Penerapan Rekam Medis Elektronik Di Rumah Sakit Di Indonesia: Kajian Yuridis

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora

Vol.1, No.1 Januari 2023


e-ISSN: 2962-8903; p-ISSN: 2962-889X, Hal 179-187

Penerapan Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit di Indonesia:


Kajian Yuridis
Neng Sari Rubiyanti
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Jl. Pawiyatan Luhur, Bendan Duwur, Semarang Telepon : (024) 7079.1675 / 844.1771
Fax : (024) 844.1772
E-mail: [email protected]

Abstract
Electronic Medical Record (RME) is a system that contains medical and disease
history, diagnostic test results, information on medical expenses and other medical data.
On September 12 2022, the Ministry of Health (Kemenkes) of the Republic of Indonesia
issued the RME regulations contained in the Regulation of the Minister of Health or
abbreviated as Permenkes No. 24 of 2022 concerning Medical Records. However, not all
Health Service Facilities in Indonesia have implemented the practice of Electronic
Medical Records. The Normative Juridical Method was used in this study, in which the
main source of law used was Permenkes No. 24 of 2022 concerning Medical Records,
Law no. 47 of 2021 concerning Hospitals and Law no. 29 of 2004 concerning Medical
Practice. RME’s broad capabilities had led to its recognition as an important tool for
improving patient safety and quality of care, particularly by promoting evidence-based
medicine. Hospitals were also required to provide non-medical personnel in the field of
information systems to support the implementation of electronic medical records in
hospitals. On the other hand, the government needed to provide training so that officers
and doctors in hospitals could implement RME according to the provisions of the
applicable Health Regulations.

Keywords: Electronic Medical Record; Hospital

Abstrak
Electronic Medical Record (RME) merupakan sistem yang memuat riwayat
kesehatan serta penyakit, hasil tes diagnostik, informasi biaya pengobatan dan data-data
medis lainnya. Tertanggal 12 September 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes)
Republik Indonesia menerbitkan aturan RME yang terdapat dalam Peraturan Peraturan
Menteri Kesehatan atau disingkat Permenkes No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.
Namun, belum semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia sudah menerapkan
praktik Rekam Medis Elektronik. Metode Yuridis Normatif digunakan dalam penelitian
ini, di mana sumber hukum utama yang digunakan adalah Permenkes No. 24 Tahun 2022
Tentang Rekam Medis, UU No. 47 Tahun 2021 tentang Rumah Sakit dan UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Kemampuan RME yang luas telah
menyebabkan pengakuannya sebagai alat penting untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan kualitas perawatan, terutama dengan mempromosikan pengobatan berbasis
bukti. Rumah sakit juga wajib menyediakan tenaga nonkesehatan di bindang sistem
informasi untuk mendukung penerapan rekam medis elektornik di Rumah sakit. Di sisi
lain, pemerintah perlu menyediakan pelatihan agar petugas dan dokter di rumah sakit bisa
menerapkan RME sesuai ketentuan permenkes yang berlaku.
Received November 30, 2022; Revised Desember 02, 2022; Januari 01, 2023
* Neng Sari Rubiyanti, [email protected]
Penerapan Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit di Indonesia: Kajian Yuridis

Kata kunci: Rekam Medis Elektronik; Rumah Sakit

I. PENDAHULUAN
Seiring perkembangan dunia, krisis kesehatan megancam kehidupan jutaan orang
di bumi. Sejumlah negara menghadapi isu kurangnya layanan perawatan dan kesehatan
yang berkualitas secara memadai bagi warganya. Kurangnya infrastruktur perawatan
kesehatan, kurangnya profesional kesehatan yang terlatih, implementasi kesehatan
masyarakat yang buruk, dan kurangnya akses ke informasi kesehatan dianggap sebagai
hambatan penting untuk peningkatan.
Berbagai pendekatan telah diterapkan untuk mengatasi kesenjangan ini. Salah satu
pendekatan yang memungkinkan untuk mendukung kurangnya jumlah tenaga medis di
sebuah instansi kesehatan adalah dengan menyediakan Teknologi Informasi (TI).
Teknologi Informasi tidak hanya memudahkan pekerjaan tenaga medis namun juga
memungkinkan pasien menyimpan data medis dalam format terstruktur.Pendekatan ini
akan menciptakan nilai untuk membuat keputusan yang tepat untuk sistem perawatan
kesehatan (Fritz, Tilahun, & Dugas, 2015).
Electronic Medical Record (RME) atau Rekam Medis Elektronik (RME)
merupakan sebuah sistem informasi yang memuat catatan atau riwayat kesehatan serta
penyakit, hasil tes diagnostik, informasi biaya pengobatan dan data-data medis lainnya.
Kasir, data demografi, unit penunjang, riwayat penyakit, bangsal rawat inap, pengobatan,
poliklinik, tindakan, sampai pembayaran di administrasi juga akan tercakup di dalam
sistem RME (Hatton, Schimdt, & Jelen, 2012). Rrumah sakit di seluruh dunia sudah
mengaplikasikan RME sebagai alternatif rekam kesehatan berbasis kertas. Di Indonesia
juga sudah mulai diperkenalkan penerapan RME, terutama sejak berkembangya E-Health
yang mana rumah sakit menjadikan RME sebagai pusat informasi berbasis komputerisasi.
Tertanggal 12 September 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik
Indonesia menerbitkan aturan RME yang terdapat dalam Permenkes No. 24 Tahun 2022
tentang Rekam Medis. Peraturan tersebut merupakan regulasi yang mendukung upaya
transformasi teknologi kesehatan sesuai dengan pilar ke-6 Transformasi Kesehatan.
Kebijakan ini juga merupakan pemutakhiran dari regulasi sebelumnya yaitu Permenkes
nomor 269 tahun 2008 yang menyesuaikan pertumbuhan iptek, kepentingan pelayanan,
kebijakan serta hukum di bidang kesehatan untuk masyarakat Indonesia.

180 ALADALAH - VOLUME 1, NO. 1, JANUARI 2023


ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Vol.1, No.1 Januari 2023
e-ISSN: 2962-8903; p-ISSN: 2962-889X, Hal 179-187

Dengan adanya kebijakan tersebut, fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan


mampu memperbaiki sistem manajemen rekam medis yang belum terlaksana dengan
maksimal. Salah satu poin yang ditonjolkan di Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 yaitu
kewajiban pengelolaan RME. Tujuan dari imbauan Kementerian Kesehatan ini agar
penyelenggaraan rekam medis bisa diatur sedimikian rupa yang berbasis sistem informasi
sehingga nantinya dapat memajukan kualitas layanan kesehatan, menanggung
keselamatan dan rahasia database, menciptakan pengelolaan rekam medis dengan
berbasis digital.
Dalam peraturan ini Kemenkes menyebutkan bahwa Faskes termasuk rumah sakit,
wajib menerapkan sistem perekaman riwayat medis pasien secara elektronik.
Kementerian Kesehatan juga menargetkan semua rumah sakit dan fasilitas layanan
kesehatan lainnya sudah menerapkan rekam medis elektronik selambat-lambarnya hingga
Desember 2023. Namun, belum semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia sudah
menerapkan praktik Rekam Medis Elektronik. Kendala utama yang dihadapi yakni
mengkompilasi RME memerlukan terkumpulnya sumber-sumber data yang disebar di
beragam departemen berbeda contonya departemen radiologi, laboratorium dan resep.
Keterbatasan ini menyulitkan pihak rumah sakit untuk mengakses data-tata tersebut,
terutama jika sumber data berasal dari fisik yang disimpan di lokasi tersebut.
Bureau Head Komunikasi Pelayanan Publik dari Kemenkes, dr. Siti Nadia
Tarmizi, M.Epid mengemukakan hampir semua Rumah Sakit telah memakai rekam
medis elektronik saat ini (Indonesia, 2022). Sebaliknya, Anis Fuad selaku Ketua
Kompartemen Pusat data dan informasi Persi justru menyatakan bahwa belum seluruh
rumah sakit mampu dan siap mengaplikasikan rekam medis dengan cara elektronik
(Kontan, 2022). Selain itu, masih terdapat rumah sakit di daerah-daerah terpencil yang
kurang memiliki infrastruktur yang mendukung pemenuhan kewajiban Permenkes No. 24
Tahun 2022 Tentang Rekam Medis.
RME memiliki potensi untuk diaplikasikan di Indonesia di masa depan karena
mampu memberi banyak manfaat daripada sistem rekam medis manual. Namun, jika
penerapan RME di Rumah sakit di seluruh penjuru Indonesia belum terlaksana dengan
baik maka hal ini akan memengaruhi tingkat keakuratan data kesehatan. Selain itu, akan
terjadi kesenjangan yang besar terkait penerapan RME di rumah sakit antara satu provinsi
dengan provinsi lain. Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis ingin mengkaji
Penerapan Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit di Indonesia: Kajian Yuridis

tantangan dan kendala yang dialami rumah sakit di Indonesia di dalam menerapkan
Permenkes No. 24 Tahun 2022 sebagai payung hokum RME.

II. METODE
Pendekatan yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini dimana pendekatan
berdasar pada sumber hokum dengan mengkaji teori, konsep, asas hukum dan aturan
undang-undang terkait. Sehubungan dengan jenis penelitian adalah Yuridis Normatif
melalui statute approach (Amiruddin & Asikin, 2012) yaitu Permenkes No. 24 Tahun
2022 Tentang Rekam Medis, UU No. 47 Tahun 2021 tentang Rumah Sakit dan UU No.
29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Bahan hukum didapat dari studi pustaka.
Analisa bahan hukum dengan interpretasi atau memakai metode yuridis dalam mengkaji
masalah hukum yang melingkupi implementasi RME di rumah sakit Indonesia.

III. PEMBAHASAN
1. Kajian Teoritis Rekam Medis Menurut Permenkes No. 24 2022
Pasal 1 Angka 1 Permenkes RI No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis
menyebutkan rekam medis sebagai, “dokumen yang berisikan data identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan.” Adapun rekam medis elektronik (RME) menurut
Pasal 1 Angka 2 Permenkes No. 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis yaitu Rekam Medis
yang dibentuk melalui sistem elektronik yang ditujukan untuk pengelolaan Rekam Medis.
Ketentuan tersebut disusun juga dalam Pasal 46 Ayat 1 UU No. 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran. Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis
juga mendefinisikan rekam medis sebagai berkas yang mencakup catatan serta dokumen
terkait pasien mulai dari identitas, tindakan, riwayat pemeriksaan, serta pengobatan, dan
pelayanan lain dalam sarana layanan kesehatan. Kesimpulan dari tiga pengertian tersebut
adalah rekam medis elektronik bermaksa sangat luas. Definisi ini tidak hanya
digambarkan sebagai sebuah catatan biasa tetapi berisi semua informasi pasien untuk
awal penentuan tindakan lebih lanjut terhadap pasien. Selain itu, RME dan rekam medis
manual memiliki kedudukan hukum yang sama di bawah regulasi baru yakni Permenkes
No. 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis.

182 ALADALAH - VOLUME 1, NO. 1, JANUARI 2023


ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Vol.1, No.1 Januari 2023
e-ISSN: 2962-8903; p-ISSN: 2962-889X, Hal 179-187

Rekam medis elektronik termasuk kategori dokumen elektronik berdasarkan UU


No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Pasal 11. Sebagai
dokumen elektronik, data rekam medis elektronik harus berasal dari sistem elektronik
yang memiliki sistem elektronik yang memiliki keandalan keamanan dan dapat
dipertanggung jawabkan agar dapat dipakai untuk alat bukti. Dalam penerapan rekam
medis, aspek hukum harus dicermati, baik itu rekam medis manual ataupun secara
elektronik. Aspek ini wajib ditegakkan sehingga kejelasan dan perlindungan hukum
untuk seluruh komponen yang terkait dalam layanan kedokteran atau layanan kesehatan
di rumah sakit dapat terjamin (Sari, 2006).
Fungsi rekam medis elektronik (RME) meliputi penagihan pasien, pemesanan
elektronik untuk investigasi dan menerima hasil investigasi, resep elektronik, pencatatan
informasi klinis dan dalam beberapa keadaan, perangkat lunak pendukung keputusan
(Jones, Heaton, Rudin, & Schneider, 2012). Kemampuan RME yang luas telah
menyebabkan pengakuannya sebagai alat penting untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan kualitas perawatan, terutama dengan mempromosikan pengobatan berbasis
bukti.
Rekam medis elektronik juga memiliki beberapa manfaat. Diantaranya, RME
dapat memangkas penggunaan kertas, memaksimalkan dokumentasi pasien,
meningkatkan komunikasi informasi di kalangan dokter dan staf lain, meningkatkan
akses ke informasi medis pasien, menguransi kesalahan, mengoptimalkan penagihan dan
mempermudah pergantian layanan, mempermudah akses data untuk penelitian, dan
meningkatkan kualitas (Yamamoto & Khan, 2006). Terlepas dari manfaat RME, dan
potensi peningkatan kualitas, tingkat penerimaan secara keseluruhan cukup rendah dan
mereka menghadapi beberapa tantangan (Davidson & Heslinga, 2006). Misalnya, metode
ini berbeda dengan gaya kerja dokter seperti normalnya, kemajuan teknologi informasi di
suatu wilayah, dan kebutuhan kemampuan lebih besar dalam hal komputerisasi yang
memakan biaya yang cukup besar.
2. Penerapan RME di Rumah sakit di Indonesia
Definisi rumah sakit dalam UU No. 47 Tahun 2021 tentang Rumah Sakit, institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. BPS
mendata, total rumah sakit di Indonesia yaitu 3.112 unit pada 2021. Angka bertambah
Penerapan Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit di Indonesia: Kajian Yuridis

5,17% dari tahun terdahulu yang hanya berjumlah 2.959 unit terdiri dari RS umum dan
RS khusus. Secara detail, Indonesia mempunyai 2.514 RS umum pada tahun sebelumnya.
Kemudian, 598 unit yang lain adalah RS khusus ( Mahdi, 2022). Di daerah pelosok yang
jauh dari jangkauan rumah sakit, rumah sakit daerah dapat dijadikan solusi terdekat bagi
masyarakat untuk pengobatan. Namun, rumah sakit yang berada di daerah pelosok tidak
mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, terlebih dalam aspek sistem informasi
untuk penerapan rekam medis elektronik.
Peran rumah sakit secara langsung berpengaruh terhadap tingkat kesehatan
masyarakat dalam area kerjanya. Akan tetapi, pentingnya peran rumah sakit dalam
pembangunan kesehatan Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan. Saat ini, tantangan terbesar rumah sakit, di antaraya, SDM yang
belum ahli, penyaluran dana yang tidak memadai, dan pelaksanakaan teknologi informasi
lewat penerapan rekam medis elektronik. Menurut Permenkes No. 24 Tahun 2022 Pasal
3 Angka 1, Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib menyelenggarakan Rekam Medis
Elektronik. Rumah sakit juga termasuk fasilitas pelayanan kesehatan memiliki kewajiban
tersebut. Ada pun dalam Permenkes tersebut di Pasal 6, penyelenggaraan RME di Faskes
dilakukan oleh unit kerja tersendiri atau disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
masing-masing Faskes.
Dalam hal skala pelayanan kesehatan, Faskes sangat berbeda dengan rumah sakit
khususnya yang berada di daerah pelosok. Faktanya, belum seluruh rumah sakit siap
melaksanakan sistem pencatatan tentang riwayat medis total pemakaian aplikasi
telemedis yang mengalami kenaikan sampai enam kali lipat ketika pandemi COVID-19
tahun 2022 di Indonesia (CNN, 2020). Kenyataan ini juga berkebalikan dari data
McKinsey, di mana 44% partisipan berganti dari berhadapan langsung dengan dokter ke
dalam jaringan ketika pandemi. Berdasarkan Katadata.com, penelusuran ke aplikasi
telemedisin juga meningkat 600% ketika pandemi (Menkominfo, 2020).
Menurut Kemper et al., (2006) lebih dari setengah (58,1%) dokter tanpa keraguan
EMR bahwa EMR dapat meningkatkan perawatan pasien atau hasil klinis. Peneliti lain
telah menyatakan bahwa mereka yang tidak mau menggunakan sistem seperti itu skeptis
tentang klaim bahwa ESDM dapat berhasil meningkatkan kualitas praktik medis. Ini
menciptakan penolakan pribadi terhadap adopsi ESDM. Namun, ini dianggap sebagai
penghalang bagi ESDM, ada kekurangan data statistik yang valid dan kisah sukses

184 ALADALAH - VOLUME 1, NO. 1, JANUARI 2023


ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Vol.1, No.1 Januari 2023
e-ISSN: 2962-8903; p-ISSN: 2962-889X, Hal 179-187

tentang ESDM yang tersedia untuk non-pengguna. Walter & Lopez (2008)
menyimpulkan bahwa persepsi dokter tentang ancaman terhadap otonomi profesional
mereka sangat penting dalam reaksi mereka terhadap adopsi EMR. Oleh karena itu,
kepala rumah sakit perlu meyakinkan para dokter dan bawahannya untuk mendapatkan
dukungan dan mencapai tujuan bersama, untuk adopsi EMR yang efektif.
Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Menteri Kesehatan memiliki kewajiban
memfasilitasi penerapan RME di rumah sakit khususnya di daerah pelosok, tertuang
dalam Permenkes No. 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis Pasal 8 Ayat 1. Sementara
pada Pasal 13 Angka 4 menyatakan jika ada kekurangan tenaga Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan di Faskes, kegiatan pengelolaan RME seperti pada ayat (2) boleh
dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan hanya yang memperoleh pelatihan tentang layanan
RME. Dengan demikian, pemerintah butuh mempersiapkan tindakan dan usaha untuk
memaksa rumah sakit lain yang belum siap melaksanakan rekam medis elektonik supaya
bias melaksanakan kebijakan Permenkes No. 24 Tahun 2022. Salah satunya dengan fokus
melakukan mitigasi atau pemetaan pada semua rumah sakit berdasar pada indeks
kematangan digital. Pemetaan tersebut memiliki tujuan untuk melihat kesiapan semua
rumah sakit dalam mengimplementasikan kebijakan rekam medis elektronik.
Selain itu, rumah sakit perlu menyediakan tenaga nonkesehatan untuk rekam
medis elektronik, pemerintah dan Rumah sakit perlu mengatasi tantangan lainnya dalam
penerapan RME, yakni provider atau jangkauan internet apabila rumah sakit yang
dimaksud berada di wilayah pelosok dan jauh dari jangkauan perkotaan. Banyak tenaga
kesehatan dan nonkesehatan masih mengeluhkan layanan yang buruk dari vendor, seperti
tindak lanjut yang buruk dengan masalah teknis dan kurangnya pelatihan dan dukungan
untuk masalah yang terkait dengan sumber daya manusia elektronik (ESDM) (Miller &
Sim, 2004). Selain itu, dokter berjuang untuk mendapatkan pelatihan teknis yang tepat
dan dukungan untuk sistem dari vendor (Ludwick & Doucette, 2009). Karena dokter
bukan ahli teknis dan sistemnya rumit, dokter merasa perlu pelatihan dan dukungan teknis
yang tepat, dan enggan menggunakan ESDM tanpa itu. Hal ini dapat diatasi oleh pembuat
kebijakan yang datang dengan program pelatihan untuk kelompok pengguna,
mengadaptasi sistem ke praktik yang ada secara bertahap dan mengalihdayakan dukungan
teknis selama implementasi.
Penerapan Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit di Indonesia: Kajian Yuridis

Meskipun fasilitas tersebut telah berupaya untuk menggabungkan TI dalam


beberapa aktivitasnya, jalan yang ditempuh masih panjang sejauh menyangkut adopsi
sistem RME. Adopsi RME adalah perubahan besar yang sering dirasakan sepanjang
praktik; itu menuntut penyesuaian dan inovasi pelengkap dalam aspek lain seperti struktur
dan budaya suatu praktik. Beberapa tantangan berada di luar kendali manajemen rumah
sakit, misalnya tantangan keuangan; ini adalah rumah sakit milik pemerintah, tetapi
kepemimpinan rumah sakit dapat mempengaruhi kebijakan dan mendorong alokasi
anggaran. Tantangan teknis dan waktu lebih terkait dengan pengguna, dan dapat diatasi
dengan melatih staf dan melibatkan mereka dalam seluruh proses perubahan sehingga
memastikan penerimaan yang positif. Untuk mewujudkan manfaat adopsi ESDM,
diperlukan upaya yang monumental oleh manajemen dan pemangku kepentingan utama
lainnya.
Pemangku kepentingan utama yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah,
pemodal dan manajemen lainnya, perlu mencapai tujuan yang sama dan menyepakati arah
strategis bersama terkait pemerataan penggunaan rekam medis elektronik di rumah sakit.
Mereka juga perlu membiarkan perwakilan kelompok pengguna berpartisipasi selama
proses implementasi RME. Akses ke modal untuk investasi awal dan pemasukan dapat
diatasi jika dimasukkan dalam anggaran daerah tahunan. Kemitraan publik, swasta, dan
dana donor dapat menjadi sumber daya dalam mengumpulkan dana yang diperlukan
untuk memiliki hardware dan software dan infrastruktur TI lain yang dibutuhkan. Hal ini
mengatasi tantangan ekonomi untuk adopsi ESDM. Selain itu, antara puskemas dan
pemerintah perlu adanya komunikasi terkait penerapan rekam medis elektronik di pusat
kesehatan masyatakat. Cara ini akan membantu pengguna memahami bahwa meskipun
mungkin diperlukan waktu lebih lama untuk memasukkan pesanan individu, akan ada
hasil yang mengesankan di hilir. Seluruh kelompok pengguna perlu dilatih tentang sistem
RME sebelum digunakan dan sentuhan rutin dilakukan. Induksi dan orientasi semua staf
baru juga akan berguna dalam meningkatkan penerimaan pengguna. Pelatihan ini
membahas tantangan teknis dan teknologi. Mempertimbangkan teori manajemen
perubahan Koters dan teori difusi inovasi Rogers dapat membantu dalam beradaptasi
dengan perubahan dalam institusi. Memilih orang yang berpengalaman untuk
memperjuangkan prosesnya sangat disarankan.

186 ALADALAH - VOLUME 1, NO. 1, JANUARI 2023


ALADALAH: Jurnal Politik, Sosial, Hukum dan Humaniora
Vol.1, No.1 Januari 2023
e-ISSN: 2962-8903; p-ISSN: 2962-889X, Hal 179-187

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, & Asikin, Z. (2012). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
CNN. (2020, 8 22). Kunjungan Aplikasi Telemedis Melonjak 600 Persen Saat Covid.
Retrieved November 23, 2022, from Menkominfo Harap Layanan Telemedisin
Tembus ke Wilayah 3T di
Indonesiahttps://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200822125041-52-
538097/kunjungan-aplikasi-telemedis-melonjak-600-persen-saat-covid
Davidson, E., & Heslinga, D. (2006). Bridging the IT adoption gap for small physician
practices: An action research study on electronic health records. Information
Systems Management, 24(1), 15-28.
Fritz, F., Tilahun, B., & Dugas, M. (2015). Success criteria for electronic medical record
implementations in low-resource settings: a systematic low-resource settings: a
systematic review. Article Amia Medical Information.
Hatton, J., Schimdt, T., & Jelen, J. (2012). Adoption of Electronic Health Care Records:
Physician Heuristics and Hesitancy. Procedia Technol, 5, 706-715.
Jones, S., Heaton, P., Rudin, R., & Schneider, E. (2012). Unraveling the IT productivity
paradox—lessons for health care. New England Journal of Medicine, 366(24),
2243-2245.
Kemper, A., Uren, R., & Clark, S. (2006). Adoption of electronic health records in
primary care pediatric practices. Pediatrics, 118(1), e20-e24.
Ludwick, D., & Doucette, J. (2009). Adopting electronic medical records in primary care:
lessons learned from health information systems implementation experience in
seven countries. International journal of medical informatics, 78(1), 22-31.
Menkominfo. (2020, Agustus 4). Retrieved November 23, 2022, from Menkominfo
Harap Layanan Telemedisin Tembus ke Wilayah 3T di Indonesia:
kominfo.go.id/content/detail/28858/menkominfo-harap-layanan-telemedisin-
tembus-ke-wilayah-3t-di-indonesia/0/sorotan_media
Miller, R., & Sim, I. (2004). Physicians’ use of electronic medical records: barriers and
solutions. Health Affairs, 23(2), 116-126.
Sari, I. D. (2006). Manajemen Rekam Medis. Yogyakarta.
Virgy, A. (2022, 10 14). Webinar "Mewujudkan Keterwkailan Data Kelompok Rentan
Berkeadilan Lewat Tata Kelola Data Kesehatan. Jakarta: Center for Indonesia's
Strategic Development Initiatives (CISDI).
Walter, Z., & Lopez, M. (2008). Physician acceptance of information technologies: Role
of perceived threat to professional autonomy. Decision Support Systems,, 46(1),
206-215.
Yamamoto, L., & Khan, A. (2006). Challenges of electronic medical record
implementation in the emergency department. Pediatric emergency care, 22(3),
184-191.

You might also like