Jurnaladm, 19 6431-16672-1-CE - EDITED P

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Melina, Suzy S Azeharie: Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada

Penganut Sunda Wiwitan)

Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi


Budaya pada Penganut Sunda Wiwitan)

Melina, Suzy S. Azeharie


[email protected], [email protected]

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Abstract

Sunda Wiwitan is a belief held by traditional Sundanese society or native Sundanese religion.
Sundanese Wiwitan community is spread in West Java, one of which is Cigugur Village,
Kuningan. In carrying out their religious activities, this group usually presents offerings. The
rituals of offerings in Sunda Wiwitan have existed since the stone age. This ritual is a legacy
from the ancestors handed down to the younger generation of Sunda Wiwitan through the
communication process. This ritual is still carried out by the Sunda Wiwitan community until
this day. The purpose of this research is to find out how the process of offering rituals on
Sunda Wiwitan adherents and what are the preparations needed at the time of the ritual.
Theories used in this research are communication theory, culture and ritual communication.
The research method used was a descriptive qualitative research method with a
phenomenological method. The data to be analyzed was obtained from the results of in-depth
interviews with three speakers. The conclusion from this study is that ritual offerings are not
a negative thing. But the offerings ritual is a ritual that presents the work of human beings to
Sang Hyang Kersa or the Creator, creatures that appear or do not appear as expressions of
gratitude and. This ritual is also a symbol that describes the relationship between humans and
nature and humans with the Creator.

Keywords: culture, communication, ritual communication, ritual sajen, sunda wiwitan

Abstrak

Sunda Wiwitan merupakan sebuah aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional
Sunda atau agama Sunda asli. Masyarakat penganut Sunda Wiwitan tersebar di daerah Jawa
Barat salah satunya adalah Desa Cigugur, Kuningan. Dalam menjalankan kegiatan agamanya
kelompok ini biasa menyajikan sajen. Ritual sajen dalam Sunda Wiwitan sudah ada sejak
zaman batu. Ritual ini merupakan warisan dari para leluhur yang diturunkan kepada generasi
muda Sunda Wiwitan melalui proses komunikasi. Ritual ini masih dilaksanakan oleh
masyarakat Sunda Wiwitan sampai saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimanakah proses ritual sajen pada penganut Sunda Wiwitan dan apa saja
persiapan yang dibutuhkan pada saat ritual sajen dilakukan. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori komunikasi, budaya dan komunikasi ritual. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan metode fenomenologi. Data
yang akan dianalisis diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan tiga orang narasumber.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ritual sajen bukanlah sebagai suatu hal yang negatif.
Tetapi ritual sajen merupakan ritual yang mempersembahkan hasil karya olah manusia kepada
Sang Hyang Kersa atau Sang Pencipta, makhluk yang tampak maupun tidak tampak sebagai
ucapan rasa syukur dan terima kasih. Ritual sajen juga merupakan simbol yang
menggambarkan hubungan antara manusia dengan alam dan manusia dengan Sang Pencipta.

Kata Kunci: budaya, komunikasi, komunikasi ritual, ritual sajen, sunda wiwitan.

427
Koneksi EISSN 2598-0785
Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 427-434

1. Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk. Hal ini terlihat dari
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kemajemukan yang ada terdiri atas keragaman suku bangsa, budaya, ras, agama dan
bahasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, Indonesia memiliki lebih
dari 300 kelompok suku bangsa dan terdapat 1.340 suku bangsa dan enam kepercayaan
resmi yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan
Konghucu (sumber: https://www.indonesia.go.id/profil/suku-bangsa diakses pada tanggal
11 Oktober 2019 pukul 16.08 WIB).
Sampai saat ini masih ada ratusan kepercayaan tradisional yang sampai saat ini
masih eksis di masyarakat. Salah satu bentuk kepercayaan tradisional adalah Sunda
Wiwitan. Ira Indrawardana mengatakan bahwa Sunda Wiwitan adalah panggilan atau
penamaan terhadap masyarakat Sunda yang masih mempertahankan ajaran turun
temurun dari para leluhur Sunda (hasil wawancara terhadap Ira Indrawardana via
WhatsApp pada tanggal 30 Oktober 2019).
Sampai saat ini karena penganut Sunda Wiwitan belum masuk ke dalam enam
agama yang diakui oleh pemerintah maka mereka dialienasi oleh masyarakat. Hal ini
penulis lihat ketika penulis melakukan pra observasi dan melakukan wawancara
terhadap Pangeran Gumirat Barna Alam yang merupakan ketua adat masyarakat Sunda
Wiwitan. Pangeran Gumirat Barna Alam menjelaskan bahwa mereka mendapat
pengucilan dari masyarakat luar karena kepercayaan yang mereka anut tidak diakui
oleh pemerintah dan dianggap masih mengandung hal-hal yang mistis (hasil
wawancara terhadap Pangeran Gumirat Barna Alam yang dilakukan pada tanggal 21
September 2019 pukul 08.52 WIB).
Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan dikenal sebuah ritual yang masih
dilakukan hingga saat ini yaitu ritual Sajen. Ritual sajen adalah sebuah ritual yang
memberikan sajian kepada Sang Hyang Karsa untuk memohon agar dilindungi dari
segala roh jahat dan juga sebagai bentuk ucapan terimakasih kepada para leluhur dan
kepada alam.
Menurut Cassandra L. Book dalam Hafied Cangara mendefinisikan
komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang
mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui
pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta
berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 2018).
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat mendefinisikan budaya sebagai
tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, konsep
alam semesta dan objek-objek materi yang dimiliki oleh sekelompok besar orang dari
generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat,
2010).
Budaya sangat erat hubungannya dengan komunikasi. Suzy S. Azeharie, Sinta
Paramita dan Wulan Purnama Sari dalam jurnalnya mengatakan bahwa komunikasi
dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan integral yang tidak dapat berdiri sendiri
(Azeharie, et.al, 2019).
Salah satu tujuan komunikasi adalah mempertahankan budaya agar dapat
diwariskan ke generasi penerus. Tanpa adanya komunikasi, budaya tidak dapat
diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lain. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dadan Anugrah dan Winny Kresnowati yang mengungkapkan bahwa
budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah

428
Melina, Suzy S Azeharie: Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada
Penganut Sunda Wiwitan)

komunikasi karena budaya muncul melalui komunikasi (Anugrah dan Kresnowati,


2008).
Masih dalam buku yang sama, Dadan Anugrah dan Winny Kresnowati
menjelaskan bahwa budaya yang tercipta akan akan mempengaruhi cara
berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan. Hubungan antara budaya dan
komunikasi adalah timbal balik. Budaya tidak akan eksis tanpa komunikasi dan
sebaliknya komunikasi pun tidak akan eksis tanpa adanya peranan budaya (Anugrah
dan Kresnowati, 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses ritual
sajen pada masyarakat penganut Sunda Wiwitan di Desa Cigugur, Kuningan dan untuk
mengetahui apa saja perlengkapan dan persiapan pada saat ritual sajen dilakukan.
Alasan lainnya adalah karena penelitian mengenai ritual sajen pada penganut Sunda
Wiwitan belum ada yang meneliti sebelumnya.

2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif dengan
pendekatan fenomenologi. Menurut Lexy J. Moleong, metode penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009).
Menurut Engkus Kuswarno, fenomenologi merupakan ilmu yang menjelaskan
dan mengklasifikasikan fenomena atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain
fenomenologi mempelajari fenomena yang tampak di depan dan di masa yang akan
datang (Kuswarno, 2009). Masih dalam buku yang sama John W. Creswell juga
menambahkan bahwa pengumpulan data dalam fenomenologi dapat dilakukan dengan
cara wawancara (Kuswarno, 2009).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara mendalam terhadap tiga orang narasumber yaitu Ketua Adat dan
pendamping Ketua Adat masyarakat penganut Sunda Wiwitan dan salah satu
masyarakat penganut Sunda Wiwitan. Teknik pengumpulan data juga dilakukan
dengan cara studi kepustakaan dan penelusuran data online.

3. Hasil Temuan dan Diskusi

Ritual Sajen
Kebiasaan atau tradisi ritual sajen sudah ada sejak zaman megalitikum atau
batu besar. Sajen merupakan hasil olah karya manusia yang dihidangkan sebagai
bentuk penghargaan kepada Sang Hyang Kersa atau Sang Pencipta. Selain itu sajen
juga diberikan kepada makhluk yang tidak tampak dan hewan kecil yang tampak
seperti semut, belalang yang ikut mencicipi hasil karya manusia. Jadi makna sajen
cukup adiluhung atau mulia karena kehalusan dan kepekaan rasa terhadap sang maha
pencipta dan ciptaan lainnya (wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur,
Kuningan pada tanggal 21 September 2019 pukul 08.30 WIB).
Sementara menurut Subrata ritual sajen merupakan sebuah tradisi peninggalan
nenek moyang yang berbentuk simbol. Ritual sajen merupakan sebuah simbol untuk
menyampaikan rasa terima kasih kepada segala ciptaan di muka bumi. Selain itu ritual
sajen merupakan cara menyampaikan rasa terima kasih kepada Sang Pencipta.

429
Koneksi EISSN 2598-0785
Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 427-434

Masyarakat penganut Sunda Wiwitan juga diajarkan mengerti mengenai apa yang
disajenkan atau dipersembahkan (wawancara dengan Subrata di Cigugur, Kuningan
pada tanggal 21 September 2019 pukul 10.25 WIB).
Ritual Sajen menurut Ira Indrawardana adalah sesuatu yang penting yang
terkait dengan ritual adat misalnya upacara adat yang bersifat seremonial dan juga
ritual yang diadakan oleh keluarga. Ritual sajen sangat penting karena merupakan
sebuah tradisi turun temurun dan sebagai masyarakat adat wajib untuk menjaga
kelestariannya (wawancara dengan Ira Indrawardana via WhatsApp pada tanggal 30
Oktober 2019 pukul 12.15 WIB).

Komponen Komunikasi Ritual


Menurut Koentjaraningrat ada empat komponen pokok yang terdapat dalam
pelaksanaan ritual yaitu:
a. Tempat berlangsungnya ritual
Tempat yang digunakan untuk melaksanakan suatu ritual adalah tempat khusus
yang bersifat keramat dan hanya orang berkepentingan saja yang boleh menggunakan
tempat tersebut (Koentjaraningrat, 1967).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat tempat
berlangsungnya ritual sajen adalah di ruangan pendopo yang merupakan tempat
berkumpul dan berdoa masyarakat penganut Sunda Wiwitan dan tempat letak
singgasana Pangeran Madrais yang merupakan pendiri kepercayaan Sunda Wiwitan
(wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur, Kuningan pada tanggal 21
September 2019 pukul 08.30 WIB).

Gambar 1. Gedung Paseban Tri Panca Tunggal

Sumber: Dokumentasi Penulis

430
Melina, Suzy S Azeharie: Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada
Penganut Sunda Wiwitan)

Gambar 2. Ruangan Pendopo Tempat Berlangsungnya Ritual

Sumber: Dokumentasi Penulis

b. Waktu pelaksanaan ritual


Waktu pelaksanaan ritual adalah saat-saat tertentu yang dirasakan tepat untuk
melaksanakan suatu ritual (Koentjaraningrat, 1967). Pangeran Gumirat mengatakan
bahwa ritual sajen dilakukan sebelum diadakannya acara besar seperti Seren Taun.
Seren Taun merupakan upacara adat panen padi yang setiap tahun dilakukan oleh
masyarakat Sunda Wiwitan. Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur atas hasil
panen padi kepada Sang Pencipta (wawancara terhadap Pangeran Gumirat di Cigugur,
Kuningan pada tanggal 21 September 2019 pukul 08.30 WIB).
Sementara Ira Indrawardana mengatakan bahwa ritual sajen dapat dilakukan
sebelum acara ulang tahun, acara syukuran atas kelahiran, acara pernikahan. Pada saat
acara tersebut akan disediakan nasi tumpeng, teh pahit, teh manis, kopi pahit dan kopi
manis. Hal tersebut juga termasuk sebagai bentuk sajen (wawancara terhadap Ira
Indrawardana via WhatsApp pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 12.15 WIB).
c. Benda-benda ritual
Benda-benda ritual merupakan alat-alat yang digunakan dalam menjalan suatu
ritual seperti wadah untuk tempat sajen, alat kecil seperti sendok, pisau dan lain-lain
(Koentjaraningrat, 1967). Pangeran Gumirat menjelaskan bahwa benda-benda ritual
adalah barang-barang atau perlengkapan yang digunakan pada saat ritual sajen. Benda-
benda ritual pada saat ritual sajen adalah pakaian putih untuk perempuan, pakaian
hitam untuk laki-laki, nampan yang terbuat dari bambu, teh manis, teh pahit, kopi
manis, kopi pahit, air putih, nasi congcot, pengikat kepala berbentuk segi empat
(wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur, Kuningan pada tanggal 21
September 2019 pukul 08.30 WIB).
Subrata mengatakan selain benda-benda yang disebutkan di atas, terdapat
benda-benda lainnya yaitu kerupuk berwarna putih dan merah, pisang, rujakan, ketupat
yang memiliki lima sisi, bakakak ayam, bunga tujuh warna, telur asin dan kujang yang
menancap di atas kelapa (wawancara dengan Subrata di Cigugur, Kuningan pada
tanggal 21 September 2019 pukul 10.25 WIB).

431
Koneksi EISSN 2598-0785
Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 427-434

Gambar 3. Perlengkapan Ritual Sajen

Sumber: Dokumentasi Pangeran Gumirat

d. Orang-orang yang terlibat dalam ritual


Orang-orang yang terlibat dalam ritual adalah orang yang bertindak sebagai
pemimpin jalannya ritual dan orang yang paham tentang suatu ritual
(Koentjaraningrat, 1967).
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Pangeran Gumirat orang-orang yang
terlibat dalam ritual adalah Ketua Adat masyarakat penganut Sunda Wiwitan, para ais
pangampih dan masyarakat penganut Sunda Wiwitan mulai dari anak kecil dan orang
dewasa (wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur, Kuningan pada tanggal 21
September 2019 pukul 08.30 WIB).

Gambar 4. Orang-orang yang terlibat

Sumber: Dokumentasi Pangeran Gumirat

Masih dalam buku yang sama Koentjaraningrat menjelaskan terdapat dua


indikator perbuatan yang terkait dalam pelaksanaan suatu ritual yaitu:
a. Berdoa
Berdoa adalah unsur yang terdapat dalam berbagai ritual. Doa adalah ucapan dari
keinginan manusia kepada para leluhur dan juga doa merupakan ucapan hormat dan
pujian kepada para leluhur. Biasanya doa diiringi dengan gerak dan sikap menghormat
serta merendahkan diri terhadap para leluhur (Koentjaraningrat, 1967).

432
Melina, Suzy S Azeharie: Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada
Penganut Sunda Wiwitan)

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Pangeran Gumirat bahwa sajen yang
akan disajikan didoakan terlebih dahulu secara bersama-sama dan dipimpin oleh Ketua
Adat dan para ais pangampih di ruangan pendopo Gedung Paseban. Doa yang
dipanjatkan berisi pengaharapan dan permohonan agar diberi keberkahan dan
keselamatan (wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur, Kuningan pada
tanggal 21 September 2019 pukul 08.30 WIB).
b. Bersaji
Bersaji adalah perbuatan-perbuatan untuk menyajikan makanan, benda-benda atau
yang lainnya kepada dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang. Bersaji menjadi suatu
kebiasaan dan dianggap sebagai suatu aktivitas yang secara otomatis akan
menghasilkan apa yang di maksud (Koentjaraningrat, 1967).
Pangeran Gumirat menjelaskan bahwa setelah sajen didoakan, sajen dibawa keluar
dan diletakkan di dalam lumbung padi, di empat penjuru arah mata angin, di delapan
penjuru arah mata angin (wawancara dengan Pangeran Gumirat di Cigugur, Kuningan
pada tanggal 21 September 2019 pukul 08.30 WIB).

Informasi Mengenai Ritual Sajen Diturunkan Kepada Generasi Muda


Menurut Pangeran Gumirat, informasi mengenai ritual sajen diturunkan
kepada generasi muda penganut Sunda Wiwitan karena ritual sajen penting dan
merupakan amanat dari para leluhur. Informasi mengenai ritual ini diturunkan kepada
generasi muda melalui pertemuan yang dilaksanakan setiap hari Sabtu pukul 19.00
sampai pukul 21.00 WIB di Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Para anak-anak dan
remaja dikumpulkan di Gedung Paseban dan diberikan pendidikan budi pekerti serta
pengetahuan mengenai ritual sajen oleh Ketua Adat (wawancara dengan Pangeran
Gumirat di Cigugur, Kuningan pada tanggal 21 September 2019 pukul 08.30 WIB).
Sementara menurut Subrata, informasi mengenai ritual sajen telah diajarkan
kepada anaknya sejak kecil. Setiap ada ritual sajen ia selalu mengikutsertakan anak-
anaknya agar mereka mengerti dan ikut menjaga tradisi tersebut. Tetapi karena
anaknya sudah ada yang menikah dan pindah ke Bandung, anak-anaknya sudah jarang
mengikuti ritual tersebut (wawancara terhadap Subrata di Cigugur, Kuningan pada
tanggal 21 September 2019 pukul 10.25 WIB).
Sejalan dengan Pangeran Gumirat dan Subrata, Ira Indrawardana mengatakan
bahwa secara umum ritual sajen diturunkan kepada generasi muda karena melalui
pelaksanaan ritual sajen orang mengetahui dan menyaksikan bahwa ritual ini
merupakan ajaran dan amanat dari leluhur dan sebagai warga adat wajib untuk
melestarikan tradisi yang sudah turun temurun. Ritual sajen juga merupakan media
yang menyimbolkan hubungan antara manusia dengan para leluhur dan Sang Pencipta
(wawancara dengan Ira Indrawardana via WhatsApp pada tanggal 30 Oktober 2019
pukul 21.15 WIB).

4. Simpulan

Komunikasi budaya merupakan komponen yang penting dalam mewariskan


budaya ritual sajen. Dengan adanya komunikasi budaya masyarakat penganut Sunda
Wiwitan dapat mewariskan dan mempelajari pesan dan makna yang terkandung dalam
ritual sajen. Ritual sajen merupakan sebuah ritual yang mempersembahkan hasil karya
olah manusia kepada Sang Hyang Kersa atau Sang Pencipta, kepada makhluk yang
tampak maupun yang tidak tampak sebagai bentuk penghargaan dan ucapan terima

433
Koneksi EISSN 2598-0785
Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 427-434

kasih. Ritual sajen merupakan media yang menggambarkan hubungan antara manusia
dan Sang Pencipta dan hubungan manusia dan alam.

5. Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan kakak penulis,
narasumber yang telah bersedia meluangkan waktunya serta semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama proses penyusunan jurnal
penelitian ini.

6. Daftar Pustaka

Anugrah, Dadan dan Kresnowati. (2008). Komunikasi Antarbudaya Konsep dan


Aplikasinya. Jakarta: Jala Permata
Azeharie, Suzy., Sinta Paramita dan Wulan Purnama Sari. (2019). Studi Budaya
Nonmaterial Warga Jotun. Jurnal ASPIKOM. 3(6). 1153-1162
Cangara, Hafied. (2018). Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Koentjaraningrat. (1967). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat
Kuswarno, Engkus. (2009). Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi,
Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran
Moleong, Lexy J. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (2010). Komunikasi Lintas Budaya.
Bandung: Remaja Rosdakarya

434

You might also like