Pemahaman Adaptive Reuse Dalam Arsitektur Dan Desain Interior Sebagai Upaya Menjaga Keberlanjutan Lingkungan: Analisis Tinjauan Literatur
Pemahaman Adaptive Reuse Dalam Arsitektur Dan Desain Interior Sebagai Upaya Menjaga Keberlanjutan Lingkungan: Analisis Tinjauan Literatur
Pemahaman Adaptive Reuse Dalam Arsitektur Dan Desain Interior Sebagai Upaya Menjaga Keberlanjutan Lingkungan: Analisis Tinjauan Literatur
ABSTRACT
The old building, whose diminished its construction power due to age, and become
not suitable for habitation, should not be demolished, but it must rebuild with a new
modern architecture. However, its preservation needs to be considered even
though only its facade can be preserved. Adaptive reuse efforts provide practical
benefits if the activity is an old adaptive reuse of buildings that enrich visual
experience, provide continuity and meaningful links with the past. This effort gives
the choice to keep using the building. Adaptive reuse is one way to maintain
environmental sustainability. So, this paper aims to look the relationship between
adaptive reuse process of the function of an old building and its function to
maintain environmental sustainability. All datas that processed in this writing is a
collection of literature on adaptive reuse and sustainable concepts in architecture
and interior design. Thus, it was found that the adaptive reuse of a building meets
the principle of sustainable development, especially from the social aspect.
Keywords: adaptive reuse, architecture, interior design, sustainable development
ABSTRAK
Gedung lama yang kekuatan konstruksinya sudah berkurang karena usia sehingga
tidak layak huni, sebaiknya tidak dihancurkan begitu saja dan dibangun lagi
dengan bangunan baru yang ber-arsitektur modern, tetapi perlu dipikirkan
pelestariannya walaupun hanya facade-nya saja yang bisa dipertahankan. Usaha-
usaha adaptive reuse memberikan manfaat praktis apabila kegiatan tersebut
merupakan adaptive reuse bangunan lama yang memperkaya pengalaman visual,
memberikan kesinambungan dan tautan bermakna dengan masa lampau. Upaya
ini memberi pilihan untuk tetap menggunakan bangunan tersebut. Adaptive reuse
ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk melihat keterkaitan antara proses adaptive reuse
dari fungsi sebuah bangunan lama terhadap upaya-upaya untuk menjaga
keberlanjutan lingkungan. Data – data yang akan diolah dalam penulisan ini
merupakan kumpulan literatur (data sekunder) mengenai adaptive reuse dan
konsep – konsep berkelanjutan dalam arsitektur dan desain interior. Dengan
demikian, didapatkan bahwa adaptive reuse sebuah bangunan memenuhi prinsip
pengembangan berkelanjutan terutama dari aspek sosial.
Kata Kunci: adaptive reuse, arsitektur, desain interior, pengembangan
berkelanjutan
499
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
PENDAHULUAN
Belakangan ini isu mengenai adaptive reuse sedang hangat-hangatnya untuk
ditelisik. Salah satunya seperti Siti Madichah Issemiarti (2011) yang menulis dalam
penelitiannya, mengenai pertanyaan – pertanyaan tentang hal apa yang akan
diamati oleh seorang arsitek atau desainer interior, saat mengunjungi suatu kota?
Pertama, ia akan mengamati bangunan- bangunan yang ada, kemudian baru yang
lainnya. Bagian apa yang akan dilihat dari sebuah bangunan? Dapat dipastikan
yang tertangkap terlebih dahulu adalah bagian depan bangunan tersebut. Bagian
depan atau wajah bangunan, dalam istilah arsitektur disebut sebagai facade.
Dengan mencermati desain facade dari waktu ke waktu, maka kondisi sosial
budaya, kehidupan spiritual, keadaan ekonomi dan politik yang berlaku saat itu
dapat dipelajari. Penelitian ini berawal dari dua pertanyaan penelitian. Pertama,
Apakah bangunan lama yang berlanggam Arsitektur klasik atau arsitektur
tradisional harus dibongkar karena bahan serta struktur yang tidak kuat dan tidak
layak huni lagi, kemudian diganti dengan bangunan baru dengan struktur,
konstruksi dan bahan baru, yang berlanggam arsitektur modern atau arsitektur
kontemporer? Kedua, Dapatkah teknologi informasi modern dipasang di dalam
bangunan berarsitektur klasik maupun tradisional untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan di dalamnya?
Gedung lama yang kekuatan konstruksinya sudah berkurang karena usia sehingga
tidak layak huni, sebaiknya tidak dihancurkan begitu saja dan dibangun lagi
dengan bangunan baru yang ber-arsitektur modern, tetapi perlu dipikirkan
pelestariannya walaupun hanya facade-nya saja yang bisa dipertahankan. Usaha-
usaha adaptive reuse memberikan manfaat praktis apabila kegiatan tersebut
merupakan adaptive reuse bangunan lama yang memperkaya pengalaman visual,
memberikan kesinambungan dan tautan bermakna dengan masa lampau. Upaya
ini memberi pilihan untuk tetap menggunakan bangunan tersebut. Konsep adaptive
reuse ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keberlanjutan lingkungan,
karena sebuah bangunan pasti memiliki masa pensiun dan pada masa tersebutlah
waktu untuk menerapkan konsep tersebut sebagai langkah untuk mengaktifasi lagi
bangunan tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian Shao, Yukari, Masami dan Fei
(2018), dimana proses adaptive reuse sebuah bangunan lama dimanfaatkan untuk
usaha mengefisiensikan energi untuk pembangunan, sehingga mendukung
keberlanjutan lingkungan.
Saat ini pembangunan tempat-tempat yang sudah tidak berfungsi kembali dijamah,
kejadian ini dapat dilihat dari beberapa ruko yang disulap menjadi sebuah coffee
shop sederhana yang memiliki keunikan sendiri. Seperti coffee shop Bhineka dan
Aboe Talib yang dibangun diatas ruko Gajah Mada Denpasar. Dengan adanya dua
coffee shop ini, daerah Gajah Mada mulai ramai lagi dikunjungi oleh anak-anak
muda yang notabene jarang sekali mau datang ke daerah pasar. Fenomena
menghidupkan kembali suatu kawasan dengan langkah membuat suatu fungsi
baru dari fungsi lama pada bangunan-bangunan tersebut merupakan istilah dari
adaptive reuse (Purwantiasning, 2015).
Salah satu produk dari konsep adaptive reuse arsitektur – interior di Bali adalah
Hotel Inna Bali yang berdiri pada tanggal 22 Agustus 1927, merupakan hotel
pertama di Bali yang aktif berkontribusi dalam debut awal pengenalan Bali sebagai
surga pariwisata di dunia dengan nama Bali Hotel. Sejak masa pembangunannya
di tahun 1927 tersebut, keberadaan Hotel Inna Bali tidak terlepas dari ekspansi
Belanda ke tanah Bali. Seiring perkembangan zaman jumlah fasilitas wisata seperti
hotel, villa, bungalow, art shop, kafe, dan lain-lain terus bertambah jumlahnya
untuk mendukung kegiatan pariwisata di Bali. Kebutuhan akan perubahan untuk
bertahan membuat Hotel Inna Bali beberapa kali mengalami perubahan fisik
bangunan, hingga yang signifikan adalah penghancuran (demolisi) restoran Taman
Tirtha dan beberapa ruangan yang dimanfaatkan sebagai kamar dan ruang kantor
sewaan menjadi Gayatri Room dan Lobby Lounge Front Office. (Paramitha, 2017)
500
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melihat keterkaitan antara proses adaptive
reuse dari fungsi sebuah bangunan lama terhadap upaya-upaya untuk menjaga
keberlanjutan lingkungan. Data – data yang akan diolah dalam penulisan ini
merupakan kumpulan literatur mengenai adaptive reuse dan konsep – konsep
berkelanjutan dalam arsitektur dan desain interior.
DEFINISI DAN FUNGSI DARI ADAPTIVE REUSE
Plevoets dan Cleempoel (2012) dalam penelitiannya beranggapan bahwa
adaptive-reuse merupakan proses untuk mengerjakan bangunan-bangunan yang
sudah ada, memperbaiki atau memulihkannya untuk dapat digunakan secara
terus-menerus dan tetap memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan terkini.
Dalam penelitian yang sama Plevoets dan Cleempoel (2012) juga beranggapan
bahwa adaptive – reuse juga berperan sebagai strategi penting dalam konservasi
warisan budaya.
Plevoets dan Cleempoel (2011; 2012) juga menganalisis perjalanan dari aplikasi
konsep adaptive – reuse oleh ahli pada abad 19 dan abad 20 di Eropa, diawali
dengan adanya kontroversi antara gerakan restorasi (dipimpin oleh Eugene
Emmanuel Violet le -duc) dan gerakan anti restorasi (dipimpin oleh John Ruskin).
Eugene Emmanuel Violet le-duc (dalam Plevoets dan Cleempoel, 2011; 2013)
beranggapan bahwa adaptive – reuse merupakan cara untuk melestarikan
bangunan dan monumen bersejarah, dimana cara terbaik untuk melestarikan
bangunan adalah dengan menemukan kegunaannya, dan kemudian menemukan
kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaan, pernyataan ini dengan
jelas memberi mandat bagi arsitek kontemporer untuk mengubah bangunan
bersejarah yang asli untuk digunakan kembali dengan cara yang jelas, langsung
dan praktis. Sedangkan John Ruskin menentang hal tersebut (Plevoets dan
Cleempoel, 2011) menganggap bahwa melakukan restorasi sama halnya dengan
usaha untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Berdasarkan konflik tersebut,
kemudian dibahas kembali oleh Alois Riegl (1858 - 1905) yang membedakan jenis
nilai-nilai yang menjadi pertimbangan dalam sebuah restorasi yang dikelompokkan
menjadi nilai peringatan yang terdiri dari nilai usia dan nilai historis, serta nilai
intentional- commemorative yang terdiri dari nilai pakai dan nilai seni. Alois Riegl
(dalam Plevoets dan Cleempoel, 2011;2012) juga menyebutkan bahwa restorasi
kreatif yang dilakukan pada abad ke-19, dalam penggunaan kembali bangunan
bersejarah sebagai bagian intrinsik dari konservasi modern.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shao dkk (2018), menyebutkan bahwa
adaptive-reuse merupakan suatu proses renovasi atau penggunaan kembali
struktur-struktur sebelumnya yang telah ada, tetapi disesuaikan dengan fungsi
penggunaan yang baru, dan adaptive-reuse juga merupakan sebuah proses
mentransformasikan bangunan yang telah usang dan tidak efektif menjadi sesuatu
yang baru yang dapat digunakan kembali dengan tujuan yang berbeda. Menurut
Bollack (2013, dalam Shao dkk, 2018), melakukan adaptive – reuse yang bekerja
dengan struktur-struktur bangunan historis lebih berkelanjutan dari aspek
lingkungan dan juga meminimalisir biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan
dibandingkan membangun sebuah bangunan baru dengan konstruksi baru, dan
banyak yang mempercayai bahwa desain terbaik diperoleh dari irisan antara yang
baru dengan yang lama.
Apabila dilihat dari sudut pandang fungsional, Tornquist (1992, dalam Shao dkk,
2018) berpendapat bahwa bangunan tua sudah tidak dapat dipergunakan lagi
karena fungsinya yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini. Akan
tetapi, dari sisi arsitektur dan sejarah budaya, bangunan – bangunan tua tersebut
merupakan aset yang dapat meningkatkan kesadaran dan keberfungsian dari
pembaharuan kawasan urban.
501
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
502
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
Mengadaptasi struktur-struktur
503
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
Penambahan, transformasi,
penggantian (Jager 2010,
dalam Plevoets dan
Cleempoel, 2011;2013)
Prinsip Sosial
Adaptasi, penggantian,
perpaduan, dan penggambaran
(kesehatan manusia, nilai-nilai
kembali (Cramer dan
personal dan komunitas)
Brereiling 2007, dalam
Plevoets dan Cleempoel,
2011;2013)
Mempertahankan bangunan
lama, menyesuaikan fungsinya
yang lebih relevan,
mempertahankan standar
kualitas dari bangunan
mengedepankan sense of place
masyarakat sekitar (Shao dkk,
2018)
504
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA)
Vol.3, Maret 2020
p-ISSN 2655-4313 (Print), e-ISSN 2655-2329 (Online)
http://senada.std-bali.ac.id
REFERENSI
Ekins, P. 2011. Environmental sustainability :From environmental valuation to the
sustainability gap. Progress in Physical Geography. 35 (5) : 629 – 651.
Issemiarti, S.M. 2011. Revitalisasi Bangunan Lama Sebagai Upaya Konservasi
Kota. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI. 9 (1) : 69 – 81.
Moshaver, A. 2011. Re Architecture : Old and New in Adaptive Reuse of Modern
Industrial Heritage. Theses. Ryerson University. Ontario.
Paramitha, I.A.D. 2017. Nilai Signifikansi Cagar Budaya Hotel Inna Bali Jalan
Veteran Denpasar. Tesis. Universitas Udayana.
Plevoets, B. Van Cleempoel, K. 2011. Adaptive reuse as a strategy towards
conservation of cultural heritage : literature review. WIT Transaction on The
Built Environment. 118 : 155 – 164.
Plevoets, B. Van Cleempoel, K. 2012. Adaptive reuse as a strategy towards
th th
conservation of cultural heritage : a survey of 19 and 20 century theories.
Proceeding on Rie International Conference. 28 – 29 March 2012, London,
United Kingdom.
Plevoets, B. Van Cleempoel, K. 2013. Adaptive reuse as an emerging discipline:
an historic survey. In G. Cairns (Ed.), Reinventing architecture and interiors: a
socio-political view on building adaptation (pp. 13-32). Libri Publishers. London.
Purwantiasning. 2015. Adaptive Reuse Pada Bangunan Tua Bersejarah Sebuah
Kajian Konservasi Pada Kawasan Kota Lama Jakarta. Arsitektur UMJ Press.
Jakarta.
Shao, D. Nagai, Y. Maekawa, M. Fei. 2018. Innovative design typology for adaptive
reuse of old buildings in public spaces. Journal of Engineering Science and
Technology. 13 (11) : 3547 – 3565.
505