LP BPH Hasanuddin

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)

OLEH :

HASANUDDIN
14420222211

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2023
1. Pengertian
Benign prostate hyperplasia (BPH) adalah penyakit yang terjadi akibat penekanan pada
uretra menembus prostat, sehingga menyulitkan untuk berkemih atau mengurangi
kekuatan aliran urin, serta paling sering terjadi pada laki-laki berisia diatas 50 tahun
akibat penuaan (Aldrin Onesimus dkk, 2020). Benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah
salah satu kondisi paling umum yang menyerang pria. BPH dapat menyebabkan
sejumlah gejala bagi pasien yang biasa disebut gejala saluran kemih bagian bawah
(LUTS) (Soum D dkk, 2019).Benign Prostatic Hiperplasia didefinisikan sebagai
proliferasi dari sel stroma pada organ prostat, yang dapat menyebabkan perbesaran pada
kelenjar prostat(Zen Ary dkk, 2021).

2. Etiologi
Etiologi yang tepat tidak diketahui; namun, BPH dapat terjadi akibat reinisiasi proses
induksi embrio pada masa dewasa. Beberapa teori telah diajukan. Ini termasuk:
a. Perubahan jaringan terkait usia
b. Perubahan hormonal – Adanya androgen diperlukan untuk patogenesis
c. Sindrom metabolik - Ada hubungan antara sindrom metabolik dan perkembangan
BPH 4. Peradangan – Mungkin karena peradangan-gangguan berbasis LUTS
dapat disebabkan oleh dua alasan:
 BOO langsung dari jaringan yang membesar (komponen statis)
 Meningkatkan tonus dan resistensi otot polos dalam kelenjar yang
membesar (komponen dinamis). Detrusor over activity mengarah pada
gejala penyimpanan yang terlihat pada LUTS.
Pada pria yang mengalami BPH, retensi urin akut merupakan gejala yang parah.
Ini didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang tiba-tiba dan menyakitkan untuk
berkemih secara sukarela. [6,7] BPH adalah penyebab paling umum dari retensi
urin (Sanjay mahajan dkk, 2021).

3. Patofisiologi
Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan modul-modul fibroadenomatosa mejemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibroa dan otot polos yang jumlahnya
berbeda-beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau
vertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka
destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi atau terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak
bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin
yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Obstruksi urin yang berkembang secara perlhan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin
tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan di dalamnya sehinggga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan unterval
disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat
berkemih/ disuria.
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan menjadi
inkontinensia paradox. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi.
Pada waktu meski penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan
hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya
batu empedu di dalam kandungan kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluk akan mengakibatkan pielonefristis (Mantasiah, 2021)..
4. Pathway

Ketidakseimbangan
hormon (Degeneratif) Proliferasi sel Inflamasi Interaksi sel
Peningkatan Stem cell
epitel &Stroma

Penyempitan sal.urethtra
para prostatika Benigna prostate hyperplasia
(BPH)

Peningkatan tek.intra Prosedur pembedahan


vesikal Ansietas
( Prostatektomi)

Retensi Urine Resiko


Post Op Perdarahan

Hiperirritable Bladder

Terdapat luka hasil insisi


di area abdomen Resiko infeksi

Stimulasi serabut saraf


pada area perlukaan

Merangsang mediator
nyeri

Nyeri akut
5. Manifestasi klinis
Gejala BPH seringkali berupa LUTS yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
utama yaitu gejala iritasi (storage symptoms) dan gejala obstruksi (voiding symptoms).
Pada umumnya pria memiliki sedikit gejala ini pada fase awal BPH, akan tetapi gejala
ini dapat menjadi lebih luas seiring dengan bertambahnya usia dan perkembangan
penyakit (Yusran Nur Muwafiq dkk, 2022).

Storage Symptoms Volding Symptoms


Urinary frequency Difficuly initiating urinary stream
Urinary urgency Urinary hesitancy
Urinary incontinence Straining to void
Nocturia Descreased urinary flow
dysuria Intermittency
Dribbling
Incomplete bladder emptying

6. Komplikasi
Komplikasi yang biasa ditimbulkan oleh BPH adalah sistitis dan anemia. Pembesaran
jaringan yang tinggi akan menyebabkan penekanan pada uretra pars prostatika yang
menyebabkan penekanan pada lumen uretra dan mengakibatkan terjadinya obstruksi. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya retensi urin semakin tinggi menyebabkan disfungsi
urotelium dengan Qmaks <10 mL/s yang apabila berlangsung lama menyebabkan
terjadinya sistitis kronis yang ditandai dengan penebalan dinding kandung kemih dilihat
dari hasil USG. Penebalan pada kandung kemih diakibatkan oleh Bladder Outlet
Obstruction (BOO) menyebabkan perubahan pada anatomi kandung kemih yang
dikaitkan dengan perubahan struktur detrusor ditandai dengan hiperplasia epitel dan
fibroelastik pada otot polos kandung kemih sehingga terjadi disfungsi berkemih (Lee et
al., 2014). Faktor resiko terjadinya sistitis adalah penggunaan kateter, splint, stent, atau
kateterisasi kandung kemih berkala, residual urin >100ml, obstruksi saluran kemih, dan
kerusakan urotelium yang disebabkan kerena kimia maupun radiasi (Ari Anggoro dkk,
2022).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan colok dubur
dilakukan untuk menilai ukuran, bentuk, serta konsistensi kelenjar prostat. Prostat
yang membesar.
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan adalah analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin,
elektrolit, kadar uteum kreatinin, bila perlu pemeriksaan prostat spesifik antigen
(PSA) untuk dasar penentuan biopsy.
c. Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto polos abdomen untuk melihat
didaerah abdomen dan melihat daerah gastrointestinal.
 BNO-IVP foto di daerah abdomen untuk melihat traktus urinaria dari nier
(ginja) hingga blass (kandung kemih).
 Cystoscopy/ cytografi dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria
atau pada memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih
atau sumber pendarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter di
dalam vesika. Selain itu sitoskopi juga dapat memberi keterangan mengenai
besar prostat dengan mengukur panjang ureter pras prostatika dan melihat
penonjolan prostat kedalam uretra.
d. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan sebagai langkah utama untuk menyingkirkan adanya
ISK, prostatitis, sistolitiasis, nefrolitiasis, kanker ginjal, dan kanker prostat sebagai
penyebab gejala saluran kemih bagian bawah.
e. USG prostat
Ultrasonografi (USG) transabdominal atau transrektal prostat juga dapat dilakukan
untuk mengevaluasi secara akurat ukuran, bentuk, anatomi, dan potensi patologi
prostat dengan cara yang praktis dan juga hemat biaya. USG transabdominal juga
dapat menilai kandung kemih dan sisa urin postvoid, yang mungkin berkontribusi
pada gejala pasien (Yusran Nur Muwafiq dkk, 2022).

8. Penatalaksanaan
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keperahan obstruksi, dan kondisi pasien.
Jika pasien masuk rumah sakit dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih
maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatic. Kadang suatu insisi dibuat kedalam kandung
kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis terapi BPH antara lain ()
a. Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang di berikan adalah
mengurangi minum seteah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alcohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan control keluhan,
sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur.
b. Terapi Medikamentosa
 Penghambat adrenergika (pazosin, tetrazosin): menghambat reseptor pada otot
polos dileher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga aliran air seni dan
gejala-gejala berkurang.
 Pemghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat pembentukan DHT
 Sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c. Terapi Bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk di lakukan pembedahan
didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensi urin berulang, hematuria,
tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dab perubahan fisiologi pada
prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya
gejala dan komplikasi. Intervensi bedah yang dapat dilakukan meliputi: pembedahan
terbuka dan pembedahan endourologi.
1) Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa
digunakan adalah
 Prostatektomi suprapubik adalah salah satu metode
mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat di kedalam
kandung kemih, kelenjar prostat diangkat dari atas. Teknik demikian dapat
digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang
mungkin terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak
disbanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah
insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen
mayor.
 Prostatektomi perineal merupakan suatu tindakan dengan mengangkat
kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih parktis dan
sangat berguna untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rectum.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah intontinensia,
impotensi dan cedera rektal.
 Prostatektomi rekropubik adalah tindakan lain yang dapat dilakukan,
dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik
ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun jumlah darah yang hilang lebih daoat dikontrol dan letak
pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi dapat terjadi diruang
retropubik.
2) Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elekrik diantaranya:
 Transurethral prostatic Resection (TURP).
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi
kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunkan cairan iringan
(pembilas) agar daerah yang akan di operasi tidak tertutup darah. Indikasi
TURP ialah gejala- gejala sedang samapi berat, volume prostat kurang dari
90 gr. Tindakakn ini di laksanakan apabila pembesaran prostat terjadi
dalam lobus medial yang lansung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang
memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan
TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu
operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat. Komplikasi TURP
adalah rasa tidak enak pada 22 kandung kemih, spasme kandung kemih
yang terus menerus, adanya pendarahan, infeksi, fertilitas.
 Transuretral incision of the prostate (TUIP)
Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan
apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat fibrotic. Indikasi dari
pengguna TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan
memasukkan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat
pada prostat dan kapsul untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari TUIP adalah pasien bisa
mengalami ejakulasi retrograde (0-37%).
 Terapi invasive minimal
Teraopi invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi
terhadap tindakan pembedahan. Terapi invasive minimal diantaranya
transurethral microvawe thermotherapy (MUMT), transurethral ballon
dilatation (TUBD), transurethral Needle Ablation/ Ablasi jarum transuretra
(TUNA), pemasangan stent urtera atau prostatcat (Mantasiah, 2021).
9. Prognosis
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada setiap individu, BPH
yang tidak segera diobati memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang
menjadi kanker prostat (Mantasiah, 2021).
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan yang dilakukan perawata
untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional . Proses keperawatan
meliputi antara lain:
1) Pengkajian Keperawatan
Menurut (Sarauw et al., 2021), pengkajian keperawatan merupakan langkah
pertama dalam proses keperawatanyang mencakup pengumpulan data yang
sistematis, verifikasi data, pengorganisasian data, intepretasi data, dan melakukan
dokumentasi data dan dilakukan oleh perawat yang professional di bidang kesehatan.
Menurut Diyono (2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:
a. Riwayat keperawatan
BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang berat pada
pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit
buang air kecil dan beberapa waktu kemudian dapat berkurang dan baik
lagi.
b. Keluhan utama
Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi dengan
cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang
keluhan yang dirasakanseperti tidak bias berkemih, badan lemas,
anoreksia, mual muntah, dan sebagainya.
c. Persiapan dan manajemen kesehatan
Kaji dan identifikasi pola penanganan penyakit yang dilakukan pasien dan
keluarga. Termasuk dalam hal apa yang dilakukan jika keluhan muncul.
d. Pola eliminasi
Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi, frekuensi,
urgensi, anuria, hematuria.
e. Pola aktivitas dan latihan
Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan masalah BAK,
misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi, dan
sebagainya.
f. Pola tidur
Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat tidur.
g. Pola peran
Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan berkemih.
h. Pemeriksaan fisik
Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic.Periksa ada tidaknya
gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya.
i. Pemeriksaan diagnostic
Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil laboratorium. Perhatikan
adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter, hidronefrosis, hipeureki,
peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.
j. Program terapi
Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter, monitoring
laboratorium, dan sebagainya.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinistentang respon individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan
yang muncul adalah:
a. Pre Operasi:
 Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
 Retensi urine b.d. peningkatan tekanan uretra
 Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi
 Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
 Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
 Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan,
dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil
pengkajian dan diagnosis keperawatan.
Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan
( SDKI ) SLKI SIKI
Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: 1.09326 Terapi Relaksasi
situasional, kurang - Tingkat ansietas Observasi:
terpapar informasi Luaran Tambahan: - Identifikasi penurunan
- Dukungan social tingkat energy,
- Tingkat pengetahuan ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala

Setelah dilakukan tindakan lain yang mengganggu

keperawatan selama 1x24 jam kemampuan kognitif

L.09093 Tingkat Ansietas - Identifikasi teknik

dengan kriteria hasil: relaksasi yang pernah

- Verbalisasi khawatir efektif digunakan

akibat kondisi yang - Identifikasi kesediaan,

dihadapi : 5 (menurun) kemampuan, dan

- Perilaku gelisah : 5 penggunaan teknik

(menurun) sebelumnya

- Perilaku tegang: 5 - Periksa ketegangan otot,

(menurun) frekuensi nadi, tekanan

- Konsentrasi: 5 darah, dan suhu sebelum

(membaik) dan sesudah latihan

- Pola tidur: 5 (membaik) - Monitor respons terhadap


terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruang nyaman, jika
memungkinkan
- Berikan informasi tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Music,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
- Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
Retensi urine b.d. Luaran Utama: 1.04148 Kateterisasi Urine
peningkatan tekanan - Eliminasi urine Observasi:
uretra Luaran Tambahan: - Periksa kondisi pasien(mis.
- Kontinensia urine Kesadaran, tanda-tanda
vital, daerah perineal,
distensi kandung kemih,
Setelah dilakukan tindakan inkontinensia urine, refleks
keperawatan selama 1x24 jam berkemih)
L.04034 Eliminasi Urine Terapeutik:
dengan kriteria hasil: - Siapkan peralatan, bahan-
- Sensasi berkemih: 5 bahan dan ruangan
(meningkat) tindakan
- Desakan berkemih - Siapkan pasien,: bebaskan
(urgensi): 5 (menurun) pakaian bawah dan
- Distensi kandung posisikan supine
kemih: 5 (menurun) - Pasang sarung tangan
- Berkemih tidak tuntas - Bersihkan daerah
(hesitancy): 5 preposium dengan cairan
(menurun) NaCl atau aquades
- Volume residu urine: 5 - Lakukan insersi kateter
(menurun) urine dengan menerapkan
- Urine menetes prinsip aseptic
(dribbling): 5 - Sambungkan kateter urine
(menurun) dengan urine bag
- Nokturia: 5 (menurun) - Isi balon dengan NaCl
- Mengompol: 5 0,9% sesuai dengan
(menurun) anjuran pabrik
- Enuresis: 5 (menurun) - Fiksasi selang kateter
- Frekuensi BAK: 5 diatas simpisis atau di paha
(membaik) - Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
- Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine
- Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter
Nyeri akut b.d. agen Luaran Utama: 1.08238 Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis - Tingkat nyeri Observasi :
(pre-op), agen pencedera Luaran Tambahan: - Identifikasi lokasi,
fisik (prosedur operasi, - Kontrol nyeri karakteristik, durasi,
post-op) frekuensi, kualitas,

Setelah dilakukan tindakan intensitas nyeri

keperawatan selama 1x24 jam - Identifikasi skala nyeri

L.08066 Tingkat Nyeri dengan - Identifikasi respons nyeri

kriteria hasil: non verbal

- Keluhan nyeri: 5 - Identifikasi faktor yang

(menurun) memperberat dan

- Meringis: 5 (menurun) memperingan nyeri

- Sikap protektif: 5 - Identifikasi pengetahuan

(menurun) dan keyakinan tentang

- Gelisah: 5 (menurun) nyeri

- Kesulitan tidur: 5 - Identifikasi pengaruh dan

(menurun) nyeri pada kualitas hidup

- Frekuensi nadi: 5 - Monitor keberhasilan

(membaik) terapi komplementer yang


sudah diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis ,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pihat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur-
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi b.d. efek Luaran Utama: 1.14539 Pencegahan Infeksi
prosedur invasif - Tingkat infeksi Observasi :
Luaran Tambahan: - Monitor tanda dan gejala
- Kontrol infeksi infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik :

Setelah dilakukan tindakan - Cuci tangan sebelum dan

keperawatan selama 1x24 jam sesudah kontak dengan

L.14137 Tingkat Infeksi pasien dan lingkungan


dengan kriteria hasil: pasien
- Demam : 5 (menurun) - Pertahankan teknik aseptic
- Kemerahan : 5 pada pasien beresiko tinggi
(menurun) Edukasi :
- Nyeri : 5 (menurun) - Jelaskan tanda dan gejala
- Bengkak: 5 (menurun) infeksi
- Kadar sel darah putih : - Ajarkan cara mencuci
5 (membaik) tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
Resiko perdarahan b.d. Luaran Utama: 1.02067 Pencegahan
tindakan pembedahan - Tingkat perdarahan Perdarahan
Luaran Tambahan: Observasi:
- Kontrol resiko - Monitor tanda dan gejala
perdarahan

Setelah dilakukan tindakan - Monitor nilai hematocrit /

keperawatan selama 1x24 jam hemoglobin sebelum dan

L.02017 Tingkat Perdarahan sesudah kehilangan darah

dengan kriteria hasil: - Monitor tanda-tanda vital

- Kelembapan membrane ortotastik

mukosa : 5 (meningkat) - Monitor koagulasi (mis.

- Kelembapan kulit : 5 Prothrombin time (PT),

(meningkat) partial thromboplastin time

- Hamturia: 5 (menurun) (PTT), fibrinogen,

- Perdarahan pasca degradasi fibrin dan/atau

operasi: 5 (menurun) platelet

- Hemoglobin: 5 Terapeutik:
(membaik) - Pertahankan bed rest

- Hematokrit: 5 selama perdarahan

(membaik) - Batasi tindakan invasive,

- Tekanan darah: 5 jika perlu

(membaik) - Gunakan Kasur


- Denyut nadi apical: 5 pencegahan decubitus
(membaik) - Hindari penggunaan suhu
- Suhu tubuh: 5 trektal
(membaik) Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
- Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Muwafiq et al., 2022), implementasi merupakan pelaksanaan rencana
asuhan keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi
mencakup penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil
pada diagnosa keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien
mencapai kesehatan yang optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh
yang berubah dalam berbagai fasilitas kesehatan seperti pelayanan kesehatan di
rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya. Implementasi juga mencakup
pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Muwafiq et al., 2022), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan,
membanduingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian,perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun
menggunakan SOAP yang berarti:
- S : keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
- O : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
- A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai
dengan kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian
(perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria
pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah belum teratasi (sama sekali
tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau
bahkan muncul masalah baru).
- P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Prasetyo, Z. A., Budaya, T. N., & Daryanto, B. (2021). Characteristics of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) Patients Undergoing Transurethral Resection of the Prostate
(TURP). Jurnal Kedokteran Brawijaya, 31(4), 4.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2021.031.04.4.
Onesimus Sarauw, A., Sakinah Nompo, R., Sakit Umum Daerah Jayapura, R., Pendidikan
Ners STIKES Jayapura, P., & STIKES Jayapura, K. (n.d.). PENGARUH
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT BENIGNA PROSTATE
HYPERPLASIA (BPH) TERHADAP PENGETAHUAN PASIEN DI RUANG BEDAH
PRIA RSUD JAYAPURA. https://ejournal.stikesjypr.ac.id/
Lokeshwar, S. D., Harper, B. T., Webb, E., Jordan, A., Dykes, T. A., Neal, D. E., Terris, M.
K., & Klaassen, Z. (2019). Epidemiology and treatment modalities for the
management of benign prostatic hyperplasia. In Translational Andrology and Urology
(Vol. 8, Issue 5, pp. 529–539). AME Publishing Company.
https://doi.org/10.21037/tau.2019.10.01
Muwafiq, Y. N., Budiman, & Tomy Muhamad Seno Utomo. (2022). Hubungan Gaya Hidup
dengan Benign Prostatic Hyperplasia. Bandung Conference Series: Medical Science,
2(1). https://doi.org/10.29313/bcsms.v2i1.562
Anggoro, A., Fitri, C., Syamdini, S., Wati, D., Sumantri, I. H., Pebyanti, I., Ekayani, M.,
Yulida, N., Wijayanti, Y., Fadlillah, A., Sadewa, T., Rahmatika, F., & Wulandari, F.
(2022). STUDI KASUS BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH). Jurnal
Kedokteran Unram, 2022(2), 875–882.
https://journal.unram.ac.id/index.php/LJU/index
Ners, T. A. (2021). INTERVENSI TERAPI RELAKSASI BENSON PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS "POST OP BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA DENGAN
MASALAH NYERI.

You might also like