Problematika Dan Tantangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Tengah Pandemi Covid-19

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Tsamratul -Fikri | Vol. 14, No.

2, 2020
ISSN | 2086-5546

Problematika dan Tantangan Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam di Tengah Pandemi Covid-19
Herman Suherman

Abstract: At this time all countries in the world are being hit by a major disaster
caused by the Covid- 19 virus. Covid-19 virus is apparently having an impact in
the world of education is no exception to the learning of Islamic religious
education. In an emergency such as this Islamic religious education learning still
has a very important role for students when facing the Covid-19 pandemic.
Because in essence the aim of learning Islamic religious education is to increase
the faith, understanding, appreciation and practice of students about Islam so
that they become Muslim people who believe and have the piety of Allah SWT
and have good character in their private lives, in society, nation and state. The
purpose of this study is to identify the problematics of Islamic religious
education learning in teaching and learning activities online (in networks)
during the Covid-19 pandemic. This research uses the field research method
(Field Research) and uses a descriptive qualitative approach. The data
collection techniques used in this study were interview and observation. While
the data analysis in this study uses qualitative data that is presented without
calculation of numbers. The respondents of this study were one of the
homeroom teachers and class.

Keywords: Learning problems, Islamic education, Covid-19

Pendahuluan
Pada awal tahun 2020, seluruh dunia dikejutkan dengan wabah Corona
Virus Disease atau lebih dikenal dengan istilah (Covid-19) yang dikemudian hari
menginfeksi hampir seluruh negara di dunia. Diduga Corona Virus Disease atau
Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, Provinsi Hubei pada akhir tahun 2019.
Bencana non alam ini atau bencana virus ini bukan pertama kalinya dihadapi
negara-negara di dunia.
Penambahan dalam jumlah besar jumlah kasus COVID-19 berlangsung
cukup tinggi dan sangat cepat dan menyebar ke luar wilayah Wuhan dan ke
berbagai negara lain. Dalam kurun waktu sekitar 6 bulan, sudah menjangkiti
216 negara di dunia dengan virus ini. Menurut WHO, banyaknya yang
terkonfirmasi dan terpapar dengan hasil pemeriksaan positif pada tanggal 25
Juni telah mencapai 9.296.202, dengan kisaran angka kematian mencapai
479.433 orang (https://Covid19.who.int/)
199
200 http://riset-iaid.net/index.php/TF

Selanjutnya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengumumkan


mengenai kasus pertama Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada akhir bulan
Pebruari atau awal bulan Maret 2020 yang lalu, Indonesia kemudian
dihadapkan pada masa virus yang terus menjangkit sehingga disebut pandemi.
Akibat dari pandemi ini hampir seluruh sektor kehidupan mengalami lumpuh,
tidak terkecuali di bidang pendidikan. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) kemudian bersikap dengan kondisi tersebut, yang
diantara kebijakan menyikapi kondisi tersebut dengan membuat sejumlah
kebijakan.
Penggunaan teknologi yang pada mulanya lebih banyak sebagai
pendukung dalam bekerja atau sekunder atau malah rekreasi, berubah menjadi
fasilitas yang utama dalam bekerja. Termasuk dalam pendidikan pun
menggunakan pembelajaran jarak jauh. Pada kenyataannya banyak kesulitan
yang dialami, baik oleh para guru, para siswa dan orang tua dalam
melaksanakan pembelajaran jarak jauh di saat terjadi darurat Covid 19. Guru
yang belum terbiasa dengan menggunakan perangkat gaget atau smartphone
akan kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran di masa Covid 19 khususnya
dalam mempasilitasi pembelajaran kepada peserta didik secara daring. Belum
meratanya jaringan signal keseluruh pelosok, menambah kesulitan yang
dihadapi oleh para siswa dalam mengakses pembelajaran. Selanjutnya kondisi
orang tua yang belum seluruhnya bisa memberikan perlatan handphone
android kepada siswanya menambah sederet permasalahan dalam
pembelajaran di masa pandemi Covid 19 ini.
Pembelajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
dibutuhkan proses pembelajaran yang tidak hanya teori tetapi juga praktik.
Seperti bagaimana praktik sholat, praktik memandikan jenazah, praktik
membaca al-quran dan lain-lain. Hal ini sulit dilakukan tanpa adanya
pertemuan secara fisik dengan para siswa. Pelajaran praktik ini tidak cukup
dengan penayangan vidio, atau penayangan materi secara daring, karena
dibutuhkan tuntunan dari guru agar ketika ada kesalahan siswa pada saat
praktik dapat langsung diluruskan.
Pembelajaran online yang dilakukan dengan melakukan interaksi positif
antara pembelajar (peserta didik) dengan berbagai sumber belajarnya
(database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara lahiriah berjauhan aau
terpisah namun nyata dapat saling berkomunikasi, melakukan interaksi atau
berkolaborasi dalam kegiatan pembelajaran (secara langsung atau tidak
langsung yang lebih dikenal dengan istilah synchronous atau asynchronous.
Salah satu aplikasi yang gratis dan familiar yang bisa diterapkan untuk
kegiatan pembelajaran jarak jauh adalah aplikasi Google Classroom. Guru
sebagai pendidik dan siswa atau peserta didik dalam menggunakan aplikasi
GCR ini dimungkinkan untuk melakukan kontak melalui forum diskusi atau chat
atau ngobrol (stream) terkait dengan permasalahan materi pembelajaran dan
jalannya pembelajaran secara interaktif antara guru dan siswa.
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 201

METODE
Penulisan artikel ini menggunakan metode studi perbadingan
literature dan analisis konten. Kegiatan membandingkan literatur satu
dengan literatur lain dilakukan untuk mengungkap berbagai teori dan
informasi yang relevan dengan topik yang dikaji. Studi dengan
membandingkan literatur satu dengan literatur lain dilakukan dengan
menelusuri literatur primer secara daring, yaitu jurnal, laporan penelitian,
laporan kegiatan, buku, majalah, media berita, dan sumber literatur lainnya,
yang memiliki kriteria valid dan bereputasi baik. Jurnal, prosiding, dan buku
yang digunakan diprioritaskan berasal dari database Scopus
(https://www.scopus.com/home.uri), dan ERIC Institute of Education
(https://eric.ed.gov/). Literatur juga diperoleh dari Google Cendekia
(https://scholar.google.co.id/), khusus literatur berbahasa Indonesia,
literatur yang diterbitkan di Indonesia, dan literatur yang ditulis oleh author
dari Indonesia. Literatur lainnya ditelusur menggunakan mesin pencari
Google. Kata kunci yang digunakan untuk mencari berbabai tulisan
menggunakan bahasa Inggris, yaitu COVID-19, COVID and education, pandemic
and education, outbreak and learning, teaching in pandemic, outbreak and
education, dan learning technology and pandemic era. Kata kunci yang
digunakan untuk menelusur literature menggunakan bahasa Indonesia, yaitu
COVID-19 di Indonesia, Pendidikan dan COVID, pendidikan masa bencana,
pendidikan masa wabah, guru dan COVID, tantangan pendidikan masa depan,
dan pembelajaran daring dan COVID.
Tahapan dalam kegiatan membandingkan literatur satu dengan
literatur lain yang digunakan dalam menyusun artikel ini mengacu pada Zed
(2008) dan Khatibah (2011). Ada empat langkah yang harus dilakukan, yaitu
(1) mempersiapkan peralatan: dalam bentuk pensil/ballpoint, buku catatan,
dan komputer/laptop yang terhubung dengan jaringan internal; (2)
menyusun bibliografi; (3) mengatur waktu dan fokus pada kegiatan; dan (4)
membaca secara cermat, mencatat, dan menulis hasil.
Analisis data menggunakan paradigma analisis konten. Penyajian data
menggunakan metode presentasi informal. Dalam penyajian data, penulis
mengikutsertakan kutipan dari berbagai referensi yang digunakan, dalam
bentuk hasil analisis, menyebutkan sumber dan diilustrasikan berdasarkan
ringkasan atau esensi informasi (yang bisa saja akan berbentuk parafrase
berbeda namun tetap sama makna) untuk setiap topik yang dianalisis. Hal
tersebut dilakukan dengan konteks pemikiran kritis dan analisis informasi
secara mendalam.
202 http://riset-iaid.net/index.php/TF

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembelajaran di masa pandemi COVID-19
Dunia sedang berjuang melawan COVID-19, lembaga pendidikan harus
cepat melakukan antisipasi (Snelling & Fingal, 2020). Sebagaimana yang
dilakukan pada pandemi influenza, praktek yang paling sering diterapkan oleh
sekolah adalah membatalkan atau menunda kegiatan pembelajaran di sekolah,
membatalkan kelas atau kegiatan dengan tingkat pencampuran/kontak yang
tinggi yang terjadi dalam jam belajar, dan mengurangi interaksi fisik selama
menggunakan alat transportasi (Uscher-Pines et al., 2018).
Lebih lanjut diuraikan bahwa tingkat kelanjutan dan kemungkinan
intervensi pendidikan meliputi: (1) Paparan terhadap konten: Siswa akan dapat
melihat konten yang luas terkait dengan materi yang diajarkan, seperti literasi
dan berhitung. Pengembangan keterampilan yang terlalu terfokus cenderung
tidak diharapkan karena akan membuat siswa jenuh. Bahan yang digunakan
mungkin termasuk buku teks, buku kerja, lembar kerja, email, televisi (mis.,
DVD, kabel, streaming), dan konten Internet (misalnya website dan game),
namun itu bergantung pada tingkat kelas dan kemampuan sekolah. (2) Konten
tambahan: Siswa akan dapat melihat dan berpartisipasi dalam kegiatan yang
berhubungan langsung dengan keterampilan, tetapi sebaiknya tidak perlu
dilakukan penilaian atau evaluasi pekerjaan, ini lebih lebih pengayaan saja.
Diharapkan ada kemajuan yang diperoleh siswa meskipun secara terbatas.
Selain materi yang tercantum di atas, materi pelajaran yang lebih spesifik dapat
disediakan melalui konten yang dapat diunduh (misalnya menggunakan laptop
dan smartphone) dan komunikasi melalui telepon (misalnya video conference
dan komunikasi video call satu-satu). (3) Kelanjutan terpisah: Siswa juga dapat
mengakses konten dan materi pelajaran yang lain. Jika dukungan instruksional
(termasuk penilaian dan evaluasi kerja) diberikan melalui media lain,
pembelajaran berkelanjutan mungkin perlu dilakukan. Terkait dengan hal ini,
kemajuan siswa mungkin dapat diukur. Bahan dan metode pengajaran yang
digunakan mungkin mencakup semua yang tercantum di atas serta
pembelajaran daring yang bersifat sinkron (misalnya chatting, streaming, video,
pesan singkat, dan/atau web conference). (4) Kelanjutan penuh: Siswa dapat
mengakses konten dan materi pelajaran. Dukungan instruksional diberikan,
termasuk penilaian dan evaluasi pekerjaan. Kemajuan siswa yang terukur
diharapkan. Bahan dan metode pengajaran yang digunakan mungkin mencakup
semua yang tercantum di atas serta pembelajaran daring yang asinkron dengan
kemampuan untuk komunikasi dan penilaian jarak jauh (misalnya, e-mail,
learning management systems, tracking, dan pengelolaan kelas atau proyek). (5)
Penilaian: jadwal ujian di seluruh negara bagian akan terbuka sesuai jadwal;
Dinas pendidikan bekerja dengan vendor jika waktu ujian perlu diperpanjang.
Sekolah wajib mengikuti ujian yang dijadwalkan sesuai rencana. Jika ada
penutupan, sekolah mungkin perlu menunda ujian dan berkumpul kembali
pada saat adanya pembukaan. Jika ada penutupan, waktu ujian akan
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 203

diperpanjang. Dinas Pendidikan bekerjasama dengan Dewan Pendidikan


Negara Bagian untuk menyelesaikan setiap masalah yang muncul ketika ujian
dan dampak yang mungkin terjadi terkait akuntabilitas.
Melania (2020) telah melakukan survei terhadap siswa yang melakukan
kegiatan pembelajaran daring. Hasil menunjukkan bahwa sebagian siswa
menerima pembelajaran daring dengan alasan bahwa pembelajaran daring
lebih santai, menyenangkan, fleksibel, efisien, singkat, praktis, cepat, tepat,
aman, mudah, hemat waktu, dan hemat tenaga. Cara itu juga bisa dilakukan
secara jarak jauh tanpa berkumpul di tempat yang sama. Selain itu, manfaat lain
pembelajaran daring adalah orang tua bisa mengawasi anak-anaknya belajar,
membuat siswa atau guru menjadi melek teknologi, mempercepat era 5.0, serta
meningkatkan kemampuan di bidang IPTEK. Siswa juga mengatakan bahwa
mereka menjadi lebih kreatif dalam menyelesaikan tugas dan dapat
mengkondisikan diri senyaman mungkin untuk belajar tanpa aturan yang
formal.

Problematika Pembelajaran PAI


Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam tentu ada
tujuan yang ingin dicapai oleh seorang pendidik dan peserta didik. Untuk
mencapai tujuan pendidikan agama Islam diperlukan pelaksanaan
pembelajaran yang baik, dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama
Islam terdapat faktor yang dapat mempengaruhinya baik dari faktor pendidik,
peserta didik, faktor sarana dan prasarana, dan faktor lingkungan.
Dalam dunia pendidikan tentu kita tidak jauh dari suatu problem atau
masalah, tanpa terkecuali untuk belajar pendidikan agama Islam. Setiap
permasalahan yang terjadi, tentu ada penyelesaiannya, jika kita dapat
memperoleh solusinya, maka dapat mempermudah proses belajar serta bisa
memberikan hasil yang lebih optimal. Ada beberapa problem atau masalah
yang didapati dalam kegiatan pembelajaran antara lain keterbatasan sumber
belajar, alokasi waktu, dan keterbatasan dana yang tersedia. Dalam bahasa
inggris “problematic” artinya adalah masalah atau persoalan, dan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, problematika artinya suatu masalah yang
mengakibatkan persoalan dan masih belum bisa dipecahkan.
Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam tentu ada tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan dari pembelaran pendidikan agama Islam adalah ingin
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta
didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman
dan bertaqwa Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemudian secara umum
pembelajaran pendidikan agama Islam bertujuan untuk membentuk pribadi
manusia menjadi pribadi yang mencerminkan ajaran- ajaran Islam dan
bertakwa kepada Allah, atau “hakikat tujuan pembelajaran pendidikan Islam
adalah terbentuknya insan kamil”.
204 http://riset-iaid.net/index.php/TF

Menurut Datik Nurmuslimah dan Istanto tujuan pembelajaran adalah


mewujudkan generasi bangsa yang memiliki semangat juang tinggi untuk
mendapatkan ilmu sehingga mampu menjadi dirinya menjadi pribadi yang
lebih berkualitas. Pribadi yang berkualitas yaitu pribadi yang menjadikan
pendidikan sebagai sumber harapan besar untuk mecapai tujuan yang
diharpakannya, untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan juga harus
berkualitas. Pendidikan berkualitas bisa didapatkan dari sekolah yang
berkualitas unggul.
Menurut H.M. Arifin yang dikutip oleh Miss Bismee Chamaeng
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah
“membina dan mendasari kehidupan anak dengan nilai-nilai syariat Islam
secara benar sesuai dengan pengetahuan agama” Sedangkan Iman al-Ghazali
berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang paling utama adalah
“beribadah dan bertaqarrub kepada Allah kesempurnaan insan yang
tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Berikut ini macam-macam problematika pembelajaran pendidikan
agama Islam yang di hadapi oleh pendidik dan peserta didik pada masa
pandemi Covid-19 :
1. Faktor Pendidik
Dalam kegiatan pembelajaran pada masa pandemi Covid -19 ini, tentu
tidak lepas dari problem atau masalah yang dihadapi oleh guru saat mengajar.
Sehingga seorang guru harus pandai dalam mencari solusi dalam suatu
persoalan atau problematika pembelajaran. Hal ini dikarenakan jika problem
tersebut tidak segera di atasi maka akan menimbulkan permasalahan atau
hambatan dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran. Berikut ini
problematika yang dihadapi oleh seorang guru pada masa pandemi Covid-19:
a. Keterbatasan sarana prasarana
Dari hasil penelitian problem yang dirasakan oleh seorang guru adalah
kurang efektifnya kegiatan belajar karena dilaksanakan dengan sarana
prasarana yang kurang lengkap sehingga anak didik tidak dapat bertatap
muka secara langsung dengan guru. Kurangnya fasilitas yang memadai pada
saat pelaksanaan pembelajaran dirumah akan memunculkan kekurang
pahaman tentang materi yang disampaikan guru kepada peserta didiknya.
Seharunya untuk mempermudah pembelajaran secara (daring) perlu
dipersiapkan terlebih dahulu sarana prasaranya seperti laptop, komputer atau
hand phone yang dapat mempermudah guru dalam melakukan kegiatan
pembelajaran. Karena jika dalam kegiatan belajar mengalami keterbatasan
fasilitas maka akan menghambat proses pembelajaran dan mempengaruhi
pencapaian hasil belajar.
b. Penguasaan teknologi yang masih rendah
Dalam pelaksanakan kegiatan pembelajaran secara daring (online)
tidak semua guru trampil dalam menggunakan teknologi internet dan media
sosial. Ada sebagian guru yang masih memerlukan bimbingan dan pelatihan
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 205

terlebih dahulu untuk memakai alat atau bahan yang digunakan saat kegiatan
belajar mengajar secara daring. Sehingga karena adanya wabah Covid-19 ini,
guru harus mau belajar dan bersedia memberikan pelajaran secara online.
c. Kurangnya keefektifan belajar mengajar
Berdasarkan hasil penelitian berupa wawancara kepada bapak Zainul
Arifin didapatkan fakta bahawa tingkat hasil belajar siswa menurun, hal ini
dikarenakan kurangnya keefektifan dalam pembelajaran secara daring yang
tidak memungkan siswa untuk melakukan pembelajaran secara ferbal atau
secara langsung, sehingga siswa tidak bisa berinteraksi dan berduskusi secara
langsung dengan teman sekelasnya maupun dengan guru PAI.
2. Faktor Peserta Didik
Dalam proses kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam pada
masa pandemi Covid-19 tentu ada beberapa problem atau masalah yang
dialami oleh peserta didik. Problem atau masalah tersebut dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang, misalnya dilihat dari segi proses belajarnya atau
situasi belajarnya. problem tersebut antara lain:
a. Kurang Melakukan Budaya Literasi
Dari hasil wawancara kepada peserta didik, ternyata ada salah satu
peserta didik yang lupa akan tanggungjawabnya sebagai pribadi muslim.
Peserta didik mulai tidak tepat waktu dalam melaksanakan sholat wajib, tidak
melaksanakan sholat dhuha, hafalan dan mulai tidak membaca Al-Qur’an
seperti yang telah diterapkan disekolahan sebelum pembelajaran dimulai.
Seharusnya dalam kondisi seperti ini peserta didik tetap menjalankan
tugasnya dan tetap menaati aturan meski tidak dalam pengawasan guru.
Namun kenyataannya peserta didik hanya mau mengerjakan tugas dan
menaati aturan jika berada dalam pengawasan yang ketat dari guru. Sehingga
ketika peserta didik melakukan pembelajaran secara daring atau dirumah
masing-masing, peserta didik merasa lebih bebas dan leluasa untuk
melakukan semua hal dengan sesuka hatinya. Ajaran-ajaran agama yang telah
didapatkan disekolahan tidak diterapkan kembali ketika dirumah.
b. Tingkat pemahaman agama yang berbeda-beda
Dari hasil wawancara kepada peserta didik ternyata ada beberapa
tingkat pengetahuan peserta didik yang berbeda. Salah satu dari peserta didik
yang diwawancarai ada 2 kategori peserta didik yang sudah memiliki dasar
pengetahuan agama melalui pendidikan orang tuanya dirumah, dan ada juga
peserta didik yang sudah mendapatkan dasar pengetahuan dari jenjang
sekolah yang telah dilaluinya. Peserta didik yang telah memiliki ilmu
pengetahuan agama dengan peserta didik yang belum memiliki ilmu
pengetahuan agama, akan menjadi masalah dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam. Dengan demikian peserta didik yang berada dalam keluarga
beragama dan dalam pendidikan berikutnya mereka memperoleh pendidikan
agama yang baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama, dan
begitu sebaliknya jika dasar agama yang dimilikinya itu tidak dijaga dan dibina
206 http://riset-iaid.net/index.php/TF

dengan baik, maka peserta didik akan menjadi orang yang tidak beragama, dan
ilmu pendidikan agamanya juga akan hilang.
c. Kemauan siswa yang rendah untuk belajar
Beberapa pengaruh yang dialami oleh peserta didik pada saat kegiatan
pembelajaran pada masa pandemi Covid-19 ini adalah peserta didik harus
belajar secara jarak jauh dengan fasilitas yang kurang memadai. Dengan
kurangnya fasilitas dalam pembelajaran akan membuat peserta didik menjadi
kurang minat dalam belajar agama. Peserta didik yang tidak bersungguh-
sungguh dalam mempelajari agama pasti tujuannya hanya ingin mencari nilai
saja, bukan untuk membekali dirinya dengan pengetahuan agama sebagai
sarana untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Sedangkan peserta
didik yang bersungguh-sungguh dalam belajar agama pasti akan lebih
memperhatikan, mendalami dan menghayati setiap ajaran agama yang
didapatkannya, dan akan mengamalkan ajaran tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Keberagaman pengetahuan siswa yang berbeda-beda
Dalam kegiatan pembelajaran tidak semua peserta didik mempunyai
kecerdasan yang sama, Izza Yusfiana menyatakan bahwai ia mengalami
kesulitan dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama
Islam, karena guru yang terlalu banyak memberikan tugas, sehingga Izza
Yusfiana tidak bisa mengerjakan semua tugasnya dengan maksimal. Namun
bagi peserta didik yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi akan
lebih mudah menerima pelajaran agama dibandingkan peserta didik yang
memiliki tingkat kecerdasan lebih rendah. Masalah ini juga akan
menyebabkan faktor munculnya problem pembelajaran pendidikan agama
Islam yang diberikan oleh pendidik. Dengan demikian seorang pendidik harus
tau tingkat kecerdasan setiap peserta didiknya, jangan sampai guru
memberikan tugas yang tidak sesuai dengan kemampuannya, sehingga
peserta didik tidak mampu untuk menyelesaikannya. Sehingga pada masa
pandemi saat ini guru dan siswa harus mau beradaptasi dan terus belajar
dalam berbagi platform pembelajaran secara online, supaya peserta didik
mampu mencapai hasil belajar secara maksimal sesuai dengan yang di
inginkannya.
e. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah tempat pendidikan nomer satu untuk seorang anak,
dilingkungan keluarga inilah anak akan mendapatkan banyak pendidikan
agama dan bimbingan tentang keagamaan, karena sebagian besar aktivitas
anak berada dilingkungan keluarga. Dengan demikian, jika keluarga peserta
didik tersebut tingkat keagamaannya baik dan selalu memberikan support
kepada anaknya maka secara otomatis perkembangan pendidikan agama anak
akan baik pula. Sebaliknya jika lingkungan keluarga kurang memberikan
support kepada anaknya maka perkembangan anak didik akan berbeda jauh
dengan hal di atas. Oleh karena itu, dengan adanya Covid-19 ini pemerintah
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 207

mengeluarkan kebijakan WFH (work from home), yang mana kebijakan


tersebut menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan semua
pekerkjaannya dari rumah. Sehingga hal tersebut membuat orang tua tidak
bisa memantau anaknya dengan baik.
f. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap tumbuh
kembang peserta didik, karena perkembangan jiwa peserta didik sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Jika peserta didik bersosialisasi
dengan masyarakat yang agamis maka ia akan selalu berusaha
menyeimbangkan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan baik dilingkungan
sekitarnya tersebut, dan begitu sebaliknya jika peserta didik bersosialisasi
dengan masyarakat yang abangan, otomatis peserta didik juga akan mengikuti
kebiasaan- kebiasaan buruk dilingkungan sekitanya tersebut. Dari hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ayu Citra Lestari, ia
menjelaskan bahwa ia bertempat tinggal dilingkungan masyarakat yang
kurang mendukung, sehingga terkadang sikap dan tingkahlakunya terbawa
dengan kebiasaan-kebiasaan buruk dilingkungan sekitarnya.
g. Lingkungan Bermain
Lingkungan bermain dalam sehari-hari sering disebut sebagai
lingkungan pergaulan, jika seorang anak berada dilingkungan yang teman-
temannya baik dan rajin, maka kemungkinan besar anak itu juga akan
terpengaruh kepada hal yang baik dan akan mengikuti tingkah laku seperti
teman yang lainnya. Namun, jika anak bergaul dengan teman-teman yang tidak
baik, maka akan berpengaruh negative juga terhadap perkembangan anak
tersebut. Karena pengaruh teman itu sangat berpengaruh besar terhadap anak
dan sulit sekali untuk dihindari, maka perlu sekali ditanamkan pembiasaan
keagamaan, kedisiplinan dan tanggung jawab kepada dirinya sendiri. Dari
hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada Rohim Andi Prasetyo, ia
menjelaskan bahwa ia sering lupa waktu ketika bermain dengan teman-
temannya, karena teman-temannya yang selalu mengajaknya bermain game
Mobile Legends, sehingga ia melupakan tugas- tugasnya yang diberikan oleh
gurunya.

Problematika, Tantangan pembelajaran PAI pada Masa Pandemi Covid-19 dan


solusi mengatasinya
Pembelajaran dengan menggunakan teknologi baru memang telah
berjalan selama beberapa dekade. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa dampak
transformational sebagaimana yang diharapkan belum tercapai (Trucano,
2014). Sehubungan dengan itu, peralihan ke pembelajaran daring tentu saja
bukanlah solusi yang benar-benar sempurna. Di Amerika Serikat saja, banyak
profesor yang tidak pernah mengajar secara daring, sementara dukungan
teknis sering kurang memenuhi. Beberapa kritik muncul tentang apakah perlu
perubahan seperti itu tanpa keterlibatan insititusi yang memadai. Lainnya
208 http://riset-iaid.net/index.php/TF

mempertanyakan apakah model yang hanya menggunakan daring akan


menghukum siswa yang mungkin tidak memiliki akses digital atau internet
(The Chronicle of Higher Education, 2020).
Pelaksanaan pembelajaran daring bukan tanpa masalah. Di beberapa
negara, dilaporkan bahwa di antara mereka yang mengadopsi pembelajaran
daring, rata-rata manfaat sebenarnya jauh lebih kecil daripada yang
diharapkan. Masalah jaringan, kurangnya pelatihan, dan kurangnya kesadaran
dinyatakan sebagai tantangan utama yang dihadapi oleh pendidik. Kurangnya
kesadaran dinyatakan sebagai alasan paling penting oleh mereka yang tidak
mengadopsi pembelajaran daring diikuti oleh kurangnya minat dan keraguan
tentang kegunaan pembelajaran daring. Kurang kehadiran, kurangnya
sentuhan pribadi, dan kurangnya interaksi karena masalah konektivitas
ditemukan menjadi kelemahan signifikan dari pembelajaran daring (Arora &
Srinivasan, 2020). Menurut M. Wahyudi (2020) fakta di lapangan, kewajiban
belajar di rumah menjadi kendala serius khususnya peserta didik dari
kalangan yang kurang beruntung secara ekonomi. Mereka sering mengeluhkan
habisnya paket kuota internet. Selain itu, teknologi dianggap dapat membangun
sikap instan bagi para penggunanya.
Menurut Tim Kompas (2020), laporan dari sejumlah daerah di Indonesia
menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran daring belum berjalan optimal,
terutama di daerah pelosok dengan teknologi dan jaringan internet terbatas.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2018 saja secara nasional hanya
39,90% penduduk yang mengakses internet. Kesiapan infrastruktur sekolah,
kemampuan guru mengajar secara daring, serta ketersediaan sarana
smartphone menjadi persoalan lain dalam penerapan pembelajaran daring di
Indonesia.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Purwanto et al (2020) ini yaitu
terdapat beberapa kendala yang dialami oleh murid, guru dan orang tua dalam
kegiatan belajar mengajar daring yaitu penguasaan teknologi masih kurang,
penambahan biaya kuota internet, adanya pekerjan tambahan bagi orang tua
dalam mendampingi anak belajar, komunikasi dan sosialisasi antar siswa, guru,
dan orang tua menjadi berkurang dan Jam kerja yang menjadi tidak terbatas
bagi guru karena harus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan orang tua,
guru lain, dan kepala sekolah. Selain itu, menurut Anugrah (2020) seiring
perjalanan waktu muncul banyak permasalahan dalam implementasi
pembelajaran daring. Di antara permasalahan itu adalah tugas guru yang terlalu
banyak dan keluhan soal kuota dan jaringan internet yang serba terbatas.
Kondisi tersebut sejalan dengan hasil riset Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak pada bulan Maret 2020 dengan subyek
peserta didik usia 14-17 tahun (69% perempuan dan 31% laki-laki) berjumlah
717 dari 29 provinsi di seluruh Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa 58%
peserta didik tidak suka menjalani program belajar dari rumah. Faktor
penyebabnya adalah peserta menganggap bahwa komunikasi dengan teman
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 209

menjadi terbatas, mereka mengalami keterbatasan teknologi: berupa fasilitas


internet, gawai, dan buku elektronik. Mereka juga mengangap bahwa sekolah
tidak memiliki program yang baik untuk sistem belajar di rumah. Sekolah dan
guru hanya memberi tugas secara beruntun sesuai rencana pelajaran dan
materi pelajaran dalam kondisi non-pandemi/kondisi biasa (Satriawan, 2020).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga melaporkan bahwa mereka
telah menerima sebanyak 213 pengaduan peserta didik dan orang tua di
berbagai daerah terkait pembelajaran daring. Kebanyakan peserta didik
melaporkan perihal tugas harian yang diberikan guru yang dianggap berat
sementara waktu pengerjaan rekatif pendek. Proses pembelajaran daring
terassemakin berat bagi peserta didik yang tidak memiliki kuota internet, atau
bahkan mereka tidak memiliki komputer (Madrim, 2020).
Meskipun demikian, patut diduga bahwa ada satu hal yang menjadi
pendukung atau pendorong positif, yaitu semakin tingginya angka pengguna
smartphone-sehingga menyebabkan teknologi ini menjadi kebutuhan primer-
mendorong kemudahan mengakses internet secara massif dan lebih luas.
Menurut Mila (2018), banyaknya penduduk yang menggunakan smartphone
menyebabkan teknologi ini yang paling banyak digunakan untuk mengakses
internet. Pada tahun 2014 saja, akses internet di Indonesia sebesar 85%
menggunakan smartphone.
Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam mengatasi problematika
pembelajaran pendidikan agama Islam pada ma pandemi Covid-19. Upaya
tersebut antara lain:
a. Saran untuk guru dalam menghadapi problematika pembelajaran
pendidikan agama Islam pada masa pandemic Covid-19 :
1) Seharusnya sebelum dilakukannya program pembelajaran online
perlu dipersiapkan terlebih dahulu fasilitas pendukung
pembelajaran seperti hand phone, laptop, kuota, agar tidak
mempengaruhi kualitas hasil belajar mengajar.
2) Upaya yang selanjutnya yaitu melakukan pelatihan terlebih dahulu
terhadap peserta didik dan guru. Karena tidak semua siswa terbiasa
belajar dengan menggunakan pembelajaran online dan tidak semua
guru bisa melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknologi
internet atau media sosial yang lainnya.
b. Saran untuk siswa siswa dalam menghadapi problematika pembelajaran
pendidikan agama Islam pada masa pandemic Covid-19 :
1) Dalam keadaan seperti ini dukungan guru dan sekolahan dengan
orang tua sangat dibutuhkan oleh peserta didik. Sehingga guru dan
sekolahan dengan orang tua harus menjalin hubungan komunikasi
yang baik. Dengan tujuan membantu guru untuk tetap memantau
peserta didik agar tetap menjalankan tugasnya meski pembelajaran
tidak dilakukan disekolahan.
2) Upaya yang selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kepada anak
210 http://riset-iaid.net/index.php/TF

agar tidak melupakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya sebagai


anak dan sebagai pelajar. Agar anak tetap melakukan tugas-tugasnya
dan tanggung jawabnya meski tidak dalam patauan guru.
3) Selanjutnya upaya yang harus dilakukan adalah, menerapan
pembiasaan kedisiplinan sholat wajib tepat waktu, sholat dhuha, dan
membaca Al-Qur’an seperti yang telah diajarkan disekolahan agar
peserta didik tetap melakukan pembiasaan tersebut meski tidak
berada dalam pantauan guru.
4) Upaya yang selanjutnya adalah, tidak membiarkan anak terlalu lama
bermain dengan teman-teman yang berada dilingkungan yang
kurang baik, tujuannya agar anak tersebut tidak terpengaruh oleh
kebiasaan-kebiasaan buruk temannya. Sehingga dalam kondisi
seperti ini jangan sampai anak merasakan bebas leluasa dan anak
tersebut lupa akan tugasnya sebagai peserta didik.

KESIMPULAN
Problematika pembelajaran pendidikan agama Islam pada masa
pandemi Covid-19 sangat berpengaruh tehadap guru dan siswa. Karena dalam
keadaan seperti ini tanpa ada pelatihan atau persiapan terlebih dahulu guru
dan siswa dipaksa untuk mau tidak mau harus bisa melakukan kegiatan
belajar mengajar dengan menggunakan berbagai macam platform secara
online. Selain itu pembelajaran pada masa pandemic Covid- 19 ini juga
berpengaruh terhadap sikap dan tingkah laku anak ketika berada dirumah,
karena siswa merasa dirinya tidak berada dalam pantauan guru sehingga
mereka dapat bertingkah semaunya dan bebas melakukan semua hal tanpa
mereka sadari bahwa mereka juga mempunyai tanggungjawab meski
pembelajaran pendidikan agama Islam tidak dilakukan disekolahan. Siswa
mulai tidak melakukan tanggungjawabnya sebgai prbadi muslim, mereka
mulai enggan untuk menjalankan sholat wajib, sholat dhuha, dan membaca Al-
Qur’an. Padahal semua itu telah diajarkan oleh guru ketika berada
disekolahan, harapannya siswa tetap melakukan itu ketika berada dirumah,
namun ternyata ketika siswa berada dirumah siswa enggan untuk
melakukannya. Mereka menganggap bahwa belajar agama itu hanyalah
sebuah ritual saja, tujuan utapanya hanya ingin mencari nilai saja, sehingga
mereka tidak bersungguh-sungguh dalam belajar agama. Dengan demikian
perlu sekali bimbingan orang tua dirumah untuk menerapkan pembiasaan-
pembiasaan yang telah diajarkan disekolahan, agar siswa tetap melakukan
tanggungjawabnya meski tidak berada dalam pantauan guru.
Tsamratul Fikri | Vol. 14, No. 2, 2020 211

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, R. (2016). Pembelajaran dalam perspektif kreativitas guru dalam


pemanfaatan media pembelajaran. Lantanida Journal, 4(1), 35–49.
https://doi.org/10.22373/lj.v4i1.1866
Aderholt, R. (2020, March). Coronavirus outbreak shining an even brighter light
on internet disparities in rural America. The Hill.
Anderson, J. (2020, March). Should schools close when coronavirus cases are
still rare? Quartz.
Anugrah, D. (2020). Dinamika pembelajaran daring di tengah pandemi Covid-19.
Berita Magelang. Arizona Department of Education. (2020). Pandemic
preparedness (Issue March). Arizona Departmernt of Education.
Chamaeng, Bismee, Miss. 2017. Problematika Pembelajaran PAI (Pendidikan
agama Islam ) Di Sekolah Samaerdee Wittaya Provinsi Patani Selatan
Thailand, Skripsi. Semarang: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Negeri Walisongo.
Firtiani, Yuni & Pakpahan, Roida. 2020. “Analisa Pemanfaatan Teknologi
Informasi Dalam Pembelajaran Jarak Jauh Di Tengah Pandemi Virus
Corona Covid-19”, Journal of Information System, Appied, Management,
Accounting and Reseach, 4, (2), 30.
Ikhwani. 2017. Problematika Pembelajaran Pendidikan agama Islam dan Solusi
yang dilakukan Sekolah dan Guru Pendidikan agama Islam Di SMA Negeri
2 Takalar, Skripsi. Makassar, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Makassar
Kemendikbud. (2020). Belajar dari rumah, satuan pendidikan dapat pilih
platform pembelajaran jarak jauh sesuai kebutuhan (Learning from
home, education units can choose distance learning platforms as needed).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia.
Madrim, S. (2020, April). KPAI: Siswa keluhkan pembelajaran berat di tengah
wabah corona. VOA Indonesia.
Melania, E. P. (2020, April). Pembelajaran daring, apakah efektif untuk
Indonesia. Kompas.
Mila, M. (2018). Pengembangan media multi representasi berbasis Instagram
sebagai alternatif pembelajaran daring. Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung.
212 http://riset-iaid.net/index.php/TF

You might also like