366 1395 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya

Sedimen di Muara Sungai Kota Balikpapan


Sufriady Syam1,*
1
Universitas Muhammadiyah Berau, Jl. DR. Murjani II, Kelurahan Gayam, Kecamatan
Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur 77315

Correspondence author: [email protected] ; Tel.: 0812 5002 8958


Received: 29 Mei 2022; Accepted: 06 September 2022; Published: 27 September 2022

Abstract
Balikpapan Bay is the estuary of large rivers that have the potential to receive various threats of
environmental damage, including silting due to sedimentation. In addition, because of its location, the
condition of the river estuary is inseparable from the influence of the upland and has an impact on the
ecosystem in the coastal area and its surroundings. Likewise, the conversion of land for industrial and
service purposes is an indication of a decline in environmental quality and is a potential source of
sedimentation which will have an impact on the watershed that empties into Balikpapan Bay.
This study aims to (1) Knowing dominant factor affecting occurence the sediment estuary of
Balikpapan Bay (2) Knowing the sedimentation ekstent in the River Somber, Wain, Tengah, Berenga,
and Tempadung, (3) Knowing the quality of water and sediment bottom waters at the estuary of Somber,
Wain, Tengah, Berenga, and Tempadung (4) Assessing the impact of sedimentation in the estuary of
the river Somber, Wain, Tengah, Berenga, Tempadung against environmental indicators of the bottom
waters Balikpapan Bay. The research was conducted in the five (5) stations in the estuary which
Somber, Wain, Tengah, Berenga, and Tempadung, in the Balikpapan Bay. The method used with
analysis of parameters of oceanography (Direction and speed flow, tidal, bathymetry, salinity, pH, wind
and rainfall, water debit), Analysis of sediments (Texture sediments, benthos, redox potential) and
sediment suspension (TSS). The results represent that (1) Dominant factor affecting occurence the
sediment estuary of Balikpapan Bay is the current water by tidal fluctuation that cause the sediment
mixed and precipitated in the bottom waters (2) the highest sedimentation ekstent obtained in the
estuary Berenga and Tempadung, and impact on the growth of basic aquatic organisms; (3.a) The
highest level of turbidity in the estuary Berenga and Tempadung so that also influence the degradation
of water quality; (3.b) Sediment quality at each station observations indicate oxidized sediment
condition, eventhough the estuary Somber and Wain has a higher electron activity than estuary of
Tengah, Berenga, and Tempadung with the value of the redox potential (Eh) is at discontinuous zone.
Keywords: Sedimentation ekstent, Sediment teksture, and Redox potential.
.

Abstrak
Teluk Balikpapan merupakan muara dari sungai-sungai besar yang berpotensi menerima berbagai
ancaman kerusakan lingkungan diantaranya adalah pendangkalan oleh akibat sedimentasi. Selain
itu karena letaknya, maka kondisi muara sungai ini tidak terlepas dari pengaruh daerah atasnya
(upland) serta berdampak pada ekosistem yang berada pada wilayah pesisir dan sekitarnya.
Demikian pula dengan konversi lahan untuk kepentingan industri dan jasa tersebut menjadi
indikasi akan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan merupakan sumber potensi
sedimentasi yang akan berdampak pada daerah aliran sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi
terbentuknya sedimen pada muara sungai di Teluk Balikpapan, (2) Mengetahui tingkat

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 124 -


sedimentasi di Sungai Somber, Wain, Tengah, Berenga, dan Tempadung, (3) Mengetahui
kualitas air dan kualitas sedimen dasar perairan di muara Sungai Somber, Wain, Tengah,
Berenga, dan Tempadung.
Penelitian dilaksanakan di 5 (lima) stasiun muara sungai yakni di muara Sungai Somber, Wain,
Tengah, Berenga, dan Tempadung Teluk Balikpapan. Metode yang digunakan adalah dengan
menganalisis paramater oseanografi (Arah dan kecepatan arus, pasang surut, bathimetri,
salinitas, pH, angin, curah hujan, dan debit air), analisis sedimen dasar (Tekstur sedimen,
bentos, redoks potensial) dan sedimen suspensi (TSS). Tahapan penelitian terdiri dari tahap
persiapan, pengumpulan data, dan analisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Faktor dominan yang mempengaruhi terbentuknya
sedimen pada muara sungai di Teluk Balikpapan adalah arus perairan oleh fluktuasi pasang
surut yang menyebabkan tercampur dan terendapkannya sedimen di dasar perairan, (2) Tingkat
sedimentasi tertinggi diperoleh di Muara Sungai Berenga dan Tempadung; (3.a) Tingkat
kekeruhan perairan tertinggi diperoleh di Muara Sungai Berenga dan Tempadung sehingga
turut mempengaruhi penurunan kualitas air; (3.b) Kualitas sedimen dasar perairan di setiap
stasiun pengamatan menunjukkan sedimen dalam kondisi teroksidasi walaupun pada Muara
Sungai Somber dan Muara Sungai Wain mempunyai aktifitas elektron lebih tinggi dibanding
Muara Sungai Tengah, Berenga, dan Tempadung dengan nilai redoks potensial (Eh) berada
pada mintakat diskontinyu
Kata kunci: Tingkat sedimentasi, Tekstur sedimen, Redoks potensial

1. Pendahuluan
Teluk Balikpapan merupakan muara dari sungai-sungai besar yang berpotensi menerima
berbagai ancaman kerusakan lingkungan diantaranya adalah pendangkalan oleh akibat sedimentasi
(1). Selain itu karena letaknya, maka kondisi muara sungai ini tidak terlepas dari pengaruh daerah
atasnya (upland) serta berdampak pada ekosistem yang berada pada wilayah pesisir dan sekitarnya
(2). Kawasan Teluk Balikpapan memiliki keistimewaan secara ekologis yang mempunyai
ekosistem mangrove dan terumbu karang yang diketahui esensial posisinya bagi ekosistem laut
secara keseluruhan (dari kawasan intertidal ke oseanik, dari kawasan pelagik ke bentik). Kawasan
ini juga menjadi hunian bagi dua satwa endemik yang sama-sama telah berstatus endangered
(terancam) yaitu satwa Pesut dan Bekantan (1). Hal ini praktis memerlukan penanganan serius
mengingat di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai
kawasan industri Kota Balikpapan. Selain berlangsung dalam skala besar, kegiatan industri juga
diketahui berlangsung dengan intensitas tinggi dengan melibatkan material atau bahan-bahan yang
memiliki tingkat resiko besar terhadap lingkungan. Demikian pula konversi lahan untuk
kepentingan industri dan jasa tersebut menjadi indikasi akan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan dan merupakan sumber potensi sedimentasi yang akan berdampak pada Daerah Aliran
Sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan. Daerah Aliran Sungai di Teluk Balikpapan secara
keseluruhan dapat mempermudah terjadinya erosi dan sedimentasi yang diindikasikan oleh

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 125 -


kecenderungan penurunan luasan lahan berhutan. Hasil sedimen yang terangkut ke sungai tersebut
relatif besar dan dapat mengakibatkan percepatan pendangkalan Teluk Balikpapan (2).
Pengamatan terhadap citra satelit landsat Tahun 2000 dan Tahun 2009 (3) yang mencakup
wilayah utara-barat Kota Balikpapan, terlihat bahwa terjadi penurunan luasan vegetasi daratan
sampai ke vegetasi mangrove secara signifikan, dimana penyebab degradasi tersebut adalah
maraknya konversi lahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai yang akhirnya turut berkontribusi
terhadap peningkatan sedimentasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka objek penelitian difokuskan pada sungai-sungai yang
bermuara di Teluk Balikpapan. Yang dimaksud dengan muara sungai di Teluk Balikpapan adalah
sungai-sungai yang terletak dalam wilayah admisnistrasi Kota Balikpapan yang hilirnya berada
dalam kawasan Teluk Balikpapan yang terdiri dari 5 (lima) muara sungai besar yaitu Sungai
Somber, Sungai Wain, Sungai Tengah, Sungai Tempadung, dan Sungai Berenga (4). Penelitian
ini mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sedimen muara sungai sehingga dapat
diketahui tingkat sedimentasi perairan Teluk Balikpapan.

2. Metode

Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Desember 2015. Pengambilan sampel
dilakukan saat air pasang dan air surut pada tanggal 14 Juni 2015 di 5 (lima) stasiun yakni di muara
Sungai Somber, Wain, Tengah, Berenga, dan Tempadung.
Alat yang digunakan adalah Current meter, GPS, Water sampler, Refractometer, Grab
sampler, pH meter, Perahu motor, seperangkat komputer, dan alat tulis menulis. Adapun bahan
yang digunakan adalah data primer berupa sedimen dasar (substrat) dan sedimen tersuspensi,
sedangkan data sekunder berupa peta rupa bumi wilayah Teluk Balikpapan dari BIG (5), Peta revisi
RTRW 2012 – 2032 dari Bappeda Kota Balikpapan (6), Data pasang surut dari BIG (7) dan Kantor
ADPEL Kota Balikpapan (8), Data debit air dari DPU Kota Balikpapan (9), Data angin dan curah
hujan dari BMKG Kota Balikpapan (10), Data batimetri dan endapan sedimen Teluk Balikpapan
dari DPKP Kota Balikpapan (11).
Metode yang digunakan adalah menganalisis parameter fisika oseanografi (Arah dan
kecepatan arus, pasang surut, bathimetri, salinitas, pH, angin, curah hujan, dan debit air). Beberapa
parameter ini diukur langsung di lokasi penelitian, sedangkan parameter sedimen dasar (Tekstur
sedimen, bentos, redoks potensial), sedimen suspensi (TSS) dan kualitas air dianalisis di
Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Mulawarman. Tahapan penelitian
terdiri dari tahap persiapan, pengumpulan data, dan analisis data.

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 126 -


Penentuan arah dan pengukuran kecepatan arus
Parameter arah dan kecepatan arus disajikan dalam bentuk peta kecepatan dan arah arus kemudian
dideskripsikan untuk memperoleh informasi terdistribusinya sedimen oleh pengaruh arus serta
pengaruhnya terhadap lingkungan.

Analisis sedimen dasar (substrat)


Sedimen dasar (substrat) dianalisis untuk menentukan jenis persentase tekstur sedimen (pasir,
lanau, dan lempung) serta menganalisis redoks potensial (Eh) dengan klasifikasi sebagai
berikut :
Eh diatas (+200) mV = mintakat teroksidasi
Eh 0 sampai (+200 ) mV = mintakat diskontinyu
Eh dibawah 0 (negatif) mV = mintakat reduksi

Analisis Total Solid Suspended (TSS).


Dari hasil analisis laboratorium diperoleh nilai TSS yang selanjutnya digunakan sebagai nilai
pendukung perolehan data kualitas air.

Pengukuran Salinitas
Hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik dan peta distribusi salinitas air kemudian
dideskripsikan untuk memperoleh informasi salinitas muara sungai.

Pengukuran pH (Derajat keasaman)


Hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik dan peta distribusi pH kemudian dideskripsikan
untuk memperoleh informasi derajat keasaman.

3. Hasil dan pembahasan


3.1. Faktor fisika oseanografi
3.1.1. Pasang surut

Pasang surut merupakan faktor oseanografi yang berpengaruh terhadap distribusi sedimen
di lokasi penelitian. Berdasarkan data pasang surut Kota Balikpapan bulan Juni 2015 (BIG,
2015) (7) diperoleh pasang tertinggi adalah 4,05 meter dan surut terendah yaitu 1.78 meter,
dengan selisih antara pasang tertinggi dan surut terendah adalah 2.27 meter.

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 127 -


Grafik Pasang Surut Kariangau (23 Okt - 6 Nop. 2008)

600

500

400
Muka Air (cm)

300

200

100

23-Oct 24-Oct 25-Oct 26-Oct 27-Oct 28-Oct 29-Oct 30-Oct 31-Oct 1-No v 2-No v 3-No v 4-No v 5-No v 6-No v

Waktu Pengamatan
(tanggal/jam)

Gambar 1. Grafik pasang surut perairan Balikpapan


Sumber : Laporan RZWP3K Kota Balikpapan, Tahun 2014 (1)

Gerakan naik turunnya permukaan air laut sebesar 2.27 meter sangat berpengaruh dalam
membawa massa air bergerak turun naik membentuk arus yang mendistribusi sedimen sesuai
arah dan kecepatan arus ataupun tercampur dan terendapkan ke dasar perairan.

3.1.2. Arus perairan


1. Arus pasang
Tabel 1. Data Arah dan Kecepatan Arus pada saat Pasang
Posisi Lokasi Arah Arus Kec. Arus Arah Arus Kec. Arus
St. Permukaan permukaan kolom air Kolom Air
X Y
(o) (m/detik) (o) (m/detik)
1 1160 48’ 53.331” 10 13’ 2.056” 200 0,07 270 0,10
2 1160 48’ 44.067” 10 12’ 4.981” 70 0,26 90 0,21
3 1160 46’ 3,942” 10 7’ 42.264” 190 0,30 310 0,32
4 1160 44’ 36,843” 10 6’ 27.706” 45 0,33 75 0,35
5 1160 46’ 41,504” 10 8’ 37.749” 40 0,13 80 0,19
Sumber : Hasil Survey, 2015

Nilai kecepatan arus tertinggi berada di muara Sungai Berenga dan terendah di muara
Sungai Somber. Arah arus pada saat pasang menggambarkan pola arus variatif dari arah
tenggara sampai barat daya yang mengarah masuk ke dalam teluk sampai ke daerah
aliran sungai (hulu sungai). Saat air menuju pasang diperoleh kecepatan arus 0,08
m/detik di Muara Sungai Somber dan cenderung semakin cepat menuju Muara Sungai
Berenga dengan kecepatan 0,34 m/detik. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pergerakan

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 128 -


massa air pasang dengan arah arus 1920 atau dari arah antara selatan dan selatan daya
yang bergerak masuk ke dalam teluk atau menuju hulu teluk dan daerah aliran sungai.
Sedangkan di muara Sungai Tempadung, arus perairan cenderung melambat dengan
kecepatan 0,16 m/detik. Kondisi ini lebih disebabkan oleh pengaruh posisi letak muara
sungai berada di lekukan teluk yang sedikit terlindungi secara topografi. Hal ini
mempertegas bahwa kondisi arah dan arus permukaan pada saat pasang lebih
dipengaruhi oleh akibat fluktuasi pergerakan air pasang dan surut sedangkan arah dan
kecepatan arus kolom air cenderung mengikuti pergerakan arus permukaan
dikarenakan oleh lokasi penelitian berada pada tipe perairan semi tertutup.

2. Arus surut
Tabel 2. Data arah dan kecepatan arus pada saat surut

Posisi Lokasi Arah Arus Kec. Arus Arah Arus Kec. Arus
St. Permukaan permukaan kolom air Kolom Air
S E (o ) (m/detik) (o ) (m/detik)
1 1160 48’ 53.331” 10 13’ 2.056” 105 0,10 105 0,10
2 1160 48’ 44.067” 10 12’ 4.981” 170 0,06 172 0,08
3 1160 46’ 3,942” 10 7’ 42.264” 135 0,10 125 0,12
4 1160 44’ 36,843” 10 6’ 27.706” 180 0,12 160 0,16
5 1160 46’ 41,504” 10 8’ 37.749” 200 0,33 205 0,33
Sumber : Hasil survey, 2015

Saat air sedang bergerak surut, massa air dalam jumlah yang besar dengan cepat
bergerak keluar dari hulu sungai menuju muara sungai dan teluk. Nilai kecepatan
tertinggi di Muara Sungai Tempadung dengan nilai 0,33 m/detik, membentuk pola arus
berlawanan dengan arah pada saat pasang yakni menuju ke luar teluk (arah selatan
daya) dan terendah di Muara Sungai Wain dengan nilai 0,07 m/detik. Arah dan
kecepatan arus yang homogen terjadi pada Muara Sungai Somber, Sungai Tengah, dan
Sungai Berenga. Kecepatan arus pada saat surut dipengaruhi oleh pergerakan massa air
dari sungai menuju muara dengan arah menuju ke luar teluk dengan kecepatan berkisar
0,10 m/detik sampai 0,16 m/detik. Hal ini disebabkan oleh pengaruh arah arus yang
bergerak akibat surutnya air laut dan bergerak ke luar menuju hilir. Sedangkan di Muara
Sungai Tempadung kecepatan arus mengalami peningkatan dengan kecepatan 0,33
m/s. Kondisi ini disebabkan oleh besarnya debit air dari hulu sungai yaitu sebesar 0,591
m3/detik yang mengakibatkan terjadinya pertemuan arus yang berpotensi menimbulkan
turbulensi atau pengadukan air oleh aliran arus yang terjadi di sekitarnya. Hal ini sesuai
dengan perolehan data kekeruhan perairan (Nilai TSS tergolong tinggi) dengan nilai 94

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 129 -


mg/L yang mengindikasikan bahwa telah terjadi pengadukan perairan (mixing) oleh
pergerakan air dari sungai dan desakan air dari hulu teluk.

3.1.3. Batimetri
Dari pengukuran kedalaman di setiap titik sampling diperoleh nilai-nilai pengukuran
kedalaman sebagai berikut (Tabel 3) :

Tabel 3. Kedalaman titik sampling di setiap muara sungai

Kedalaman
Posisi Lokasi Keterangan Lokasi
St. Perairan (m)
X Y
1 116 48’ 53.331”
0
1 13’ 2.056”
0
6 Muara Sungai Somber
2 1160 48’ 44.067” 10 12’ 4.981” 4,5 Muara Sungai Wain
3 1160 46’ 3,942” 10 7’ 42.264” 3 Muara Sungai Tengah
4 1160 44’ 36,843” 10 6’ 27.706” 2,5 Muara Sungai Berenga
5 1160 46’ 41,504” 10 8’ 37.749” 7 Muara Sungai Tempadung
Sumber : Hasil survey, 2015

Lokasi penelitian dikategorikan sebagai perairan laut dangkal berdasarkan peta batimetri
hingga 4 mil merupakan perairan laut dengan kedalaman <150 m dan tergolong ‘Glacial
Continental Shelf’ yang dicirikan dengan susunan utamanya campuran endapan yang
mengandung lumpur yang berasal dari sungai. Di dekat muara sungai endapan-endapan
pada umumnya tebal, sedang semakin maju ke arah laut endapan ini akan menjadi tipis dan
akhirnya hilang.

3.2. Faktor kimia oseanografi


1. pH (Derajat keasaman)
Perolehan nilai pH cenderung homogen dengan kisaran 7,2 – 7,86. Nilai pH diperoleh dari
arah sungai sampai di laut, semakin ke laut nilainya semakin tinggi (bersifat basa). Nilai
pH ini menjadi indikator kesuburan perairan khususnya pada daerah estuaria. Perubahan
pH dan konsentrasi oksigen dapat terjadi sebagai akibat melimpahnya senyawa-senyawa
kimia baik yang bersifat polutan maupun non polutan. Hal ini dipengaruhi pula oleh proses
koagulasi atau flokulasi dimana partikel halus yang tidak dapat diendapkan secara gravitasi
menjadi partikel yang lebih besar sehingga diendapkan dengan reaksi koagulan dan pH
tertentu. Proses ini memudahkan partikel tersuspensi sangat lembut (koloidal) di dalam air
menjadi partikel yang dapat mengendap. Hal ini karena partikel tersebut lebih berat dan
lebih besar dan melalui proses fisika - kimia(12).

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 130 -


Sumber : Survey dan interpolasi data laporan RZWP3K, 2015(1)

Gambar 2. Variasi pH di lokasi penelitian


2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas diperoleh nilai 25 ppm di Muara Sungai Somber, Wain, dan
Tempadung, sedangkan di Muara Sungai Tengah dan Berenga diperoleh nilai 27 ppm.
Perbedaan salinitas ini disebabkan oleh pengaruh air tawar dari sungai dimana pada
Muara Sungai Somber, Wain, dan Tempadung, secara topografi mempunyai lebar dan
luas sungai lebih besar dibanding Muara Sungai Tengah dan Berenga. Kondisi tersebut
menjelaskan bahwa pengaruh air tawar dari sungai masih mendominasi lokasi sekitar
muara sungai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Notodarmono (2008) (12), bahwa
kawasan estuaria merupakan pertemuan antara sungai dan laut, menjadi tempat

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 131 -


mengendapnya partikel-partikel halus seperti koloid yang berasal dari buangan
domestik dan industri serta pelapukan organik yang dibawa oleh sungai. Terjadinya
proses pengendapan dan transpor partikel koloid tersebut terutama dipengaruhi oleh
salinitas air laut, sifat partikel dan hidrodinamika alirannya.

Gambar 3. Peta distribusi salinitas di lokasi penelitian


Sumber : Hasil survey dan interpolasi data laporan RZWP3K, 2015 (1)

3. Iklim, Curah hujan, kelembaban, dan suhu udara.


Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) dan mengacu data curah
hujan Kota Balikpapan selama 10 tahun (2003 - 2012) (13), maka daerah aliran sungai
di Teluk Balikpapan termasuk tipe iklim A dengan nilai Q = 7,1%, hal ini berarti bahwa
kawasan Teluk Balikpapan relatif basah dengan curah hujan yang relatif tinggi (KKES,

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 132 -


2002) (2). Hal ini menegaskan bahwa curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahun
pada daerah aliran sungai Kota Balikpapan, dan didukung oleh kondisi topografi yang
sebagian besar bergelombang sampai dengan berbukit, jenis tanahnya didominasi oleh
jenis tanah acrisols dan arenosols (ultisols) atau podsolik merah kuning yang sangat
rentan terhadap erosi, pola jaringan sungai sebagian besar berbentuk seperti
percabangan pohon (dendritic pattern) yang bersifat cepat mengalirkan limpasan air
sungai, sehingga hal-hal tersebut tentu dapat mempermudah proses terjadinya erosi dan
sedimentasi pada wilayah Teluk Balikpapan.

3.3. Kualitas air dan sedimen dasar perairan


1. TSS (Total Solid Suspended)
Pada Muara Sungai Berenga dan Tempadung diperoleh nilai TSS tergolong tinggi
disebabkan oleh pengaruh volume debit air yang besar dari arah hulu serta arus air yang
cukup kuat baik pada saat pasang maupun surut sehingga pada stasiun tersebut terjadi
pengadukan air yang menyebabkan partikel dan TSS mengalami peningkatan.
Sedangkan nilai TSS di muara Sungai Somber diperoleh paling rendah yakni 50 mg/L,
dikarenakan oleh waktu sampling dilakukan pada pagi hari dengan kondisi air cukup
tenang, sehingga tidak terjadi pengadukan di muara sungai. Begitupula di Muara Sungai
Wain, juga diperoleh TSS rendah dikarenakan outlet setelah limpasan air sungai
tersebut tertahan terlebih dahulu oleh Waduk Wain, sehingga sebagian sedimen
tertahan oleh waduk dan sebagian mengalir ke muara.

Gambar 4. Grafik perbandingan nilai TSS terhadap standar baku mutu


Sumber : Hasil analisis laboratorium dan olah data, 2015

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 133 -


Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi Mitra
Pesisir (2002) (2) bahwa sedimen melayang di muara Sungai Wain tergolong rendah.
Gambar 4 di atas, menunjukkan perbandingan nilai perolehan TSS terhadap standar
baku mutu air laut berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51
Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut (15) bahwa kisaran TSS di
Muara Sungai Somber, Wain, dan Tengah masih berada di bawah baku mutu dengan
nilai ambang batas 80 mg/L, sedangkan pada Muara Sungai Berenga dan Muara Sungai
Tempadung memperlihatkan nilai melampaui ambang batas standar baku mutu air laut.
Kondisi ini mengindisikan bahwa pada kedua muara sungai ini tergolong mempunyai
tingkat kekeruhan air tinggi yang menyebabkan kurangnya penetrasi cahaya yang
masuk ke dalam perairan sehingga menghambat proses fotosintesis dalam ekosistem
perairan.
2. Sedimen dasar perairan
Hasil analisis sampel sedimen dasar perairan, diperoleh data tekstur sedimen sebagai
berikut (Tabel 4) :
Tabel 4. Tekstur sedimen di lokasi penelitian

Penyebaran Partikel
Tekstur
No. Stasiun (%)
Liat Debu Pasir
1. Muara Sungai Somber 7,24 11,81 80,95 Loamy Sand (Pasir berlempung)
2. Muara Sungai Wain 5,79 3,76 90,45 Sand (Pasir)
3. Muara Sungai Tengah 6,28 5,24 88,48 Sand (Pasir)
4. Muara Sungai Berenga 5,93 6,15 87,92 Loamy Sand (Pasir berlempung)
5. Muara Sungai Tempadung 12,47 19,74 67,79 Sandy Loam (Lempung berparsir)
Sumber : Hasil analisis laboratorium, 2015 (14)
Secara umum jenis substrat yang ditemukan pada lokasi pengamatan adalah pasir. Hal
ini disebabkan karena kondisi geografis lokasi penelitan bersifat landai dan merupakan
daerah pantai yang terbuka sehingga endapan substrat pasir banyak ditemukan.
Umumnya sedimen yang berada di estuaria adalah sedimen halus (sedimen kohesif)
yang tersangkut dalam bentuk suspensi, sedangkan ukuran butir lebih besar akan
mengendap di daerah hulu sungai, sehingga yang berperan penting adalah
hidrodinamika dan sifat-sifat sedimen.
3. Redoks potensial (Eh)
Tabel 5. Redoks potensial sedimen di lokasi penelitian

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 134 -


Redoks potensial
No Stasiun Keterangan
(mV)
1 I 215.9 Muara Sungai Somber
2 II 205.8 Muara Sungai Wain
3 III 186.3 Muara Sungai Tengah
4 IV 183.1 Muara Sungai Berenga
5 V 182.0 Muara Sungai Tempadung
Sumber : Hasil analisis laboratoirum, 2015 (14)

Perolehan nlai redoks potensial di setiap stasiun berkisar antara 182,0 – 215,9 mV
(Tabel 14) . Redoks potensial di Muara Sungai Somber dan Muara Sungai Wain
menunjukkan nilai di atas +200, sehingga untuk kedua stasiun ini berada pada kategori
sedimen dengan kandungan oksigen yang mempunyai aktifitas elektron tinggi dalam
proses oksidasi di lingkungan dasar perairan. Nilai yang lebih besar menunjukkan
kondisi yang lebih teroksidasi. Sedangkan nilai redoks potensial di Muara Sungai
Tengah, Berenga, dan Tempadung menunujukkan nilai berada pada rentang nilai 0
sampai +200, yang berarti bahwa sedimen tersebut masih menunjukkan kondisi yang
teroksidasi dan berada pada mintakat diskontinyu (redox potential discontinuity).
Pada kondisi tertentu, nilai ini akan cenderung menurun oleh pengaruh terakumulasinya
zat-zat pencemar yang kemudian terendapkan pada substrat sedimen. Kondisi terburuk
menyebabkan oksigen pada lokasi tersebut dalam keadaan tereduksi dan bersifat
anaerob serta kemungkinan besar bersifat toksik.

5. Kesimpulan

1. Faktor dominan yang mempengaruhi terbentuknya sedimen pada muara sungai di


Teluk Balikpapan adalah arus perairan oleh fluktuasi pasang surut yang menyebabkan
tercampur dan terendapkannya sedimen di dasar perairan.
2. Tingkat sedimentasi tertinggi diperoleh di Muara Sungai Berenga dan Muara Sungai
Tempadung.
3. a. Tingkat kekeruhan perairan tertinggi diperoleh di muara Sungai Berenga dan
Tempadung sehingga turut mempengaruhi penurunan kualitas air.
b. Kualitas sedimen dasar perairan di setiap stasiun pengamatan menunjukkan sedimen
dalam kondisi teroksidasi walaupun pada Muara Sungai Somber dan Muara Sungai
Wain mempunyai aktifitas elektron lebih tinggi dibanding Muara Sungai Tengah,
Berenga, dan Tempadung dengan nilai redoks potensial (Eh) berada pada mintakat
diskontinyu.

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 135 -


Daftar Pustaka

1. Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan Kota Balikpapan, 2014. Laporan Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kota Balikpapan, Kalimantan Timur;
2. Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. Kajian Erosi dan Sedimentasi pada DAS Teluk
Balikpapan. 2002. Program Proyek Pesisir Kaltim Balikpapan;
3. Badan Lingkungan Hidup Kota Balikpapan Tahun 2013 – 2014
4. Dinas Pekerjaan Umum Kota Balikpapan, 2013. Laporan Akhir Masterplan Drainase Kota
Balikpapan, Kalimantan Timur
5. Badan Informasi Geospasial, 2015. Peta Rupa Bumi Wilayah Teluk Balikpapan, RBI
1814-64.
6. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Balikpapan, 2015. Peta revisi RTRW 2012 –
2032.
7. Badan Informasi Geospasial, 2015. Data Pasang Surut Balikpapan, Time Zone : GMT,
Lat : -1.27 Long : 116.81, 2015
8. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Balikpapan, 2015.
9. Dinas Pekerjaan Umum Kota Balikpapan, 2015. Data debit air sungai Kota Balikpapan,
Kalimantan Timur
10. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2015, Data Angin dan Curah Hujan Kota
Balikpapan.
11. Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan Kota Balikpapan, 2014. Data batimetri dan endapan
sedimen Teluk Balikpapan.
12. Notodarmono, AR. YS., Sukarmadijaya, H., Miharja, DK., Notodarmojo, S. Pengaruh
Salinitas Terhadap Distribusi Kecepatan Pengendapan Partikel Koloid, (Studi kasus di
Estuari Banjir Kanal Timur, Semarang). 2008. Program Pascasarjana Teknik Lingkungan
Institut Teknologi Bandung, Jurnal Teknik Lingkungan Volume 14 Nomor 2, Oktober
2008 (Hal. 70-81).
13. Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan, 2015. Balikpapan Dalam Angka 2014.
Balikpapan, Kalimantan Timur.
14. Laboratorium Kualitas Air Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Mulawarman, 2015.
15. Kementerian Lingkungan Hidup, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut.

Available online on: http://jurnalkesehatan.unisla.ac.id/index.php/jev/index - 136 -

You might also like