ekspor mangga pestisida dengan tingkat penggunaan yang tinggi
Indonesia masih rendah. Mangga Indonesia menyebabkan ekspor mangga terkendala karena
yang telah diekspor baru sekitar 1% dari total belum terbebas dari infestasi lalat buah dan
produksi, sementara 99% dipasarkan di pasar residu pestisida kimia. Menurut De Faveri et al.
domestik. Menurut Sulistyowati dan Natawidjaja (2016), infestasi lalat buah merupakan salah satu
(2016), masih sangat rendahnya ekspor mangga faktor pembatas kunci dalam rantai nilai buah-
menunjukkan bahwa komersialisasi usaha tani buahan, termasuk mangga gedong gincu. Selain
mangga masih rendah karena petani mangga menyebabkan penurunan produksi (losses) yang
belum dapat merespons permintaan mangga besar, infestasi lalat buah juga membatasi
secara penuh. potensi ekspor mangga Indonesia karena
regulasi karantina internasional yang ketat.
Selain mangga arumanis, mangga gedong
Infestasi lalat buah menyebabkan hingga saat ini
gincu merupakan primadona ekspor Indonesia
ekspor mangga dari Indonesia belum bisa
(Tabloid Sinartani.com 2016). Ekspor mangga
menembus pasar Jepang, sekalipun peluang
gedong gincu telah dilakukan terutama ke
pasar mangga di negara tersebut sangat
Hongkong, Singapura, negara-negara Timur
menjanjikan. Perlakuan mangga melalui vapor
Tengah, dan Rusia. Sebagai contoh, ekspor
hot treatment yang dipersyaratkan Jepang masih
mangga gedong gincu dari Cirebon dimulai sejak
menjadi kendala bagi eksportir mangga karena
tahun 2000 dan pada tahun 2008 telah
harga alat yang sangat mahal.
mempunyai eksportir sendiri yang langsung
mengirimkan mangga gedong gincu ke Permasalahan off farm lain yang
Singapura, Hongkong, Malaysia, Saudi Arabia, mengganggu keberlangsungan kegiatan ekspor
Dubai, Abu Dhabi, Oman, Qatar, Doha, Kuwait, mangga gedong gincu adalah ketersediaan
dan Ukraina (Rizkia 2012; Awaliyah 2018). pasokan. Produksi mangga yang bersifat
Seiring dengan berkembangnya teknologi musiman menyebabkan permintaan pasar luar
informasi, keberadaan teknologi internet juga negeri (ekspor) tidak dapat dipenuhi sepanjang
menjadi salah satu penunjang untuk perluasan tahun (Budirokhman 2016). Pada saat musim
pasar, khususnya pasar ekspor (Awaliyah 2018). panen (peak season) ketersediaan buah mangga
gedong gincu melimpah, namun pada musim lain
Beberapa studi (Dhiany 2008; Nalinda 2012;
(off season) buah mangga gedong gincu hanya
Saleh 2015) menunjukkan, selain menghasilkan
sedikit ditemukan di pasar. Hal ini disebabkan
keuntungan secara finansial maupun ekonomi,
karena pengaturan pembungaan mangga oleh
usaha tani mangga gedong gincu juga memiliki
petani mitra eksportir masih lebih banyak
keunggulan kompetitif dan komparatif. Artinya,
disandarkan pada pengaturan alami. Artinya,
meskipun tanpa bantuan dan intervensi
pembungaan masih lebih banyak dilakukan
pemerintah, mangga gedong gincu memiliki daya
secara alamiah sesuai mekanisme alam,
saing dan dapat bertahan di pasar persaingan
sedangkan manipulasi pengaturan pembungaan
sempurna sehingga mempunyai prospek yang
dan pembuahan belum banyak dilakukan secara
bagus untuk ekspor.
komersial. Pembungaan alami masih dominan
Walaupun mempunyai prospek yang bagus karena memang tidak memerlukan biaya,
dan peluang pasar ekspor cukup tinggi, sejauh ini berbeda dengan pembungaan di luar musim
ekspor mangga gedong gincu belum dapat yang memerlukan input (pupuk, ZPT) yang cukup
dilakukan secara optimal karena menghadapi besar. Kondisi ini menyulitkan petani karena
berbagai permasalahan dan kendala teknis, dibutuhkan biaya atau modal yang besar.
ekonomis, maupun sosial, mulai dari sisi on farm
Proses panen dan pascapanen masih
hingga off farm. Sistem budi daya mangga masih
dilakukan petani secara manual. Khusus untuk
tradisional atau belum menerapkan SOP/GAP
mangga yang akan diekspor, dikehendaki buah
secara optimal, belum menerapkan teknologi
mangga yang dipetik dengan tangkainya.
secara lengkap, dan sistem pengusahaan belum
Umumnya perlakuan pascapanen belum sesuai
komersial sehingga buah mangga yang
dengan good handling practices (GHP) karena
dihasilkan mempunyai produktivitas dan kualitas
petani tidak memiliki packing house. Hal tersebut
yang rendah dan beragam. Akibatnya, pasokan
berlanjut pada proses packing dan pengiriman
mangga gedong gincu yang dapat memenuhi
yang kurang memadai sehingga kerusakan saat
persyaratan kualitas ekspor sangat terbatas,
pengiriman masih sangat tinggi (Wandschneider
terlebih dengan terbatasnya jumlah kebun petani
et al. 2013). Hasil kajian Rizkia (2012)
yang teregistrasi.
menunjukkan bahwa dari total jumlah mangga
Pengendalian serangan lalat buah yang yang dikirim gapoktan ke gudang eksportir,
umumnya masih dilakukan secara konvensional hanya 29,1−50,5% yang bisa diekspor. Selama
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 67
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
transportasi dari gapoktan ke gudang eksportir untuk ekspor. Strategi pemasaran mangga
terjadi kerusakan mekanis, yaitu 2,1−6,4% buah terutama untuk ekspor dapat menggunakan
tidak bertangkai, 9,4−19,2% luka promosi produk secara terintegrasi oleh
memar/benturan, dan 15,2−31,9% luka gesekan. pemerintah melalui penerapan standardisasi
Selain terbatasnya pasokan, hal ini juga kebun mangga, sehingga dihasilkan mangga
menyebabkan eksportir memerlukan waktu berkualitas sesuai permintaan pasar. Selain itu,
tunggu yang cukup lama untuk memenuhi target diperlukan peningkatan kerja sama antara
volume kapasitas minimal pengiriman. eksportir dengan petani untuk meningkatkan
ketersediaan mangga berkualitas, optimalisasi
Negara importir menginginkan mangga
peran intelijen pemasaran untuk memperoleh
gedong gincu yang dipetik pada tingkat
informasi karakteristik pasar, dan pembangunan
kematangan 80−85% (Rizkia 2012). Dengan
one stop service per wilayah mangga yang
tingkat kematangan demikian, mangga sangat
meliputi penanganan pascapanen, dokumen
rentan rusak pada setiap mata rantai pasok.
ekspor, dan pengangkutan (Nalinda 2012).
Pada suhu ruang, mangga dengan tingkat
kematangan tersebut mempunyai umur simpan
hanya enam hari, sehingga harus segera
dikeluarkan dari gudang persediaan sebelum PENUTUP
rusak untuk menghindari kerugian. Guna
memenuhi kebutuhan eksportir mangga gedong Mangga gedong gincu selain memiliki
gincu, gapoktan yang menjadi mitra eksportir karakteristik yang khas dan merupakan buah
harus melakukan perencanaan kebutuhan eksotis khas Jawa Barat, juga mempunyai nilai
mangga melalui pengaturan waktu panen ekonomis tinggi, dan berpeluang untuk
(Budirokhman 2016). Pengaturan waktu panen pemasaran di pasar modern dan ekspor.
berfungsi mengatur pasokan yang kontinu sesuai Peluang pasar yang masih terbuka lebar tersebut
dengan jadwal waktu ekspor. perlu diimbangi dengan berbagai upaya untuk
Di sisi lain, sebagian petani belum merasa meningkatkan daya saing, baik pada on farm
adanya nilai tambah dalam mengekspor mangga maupun off farm. Produktivitas yang rendah dan
karena harga yang mereka terima hampir sama kualitas produk yang belum seragam masih
dengan harga di pasar domestik, sementara menjadi masalah dalam pengembangan
persyaratannya sangat ketat. Menurut Fizzanty agribisnis mangga gedong gincu. Oleh karena
et al. (2008), harga mangga yang relatif murah di itu, upaya peningkatan daya saing pada tataran
tingkat petani terjadi karena pedagang besar on farm dapat dilakukan melalui peningkatan
ingin mendapatkan keuntungan besar dari produksi, produktivitas, dan kualitas buah, serta
perbedaan harga pasar dengan harga eksportir. kontinuitas produksi melalui pemeliharaan
Akibatnya, harga yang diterima petani tidak tanaman sesuai dengan GAP.
seperti dijanjikan eksportir. Hal ini menyebabkan Sementara, untuk peningkatan daya saing
petani tidak termotivasi untuk meningkatkan buah pada tingkat off farm, dapat dilakukan
kualitas. Sejalan dengan itu, kajian Awaliyah dan melalui perbaikan infrastruktur, sarana dan
Saefudin (2020) menunjukkan bahwa eksportir prasarana, transportasi, kelembagaan, serta
memperoleh margin keuntungan yang sangat regulasi. Dalam upaya menembus dan
besar (55%) dari total margin keuntungan pada memperluas pasar global maka di masa
saluran pemasaran mangga gedong gincu untuk mendatang sudah saatnya origin labeling dapat
ekspor. dikembangkan menjadi Country of Origin
Untuk dapat memperluas pasar, Labeling (COOL) dan menjadi titik awal untuk
meningkatkan volume perdagangan, dan internasionalisasi mangga gedong gincu.
bersaing dengan eksportir negara lain diperlukan Untuk meningkatkan pemasaran mangga
upaya perbaikan dari semua pihak yang terlibat gedong gincu, diperlukan sinergi dari semua
dalam sistem produksi dan pemasaran mangga. stakeholder, baik petani (produsen), pelaku
Pengetahuan tentang prosedur dan kiat pasar (pedagang pengumpul, pedagang besar,
pemasaran diperlukan untuk meningkatkan daya eksportir), maupun pemerintah sebagai penentu
saing mangga Indonesia di pasar nasional dan kebijakan. Sebagai pelaku utama agribisnis,
internasional. Hal ini dapat diwujudkan melalui petani perlu dilatih untuk berorientasi bisnis
kualitas produk yang baik, produktivitas yang dengan menghasilkan produk yang diinginkan
tinggi, harga yang bersaing, dan pelayanan yang pasar, bukan sekedar menjual apa yang
baik. Kualitas merupakan kunci utama untuk dihasilkan. Dengan demikian, petani lebih dapat
memasuki pasar internasional, selanjutnya bersaing di pasar dan memperoleh keuntungan
kontinuitas dan kuantitas, food safety dan yang lebih besar. Tentu saja upaya ini harus
traceability, serta kemitraan rantai pasok mangga
68 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
(AU): Australian Centre for International Elfadina EA, Rasmikayati E, Saefudin BR. 2019.
Agricultural Research. Analisis luas dan status penguasaan lahan petani
mangga dikaitkan dengan perilaku agribisnisnya di
De Faveri S, Shanmugam V, Maghraby W, Suhaeti Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu. J Ilm
RN, Kustaryati A, Cahyaniati, Higgins S. 2017. Mhs Agroinfo Galuh. 6(1):69‒79.
Evaluating options for further development of
mango value chains in Java and Bali. Final Report. Ellis F. 1993. Peasant economics (Farm households in
Canberra (AU): Australian Centre for International agrarian development). 2nd ed. Cambridge (UK):
Agricultural Research. Cambridge University Press.
Deliana Y. 2011. Analysis of consumer behavior on the Fizzanty T, Collins RJ, Russell I. 2008. Complex
selection of apple, cytrus, imported and local adaptive processes in building supply chains: case
mango, in the Bandung City, West Java. J Lucrari studies of fresh mangoes in Indonesia. Acta Hortic.
Stiintifice. Seria Agronomie. 54(2):32−37. 794:133−140.
Deliana Y, Fatimah S, Charina A. 2014. Karakteristik Hafsah MJr. 1999. Kemitraan usaha: konsepsi dan
petani kaitannya dengan cara penjualan mangga di strategi. Jakarta (ID): Penerbit Swadaya.
Kabupaten Cirebon. Dalam: Qanti SR, Sadeli AH,
Kusumo RAB, Ginanjar T, Hermiatin FR, editors. Hapsari H, Raksayudha AMF. 2014. Tingkat adopsi
Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Inklusif teknologi budidaya mangga (Kasus pada
di Sektor Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, Kelompok Tani ADS dan Sari Buah, Kabupaten
Indonesia. Sumedang (ID): Universitas Majalengka). Dalam: Qanti SR, Sadeli AH, Kusumo
Padjadjaran. hlm. 247−253. RAB, Ginanjar T, Hermiatin FR, editors. Prosiding
Seminar Nasional Pembangunan Inklusif di Sektor
Dhiany SA. 2008. Analisis daya saing usaha tani Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, Indonesia.
mangga gedong gincu (Mangifera indica L.) (Kasus Sumedang (ID): Universitas Padjadjaran. hlm.
di Desa Sliyeg Lor, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten 430−435.
Indramayu, Jawa Barat) [Skripsi]. [Bogor (ID)]:
Institut Pertanian Bogor. Hervelly, Pribadi EW. 2015. Roadmap pengembangan
industri mangga gedong gincu di wilayah Cirebon
Dinar. 2014. Kajian pola kemitraan agribisnis manggga yang merupakan bagian kegiatan tematik
gedong gincu (Studi kasus di wilayah III Cirebon: kewilayahan Jawa Barat. Pas Food Technol J.
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dan 2(3):1−17.
Kabupaten Indramayu). Dalam: Qanti SR, Sadeli
AH, Kusumo RAB, Ginanjar T, Hermiatin FR, Hidayat YR, Dwirayani D, Saleh I. 2018. Kajian
editors. Prosiding Seminar Nasional kegiatan pemeliharaan pada usahatani mangga
Pembangunan Inklusif di Sektor Pertanian; 2014 gedong gincu (Mangifera indica L.) berdasarkan
Nov 24; Sumedang, Indonesia. Sumedang (ID): SOP (standard operating procedure) (Studi kasus
Universitas Padjadjaran. hlm. 73−77. di wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten
Cirebon). Dalam: Suhartanto, R, Aisyah SI, Palupi
[Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2020. ER, Nindita A, editors. Prosiding Seminar Nasional
Kejar pasar ekspor, Kementan fokus penanganan & Kongres Perhimpunan Hortikultura Indonesia
lalat buah [Internet]. [diunduh 2021 Mar 20]. (Perhorti) 2017: Inovasi untuk Mempercepat
Tersedia dari: http://hortikultura.pertanian.go.id/? Peningkatan Daya Saing Hortikultura; 2017 Okt
p=5446 11−12; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Perhimpunan
Hortikultura Indonesia. hlm. 479−484.
[Ditlinhorti] Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2020.
Jabar kendalikan lalat buah dengan SIMPOK Hidayat YR, Dwirayani D, Saleh I. 2019. Kajian
[Internet]. [diunduh 2021 Mar 20]. Tersedia dari: penerapan teknologi terhadap pendapatan
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/index.php/a usahatani mangga gedong gincu (Mangifera indica
rtikel/detail/JabarKendalikan-Lalat-Buah-Dengan- L.) (Studi kasus di wilayah Kabupaten Majalengka
Simpok dan Kabupaten Cirebon). J Ekon Pertan Agribisnis.
3(1):152-161.
Djogo T, Sirait MT, Suharjito D. 2003. Kelembagaan
dan kebijakan dalam pengembangan agroforestri. Jaenudin A. Suradinata T, Maryuliyanna M. 2019. The
Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF). effect of micro-climate to quality and existence of
gedong gincu mango. IOP Conf. Series: J Phys:
Dwirayani D, Hapsari H, Sendjaja TP. 2014. Analisis Conf. Series 1360 (2019) 012003:[4 p.].
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap doi:10.1088/1742-6596/1360/1/ 012003
keberdayaan petani mangga Gedong Gincu (Suatu
kasus di Desa Pasirmuncang dan Desa Cijurey, Jumiati E, Darwanto DH, Hartono S, Masyhuri. 2013.
Kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka). Analisis saluran pemasaran dan marjin pemasaran
Dalam: Qanti SR, Sadeli AH, Kusumo RAB, kelapa dalam di daerah perbatasan Kalimantan
Ginanjar T, Hermiatin FR, editors. Prosiding Timur. J Agrifor. 12(1):1412–6885.
Seminar Nasional Pembangunan Inklusif di Sektor
Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, Indonesia. Kusumo RAB, Rasmikayati E, Mukti GW. 2018a.
Sumedang (ID): Universitas Padjadjaran. hlm. Perilaku petani dalam usahatani mangga di
331−336. Kabupaten Cirebon. Mimb Agribisnis. 4(2):197‒
209.
70 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 39 No. 1, Juli 2021: 49-71
Kusumo RAB, Rasmikayati E, Mukti GW, Fatimah S, Sumedang (ID): Universitas Padjadjaran. hlm.
Saefudin BR. 2018b. Faktor-faktor yang 228−232.
mempengaruhi keputusan petani mangga dalam
menggunakan teknologi off season di Kabupaten Rasmikayati E, Sulistyowati L, Saefudin BR. 2017.
Cirebon. J Pemikir Masy Ilm Berwawasan Risiko produksi dan pemasaran terhadap
Agribisnis. 4(1):57−69. pendapatan petani mangga: kelompok mana yang
paling berisiko? J Pemikir Masy Ilm Berwawasan
Lukman L. 2020. Kebijakan pengembangan mangga. Agribisnis. 3(2):105‒116.
Bahan presentasi pada Seminar Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura; 2020 Mar 4; Rizkia H. 2012. Pengembangan sistem persediaan
Bogor, Indonesia. dalam rantai pasok mangga gedong gincu
[Disertasi]. [Bogor (ID)]: Institut Pertanian Bogor.
Mangkuprawira S. 1996. Hubungan kelembagaan
dalam agribisnis. Agrimedia, 2(2):13–15. Roberts RE, Kristedi T. 2018. Analysis of mango
markets, trade and strategic research issues in the
Mukti GW, Rasmikayati E, Kusumo RAB, Fatimah S. Asia Pacific. Country study – Indonesia. Final
2018. Perilaku kewirausahaan petani mangga Report. Canberra (AU): Australian Centre for
dalam sistem agribisnis di Kabupaten Majalengka International Agricultural Research.
Provinsi Jawa Barat. Mimb Agribisnis. 4(1):40−56.
Sa’diah SA, Tamami NDB. 2020. Proyeksi ekspor
Nadapdap HJ. 2014. Kajian adopsi teknologi produksi beras nasional melalui gerakan tiga kali lipat
komoditas mangga (Suatu kasus petani mangga di ekspor (Gratieks) pertanian Indonesia. J Pamator.
Provinsi Jawa Barat) [Tesis]. [Bandung (ID)]: 13(2):159‒169.
Universitas Padjadjaran.
Saleh MR. 2015. Analisis daya saing dan dampak
Nalinda R. 2012. Kiat dan prosedur pemasaran kebijakan pemerintah pada usahatani mangga
mangga dalam dan luar negeri (membangun gedong gincu (Mangifera indica L.) (Suatu kasus
jejaring pemasaran produk lokal) [Internet]. pada Desa Sedong Kidul, Kecamatan Sedong,
[diunduh 2020 Jun 21]. Tersedia dari: Kabupaten Cirebon, Jawa Barat) [Skripsi].
https://stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads/ [Bandung (ID)]: Universitas Padjadjaran
2017/12/KIAT-DAN-PROSEDUR-PEMASARAN-
MANGGA-DALAM-DAN-LUAR-NEGERI.pdf Saptana, Lestari EH, Indraningsih KS, Ashari, Friyatno
S, Sunarsih, Darwis V. 2005. Pengembangan
Natawidjaja RS. 2007. Horticultural producers and model kelembagaan kemitraan usaha yang
supermarket development in Indonesia. Report No. berdaya saing di kawasan sentra produksi
38543-ID. Washington, DC (US): The World Bank. hortikultura. Laporan Akhir Penelitian
Proyek/Bagian Proyek Pengkajian Teknologi
Natawidjaja RS. 2010. Farmer’s search in agricultural Pertanian Partisipatif. Bogor (ID): Pusat Penelitian
market. SOCA. 10(2):141−53. dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Natawidjaja RS. 2012. Understanding how informality Saptana, Rachman HPS. 2015. Tinjauan konseptual
works in reality: the case of horticulture sector in makro-mikro pemasaran dan implikasinya bagi
Indonesia. Paper presented at Meeting Small pembangunan pertanian. Forum Penelit Agro
Scale Farmers in Their Markets: Understanding Ekon. 33(2):45–63.
and Improving the Institutions and Governance of
Inforal Agrifood Trade; 2012 Nov 29−30; Sarifudin W. 2018. Sistem manajemen pengendalian
Amsterdam, Netherland. organisme pengganggu tanaman (OPT) lalat buah
skala kawasan (SIMPOK). Bandung (ID): Balai
Qanti SR. 2014. Partisipasi petani mangga marginal Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura-
dalam saluran pemasaran modern: pendekatan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
analisis regresi probit. Dalam: Qanti SR, Sadeli AH, Jawa Barat
Kusumo RAB, Ginanjar T, Hermiatin FR, editors.
Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Inklusif Sivakumar D, Jiang Y, Yahia EM. 2011. Maintaining
di Sektor Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, mango (Mangifera indica L.) fruit quality during the
Indonesia. Sumedang (ID): Universitas export chain. Food Res Int. 44(5):1254−1263.
Padjadjaran. hlm. 17−22.
Suhaeni, Karno, Sumekar W. 2014. Rantai nilai
Ramadhani W, Rasmikayati E. 2017. Pemilihan pasar agribisnis mangga gedong gincu (Manginfera
petani mangga serta dinamika agribisnisnya di indica L) di Kabupaten Majalengka. J Ilm Pertan
Kecamatan Panyingkiran Kabupaten Majalengka Peternak. 2(1):6-16.
Provinsi Jawa Barat. J Mimb Agribisnis.
3(2):185−202. Suhaeni, Prihanti SY. 2014. Peran pedagang
pengepul pada usahatani mangga gedong gincu
Rasmikayati E, Sulistyowati L. 2014. Kajian risiko (Mangifera indica.L). Dalam: Qanti SR, Sadeli AH,
produksi dan pemasaran pada petani mangga. Kusumo RAB, Ginanjar T, Hermiatin FR, editors.
Dalam: Qanti SR, Sadeli AH, Kusumo RAB, Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Inklusif
Ginanjar T, Hermiatin FR, editors. Prosiding di Sektor Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang,
Seminar Nasional Pembangunan Inklusif di Sektor Indonesia. Sumedang (ID): Universitas
Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, Indonesia. Padjadjaran. hlm. 239−246.
KINERJA AGRIBISNIS MANGGA GEDONG GINCU DAN POTENSINYA SEBAGAI PRODUK EKSPOR 71
PERTANIAN UNGGULAN
Ening Ariningsih, Ashari, Handewi P. Saliem, Mohamad Maulana, Kartika Sari Septanti
Sukirno S. 2010. Mikro ekonomi: teori pengantar. kebijakan mangga di Kabupaten Cirebon, Jawa
Jakarta (ID): Kharisma Putra Utama Offset. Barat. Dalam: Qanti SR, Sadeli AH, Kusumo RAB,
Ginanjar T, Hermiatin FR, editors. Prosiding
Sulistyowati L, Natawidjaja RS, Rahmat B. 2015. Seminar Nasional Pembangunan Inklusif di Sektor
Adoption of technology and economics efficiency of Pertanian; 2014 Nov 24; Sumedang, Indonesia.
the small-holder mango farmers in Indonesia. Int J Sumedang (ID): Universitas Padjadjaran. hlm.
Appl Bus Econ Res. 13(7):4621−4645. 65−72.
Sulistyowati L, Natawidjaja RS. 2016. Tabloid Sinartani.com. 2016 Jun 22. Peta ekspor
Commercialization determinant of mango farmers mangga khas Indonesia [Internet]. [diunduh 2021
in West Java-Indonesia. IJABER. 11(11): Mar 5]. Tersedia dari: https://tabloidsinartani.
7537−7557. com/detail/indeks/olahan-pasar/3827-peta-ekspor-
Sulistyowati L, Natawidjaja RS, Saidah Z. 2013. mangga-khas-indonesia-
Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi Tedjaningsih T, Suyudi, Nuryaman H. 2018. Peran
keputusan petani mangga terlibat dalam sistem kelembagaan dalam pengembangan agribisnis
informal dengan pedagang pengumpul. mendong. Mimb Agribisnis. 4(2):210‒226. Utama
Sosiohumaniora. 15(3):285−293. IMS, Setiyo Y, Puja IARP, Antara NS. 2011. Kajian
Supriatna A. 2007. Kajian kelayakan usahatani dan atmosfir terkendali untuk memperlambat
marjin tataniaga mangga (Mangifera indica). J penurunan mutu buah mangga arumanis selama
Pengkaj Pengemb Teknol Pertan. 10(2):167−179. penyimpanan. J Hortik Indones. 2(1):27−33.
Supriatna A. 2010. Analisis pemasaran mangga Wandschneider T, Baker I, Natawidjaja R. 2013.
“gedong gincu” (studi kasus di Kabupaten Cirebon, Eastern Indonesia agribusiness opportunities –
Jawa Barat). Agrin. 14(2):97−113. mango value chain. Final Report. Canberra (AU):
Australian Centre for International Agricultural
Sutrisno N, Wardoyo SS. 2018. Hubungan kelengasan Research.
tanah dan fluktuasi curah hujan dengan dinamika
puncak panen mangga gedong gincu. J Tanah Air. Yunita A, Julia A. 2014. Model rantai nilai pada
15(1):22−37. komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten
Majalengka. J Kaji Ekon Pembang. 10(2):89−102.
Syamsiah N, Sulistyowati. 2014. Kemitraan usaha
dalam peningkatan daya saing dan dampak