3036 7838 1 PB
3036 7838 1 PB
3036 7838 1 PB
KHAIRUN
ISSN Online: 2581-1797
Law Journal
Khairun Law Journal, Vol. 4 Issue 1, September 2020 Faculty of Law, Khairun University
Abstract
The legal basis regulating traffic is Law of the Republic of Indonesia Number 22 of 2009 concerning
"Road Traffic and Transportation" (hereinafter written UULAJ). Traffic procedures are regulated in
Article 105 to Article 126 UULAJ. However, the current high number of traffic violations is one of the
causes of the high number of traffic accidents that occur. With the increasing need for transportation for
the community, there are also more vehicles in the traffic lane so that it cannot be denied that it will cause
violations to be committed, especially by motorized vehicle drivers which results in quite difficult and
complicated problems. Fines are a type of crime that is generally imposed on all violations. The fact is
currently happening in Kota Ternate, although the ticket fines already exist, the number of traffic
violations is always there and tends to increase. One of the causes is the low number of fines imposed by
the District Court Judges of Ternate on traffic offenders so that traffic offenders feel that they are able to
pay the sanctions given and the supervision of traffic officers is not proportional to the size of the area
being supervised so that it causes unevenness and weakness. supervision of offenders
Keywords: Sanctions; Criminal Fines; Traffic violations
PENDAHULUAN
Kalangan pengamat hukum mengenal adanya satu ungkapan “bila ingin melihat
hukum yang hidup di masyarakat dapat dilihat di jalan raya” 1 karena perilaku dan
disiplin2 masyarakat pemakai jalan dalam berlalu lintas dapat dilihat pada jalan raya.
Perilaku dan disiplin pemakai jalan secara langsung atau tidak langsung dapat
dijadikan indikasi tingkat kedisiplinan masyarakat pemakai jalan terhadap norma-
norma hukum yang berlaku di masyarakat khususnya terhadap norma-norma hukum
Warkum Sumitro, Dkk (Tim Editor), Bunga Rampai Masalah Hukum Aktual: Pendidikan
1
Tinggi Hukum Dalam Membangun Manusia Yang Profesional, Berkeadilan, Humanis, Dan Religius
Memasuki Era Otonomi Dan Globalisasi, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Aditya
Media, Malang, 2002, hlm. 237.
2 Menurut Soerjono Soekanto “tertib atau tidaknya lalu lintas di jalan merupakan
12
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
berlalu lintas di jalan. Begitu juga dengan hukum yang berfungsi menegakkan
ketertiban dan keamanan. Pelanggaran hukum yang terjadi harus ditindak
sebagaimana mestinya agar melindungi kepentingan manusia. Melalui penegakan
hukum inilah hukum menjadi berfungsi untuk menata kehidupan bermasyarakat.
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu:
kepastian hukum (rechtssicherheit); kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan
(gerechtigkeit)3.
Tingginya angka pelanggaran lalu lintas sekarang ini merupakan salah satu penyebab
tingginya kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Dengan bertambahnya kebutuhan
transportasi bagi masyarakat maka semakin banyak pula kendaraan di jalur lalu lintas
sehingga tidak dapat dipungkiri akan menyebabkan terjadi pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan, khususnya oleh pengemudi kendaraan bermotor yang menghasilkan
masalah yang cukup sulit dan rumit. Dengan mengambil tindakan yang tegas
terhadap pelanggaran lalu lintas tanpa kecuali maka akan merubah tingkah laku
pengendara dalam berlalu lintas dan pada gilirannya meningkatkan keselamatan
dalam berlalu lintas. Tingginya ketertiban dan kedisiplinan masyarakat dalam berlalu
lintas memberikan indikasi bahwa hukum di masyarakat tersebut benar-benar hidup.
Hal ini berarti bahwa hukum telah ditegakkan dan berjalan tertib sesuai dengan tujuan
hukum yaitu untuk mengatur perilaku manusia guna mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat. Sebaliknya ketidaktertiban lalu lintas mengindikasikan adanya
ketidaktertiban tegaknya hukum di masyarakat. Hal tersebut terkait dengan tingkat
kesadaran dan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum.
Pelanggaran yang dilakukan di jalan raya memiliki bentuk yang bervariasi. Beberapa
di antaranya adalah perilaku pengemudi di jalan raya yang tidak berusaha
mengurangi kecepatan kendaraannya atau tidak berusaha menghentikan
kendaraannya pada saat melewati zebra cross, para pengemudi/pemakai jalan raya
tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada, mengemudi kendaraan bermotor
tidak disertai dengan kelengkapan fisik, tidak menggunakan kelengkapan pribadi
pengemudi seperti helm standar (bagi pengendara kendaraan bermotor) maupun
sabuk pengaman (bagi pengendara mobil), dan tidak mengindahkan aturan yang baru
diterapkan.
Adapun pemicu pelanggaran berlalu lintas disebabkan oleh banyak faktor. Pemicu
pelanggaran berlalu lintas di antaranya adalah pengemudi kendaraan yang ugal-
ugalan, pejalan kaki yang kurang hati-hati, kerusakan kendaraan, rancangan
kendaraan cacat pengemudi, rancangan jalan yang kurang memadai, dan kurang
mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Pengendara kendaraan dan pejalan kaki sangat
berperan penting dalam upaya untuk mewujudkan mewujudkan ketertiban lalu lintas
yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur. Oleh karena itu, pembinaan
ketertiban berlalu lintas dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan di bidang lalu lintas
jalan meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan lalu lintas.
Pembinaan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban,
kelancaran lalu lintas jalan. Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap operasi
tersebut tidak hanya POLRI, tetapi juga keikutsertaan yang aktif dari masyarakat itu
sendiri.
3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hlm. 70.
13
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
Dasar hukum yang mengatur tentang lalu lintas adalah adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”
(selanjutnya ditulis UULAJ). Tata cara berlalu lintas diatur di dalam Pasal 105 sampai
dengan Pasal 126 UULAJ. UULAJ berdasarkan pada semangat bahwa
penyelenggaraan Lalu Lintas Angkutan jalan bersifat lintas sektoral sehingga harus
dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina beserta pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya. Dalam rangka menekan angka pelanggaran lalu lintas yang
dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara
komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan
penegakan hukum. Upaya pembinaan dilakukan melalui peningkatan intensitas
pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya
manusia. Upaya pencegahan dilakukan melalui pengawasan kelaikan jalan, sarana dan
prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk pengawasan di bidang lalu lintas
dan angkutan jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi manajemen dan
rekayasa lalu lintas dan modernisasi sarana dan prasarana lalu lintas. Upaya
penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui perumusan ketentuan hukum
yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.
Khusus untuk penegakan hukum, dalam UULAJ ini, pengaturan dan penerapan sanksi
pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi
pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun terhadap pelanggaran
berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat.
Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran
dengan tidak terlalu membebani masyarakat.
Bagi masyarakat umum, sanksi pidana denda sebesar Rp 250.000.00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) atas pelanggaran tidak memiliki SIM atau tidak memakai helm
standar nasional Indonesia dianggap cukup memberatkan. Masyarakat akan lebih
memilih mengurus pembuatan SIM atau membeli helm dari pada membayar denda.
Dengan demikian, harapan memberi efek jera terhadap pelanggaran lalu lintas akan
dapat terwujud. Akan tetapi dalam praktik, seringkali terjadi penyelesaian
pelanggaran lalu lintas yang tidak sesuai dengan prosedur.
Idealnya persidangan kasus lalu lintas dilakukan dengan Acara Pemeriksaan Cepat.
Dalam proses tersebut para terdakwa pelanggaran ditempatkan di suatu ruangan.
Kemudian hakim akan memanggil nama terdakwa satu persatu untuk membacakan
denda. Setelah denda dibacakan hakim akan mengetukkan palu sebagai tanda
keluarnya suatu putusan. Selama ini terhadap pelanggar lalu lintas diberlakukan
pidana denda dengan jumlah yang variatif tergantung seberapa berat pelanggaran
yang dilakukan. Pidana denda adalah jenis pidana yang umumnya dikenakan kepada
semua pelanggaran. Seringkali dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas
tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kenyataannya jumlah pelanggar
lalu lintas di Indonesia masih sangat tinggi sehingga mulai dapat dipertanyakan
adalah apakah faktor yang membuat tingkat pelanggaran ini tetap tinggi.
Hal ini juga dialami di Kota Ternate yang merupakan kota utama di Maluku Utara.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini di Kota Ternate, meskipun denda tilang sudah ada
namun angka pelanggaran lalu lintas selalu ada dan cenderung mengalami kenaikan.
Hal ini terkonfirmasi dari data Daftar Perkara dan Putusan Denda Pelanggaran Lalu
Lintas di Kota Ternate tahun 2015-2019 yang diperoleh dari Satlantas Polres Kota
Ternate. Dalam 5 tahun terakhir pelanggaran lalu lintas dari tahun 2015-2019
14
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
cenderung memiliki tren yang selalu naik. Jumlah pelanggara terendah ada di tahun
2016 dengan 3301 kasus dan jumlah pelanggaran tertinggi ada pada tahun 2019
dengan 14.804 kasus. Dari sisi pemasukan negara, ini merupakan hal yang positif.
Dengan kata lain, negara diuntungkan dengan terjadinya pelanggaran tilang. Oleh
karena jumlah pelanggara tilang cenderung naik maka otomatis pemasukan dari
denda tilang selama 5 tahun selalu juga mengalami kenaikan. Dalam 5 tahun terakhir
pemasukan negara akibat denda tilang dari tahun 2015-2019 di Kota Ternate naik
sebesar 440 persen dengan total pemasukan negara yaitu sebesar Rp 1.154.067.000.
Hal apa yang menyebabkan masyarakat melanggar lalu lintas meskipun sudah ada
denda tilang yang nantinya akan dibayarkan. Sanksi pidana denda yang dijatuhkan
dianggap terlalu ringan sehingga tidak memberikan efek jera kepada masyarakat
sesuai dengan salah satu tujuan pemidanaan. Belum lagi pelanggaran lalu lintas yang
diselesaikan di tempat oleh “oknum” aparat penegak hukum atau Polantas dan atau
masyarakat tidak sesuai dengan prosedur. Dengan kata lain perkara pelanggaran
tersebut tidak sampai diproses menurut hukum. Penyebab dari semuanya ini adalah
sosialisasi yang kurang mengena dari satlantas Polres Kota Ternate pada masyarakat
Kota Ternate serta kebiasaan masyarakat di Kota Ternate dan Indonesia yang sudah
terbiasa untuk meremehkan aturan di jalan raya. Berdasarkan hal-hal yang menjadi
latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji
secara ilmiah adalah Bagaimana efektifitas kebijakan penerapan sanksi pidana denda
dalam menekan tingkat pelanggaran lalu lintas di Kota Ternate dan Faktor-faktor apa
sajakah yang mempengaruhi penerapan sanksi Pidana Denda sebagai upaya menekan
tingkat pelanggaran lalu lintas di Kota Ternate.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum empiris. Penelitian
Hukum Empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-
fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapat
dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan
langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil dari perilaku
manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip4.
Penelitian ini mengambil masyarakat sebagai obyek penelitian dengan maksud
menyelidiki respon atau tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Oleh karena
itu pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan socio-legal
(yuridis sosiologis) yaitu mengkaji hukum secara sosiologis.
Satjipto Rahardjo mengungkapkan bahwa “sosiologi hukum adalah merupakan
cabang sosiologi yaitu sosiologi bidang hukum yang memiliki pengertian ilmu yang
mempelajari fenomena hukum”.5 Professor Zainuddin Ali dalam bukunya “Sosiologi
Hukum” menjelaskan bahwa, selain pendekatan yuridis normatif dalam pengkajian
hukum tersebut, hukum juga masih mempunyai sisi yang lainnya, yaitu hukum dalam
kenyataannya di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Hukum dalam kenyataan
dimaksud, bukan bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, melainkan
sebagaimana hukum itu dioperasikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-
4 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2010. h.280
5 Ibid.h.
15
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
harinya.6 Bertitik tolak dari penjelasan tersebut, maka penulisan ini didasarkan pada
jenis dan pendekatan yang sifatnya empiris dengan kata lain pendekatan secara
yuridis sosiologis atau mengkaji hukum secara sosiologis.
ANALISIS
Efektifitas penerapan pidana denda dalam menekan angka Pelanggaran lalu lintas
1. Taraf Kepatuhan
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa dalam sosiologi hukum masalah kepatuhan
atau ketaatan hukum terhadap kaidah-kaidah hukum pada umumnya telah menjadi
faktor yang pokok dalam mengukur efektif tidaknya sesuatu yang ditetapkan dalam
hukum ini. Kepatuhan juga suatu bentuk kepatuhan hukum di mana tingkah laku
terbentuk melalui serangkaian proses yang menunjukkan patuh dan tertib kepada
aturan norma sosial. Kepatuhan terhadap hukum merupakan semua aktivitas yang
dinilai sesuai dengan aturan, kebijakan perundang-undangan. Perundang-undangan
yang mengatur tentang aturan lalu lintas yaitu menyatakan bahwa kepatuhan berlalu
lintas merupakan suatu tindakan pengguna jalan dalam bentuk ketaatan terhadap
aturan yang bertujuan untuk membimbing pengguna jalan untuk mematuhi aturan
agar terhindar dari konflik antar pengguna jalan, mencegah dan mengurangi angka
kecelakaan lalu lintas. Individu yang tidak mematuhi aturan lalu lintas akan
mendapatkan hukuman berupa peringatan lisan dan sanksi tilang sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan.
Kepatuhan berlalu lintas merupakan bentuk sikap patuh terhadap aturan lalu lintas.
Aturan tersebut digunakan untuk membimbing pengguna jalan agar patuh terhadap
aturan sehingga berdampak positif untuk pengguna jalan dan mengurangi peristiwa
seperti kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan pendapat di atas peneliti menyimpulkan
bahwa kepatuhan berlalu lintas yaitu suatu sikap dan tingkah laku yang telah
terbentuk melalui berbagai proses yang berkaitan dengan ketertiban dan ketaatan
terhadap aturan berlalu lintas dimana individu yang melanggar aturan akan
mendapatkan peringatan atau sanksi dari pemegang otoritas.
2. Taraf kepatuhan berdasarkan Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Ternate
Pelanggaran lalu lintas ini semakin memperihatinkan banyak sekali dijumpai masalah
yang berkaitan dengan pelanggaran dalam berlalu lintas. Pelanggaran lalu lintas
dianggap sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat pengguna jalan, sehingga hampir
setiap kali pihak yang berwenang melakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya,
maka tidak sedikit yang terjaring kasus pelanggaran lalu lintas dan tidak jarang juga
pelanggaran tersebut menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Kota Ternate merupakan
salah satu Kota yang padat kendaraan di Provinsi Maluku Utara yang sedang
berkembang.
Kesadaran akan pentingnya tertib berlalu lintas di wilayah kota Ternate,
terlihat masih kurang diperhatikan oleh masyarakat hal ini dapat kita lihat dari
masih tingginya tingkat pelanggaran lalu lintas yang terjadi di kota Ternate selama
kurung waktu 1 (satu) tahun terakhir, dari data Sat Lantas Polres Ternate dari
tahun 2020 pelanggaran lalu lintas yang paling banyak dilakukan oleh
pengendara kendaraan bermotor atau pengguna jalan di kota Ternate adalah
6 H. Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005. h. 13.
16
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
17
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
Jenis pelanggaran lalu lintas terkait faktor manusia yang terjadi di Kota Ternate
diantaranya terdiri dari :
a) Pelanggaran Karena Jumlah Penumpang Lebih Dari 1 (Satu)
Dari data yang berhasil diperoleh dapat diketahui jumlah pelanggaran
terkait penumpang lebih dari satu dari tahun 2020 mencapai angka 339
pelanggaran. Alasan pengendara sepeda motor melakukan pelanggaran
jenis ini dikarenakan ingin menghemat waktu dan biaya.
b) Jenis Pelanggaran karena Menerobos Lampu Merah
Dari data yang berhasil diperoleh dapat diketahui jumlah pelanggaran
karena Menerobos Lampu Merah dari tahun 2020 mencapai angka 484
pelanggaran. Alasan pengendara sepeda motor melakukan pelanggaran
jenis ini dikarenakan ingin cepat sampai ke tempat tujuan.
c) Jenis Pelanggaran karena Tidak Menggunakan Helm.
Dari data yang berhasil diperoleh dapat diketahui jumlah pelanggaran
karena tidak menggunakan helm dari tahun 2020 mencapai angka 2943
pelanggaran. Alasan pengendara sepeda motor melakukan pelanggaran
jenis ini dikarenakan kurang memetingkan keamanan dalam berkendara
serta kurangnya pengetahuan akan fungsi helm tersebut
d) Jenis Pelanggaran karena Tidak Dapat Menunjukan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) Maupun Surat Izin Mengemudi (SIM)
Dari data yang berhasil diperoleh dapat diketahui jumlah pelanggaran
karena tidak dapat menunjukan STNK maupun SIM dari tahun 2020
mencapai angka 863 pelanggaran. Alasan pengendara sepeda motor
melakukan pelanggaran jenis ini dikarenakan lupa tidak membawa
STNK maupun SIM serta lupa tidak memperpanjang masa berlaku
STNK maupun SIM.
Dari pemaparan jenis-jenis pelanggaran terkait taraf kepatuhan dari masyarakat di
atas dapat di simpulkan bahwa pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda
motor yang terjadi di Kota Ternate disebabkan oleh beberapa alasan diantaranya
ingin menghemat waktu dan biaya, kurang mementingkan keamanan dalam
berkendara, ingin cepat sampai tujuan, serta lupa atau lalai. Berkaitan dengan
beberapa data pelanggaran diatas dapat disimpulkan bahwa taraf kepatuhan
masyarakat Kota Ternate menjadi salah satu faktor efektif dan tidaknya Penerapan
pidana denda itu sendiri.
Berdasarkan data pelanggaran diatas bahwa pelanggaran yang terjadi kebanyakan
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dikarnakan kelalaian dan tidak patuhnya dalam
mentaati aturan berlalu lintas. Sehingga efektif dan tidaknya penerapan sanksi pidana
tergantung oleh taraf kepatuhan masyarakat itu sendiri.
3. Penerapan Sanksi Pidana Denda Dalam Pelanggaran Lalu-Lintas.
a. Penerapan Sanksi Pidana Denda
Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum pidana
Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pidana penjara dan
setua pidana mati. Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban bagi seorang
yang telah melanggar larangan dalam rangka mengembalikan keseimbangan hukum
atau menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda
tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana kurungan terhadap hampir semua
18
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
pelanggaran yang ditentukan dalam buku III KUHP dan Undang-undang diluar
KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat disejajarkan atau disamaratakan dengan
ancaman pidana untuk kejahatan ringan, kejahatan karena kealpaan, pelanggaran,
atau pidana penjara jangka pendek lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda
sebagai alternatif atau sebagai pengganti penjara atau kurungan, dalam
perkembangannya, masih fluktuatif. Dapat dilihat dari perkembangan pembentukan
Undang-undang diluar KUHP.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan alat negara yang berperan
dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri. Oleh karena itu, Polri dituntut untuk
terus berkembang menjadi lebih profesional dan lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan kata lain, Polri dituntut untuk mengembangkan dirinya menjadi polisi sipil.
Sebagai polisi sipil, maka kedudukan Polri dalam organisasi negara memiliki
pengaruh dominan dalam penyelenggaraan kepolisian secara proporsional dan
profesional yang merupakan syarat pendukung terwujudnya pemerintahan yang
baik (good governance) dalam Undang-Undang LLAJ, diatur dalam Pasal 273 hingga
Pasal 317 diancamkan pidana denda bagi siapapun yang melanggar ketentuan
Undang-Undang LLAJ tersebut. Jumlah denda yang dikenakan tidak sama antara satu
jenis pelanggaran dengan yang lainnya. Sebelum penjatuhan sanksi pidana denda
oleh Majelis Hakim di pengadilan terdapat proses yang mengawalinya mulai dari
penindakan berupa razia oleh polisi, tilang, proses sidang hingga pembayaran
denda tersebut. Proses yang harus dilalui oleh pelanggar dalam kasus pelanggaran
lalu lintas diawali dengan penindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian
ketika melihat adanya satu pelanggaran yakni berupa tilang. Tilang merupakan
singkatan dari Bukti Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu. Setelah mendapat
surat tilang maka akan dilanjutkan ke proses persidangan. Pada proses
penyelesaian kasus pelanggaran lalu lintas maka menurut Undang-Undang LLAJ
Pasal 267 bahwa :
1) Setiap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang diperiksa
menurut acara pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda berdasarkan
penetapan pengadilan.
2) Acara pemeriksaan cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar.
3) Pelanggar yang tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
menitipkan denda pada bank yang ditujuk oleh pemerintah.
4) Jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran lalu lintas
dan angkutan jalan. .
5) Bukti penititpan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran
Secara normatif, UU LLAJ mengatur mengenai mekanisme penyelesaian
perkara pelanggaran lalu lintas. Dalam penanganan perkara pelanggaran lalu
lintas, sama seperti penanganan perkara pidana pada umumnya yang
melibatkan Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Kejaksaan, dan
Pengadilan. Kewenangan penyidikan diserahkan pada Kepolisian dan PPNS bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dengan kewenangan yang lebih besar berada
di tangan Kepolisian. Setiap pelanggaran lalu lintas yang diperiksa menurut
acara pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan
19
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
20
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
21
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
9Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,
Laksbang PRESSindo Yogyakarta, Yogyakarta, 2010, hlm. 99.
10 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
22
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
23
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
pelanggaran ke laman resmi Pengadilan pada hari yang sama dengan persidangan.
Panitera menyerahkan berkas pelanggaran yang telah diputus kepada Jaksa pada
hari yang sama dengan persidangan. Panitera menyusun laporan rekapitulasi
hasil sidang secara berkala yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan. Petugas
mengunggah laporan rekapitulasi hasil sidang ke laman resmi Pengadilan.
Besar kecilnya sanksi pidana denda yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara
tindak pidana lalu lintas juga tergantung pada tingkat perkembangan
penduduk atau perkembangan daerah yang menjadi tempat atau wilayah hukum
dari pengadilan tempat seorang hakim bertugas.Jadi sanksi pidana denda yang
dijatuhkan oleh seorang hakim harus didasarkan pada ketentuan yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 22 Tahun 2009,
namun jumlah denda yang dijatuhkan oleh seorang hakim dalam perkara
pelanggaran lalu lintas tidak harus sesuai dengan nilai nominal atau tidak harus sama
besar seperti apa yang tercantum dalam Pasal-Pasal yang ada dalam UU No. 22
Tahun 2009, harus dipahami bahwa nominal yang disebutkan dalam setiap Pasal
dalam UU No. 22 Tahun 2009 adalah jumlah maksimal yang diancamkan jadi
hakim dapat saja menjatuhkan denda yang lebih ringan dari apa yang telah
ditentukan dalam UU No. 22 Tahun 2009 tersebut dengan berdasarkan alasan-
alasan atau pertimbangan yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani
namun seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana denda melebihi besarnya
denda yang telah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tersebut.
Selanjutnya hakim berpendapat bahwa tujuan untuk memberikan efek jera dan
mendidik tidak dapat tercapai karena kurangnya kesadaran dan adanya
anggapan yang sudah membudaya di masyarakat setempat tentang adanya hukum
untuk dilanggar serta masyarakat merasa masa bodoh terhadap ketertiban dalam
berlalu lintas. penyebab lainnya mengapa makin meningkatnya pelanggaranlalu
lintas yaitu proses sidang terhadap pelanggaran tersebut terkesan dianggap
sepele oleh masyarakat setempat sehingga di anggap mudah dan tidak
menimbulkan efek jera karena terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat
kuasa untuk mewakilinya dan jika terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada hari
yang telah ditentukan, maka perkaranya tetap diperiksa dan diputuskan tanpa
hadirnya pelanggar (verstek) dan surat amar putusan segera di sampaikan
oleh penyidik kepada terpidana, kemudian bukti penyampaian amar putusan di
serahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register. Mudahnya dalam
penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas serta rendahnya denda yang harus
dibayar membuat anggapan bahwa pelanggaran lalu lintas mudah selesai setelah
kita membayar denda tilang.
Dari hasil penelitian di Pengadilan Negeri Ternate, penulis mendapatkan data dari
Rekapitulasi akhir tahun 2020 yang dicatat jumlah secara keseluruhan dari bulan
Januari sampai Desember terdapat 5992 pelanggaran lalu lintas. Ini menunjukkan
bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan oleh pihak kepolisian selama ini
belum maksimal melihat masih tingginya angka pelanggaran lalu lintas yang
terjadi di Kota Ternate, sehingga adanya ketidak efektifan terhadap penjatuhan
putusan sanksi pidana denda terhadap pelanggaran lalu lintas karena tidak
menimbulkan efek jera terhadap pelanggarnya dan tidak sesuai dengan tujuan untuk
mendidik.
3. Faktor Non Hukum
24
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
25
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
26
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
tingkatan usia pelaku tindak pidana pelanggaran lalu lintas di Kota Ternate. Tingkat
usia dari pelaku tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang terjadi dalam wilayah kota
Ternate dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terakhir yaitu pada tahun 2020,
berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui bahwa usia pelaku tindak pidana
pelanggaran lalu lintas di kota Ternate sangat bervariasi antara lain sebagai berikut,
usia < 17 tahun sebanyak 64 orang, Usia 17-25 tahun sebanyak 1487 orang, usia 26-
45 tahun sebanyak 2464 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 1101,. Gambaran dalam
data tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa usia pelaku tindak pidana
pelanggaran lalu lintas yang paling banyak di daerah kota Ternate adalah usia
26-45 tahun yang mencapai angka 2464 orang dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Tingginya tingkat pendidikan seseorang bukanlah suatu jaminan bahwa orang
tersebut memiliki tingkat disiplin berlalu lintas yang tinggi pula, kebanyakan pelaku
tindak pidana pelanggaran lalu lintas di kota Ternate adalah lulusan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (selanjutnya disingkat SLTA). Tingkat pendidikan dari para
pelaku tindak pidana pelanggaran lalu lintas di kota Ternate selama jangka
waktu 1 (satu) Tahun terakhir dimana pelaku penggaran dari latar belakang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 0, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) sebanyak 15, Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir (SLTA) sebanyak 4200 dan
Perguruan Tinggi sebanyak 901.
Berdasarkan data diatas dapat kita lihat bahwa pelaku tindak pidana pelanggaran lalu
lintas yang paling banyak adalah dari latar belakang pendidikan SLTA, ini
memberikan sedikit gambaran kepada kita bahwa tingkat ketaatan hukum
terutama dalam hal berlalu lintas dikalangan masyarakat di kota Ternate masih
sangat rendah, sebab pelaku dari tindak pidana pelanggaran lalu lintas tersebut
kebanyakan adalah orang-orang dari latar belakang pendidikan yang sudah
cukup tinggi yaitu dari SLTA dimana seharusnya mereka sudah tahu dan
pahamakan aturan-aturan dalam berlalu lintas, selain itu berdasarkan gambaran dari
data diatas kita juga dapat berkesimpulan bahwa ternyata tingginya tingkat
pendidikan seseorang tidak dapat menjadi jaminan bahwa orang tersebut juga
akan memiliki kesadaran dan ketaatan hukum yang tinggi pula.
Tingginya Jumlah Pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas yang terjadi
beberapa tahun ini seringkali disebabkan oleh kesalahan pengendara itu sendiri,
hal ini tentunya dikarenakan manusia merupakan faktor utama penyebab terjadinya
suatu pelanggaran bahkan sampai menimbulkan kecelakaan. Berdasarkan hasil
penelitian menjelaskan bahwa terjadinya pelanggaran lalu lintas terkait faktor manusia
di Kota Ternate disebabkan oleh beberapa alasan diantaranya karena ingin
menghemat waktu dan biaya, kurang mementingkan keamanan dalam berkendara,
ingin cepat sampai tujuan, serta sikap lupa atau lalai.
KESIMPULAN
Sanksi pidana denda yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimana efektifitas penerapan pidana denda
dalam menekan angka pelangaran belumlah efektif. Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya jumlah denda yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Ternate
kepada pelanggar lalu lintas sehingga para pelanggar lalu lintas meras mampu untuk
membayar sanksi denda yang diberikan serta pengawasan dari petugas lalu lintas
tidak sebanding dengan luasnya wilayah yang diawasi sehingga menyebabkan tidak
27
ISSN Print: 2580-9016 ⃝ ISSN Online: 2581-1797
Khairun Law Journal ⃝ Vol. 4 Issue 1 September (2020) : 12-28
merata dan lemahnya pengawasan terhadap para pelangggar. Faktor yang menjadi
kendala terhadap penerapan pidana denda adalah dari faktor subtansi hukum dimana
peraturan terkait hanya mengenakan pidana denda bagi pelanggaranya, hal ini dirasa
tidak mengakibatkan efek jera bagi para pelanggar terutama bagi masyarakat yang
berasal dari golongan mampu. Faktor masyarakat pun turut berperan penting, yakni
para pengendara sepeda motor masih banyak sekali yang tidak mengetahui fungsi dan
tujuan dari adanya ketentuan mengenai lalu lintas.
REFERENSI
Departemen Kehakiman, “Laporan Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Pidana
Denda”, Balai Pustaka, Jakarta, 1992.
H. Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Heri Tahir, Proses Hukum Yang Adil dan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,
Laksbang PRESSindo Yogyakarta, Yogyakarta, 2010.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni,
Bandung, 1992.
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2010.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011)
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali,
Jakarta, 1983.
Sadjijono. (2008).“Seri hukum Kepolisian, Polri dan Good Governance”.
Surabaya:Laksbang Mediatama
Warkum Sumitro, Dkk (Tim Editor), Bunga Rampai Masalah Hukum Aktual: Pendidikan
Tinggi Hukum Dalam Membangun Manusia Yang Profesional, Berkeadilan,
Humanis, Dan Religius Memasuki Era Otonomi Dan Globalisasi, Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya dan Aditya Media, Malang, 2002.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
28