Askep KMB RS Bhayangkara
Askep KMB RS Bhayangkara
Askep KMB RS Bhayangkara
OLEH :
Mengetahui,
Kepala Ruangan Clinical Instructure
ii
SURAT PERMOHONAN KASUS
Mengetahui
iii
RS BHAYANGKARA
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah melimpahkan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
“Laporan kasus Asuhan Keperawatan pada Sdr.A dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Akut pada Diagnosa Medis Appendiksitis Akut”. Laporan ini dibuat
sebagai persyaratan setelah melakukan lab klinik.
Penulis
v
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
Surat Permohonan Kasus........................................................................................iii
Lembar Konsul........................................................................................................iv
Kata Pengantar.........................................................................................................v
Daftar Isi.................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................................3
1.4 Manfaat.......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................5
2.1. Definisi.......................................................................................................5
2.2. Etiologi.......................................................................................................7
2.3.Tanda dan Gejala.........................................................................................7
2.4. Manifestasi klinis.......................................................................................7
2.5. Patofisiologi (Web of Caution)..................................................................8
2.6. Penatalaksanaan.......................................................................................12
2.7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................12
2.9. Asuhan Keperawatan...............................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................24
3.1. Pengkajian................................................................................................24
3.2. Diagnosa Keperawatan.............................................................................34
3.3. Intervensi Keperawatan............................................................................35
3.4. Implementasi Keperawatan......................................................................37
3.5. Evaluasi Keperawatan..............................................................................40
3.6. Catatan Perkembangan ............................................................................41
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................46
4.1 Pengkajian.................................................................................................46
4.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................47
4.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................47
4.4 Implementasi Keperawatan.......................................................................48
4.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................................48
BAB V PENUTUP.................................................................................................50
5.1 Kesimpulan..............................................................................................50
5.2 Saran..........................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................52
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah penyebab paling umum dari nyeri perut akut yang
dijumpai pada bagian departemen bedah (Biricik et al., 2019). Apendisitis
didefinisikan sebagai peradangan pada apendiks vermiformis (kantong
cacing) yang merupakan darurat bedah paling umum pada anak-anak dan
dewasa muda dengan nyeri perut. Apendisitis diduga disebabkan oleh
obstruksi lumen apendiks oleh faecalith, stasis faecal, hiperplasia limfoid
atau caecal neoplasma dan berbagai infeksi oleh patogen (Guy & Wysocki,
2018). Penyakit radang usus buntu disebabkan oleh bakteri dan makan cabai
bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering kali tidak tercerna
dalam tinja dan menyelinap kesaluran appendiks sebagai benda asing.
Gejala radang usus buntu umumnya mengalami sakit perut, terutama
dimulai di sekitar pusar dan bergerak kesamping kanan bawah, penurunan
nafsu makan, mual dan muntah, serta diare (Wiyandra & Yenila, 2018).
Rentang usia yang paling umum terjadi antara 10-30 tahun (Sellars &
Boorman, 2017). Prevalensi apendisitis lebih tinggi pada usia 25 tahun
(Kowalak et al., 2011). Risiko kejadian seumur hidup lebih tinggi pada pria
dengan persentase 8,6 % daripada wanita 6,7 (Boardman & Musisca, 2019).
1
apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2014 adalah 4,8% dan 2,6%
penduduk dari total populasi (Organization, 2014).
2
Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Waisani & Khoiriyah,
2020).
1.3 Tujuan
3
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Agar mahasiswa lebih memahami dan dapat menambah wawasan tentang
proses asuhan keperawatan yang dapat dilakukan apabila menemui pasien
dengan diagnosa medis Appendicitis Akut.
1.4.2 Untuk Institusi
Agar institusi dapat mengetahui tentang pemahaman dan kompetensi
mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Appendicitis Akut.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah
abdomen di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding
anterior abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan
spina iliaca anterior superior dan umbilicus yang disebut titik
McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea, 2014).
2. Fisiologi Appendisitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari.
Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat
di sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh
(Arifin, 2014).
C. Klasifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut:
1. Apendisitis akut
Berupa peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi
tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan
tumpul merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium dan disekitar
umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu
makan. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney.
Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat (Hidayat 2005
dalam Mardalena,Ida 2017).
2. Apendisitis Kronis
(Santacroce dan Craig 2006 dalam Mardalena, Ida 2017).Apendisitis
kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal yaitu:
6
a. Pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen
selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain.
b. Setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan
hilang.
c. Secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari
inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks.
D. Etiologi
Menurut Jay dan Marks (2016), etiologi apendisitis yaitu sebagai
berikut :
1. Penyebab terjadinya apendisitis karena adanya makanan keras (biji-
bijian) yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi.
Setelah isi usus tercemar dan usus meradang maka timbullah kuman-
kuman yang dapat memperparah keadaan.
2. Mucus maupun feses mengeras seperti batu (fekalit) sehingga
menutup lubang penghubung antara apendiks dengan caeceum.
3. Sumbatan rongga usus buntu merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks
dan cacing askaris.
4. Apendisitis disebabkan oleh adanya obstruksi yang diakibatkan karena
gaya hidup manusia yang kurang dalam mengkonsumsi makanan
tinggi serat sehingga memicu terjadinya konstipasi yang
mempengaruhi timbulnya apendiksitis. Konstipasi akan menarik
bagian intrasekal, yang berakibatkan timbulnya tekanan intrasekal
sehingga terjadinya penyumbatan dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon.
E. Manifestasi Klinis
Menurut (Mardalena 2017; Handaya, 2017) Beberapa manifestasi klinis
yang sering muncul pada apendisitis antara lain sebagai berikut :
1. Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus
atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke
kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara
7
pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri terasa lebih
tajam.
2. Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena
kebocoran apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga
abdomen.
3. Mual
4. Muntah
5. Nafsu makan menurun
6. Konstipasi
7. Demam
F. Patofisiologi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. sehingga lama
kelamaan dapat menyebabkan mucus tersumbat makin banyak. Dengan
elastisitas dinding apendiks yang mempunyai keterbatasan makaa dapat
menyebabkan piningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa yang mengakibatkan terjadinya
appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, maka tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
akan meluas dan mengenai peritoneum disekitarnya sehingga menimbulkan
nyeri di daerah abdomen kanan bawah. Keadaan ini disebut appendicitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan terjadi
infark dinding appendiks seingga apendiks lebih panjang dan lebih tipis.
Keadaan tersebut dengan daya tahan tubuh yang masih kurang dapat
memicu terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Diikuti dengan gangren.
8
Stadium ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Dan bila dinding yang
telah rapuh ini pecah, akan terjadi appendicitis perforasi (Wedjo, 2019).
Apendiks yang terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat
karena terlipat atau tersumbat oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau
benda asing maka proses inflamasi dapat meningkatkan tekanan
intraluminal, dan dapat menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, sehingga dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi
berisi pus.
Tindakan apendektomi akan dilakukan jika terdapat penyumbatan
lumen apendiks yang dapat diakibatkan karena fekalit atau apendikolit,
hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, mioplasma atau striktur karena
fibrosir akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi
mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga
menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan dinding lumen.
Setelah apendiktomy dilakukan maka dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan dan terjadinya ujung saraf terputus (Hanifah, 2019).
9
G. Pathway
Invasi & multiplikasi
APPENDIKSITIS
Nyeri Akut
Hipertermia
Defisit Pengetahuan
anastesi
Distensi abdomen
Ujung syaraf terputus Resiko infeksi
Mual muntah
Pelepasan prostaglandin
Resiko Hipovolemia
Spinal cord
Corte serebri
10
H. Komplikasi
Komplikasi terjadi jika terdapat keterlambatan penanganan appendisitis.
Adapun jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
1. Abses Abses
Merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini awalnya
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau mikroperforasi
ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk kondisi abses
apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi dini) maupun
tertunda (appendektomi interval).
Appendektomi dini merupakan appendektomi yang dilakukan
segera atau beberapa hari setelah kedatangan klien di rumah sakit.
Appendektomi interval merupakan appendektomi yang dilakukan
setelah terapi konservatif awal, berupa pemberian antibiotika
intravena selama beberapa minggu.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut.Perforasi dapat diketahui dengan
gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,5 oC dan nyeri tekan
pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit. Perforasi
memerlukan pertolongan medis secara scepat untuk membatasi
masalah lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Oleh karena itu untuk mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi
untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau dalam
beberapa kasus dengan mengangkat bagian dari organ yang
terpengaruh.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum maka dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
11
sehingga dapat mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita
peritonitis akan disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.
Beberapa penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
a. Pemberian obat-obatan
Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau obat antijamur bila
dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk mengobati
serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh. Jangka waktu
pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang
dialami klien.
b. Pembedahan:
Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang
terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.
I. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
b. Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai
inflamasi dari apendiks.
c. CT-Scan Pemeriksaan CT-Scan pada abdomen untuk mendeteksi
apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.
d. C-Reactive Protein (CRP) C-Reactive Protein (CRP) adalah
sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respon dari infeksi
atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP
(Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011).
J. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi :
12
1. Sebelum operasi
a. Observasi: Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda
dan gejala appendisitis seringkali belum jelas, karena itu
observasi ketat perlu dilakukan. Klien diminta untuk tirah baring
dan dipuasakan. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan
abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya
keluhan.
b. Antibiotik: pelru diberikannya antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi dan abses intra abdominal luka operasi pada
klien apendiktomi. Antibiotik diberikan sebelum, saat, hingga
24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV)
(Sulikhah, 2014)
2. Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Operasi apendiktomi
dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka
dan laparaskopi apendiktomi.
a. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat sebuah
sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan
bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak
dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan
dari usus (Dewi, 2015.
b. Laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan
kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah
pusar, fungsinya untuk memasukkan kamera mini yang
terhubung untuk memonitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di
posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit
13
atau gunting. Kemudian Ahli bedah mengamati organ
abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks sehingga
apendiks dipisahkan dari semua jaringan yang melekat, setelah
itu apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui salah satu sayatan
(Hidayatullah, 2014).
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan
pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien
post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka
operasi
14
R: Region daerah nyeri yang dirasakan oleh klien,
S: Severitys cale yaitu skala nyeri yang ditunjuk klien (skala
0-10)
T: Time/kapan sajakah nyerinya itu dapat muncul
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya: Berisi pengalaman penyakit
sebelumnya, apakah memberi pengaruh kepada penyakit
apendisitis yang diderita sekarang serta apakah pernah
mengalami pembedahan sebelumnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga: Perlu diketahui apakah ada
anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama
seperti klien menderita penyakit apendisitis, dikaji pula
mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam
keluarga.
d. Riwayat Psikologis: Secara umum klien dengan post
apendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi
psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai
kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi
peran, ideal diri dan harga diri).
e. Riwayat Sosial: Klien dengan post apendiktomi tidak
mengalami gangguan dalam hubungan sosial dengan orang
lain, akan tetapi harus dibandingkan hubungan sosial klien
antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
f. Riwayat Spiritual: Pada umumnya klien yang menjalani
perawatan akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu
pula dalam hal ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap
keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
4. Kebiasaan Sehari-hari
Klien setelah menjalani operasi pengangkatan apendiks
pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena
nyeri akut dan kelemahan yang dialaminya. Klien dapat
mengalami gangguan dalam perawatan diri serta Klien akan
mengalami pembatasan dalam pemasukan oral sampai fungsi
15
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan
klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada awal
post operasi karena pengaruh anastesi. Klien juga dapat
mengalami penurunan dalam pengeluaran urin karena adanya
pembatasan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu
maupun tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap
nyeri yang dirasakan.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Klien post apendiktomi mencapai
kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi,
penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat
tergantung periode akut rasa nyeri yang dialami. Tanda vital
(TD, suhu tubuh, respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali akan
mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
apendiks.
a. Pemeriksaan Fisik yang meliputi:
1) Inspeksi : Akan tampak adanya tanda pembengkakan
(swelling), pada rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri
(Blumbeng Sign)yang mana merupakan kunci dari
diagnosis apendsitis akut. Dengan tindakan tungkai dan
paha kanan ditekuk kuat / tungkai di angkat tingi-tinggi,
maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas Sign).
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin
parah apabila pemeriksaan dubur dan vagina terasa
nyeri.Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu
ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien post apendiktomi akan mengalami penurunan atau
peningkatan frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan
dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
16
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon
terhadap stress dan hipovolemia), mengalami hipertensi
(sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan
dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal,
dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan
auskultasi bunyi jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan
bawah saat dipalpasi. Klien post apendiktomi biasanya
mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal
post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak
adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas
sayatan operasi.
6) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan
jumlah output urin, hal ini terjadi karena adanya
pembatasan intake oral selama periode awal post
apendiktomi. Output urin akan berlangsung normal
seiring dengan peningkatan intake oral.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena
tirah baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot
berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi
aktivitas.
8) Sistem Integumen : akan tampak adanya luka operasi di
abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi disertai
kemerahan. Turgor kulit akan membaik saat dilakukan
perawatan luka yang tepat dan mobilisasi sering dan
terpantau.
9) Sistem Persarafan
17
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat kesadaran,
saraf kranial dan reflek untuk menganalisis ada tidaknya
kekakuan otot karena tidak dilakukan mobilisasi dini dan
secara bertahap dengan baik.
10) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan
kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi
pendengaran.
11) Sistem Endokrin
Klien post apendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi
endokrin. Akan tetapi petap perlu dikaji keadekuatan
fungsi endokrin (tiroid dan lain-lain).
12) Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila
lebih maka sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak
terjadinya peningkatan leukosit melebihi batas normal.
13) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG Normal : Tidak tampak ada
peradangan pada bagian Mc. Burney.
b. Foto polos Normal : Tidak tampak ada kelainan pada
organ.
B. Diagnosa Keperawatan
Secara teori diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post
operasi apendisitis dalam buku diagnosa keperawatan diantaranya yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (D.0077).
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
(D.0034)
3. Risiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Intervensi Utama : Manajemen nyeri (1.08238)
18
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24
jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang
dengan criteria hasil:
a. Keluhan nyeri yang dialami pasien cukup menurun dengan skala
2–3
b. Klien tidak lagi meringis kesakitan akibat nyeri
c. Gelisah cukup menurun
d. Kesulitan tidur cukup menurun
Intervensi :
Observasi:
Terapeutik:
Edukasi:
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgetik.
19
2. Risiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis
Intervensi utama: Manajemen Hipovolemia (1.03116)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan masalah yang dialami pasien dapat membaik dengan
Kriteria Hasil :
a. Kekuatan nadi meningkat.
b. Membrane mukosa lembap.
c. Frekuensi nadi membaik.
d. Tekanan darah membaik.
e. Turgor kulit membaik.
Intervensi
Observasi:
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia.
2) Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik:
1) Berikan asupan cairan oral
Edukasi:
1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
Kolaborasi:
Kriteria hasil :
Intervensi
Observasi:
20
1) Monitor tanda dan geja infeksi local dan sistemik
Terapeutik:
1) Berikan perawatan kulit pada bagian edema
2) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi:
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik sehingga dapat
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry,
2014).
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif maka harus
mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan
telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons klien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data,
dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012). Komponen tahap
implementasi diantaranya yaitu:
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif.
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.
21
E. Evaluasi Keperawatan
Tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapat dua
jenis evaluasi diantaraanya yaitu:
1. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP :
a. S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
b. O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan
oleh perawat.
c. A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
d. P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
22
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. A
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Karyawan JNE
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Surabaya
Golongan Darah :O
Genogram :
24
Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri pada perut kanan
bawah area operasi
Riwayat penyakit saat ini : Pasien mengatakan pada hari minggu
tanggal 24 januari 2022, pasien mengalami
nyeri perut kanan bawah saat pasien mau
mandi. Nyerinya semakin meningkat
sehingga pasien dibawa oleh keluarga ke
Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya. Dari
hasil pemeriksaan dan diagnosa yang didapat
maka pasien dilakukan operasi Apendiktomy.
Setelah post operasi pada hari senin 25
januari 2022 pukul 14.30 WIB, pasien
mengatakan terasa nyeri di perut kanan
bawah area bekas operasi, nyeri terasa seperti
disayat – sayat dengan skala nyeri 6 dari
skala nyeri 0 sampai 10, nyeri terasa saat
pasien bergerak.
25
3.1.4. B1 (Breath) Pernafasan
Bentuk dada : Normal
Keluhan : Tidak
Batuk : Tidak
Ekspansi paru : Simetris
Irama Nafas : Teratur
Suara Nafas : Normal
Alat bantu nafas : Tidak
Deviasi trakea : Tidak
Pernapasan cuping hidung : Tidak
Retraksi supraclavicula : Tidak
Retraksi otot intercostae : Tidak
Perkusi dada : Sonor/resonan
Vocal/tactile fremitus : Simetris
Sianosis : Tidak
Peningkatan vena jugularis : Tidak
Clubbing fingers : Tidak
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
26
JVP : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak Masalah Keperawatan
27
3.1.8. B5 (Bowel) Pencernaan
Mulut : Bersih
Mukosa : Lembab
Gigi : Lengkap
Tenggorokkan :-
Abdomen : Tegang
Nyeri tekan : Iya
Luka operasi : Ada
Jenis operasi : Appendictomy
Lokasi/area : Perut kanan bawah
Drain : Ada
Jumlah : 40 cc
Warna : Kuning jernih
Kondisi area sekitar insersi : Baik (terlihat bersih)
Peristaltik : 16 x/menit
BAB : 1x/hari (Terakhir tanggal : 25 Januari
2022)
Diet : Puasa
NGT : Tidak
Mual/muntal : Tidak
Strie : Tidak
Psoas sign : Tidak
Obstrurator sign : Tidak
Masalah keperawatan : Nyeri Akut
28
Traksi/spalk/gips : Tidak
Kulit :-
Turgor kulit : Baik
Luka : Terdapat luka pada perut kanan bagian
bawah, lukanya terlihat bersih dan terpasang
drain
Jenis : Post Op Appendictomy
Luas : 5 cm
Edema : Tidak
Lain-lain : Luka di perut bagian bawah, bekas operasi
appendictomy
Masalah keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik
3.1.10. Endokrin
Tyroid membesar : Tidak
Pembesaran kalenjar getah bening : Tidak
Hiperglikemia : Tidak
Hipoglikemia : Tidak
Luka ganggren : Tidak
Lain-lain : Tidak
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
29
3.1.12. Psiko-Sosio-Spiritual
Persepsi klien terhadap penyakitnya : Lainnya (Pasrah)
Ekspresi klien terhadap penyakitnya : Murung/diam
Reaksi saat interaksi : Kooperatif
Orang yang paling terdekat : Ayah
Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: Baik
Kegiatan ibadah sebelum sakit : Sering
Kegiatan selama sakit : Kadang-kadang
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Negative Negative
30
Urin Lengkap: 6.0 4 – 5 – 8,0
Leukosit Negative Negative
PH Negative Negative
Bilirubun Negative Negative
Nutrit Negative Negative
Parah Negative Negative
Glukosa 1+ -
Urobilin 1+ -
Protein 1.020 1,005 – 1,025
Keson
Berat jenis
31
3.1.16. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS: Appendiksitis Nyeri Akut
- Pasien mengatakan
nyeri di area perut
Operasi Apendiktomy
bekas operasi
DO:
Q: Nyeri seperti di
sayat – sayat
R: Nyeri terasa di
perut kanan
bawah area
bekas operasi
S: Skala nyeri 6
- TTV:
32
TD: 127/88 mmHg,
N: 90 x/menit
S: 36,1oC
RR: 20x/menit
SPO2: 97%
- Pasien terlihat
Ujung syaraf terputus
hanya berbaring di
tempat tidur
- Pasien terlihat Merangsang area
dibantu oleh sensorik motorik
keluarga saat
melakukan aktifitas
- Pasien terpasang Nyeri Akut
kateter no 16
- Pasien terpasang
Gangguan Mobilitas
drain
Fisik
33
3.2 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan dan merangsang
area sensorik motorik akibat tindakan operasi apendiktomy yang
ditandai dengan asien mengatakan nyeri di area perut bekas operasi,
keadaan umum pasien cukup baik, pasien tampak meringis saat
bergerak, skala nyeri pasien dengan metode PQRST (P : Nyeri timbul
akibat luka post operasi apendiktomy, Q: Nyeri seperti di sayat – sayat,
R: Nyeri terasa di perut kanan bawah area bekas operasi, S: Skala
nyeri 6, T: Nyeri terasa saat pasien bergerak) dengan TTV: TD: 127/88
mmHg, N: 90 x/menit, S: 36,1oC, RR: 20x/menit dan SPO2: 97%
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri akut yang
ditandai dengan pasien mengatakan susah bergerak karena saat
bergerak terasa nyeri, pasien terlihat hanya berbaring di tempat tidur,
pasien terlihat dibantu oleh keluarga saat melakukan aktifitas, pasien
terpasang kateter no 16, dan pasien terpasang drain
34
3.3 Intervensi Keperawatan
HARI/
WAKT
TANG MASALAH TUJUAN RENCANA RASIONAL
U
GAL
Selasa, Nyeri akut 15.00 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi lokasi nyeri, 1. Agar dapat mengetahui
25 berhubungan keperawatan selama 3x24 karakteristik, durasi, tingkat keparahan nyeri
Januari dengan terputusnya jam diharapkan nyeri yang frekuensi, kualitas, dan yang dialami pasien
2022 jaringan dan dirasakan pasien dapat skala nyeri. 2. Untuk meminimalkan
merangsang area berkurang dengan criteria 2. Observasi factor yang gerakan yang dapat
sensorik motorik hasil: memperingan dan memperberat nyeri
akibat tindakan memperberat nyeri 3. Dengan reaksi dari pasien
1. Pasien dapat
operasi 3. Observasi respon nyeri non maka dapat mengetahui
mengatakan nyeri
apendiktomy. ferbal respon pasien terhadap nyeri
berkurang atau tidak
4. Berikan teknik non yang dialami.
nyeri
farmakologis untuk 4. Untuk mengurangi nyeri
2. Skala nyeri yang
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
dirasakan pasien dapat
5. Observasi TTV 5. Untuk mengetahui keadaan
menurun
3. Pasien dapat melakukan 6. Kolaborasi pemberian umum pasien
teknik distraksi dan analgetik 6. Membantu untuk
relaksasi mengurangi nyeri yang
4. TTV dalam batas dialami pasien.
normal
Selasa Gangguan mobilitas 15.30 Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau kemampuan pasien 1. Untuk mengetahu
25 fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 dalam mobilisasi kemampuan pasien dalam
januari dengan nyeri akut jam diharapkan pasien dapat 2. Berikan alat bantu untuk moblisasi
2022 yang dialami pasien melakukan aktivitasnya pasien melakukan 2. Untuk mencegah cidera saat
secara mandiri dengan mobilisasi jika diperlukan pasien beraktivitas
criteria hasil: 3. Anjurkan melakukan 3. Mencegah terjadinya
mobilisasi dini seperti dekubitus pada daerah yang
1. Pergerakan ekstremitas
miring kanan, miring kiri tertekan
bawa dapat meningkat
4. Libatkan keluarga untuk 4. Agar dapat meminimalisir
2. Nyeri yang dialami
membantu pasien dalam cedera pada pasien saat
pasien dapat menurun
melakukan pergerakan melakukan pergerakan
3. Pasien dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya
secara mandiri
36
3.4 Implementasi Keperawatan
HARI/
MASALAH WAKTU TINDAKAN TTD
TANGGAL
37
nyeri.
6. Mengkolaborasi pemberian
08.14
analgetik
R/ pasien mau untuk disuntikkan
obat katarolac 1 gr melalui
38
intravena
39
R/ pasien hanya tidur dan belum
bisa mobilisasi,sehungga pasien
tidak diberikan alat bantu.
40
Rabu, 26 Gangguan 10.30 S : Pasien mengatakan masih sulit bergerak
Januari Mobilitas fisik karenan saat bergerak masih terasa nyeri di
2022 area perut bekas OP
41
RR :20x/menit
I :
42
alat bantu.
- Melibatkan keluarga untuk membantu px dalam
melakukan pergerakan (14.10)
R/ayah pasien mau untuk membantu pasien
untuk melakukan pergerakan
E :Px belum bisa melakukan pergerakan untuk
memenuhi kebutuhan secara mandiri
I:
43
SPO2: 99%
- Mengkolaborasi pemberian Analgetik (11.00)
R/ pasien bersedia untuk disuntikkan obat
Antrain 1 amp melalui Intra vena
E : Nyeri yang dirasakan sudah mulai
berkurang,sehingga pasien terlihat tidak lagi
merintih kesakitan
44
keluarga
I:
P : Intervensi dihentikan
I:-
45
E : Px dan keluarga rencana KRS
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1 Pengkajian
Berdasarkan teori pengkajian pada pasien Appendicitis Akut dengan
masalah keperawatan utama nyeri akut meliputi, identitas, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat psikososial, pola kebiasaan sehari-hari, dan pemeriksaan
fisik (keadaan umum, TTV, kepala dan muka, mata, telinga, hidung, mulut,
leher, payudara dan ketiak, thorak, abdomen, integument, eksremitas dan
genetalia).
Berdasarkan kasus nyata yang terjadi pada Sdr. A, pengkajian yang
didapatkan meliputi tidak ada riwayatpenyakit maupun menular, dalam
pemeriksaan ROS tidak ada masalah keperawatan, pada system pernafasan
tidak ditemukan masalah keperawatan, pada system kardiovaskuler tidak
ditemukan masalah keperawatan, pada system persyarafan tidak ditemukan
masalah keperawatan karena semua kondisi normal, pada system
perkemihan tidak ditemukan masalah keperawatan, pada system pencernaan
muncul beberapa tanda yang memunculkan masalah keperawatan nyeri akut
dengan kondisi abdomen tegang, terdapat nyeri tekan dan luka operasi, dan
terpsang drain. Dengan jumlah 40cc dan berwarna kuning jernih, pada
system musculoskeletal atau integument muncul beberapa tanda yang
memunculkan masalah keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik dengan
kemampuan pergerakan sendi terbatas dan kekuatan otot 5533, system
endokrin normal, personal hygene normal, dan psiko-sosio-spiritualnya
normal.
Berdasarkan teori dan kasus nyata pada Sdr.A dapat disimpulkan
bahwa tidak ada kesenjangan antar teori dan kasus nyata karena semua yang
disebutkan di dalam teori sama dengan pengkajian yang dilakukan pada Sdr.
A.
46
.
1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
Appendicitis Akutadalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik,
risiko hipovolemia berhubungan dengan efek agen farmakologis, dan risiko
infeksi berhubungan dengan efek prosedur infasive.
Berdasarkan kasus nyata yang terjadi pada Ny.S, diagnosa keperawatan
yang muncul adalah (1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya
jaringan dan merangsang area sensorik motorik akibat tindakan operasi
apendiktomy yang ditandai dengan pasien mengatakan terasa nyeri di perut
kanan bawah area bekas operasi dengan skala nyeri 6, dan (2) Gangguan
Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri akut yang ditandai dengan pasien
mengatakan susah bergerak karena saat bergerak terasa nyeri.
Berdasarkan teori dan kasus nyata pada Sdr.A tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata, karena
diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata menyesuaikan dengan
kondisi pasien.
47
kebisingan), fasilitasi istirahat dan tidur, pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri, diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk mencapai analgesian optimal, jika perlu, oertimbangkan
penggunaan infus kontinu atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum, tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien, dokumentasikan repsons terhadapt efek analgesic dan efek
yang tidak diinginkan (c) edukasi : jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri, jelaskan strategi meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyri secara
mandiri, anjurkan menggunakan analgetik secara tepat, ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, jelaskan efek terapi dan efek
samping obat, (d) kolaborasi : pemberian analgetik, jika perlu dan
kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, jika perlu.
Berdasarkan kasus nyata pada Sdr.A, intervensi yang dapat dilakukan
meliputi (1) observasi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dan skala nyeri, (2) observasi faktor yang memperingan dan memperberat
nyeri, (3) observasi respon nyeri non-verbal, (4) berikan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi nyeri, (5) observasi ttv, (6) kolaborasi
pemberian analgetik.
Berdasarkan teori dan kasus nyata pada Sdr. A dapat disimpulkan
bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
1.4 Implementasi Keperawatan
Berdasarkan teori, implementasi yang dilakukan sesuai dengan
intervensi yang ada. Sedangkan pada kasus nyata Sdr. A implementasi juga
sama dengan intervensi yang ada, namun sesuai dengan kondisi pasien yang
ada.
1.5 Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan teori hasil yang diharapkan pada diagnosa nyeri akut
setelah diberikan asuhan keperawatan adalah keluhan nyeri pasien menurun
dengan skala 2-3, ekspresi meringis pasien menurun, sikap protektif pasien
menurun, kegelisahan pasien menurun, kesulitan tidur pasien menurun dan
frekuensi nadi pasien membaik.
48
Berdasarkan kasus nyata pada Sdr. A dengan masalah keperawatan
utama nyeri akut, evaluasi yang ada adalah pasien mengatakan sudah tidak
lagi merasakan nyeri, pasien tampak tidak lagi merintih kesakitan saat
melakukan pergerakan, hasil TTV : TD:110/65 N: 95 S: 36,4 oC RR:
20x/menit, SPO2: 99% dan masalah nyeri akut teratasi
Berdasarkan teori dan kasus nyata Sdr. A dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengkajian yang dilakukan pada pasien post op Apendiktomy dengan
indikasi apendiksitis akut, didapatkan keadaan umum pasien cukup baik,
pasien mengalami nyeri akut, nyeri yang dirasakan seperti disayat – sayat,
dengan skala nyeri 6 dari skala nyeri 0 – 10. Ekstremitas bawah pasien
susah digerakan. Terdapat luka bekas op pada perut kanan bawah ± 5 cm,
pasien terpasang kateter no 16 dan drain dengan jumlah 40 cc, warnanya
kuning jernih. Diagnosa keperawatan yang didapatkan pada pasie yaitu;
Nyeri akut yang disebabkan karena terputusnya jaringab akibat tindakan
operasi apendiktomy dan Intoleransi Aktivitas yang disebabkan karena nyeri
akut yang dialami pasien.
Intervensi keperawatan yang dilakukan kepada pasien yaitu sesuai
dengan strategi tindakan pada buku intervensi keperawatan Indonesia
dengan mengobservasi, edukasi, terapi dan mengolaborasi sedangkan
Implementasi yang dilakukan pada pasien yaitu berdasarkan intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang diberikan
pada pasien yaitu sesuai dengan masalah keperawatan yang dialami
sehingga untuk evaluasinya masalah dapat teratasi.
5.2 Saran
Berlatar belakang dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran sebagai
berikut:
Keterlibatan pasien, keluarga dan tim kesehatan harus terjalin dengan
baik dan perlu ditingkatkan sehingga dapat menimbulkan rasa saling
percaya, agar dapat mencapai hasil keperawatan yang diharapkan.
Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu
ditingkatkan baik secara formal maupun informal khususnya
pengetahuan dalam melakukan perawatan pada pasien post
apendiktomy, agar masalah yang dialami dapat teratasi dengan baik.
50
Untuk mahasiswa diharapkan selalu menambah wawasan mengenai
konsep dasar dan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien
post op apendiktomy agar asuhan keperawatan dapat diberikan sesuai
dengan kondisi pasien.
51
DAFTAR PUSTAKA
Biricik, S., Narcı, H., Dündar, G. A., Ayrık, C., & Türkmenoğlu, M. Ö. (2019).
Mean Platelet Volume and The Ratio of Mean Platelet Volume to Platelet
Count in the Diagnosis of Acute Appendicitis. American Journal of
Emergency Medicine, 37(3):411–414.
https://doi.org10.1016/j.ajem.2018.05.075
Guy, S., & Wysocki, P. (2018). Risk Factors for Intra-Abdominal Abscess Post
Laparoscopic Appendicectomy for Gangrenous or Perforated
Appendicitis: A Retrospective Cohort Study. International Journal of
Surgery Open, 10: 47–54. https://doi.org/10.1016/j.ijso.2017.12.003
Jay & Marks.(2016). Karakteristik lokasi perforasi apendiks dan usia pada pasien yang
didiagnosis apendisitis akut perforasi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta,
Skripsi, Fakultas Kedokteran, UPN Veteran Jakarta.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi (R.
Komalasari (Ed.)). EGC.
52
Nurlina, I. E., Sulistyowati, A., Putra, K. W. R., & Annisa, F. (2019). Asuhan
keperawatan pada sdr. S dengan diagnosa medis post operasi apendiktomy
di ruang dahlia rs brawijaya tk iii surabaya. Akademi Keperawatan Kerta
Cendekia Sidoarjo.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta; EGC; 2011.
Saputro, Novi Eko. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi
Apendisitis Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan
Di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang’. Karya Tulis
Ilmiah, Prodi D-III Keperawatan. Jombang : Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. SDKI - Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. 1 penyunt. Jakarta Selatan: PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. SIKI - Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. 1 - Cetakan II ed. Jakarta Selatan: PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. SLKI - Standar Luaran Keperawatan
Indonesia. 1 - Cetakan II ed. Jakarta Selatan: PPNI.
Waisani, S., & Khoiriyah, K. (2020). Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien
Appendiks Post Appendiktomi Menggunakan Teknik Relaksasi Benson.
Ners Muda, 1(1),68–77.
Wiyandra, Y., & Yenila, F. (2018). Sistem Pakar Deteksi Apendisicitis. Jurnal
KomtekInfo, 5(3), 81–91.
53