Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary: Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan
Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary: Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan
Resolution of Bangladesh-India Maritime Boundary: Dalam Model Penyelesaian Sengketa Terhadap Laut Cina Selatan
CINA SELATAN
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
OLEH:
DIAN EKAWATI
NIM: 110200261
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2015
2
OLEH:
DIAN EKAWATI
NIM: 110200261
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Disetujui Oleh:
ABSTRACT
Dian Ekawati*
Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**
Dr.Arif,S.H.,M.Hum***
The fundamental issue in the South China Sea is over who has sovereignty
over the islands and their adjacent waters as well as sovereign rights and
jurisdiction in the exclusive economic zone and continental shelf measured from
the islands. The 1982 Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) has no
provisions on how to determine sovereignty over offshore islands. However, the
provisions of UNCLOS on baselines, the regime of islands, low-tide elevations,
the exclusive economic zone, the continental shelf, maritime boundary
delimitation and dispute settlement are all applicable to the South China Sea.
Since 2009 the ASEAN claimants have taken measures to clarify their
claims and bring them into conformity with UNCLOS. They maintain that under
UNCLOS claims to the natural resources in and under the waters in the South
China Sea can only be derived from claims to land features. China has clarified its
claim to some extent, but it is still not clear to the ASEAN claimants whether
China is making claims to the resources in the South China Sea based on its claim
to sovereignty over the land features or whether it is claiming rights in all of the
maritime areas inside the nine-dashed lines. If China fully clarifies its position on
the nine-dashed line map it will be clearer which maritime areas are in dispute,
and the claimants will be able to begin serious discussions about setting aside the
sovereignty disputes and pursuing joint development of the natural resources. If
China does not clarify its position and asserts rights in maritime areas which the
ASEAN claimants believe are not in dispute, one or more of the ASEAN
claimants may believe they have no choice but to refer legal issues to an
international court or tribunal.
Although China has exercised its right to opt out of the system of
compulsory binding dispute settlement for disputes relating to maritime boundary
delimitation and historic waters, some legal disputes relating to the interpretation
or application of the provisions of UNCLOS are subject to the compulsory
binding dispute settlement under Part XV. In addition, it may also be possible for
the ASEAN claimants to seek an advisory opinion from the International Tribunal
for the Law of the Sea on one or more legal questions relating to the South China
Sea disputes. ASEAN or the countries which involved in the South China Seas
4
ABSTRAK
Dian Ekawati*
Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**
Dr.Arif,S.H.,M.Hum***
Isu mendasar mengenai Laut Cina Selatan adalah siapa yang mempunyai
kedaulatan atas pulau-pulau dan wilayah perairan berkaitan dengan hak
kedaulatan dan yurisdiksi pada zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen
dihitung dari pulau-pulau. UNCLOS 1982 tidak mempunyai ketentuan tentang
bagaimana menentukan kedaulatan terhadap pulau-pulau di lepas pantai.
Bagaimanapun, ketentuan UNCLOS mengenai garis pangkal, rezim kepulauan,
elevasi surut, zona ekonomi eksklusif, landasan kontinen, delimitasi batas maritim
dan penyelesaian sengketa yang relevan dan dapat diaplikasikan pada Laut Cina
Selatan.
Sejak tahun 2009, ASEAN sebagai penggugat telah mengambil langkah
untuk memperjelas klaim mereka yang dapat membawa mereka pada kenyamanan
melalui UNCLOS. Mereka mempertahankan klaim berdasarkan UNCLOS untuk
sumber daya alam pada dan dibawah Laut Cina Selatan yang berdasarkan klaim
dan gestur tanah. Tiongkok telah mengklarifikasi klaimnya terhadap isu
perpanjangan tetapi hal ini tidak dapat menjawab gugatan ASEAN yang mana
Tiongkok membuat klaim atas sumber daya di Laut Cina Selatan berdasarkan
alasan kedaulatan atas wilayah tersebut atau yang mana hak untuk mengklaim
seluruh area maritime di dalam nine-dashed lines. Jika Tiongkok mengklarifikasi
posisinya secara menyeluruh dalam peta nine-dashed lines maka ini akan menjadi
lebih jelas di wilayah maritim mana sengketa tersebut berada dan gugatan akan
dapat dimulai dengan diskusi mendalam mengenai penyelesaian sengketa
kedaulatan dan pengembangan kerja sama terhadap sumber daya alam. Jika
Tiongkok tidak mengklarifikasi posisinya dan menegaskan haknya dalam wilayah
maritim yang mana ASEAN sebagai penggugat percaya wilayah tersebut
bukanlah wilayah sengketa, satu atau lebih penggugat ASEAN percaya mereka
tidak mempunyai pilihan untuk memilih pilihan hukum pada mahkamah
internasional.
Meskipun Tiongkok telah menyatakan haknya untuk memilih sistem
penyelesaian yang mengikat terhadap sengketa yang berkenaan dengan delimitasi
batas maritim dan sejarah laut tersebut, beberapa sengketa hukum berkenaan
dengan interpretasi atau aplikasi dari pengaturan UNCLOS yang mengikat dalam
bab XV. Sebagai tambahan, itu juga mungkin bagi ASEAN untuk memberikan
pandangan dari mahkamah laut internasional dari satu atau lebih pertanyaan yang
berkaitan dengan sengketa Laut Cina Selatan. Dan dalam penyelesaiannya
6
Kata Kunci : Sengketa Laut Cina Selatan, Sengketa Teluk Benggala, PCA
(Permanent Court of Arbitration)
* Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II
7
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya
dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat pada waktunya. Skripsi ini dilakukan
bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Skripsi ini
LAUT CINA SELATAN”. Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap
agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti,
bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moral dan materil. Untuk itu penulis
7. Teristimewa kepada kedua orangtuaku, Tjaw Kim dan Mei Yen, kedua
adikku Gita Dwi Dayana dan Yasa Wikrama serta pakde (+) Hj.Dra. Sutardjo
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan tapat pada
8. Bapak Edy Murya, S.H. selaku Dosen Penasehat Akademik Fakultas Hukum
11. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
12. Kakak kelompok kecil kak Joice Simatupang,S.H., serta teman kelompok
kecil Hary Tama Simanjuntak, Kristy Emelia Pasaribu, dan Citra Kesuma
Tarigan;
9
14. Seluruh sahabat di Meriam Debating Club, yang telah memberikan banyak
Penulis
Dian Ekawati
NIM: 110200261
10
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 8
C. Pembatasan Masalah 8
D. Tujuan Penelitian 8
E. Manfaat Penelitian 8
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan 128
B. Saran 129
ABSTRACT
Dian Ekawati*
Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**
Dr.Arif,S.H.,M.Hum***
The fundamental issue in the South China Sea is over who has sovereignty
over the islands and their adjacent waters as well as sovereign rights and
jurisdiction in the exclusive economic zone and continental shelf measured from
the islands. The 1982 Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) has no
provisions on how to determine sovereignty over offshore islands. However, the
provisions of UNCLOS on baselines, the regime of islands, low-tide elevations,
the exclusive economic zone, the continental shelf, maritime boundary
delimitation and dispute settlement are all applicable to the South China Sea.
Since 2009 the ASEAN claimants have taken measures to clarify their
claims and bring them into conformity with UNCLOS. They maintain that under
UNCLOS claims to the natural resources in and under the waters in the South
China Sea can only be derived from claims to land features. China has clarified its
claim to some extent, but it is still not clear to the ASEAN claimants whether
China is making claims to the resources in the South China Sea based on its claim
to sovereignty over the land features or whether it is claiming rights in all of the
maritime areas inside the nine-dashed lines. If China fully clarifies its position on
the nine-dashed line map it will be clearer which maritime areas are in dispute,
and the claimants will be able to begin serious discussions about setting aside the
sovereignty disputes and pursuing joint development of the natural resources. If
China does not clarify its position and asserts rights in maritime areas which the
ASEAN claimants believe are not in dispute, one or more of the ASEAN
claimants may believe they have no choice but to refer legal issues to an
international court or tribunal.
Although China has exercised its right to opt out of the system of
compulsory binding dispute settlement for disputes relating to maritime boundary
delimitation and historic waters, some legal disputes relating to the interpretation
or application of the provisions of UNCLOS are subject to the compulsory
binding dispute settlement under Part XV. In addition, it may also be possible for
the ASEAN claimants to seek an advisory opinion from the International Tribunal
for the Law of the Sea on one or more legal questions relating to the South China
Sea disputes. ASEAN or the countries which involved in the South China Seas
4
ABSTRAK
Dian Ekawati*
Prof.Dr.Suhaidi,S.H.,M.Hum**
Dr.Arif,S.H.,M.Hum***
Isu mendasar mengenai Laut Cina Selatan adalah siapa yang mempunyai
kedaulatan atas pulau-pulau dan wilayah perairan berkaitan dengan hak
kedaulatan dan yurisdiksi pada zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen
dihitung dari pulau-pulau. UNCLOS 1982 tidak mempunyai ketentuan tentang
bagaimana menentukan kedaulatan terhadap pulau-pulau di lepas pantai.
Bagaimanapun, ketentuan UNCLOS mengenai garis pangkal, rezim kepulauan,
elevasi surut, zona ekonomi eksklusif, landasan kontinen, delimitasi batas maritim
dan penyelesaian sengketa yang relevan dan dapat diaplikasikan pada Laut Cina
Selatan.
Sejak tahun 2009, ASEAN sebagai penggugat telah mengambil langkah
untuk memperjelas klaim mereka yang dapat membawa mereka pada kenyamanan
melalui UNCLOS. Mereka mempertahankan klaim berdasarkan UNCLOS untuk
sumber daya alam pada dan dibawah Laut Cina Selatan yang berdasarkan klaim
dan gestur tanah. Tiongkok telah mengklarifikasi klaimnya terhadap isu
perpanjangan tetapi hal ini tidak dapat menjawab gugatan ASEAN yang mana
Tiongkok membuat klaim atas sumber daya di Laut Cina Selatan berdasarkan
alasan kedaulatan atas wilayah tersebut atau yang mana hak untuk mengklaim
seluruh area maritime di dalam nine-dashed lines. Jika Tiongkok mengklarifikasi
posisinya secara menyeluruh dalam peta nine-dashed lines maka ini akan menjadi
lebih jelas di wilayah maritim mana sengketa tersebut berada dan gugatan akan
dapat dimulai dengan diskusi mendalam mengenai penyelesaian sengketa
kedaulatan dan pengembangan kerja sama terhadap sumber daya alam. Jika
Tiongkok tidak mengklarifikasi posisinya dan menegaskan haknya dalam wilayah
maritim yang mana ASEAN sebagai penggugat percaya wilayah tersebut
bukanlah wilayah sengketa, satu atau lebih penggugat ASEAN percaya mereka
tidak mempunyai pilihan untuk memilih pilihan hukum pada mahkamah
internasional.
Meskipun Tiongkok telah menyatakan haknya untuk memilih sistem
penyelesaian yang mengikat terhadap sengketa yang berkenaan dengan delimitasi
batas maritim dan sejarah laut tersebut, beberapa sengketa hukum berkenaan
dengan interpretasi atau aplikasi dari pengaturan UNCLOS yang mengikat dalam
bab XV. Sebagai tambahan, itu juga mungkin bagi ASEAN untuk memberikan
pandangan dari mahkamah laut internasional dari satu atau lebih pertanyaan yang
berkaitan dengan sengketa Laut Cina Selatan. Dan dalam penyelesaiannya
6
Kata Kunci : Sengketa Laut Cina Selatan, Sengketa Teluk Benggala, PCA
(Permanent Court of Arbitration)
* Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik yang meliputi
sebagian wilayah Singapura dan Selat Malaka hingga ke Selat Taiwan dengan
luas sekitar 3,5 juta km². 1 Berdasarkan ukurannya, Laut Cina Selatan ini
terkandung minyak bumi dan gas alam dan selain itu juga peranannya sangat
internasional. 2
dan Vietnam. Adapun sungai-sungai besar yang bermuara di Laut Cina Selatan
antara lain sungai Mutiara (Guangdong), Min, Jiulong, Red, Mekong, Rajang,
Secara geografis Laut Cina Selatan terbentang dari arah barat daya ke
timur laut, batas selatan 3° Lintang Selatan antara Sumatera Selatan dan
Kalimantan (Selat Karimata) , dan batas utara-nya adalah Selat Taiwan dari ujung
utara Taiwan ke pesisir Fujian di Tiongkok daratan. Laut Cina Selatan terletak di
1
www.anneahira.com/laut-cina-selatan.html, diakses pada tanggal 12 Januari 2015
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Cina_Selatan,diakses tanggal 12 Januari 2015.
3
www.anneahira.com, Loc.Cit.
1
13
sebelah selatan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Taiwan; di sebelah Barat
Filipina;di sebelah barat Laut Sabah (Malaysia), Sarawak (Malaysia), dan Brunei;
Kawasan Laut Cina Selatan bila dilihat dalam tata Lautan Internasional,
merupakan kawasan yang memiliki nilai ekonomis, politis dan strategis. Sehingga
sama. Dengan kata lain, kawasan Laut Cina Selatan yang memiliki kandugan
minyak bumi dan gas alam yang terdapat di dalamnya,serta peranannya yang
sangat penting sebagai jalur perdagangan dan distribusi minyak dunia, menjadikan
kawasan Laut Cina Selatan sebagai objek perdebatan regional selama bertahun-
tahun.
Penemuan minyak dan gas bumi pertama kali di pulau Spartly adalah pada
tahun 1968. Menurut data dari The Geology and Mineral Resources Ministry of
yang terdapat di kepulauan Spartly adalah sekitar 17,7 miliar ton (1,60 x 1010 kg).
kawasan ini merupakan gas alam. Sementara itu, penggunaan sumber daya gas
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Laut_Cina_Selatan, Loc.Cit.
5
http://militaryanalysisonline.blogspot.com/2013/09/sengketa-kepulauan-spratly-
potensi.html, diakses tanggal 12 Januari 2015.
14
alam diproyeksikan bertambah sebanyak 5% per tahun untuk dua dekade yang
akan datang. Jumlahnya diperkirakan sebanyak 20 trilion cubic feet (Tcf) per
Laut Cina Selatan juga dikenal sebagai jalur pelayaran penting. Jalur
satu jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia. Lebih dari setengah lalu
lintas supertanker dunia berlayar melalui jalur ini lewat Selat Malaka, Sunda dan
Lombok. Jumlah supertanker yang berlayar melewati Selat Malaka dan bagian
barat daya Laut Cina Selatan bahkan lebih dari tiga kali yang melewati Terusan
Asia akan naik 4% rata-rata per tahun. Apabila laju pertumbuhan tetap konsisten,
permintaan minyak bumi akan naik menjadi 25 juta barrel per hari. Mau tidak
mau untuk mengatasi permintaan Asia dan Jepang harus dilakukan impor minyak
dari Timur Tengah. Kapal-kapal tanker pengangkut minyak dari Timur Tengah ke
negara-negara Asia tersebut setelah melewati Selat Malaka harus melalui Laut
Cina Selatan. Pelayaran Komersial di Laut Cina Selatan didominasi oleh bahan
mentah yang menuju negara-negara Asia Timur, dan yang melewati Selat Malaka
dan Kepulauan Spartly sebagian besar adalah kargo cair seperti minyak dan gas
alam cair (LNG), sementara kargo kering kebanyakan batu bara dan bijih besi.
6
Simela Victor Muhammad (Kepentingan China dan Posisi ASEAN dalam Sengketa
Laut China Selatan : Info Singkat Hubungan Internasional Vol. IV No. 08/II/P3DI/April /2012)
Hal. 6.
7
Ibid.
15
Pengangkutan LNG melewati Laut Cina Selatan mewakili dua per tiga dari
perdagangan LNG seluruh dunia menuju Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. 8
Sengketa teritorial di Laut Cina Selatan (South China Sea, atau SCS) ini
diawali oleh klaim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas Kepulauan Spartly dan
Paracel pada tahun 1974 dan 1992. 9 Hal ini dipicu oleh Republik Rakyat
Spartly, Paracels dan Pratas. Pada tahun yang sama Republik Rakyat Tiongkok
Di Laut Cina Selatan terdapat empat kepulauan dan karang yaitu: Paracel,
Cina Selatan tidak terbatas pada kedua gugusan kepulauan Spartly dan Paracel,
(seperti perselisihan mengenai Pulau Phu Quac di Teluk Thailand antara Kamboja
dan Vietnam), namun klaim multilateral Spartly dan Paracel lebih menonjol
karena intensitas konfliknya. Sejak klaim Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atas
kepulauan di Laut Cina Selatan pada tahun 1974 , Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) menganggap Laut Cina Selatan sebagai wilayah kedaulatan lautnya. Pada
8
Ibid.
9
Evelyn Goh, (Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian Regional
Security Strategies, 2005), East-West Center Washington, Hal. 31.
10
Ibid.
11
http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-south-china-
sea/, diakses tanggal 15 Januari 2015
16
Paracel ini juga di klaim oleh Vietnam. Pada Tahun 1979, Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) dan Vietnam berperang sengit di perbatasan dan angkatan laut
kedua negara bentrok di tahun 1988, kedua angkatan laut bentrok di Jhonson Reef
beberapa kapal Vietnam dan 70 orang prajurit Angkatan Laut Vietnam gugur. 12
Pada tahun 1992, 1995, dan 1997, bersamaan dengan Filipina, Vietnam
ketika terjadi eksplorasi minyak dalam wilayah perairan Internasional tahun 1994.
Pada tahun 1995 Taiwan menembak arteleri ke kapal Angkatan Laut Vietnam. 14
Pada tahun 1996 terjadi kontak senjata, antara Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
dan Filipina. Pada tahun 1998 Filipina menembak kapal nelayan Vietnam. Tahun
pengintai Filipina yang mengelilingi Pulau Spartly. Konflik Laut Cina Selatan
ketegangan antar kedua negara, yang awalnya berlangsung dengan tenang namun
12
Evelyn Goh, Op.Cit., hal. 19
13
Ibid.
14
Kolonel Karmin Suharna,SIP.,MA (Konflik dan Solusi Laut China Selatan dan
dampaknya bagi Ketahanan Nasional: Majalah Komunikasi dan Informasi edisi 94 tahun , 2012 ),
Hal. 34.
17
Pada tanggal 21 Mei 2014 Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung
Laut Cina Selatan dan pengerahan kapal-kapal patroli untuk melindungi anjungan,
yang mana ini menurut beliau sangat serius mengancam perdamaian, stabilitas,
klaimnya atas kepemilikan Laut Cina Selatan. Hal ini yang kemudian ditindak
kebijakannya sejak tahun 1974 hingga sekarang Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
mempertahankan klaimnya atas wilayah Laut Cina Selatan juga berkaitan dengan
15
republika.co.id/berita/internasional/global/14/05/14/n5kc8v-massa-anticina-bakar-15-
pabrik-di-vietnam#” , diakses pada tanggal 23 Januari 2015.
16
republika.co.id/berita/internasional/global/14/05/21/n5xeeo-pm-vietnam-cina-langgar-
hukum-internasional” , diakses pada tanggal 23 Januari 2015.
17
Setyasih Harini (Kepentingan Nasional China Dalam Konflik Laut China Selatan:
artikel Ilmu Hubungan Internasional Fisip Unsri Surakarta, 2015), Hal. 4.
18
niatnya untuk memperoleh status sebagai kekuatan maritim yang handal bukan
hanya di tingkat regional (Asia Timur dan Asia Tenggara) tapi juga Internasional.
Sebagai salah satu sasaran progam modrenisasi, Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
statusnya dari “kekuatan pantai” menjadi kekuatan laut biru (blue water navy),
luas. Artinya, kekuatan laut biru dapat dijadikan sebagai penyeimbang kekuatan
Dengan arti strategis dan ekonomis yang demikian, maka kawasan ini
minyak dan gas alam yang tinggi juga peranannya yang sangat penting sebagai
jalur perdagangan dan distribusi minyak dunia membuat Laut Cina Selatan
suatu putusan oleh ITLOS (International Tribunal of the Law of the Sea) yang
mana memiliki latar belakang konflik yang identik dengan konflik Laut Cina
Selatan,yang telah diputus pada tanggal 7 juli 2014 dan diakui keberadaannya.
Berdasarkan hal tersebut, dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai UNCLOS
1982 yang menjadi pedoman Hukum Laut Internasional dan dapat menjadi salah
18
Ibid.
19
www.foreignpolicy.com, diakses tanggal 24 Mei 2013.
19
sengketa ini merupakan suatu sengketa multinasional. Selain itu, isi dan prinsip-
B. Perumusan Masalah
Maritime Boundary ?
Maritime Boundary.
1. Secara teoritis
sekaligus memperkaya serta menambah wawasan ilmiah baik dalam tulisan ini
2. Secara praktis
penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan serta memberikan manfaat bagi setiap
Selatan.
D. Keaslian Penulisan
penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum
skripsi ini merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul
internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan belum ada penulis lain
yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada hal itu adalah diluar
dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil
aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media
elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya
E. Tinjauan Kepustakaan
legislative resolution” 20 Hal ini bererti bahwa suatu resolusi merupakan suatu
bentuk pernyataan yang resmi mengenai suatu pendapat atau kehendak dari suatu
badan yang resmi atau suatu majelis yang bersifat umum serta disahkan melalui
yang luas, yakni tidak hanya mencakup akan suatu rekomendasi melainkan juga
20
Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary. Hal 457.
22
negara tersebut mereka tuangkan dalam bentuk suatu perjanjian yang mengikat
organisasinya saja. Namun ada juga organisasi internasional yang mana keputusan
yang dikeluarkannya tidak hanya berlaku dan mengikat bagi negara-negara non
anggota. Oleh karena itu pengaruh dan ruang lingkup berlakunya keputusan-
keputusan tersebut sangat besar dan luas. Hal ini dapat dilihat pada keputusan-
keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Umum ataupun Dewan Keamanan PBB
dimana ruang lingkup resolusi yang dikeluarkannya juga berlaku bagi negara non
anggota PBB. 23
subtantif)
subtantif tersebut.
3. Menentukan bagaimana dan kapan suatu fungsi subtantif tersebut dapat berlaku.
21
Marco Divac Oberg,The Legal Effect of Resolution of The UN Security Council and
General Assembly in The Jurisprudence of The ICJ,16 Eur.J.Int’l.L.2006. Hal. 879.
22
Richard K.Gardiner,International Law, Person Education Limited,England, 2003. Hal.
254
23
Ibid
24
Marko Divac Oberg,Op.Cit, Hal .881.
23
batas yang telah disepakati. Dalam batas maritim dikenal ada dua pengertian dasar
yang penting yaitu limit batas maritim (maritime limits) dan batas maritim
(maritime boundaries). 25 Limit batas maritim adalah batas terluar zona maritim
sebuah negara (laut teritorial, zona tambahan, ZEE, landas kontinen) yang
lebarnya diukur dari garis pangkal. Pada dasarnya limit batas maritim ini
ditentukan secara unilateral (sepihak), jika tidak ada tumpang tindih dengan
negara lain. Penentuan limit batas maritim dilakukan oleh suatu negara yang
letaknya di tengah samudera dan jauh sekali dari negara-negara lain, maka negara
tersebut bisa menentukan batas terluar zona maritimnya secara sepihak tanpa
harus berurusan dengan negara tetangga, batas terluar ini disebut dengan limit
batas maritim (maritime limits). 26 Meski demikian jarang ada satu negara yang
bisa menentukan batas zona maritim tanpa berurusan dengan negara lain.
Misalnya di Selat Malaka, Indonesia tidak mungkin mengklaim 200 mil ZEE
karena jaraknya dengan Malaysia dekat, sementara itu, Malaysia juga berhak atas
25
M.George Cole, Water Boundaries, Manchester University Press.1997.
26
Ibid
27
Ibid
24
Sedangkan konflik adalah istilah umum atau genus dari pertikaian (hostility)
merupakan urusan dalam negeri suatu negara. Sengketa internasional juga tidak
melibatkan banyak aktor non negara. Terkait dengan sengketa internasional sangat
menarik kiranya apa yang dikemukakan oleh John Collier bahwa fungsi hukum
1. Interpretation of a treaty.
of an international obligation
28
John Collier & Vaughan Lowe, The Settlement of Disputes in International Law,Oxford
University Press.1999.
29
Sefriani,S.H.,M.Hum.,Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Press.2010.Hal
322.
30
Ibid
31
Ibid
25
international obligation
kekerasan dalam hubungannya satu sama lain. 32 Hal ini juga ditegaskan oleh Pasal
arbitrase atau secara yuridiksional karena penyelesaian secara politik akan lebih
bersumber pada suatu sengketa maka negara-negara berpendapat akan lebih baik
bila sengketa tersebut dapat terlebih dahulu diselesaikan secara politik mengingat
sistem penyelesaian melalui cara tersebut lebih luwes, tidak mengikat dan
sebagai berikut : 35
1. Secara damai :
a. Jalur politik :
32
DR.Boer Mauna,Hukum Internasional Pengertian,Peranan Dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global,edisi ke-2 , P.T.Alumni,Bandung,2005.Hal 193.
33
Ibid
34
Ibid
35
Sefriani,S.H.,M.Hum.,Op.cit. Hal 325.
26
1) Negosiasi
2) Mediasi
4) Inquiry
b. Jalur hukum :
1) Arbitrase
2) Pengadilan internasional
2. Secara kekerasan :
a. Perang
embargo, reprisal.
F. Metode Penulisan
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi secar sistemastis dengan metode dan
teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang
digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan
36
Khudzaifah Dimyati & Kelik Wriono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004, Hal.1.
27
Internasional.
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang juga dalam
kerja hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.
2. Sumber Data
Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. 37 Dalam penelitian ini bahan hukum primer
37
Soedikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberty, 1988,
Hal.19.
28
atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti :
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakuakan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunkan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik
koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari
peraturan perundang-undangan.
berikut : 38
38
Ronitidjo Hanitijo Soematri, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimet. Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1990, Hal.63.
29
perundang-undangan.
4. Analisis Data
sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
penulisan skripsi.
30
INTERNASIONAL
BAB V PENUTUP
BAB II
INTERNASIONAL
Batas adalah tanda pemisah antara suatu wilayah dengan wilayah yang lain,
baik berupa tanda alamiah maupun buatan. Penetapan dan penegasan batas
wilayah suatu negara dirasakan sangat penting dan mendesak, hal tersebut
akan ruang ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hilang atau berubahnya
batas wilayah suatu negara. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi, bukan tidak
mungkin akan muncul sengketa dan saling klaim terhadap wilayah suatu negara
wilayah negara, karenanya tidak ada negara yang diakui tanpa wilayah negara.
Dengan kenyataan ini, maka suatu negara selalu memiliki wilayah dengan batas-
dua negara yang berdaulat. Perbatasan sebuah negara atau states border dibentuk
39
Suryo Sakti Hadiwijoyo,Batas Wilayah Negara Indonesia “Dimensi,Permasalahan, dan
Strategi Penanganan”(Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis), Penerbit Gava Media,
Yogyakarta.2008.Hal 35
40
Ibid.
21
33
dengan lahirnya negara. Menurut pendapat ahli geografi politik, perbatasan dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu boundaries dan frontier. Kedua definisi ini
mempunyai arti dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi
dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan
disebut frontier karena posisinya yang terletak di wilayah bagian depan dari suatu
atau membatasi (bound or limit) suatu unit politik, dalam hal ini adalah negara.
Semua yang terdapat di dalamnya terikat menjadi satu kesatuan yang bulat dan
utuh serta saling terintegrasi satu dengan yang lain. Boundary paling tepat
dipakai apabila suatu negara dipandang sebagai unit spasial yang berdaulat. 41
antar bangsa. Hal ini karena batas antar negara atau delimitasi sering menjadi
lain. 42
atau perjanjian batas antar negara. Hukum internasional secara jelas dan tegas
41
Suryo Sakti Hadiwijoyo,Perbatasan Negara dalam dimensi Hukum Internasional,Graha
Ilmu,Yogyakarta.2011.Hal 63
42
Ibid.
34
laut (batas maritim) yang telah disepakati dengan negara lain secara tidak
sedangkan yang sudah diratifikasi dalam bentuk undang-undang, hal ini pada
Menurut Adi Sumardiman 43secara garis besar terdapat 2 (dua) hal yang
pihak yang berwenang di kawasan perbatasan, oleh para saksi atau berdasarkan
perbedaan bahasa, dan lain sebagainya dapat dijadikan dasar atau pedoman dalam
membedakan wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Kondisi alam wilayah
ini yang kemudian dipertegas dalam suatu perjanjian antar negara yang
berbatasan.
43
Ibid.Hal.77.
35
yang tidak tertulis ini, pada kenyataannya lebih banyak mengalami kesulitan,
karena menyangkut juga faktor historis dan kultural, yang secara politis lebih
dengan cara formal dalam deskripsi tertulis dan cara materiil diwujudkan dengan
2. Ketentuan Tertulis
tafsiran yang dapat mengurangi legalitas dari sebuah perjanjian perbatasan antar
negara. Hal ini disebabkan karena perumusan perjanjian perbatasan tidak dapat
memuaskan baik para ahli hukum, penyelenggara pemerintahan maupun para ahli
36
memegang peranan yang sangat penting, yaitu sebagai alat bantu untuk
dan memperjelas letak dan lokasi dari masing-masing titik batas maupun area
Negara.
negara dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Prinsip Umum dan Prinsip Khusus.
Prinsip umum dalam penetapan perbatasan negara adalah ketentuan dasar yang
landasan hukum internasional, yaitu United Nations Charter (Piagam PBB) dan
44
Ibid.Hal.80
37
melalui perundingan, baik antara negara yang berbatasan ataupun melalui mediasi
prinsip utama atau prinsip umum dalam penyelesaian penetapan perbatasan negara.
2 (dua) yaitu Prinsip Khusus Penetapan Batas Darat dan Prinsip Khusus
45
Ibid.
38
tahun 1895.
langsung antar negara, selain itu dalam beberapa kasus terdapat hubungan
Sehubungan dengan hal tersebut, pihak salah satu negara tidak dapat
39
diterapkan dalam perjanjian tentang batas antar negara. Secara tegas hal ini
Internasional.
Law of the Sea 1982 (yang selanjutnya disebut UNCLOS 1982). Dalam
berikut :
menetapkan batas laut teritorial antara kedua negara menurut cara yang
menjadi 3 (tiga) hal yaitu : pertama, dalam penetepan batas laut teritorial
terdapat alasan baik historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan
perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua negara menurut cara
batas garis ZEE 46 dan Pasal 83 UNCLOS 1982 yang mengatur tentang
46
Pasal 74
Penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara yang pantainya berhadapan atau
berdampingan .
(1) Penetapan batas zona ekonomi eksklusif antara negara yang pantainya berhadapan
atau berdampingan harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah
Internasional, untuk mencapai pemecahan yang adil.
(2) Apabila tidak dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, negara-negara
yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV.
(3) Sambil menunggu suatu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat (1), negara-
negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan kerjasama, harus
melakukan setiap usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang bersifat
praktis dan, selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau menghalangi
dicapainya suatu persetujuan akhir. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi
tercapainya penetapan akhir mengenai perbatasan.
47
Pasal 83
41
regulasi yang bersifat khusus yang mengatur penetapan wilayah perbatasan darat
Penetapan garis batas landa kontinen antara negara yang pantainya berhadapan atau
berdampingan.
(1) Penetapan garis batas landas kontinen antara negara yang pantainya berhadapan atau
berdampingan harus diadakan dengan persetujusn atas dasar hukum internasional,
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk
mencapai pemecahan yang adil.
(2) Apabila tidak dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, negara-negara
yang bersangkutanharus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV.
(3) Sambil menunggu suatu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat (1), negara-
negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan kerjasama, harus
melakukan setiap usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang bersifat
praktis dan, selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau menghalangi
dicapainya suatu persetujuan akhir. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi
tercapainya penetapan akhir mengenai perbatasan.
(4) Dalam hal ada suatu persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang
bersangkutan, masalah yang berkaitan dengan penetapan garis batas landas kontinen
harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan tersebut.
42
perbatasan darat antar negara dapat ditentukan dengan berdasarkan 2 (dua) cara,
yakni: 48
kasus pasca lepasnya Timor Timur dari Indonesia pada tahun 1999 dan kemudian
menjadi negara yang berdaulat penuh pada 20 Mei 2002 dengan nama Republik
Dalam kasus dengan Timor Leste, penetapan batas darat mengacu pada
antara koloni Belanda dan Portugal di Pulau Timor secara rinci ditetapkan melalui
perjanjian (konvensi) yang ditanda tangani pada 1 Oktober 1904 di Den Haag,
dimana pada saat itu Indonesia merupakan koloni dari Kerajaan Belanda,
sedangkan Timor Portugis (nama Timor Leste pada saat menjadi koloni Portugal)
batas secara alamiah yang dilakukan penguasa kolonial merupakan upaya untuk
tinggal di wilayah perbatasan. Hal ini pada hakekatnya konkuren dengan daerah
batas penaklukan suatu daerah yang diperoleh dari kekuasaan tradisional penguasa
daerah tersebut.
48
Ibid.Hal 87.
43
pendekatan atau metode watersheed, yakni mengikuti aliran turunnya air dari
tempat yang lebih tinggi. Dalam praktiknya, penentuan atau penetapan perbatasan
darat dengan menggunakan metode watersheed apabila kedua belah pihak (negara
menimbulkan konflik antar negara yang berbatasan tersebut. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan penafsiran kedua belah pihak akibat perbedaan fakta di
lapangan dengan isi naskah dalam perjanjian. Berkaitan dengan hal tersebut,
jalan damai apabila timbul persengketaan yang berkaitan dengan penetapan atau
penegasan perbatasan darat. Kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak
dalam penetapan perbatasan di lapangan dapat dituangkan ke dalam field plan dan
selanjutnya dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam penetapan perbatasan
darat.
penentuan atau penetapan perbatasan darat dengan cara buatan atau menggunakan
properti antara lain berupa pilar, beacon, tugu dan lain sebagainya. Penentuan
lapangan.
44
thalweg adalah menggunakan dasar sungai yang dapat dijadikan alur pelayaran
metode ini cenderung mengabaikan faktor upaya memelihara kesatuan etnis yang
atas daratan.
kolonial sehingga tidak dapat menjadi perbatasan laut semata, hal tersebut
49
Ibid.Hal 90.
45
dan Spanyol.
Perjanjian Paris (Paris Treaty) antara Amerika Serikat dan Inggris yang
menjadi dasar bagi klaim atas kewilayahan Philipina oleh Amerika Serikat
batas laut oleh negara-negara imperial untuk saling berbagi wilayah koloni,
mengatur tentang konsep laut wilayah atau yang lebih dikenal dengan laut
teritorial. Pada masa itu konsep laut wilayah merupakan suatu hal baru,
dengan daya jangkau meriam tersebut yaitu sejauh 3 mil laut, maka jarak 3
mil laut dinyatakan sebagai legitimate claim atas wilayah laut oleh negara
equidistance dan median line dalam rangka penetapan batas laut teritorial
negara yang saling berhadapan. Sementara itu, lebar maksimal klaim laut
sama sekali.
46
penting dan tidak terpecahkan dalam UNCLOS 1958. Hal tersebut pada
kebebasan dalam pengelolaan wilayah laut (mare liberum) vis a vis dengan
lagi dalam penentuan hak ekonomis terhadap sumber daya alam minyak
UNCLOS 1958 juga belum memberikan batasan yang jelas dan tegas
jajahannya.
secara ekstrim hingga mencapai 200 mil laut. Tindakan ini akhirnya
yang kemudian melahirkan UNCLOS 1982 yang hingga saat ini masih
mengatur mengenai perbatasan laut antar negara. Hal ini tercermin dari
Sea) telah diterima baik dalam konferensi PBB tentang hukum laut III
1) Perairan Pedalaman
Lebar laut teritorial diukur dari “garis pangkal” dan perairan yang
berada pada arah darat dari garis tersebut dinyatakan sebagai perairan
pangkal lurus dapat ditarik dari titik-titik tertentu pada pantai atau
laut teritorial dapat diukur dari garis penutup yang ditarik pada
2) Laut Teritorial
meliputi laut teritorialnya, termasuk ruang udara di atasnya dan dasar laut
tidak satu negara pun yang berhak untuk menetapkan bahwa laut
sama jarak dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal yang digunakan
3) Jalur Tambahan
Pada suatu jalur yang lebarnya tidak melebihi 24 mil dari garis
33).
teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil diukur dari garis
pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial (Pasal 55 dan
57). Menurut pengertian pasal 56, di zona ekonomi eksklusif negara pantai
dapat menikmati:
konvensi.
kebebasan untuk meletakkan pipa dan kabel bawah laut, dan juga untuk
5) Landas Kontinen
adalah, daerah dasar laut dan tanah di bawahnya yang berada di luar laut
terluar tepian kontinen (continental margin), atau sampai jarak 200 mil
laut diukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut
teritorial apabila sisi terluar tepian kontinen tidak mencapai jarak tersebut
(Pasal 76).
lain.
53
Menurut Harshborne , klasifikasi perbatasan internasional secara
dalam hal bahasa dan agama. Jenis perbatasan seperti ini banyak dijumpai
52
Suryo Sakti Hadiwijoyo,Perbatasan Negara dalam dimensi Hukum
Internasional.Op.cit.Hal 69
53
Ibid.
52
terjadi pada suatu negara yang masuk ke dalam wilayah negara lain, baik
54
Ibid.
53
dengan Tibet.
Selain laut, wilayah antara dua negara atau lebih dapat pula
hutan antara Pakistan dan India dan perbatasan yang berupa gurun
Gurun Gobi.
Internasional.
yaitu adanya kerja sama dan hidup berdampingan secara damai dan adanya
paling dahsyat perwujudannya adalah berupa perang dan tidak sedikit menelan
timbulnya Perang Dunia yang pasti akibatnya akan lebih dahsyat dibandingkan
dengan Perang Dunia I dan II. Oleh karena itu masyarakat internasional selalu
penyelesaian secara damai, hal ini dituangkan dalam Pasal 1 Konvensi Den Haag
Tahun 1907. Pasal 1 Konvensi 1907 ini kemudian diambil alih oleh Piagam PBB,
yaitu Pasal 2 Ayat 3 Piagam PBB yang berbunyi : “All members shall settle their
55
Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional,Penerbit Universitas
Indonesia,Jakarta.2006.Hal 2.
56
Pasal 33 Piagam PBB. Prinsip penyelesaian secara damai kemudian diambil alih
menurut hukum (judicial settlement) melalui badan atau pengaturan regional atau
dengan cara damai yang dipilih sendiri. Cara penyelesaian dengan perundingan,
internasional. 58
1. Negosiasi
oleh para pihak yang berperkara dengan cara melalui saluran diplomatik biasa.
56
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 187.
57
Sri Setianingsih Suwardi, Loc.Cit.
58
Ibid.
57
mana ia di tempatkan. Dalam hal masalah yang dirundingkan sangat teknis maka
mana anggota dari komisi gabungan terdiri dari wakil-wakil para pihak dan
kepentingan untuk apa komisi ini didirikan. Misalnya komisi gabungan yang
didirikan oleh Amerika Serikat dan Kanada yang didirikan tahun 1909
para pihak yang bersengketa harus ada kepercayaan akan penyeleasian dengan
mengadakan perjanjian yang memberikan kompensasi pada salah satu untuk dapat
kepentingannya untuk didukung untuk didukung oleh pihak lain, pihak tersebut
contoh masalah perikanan adalah penting untuk Inggris tetapi tidak penting untuk
negara Swiss, maka Inggris meminta Swiss mendukung usulan masalah perikanan
yang diajukan oleh Inggris, sebaliknya Inggris akan mendukung usulan mengenai
Negosiasi hanya terjadi bila para pihak masih mau berunding. Jika kedua
belah pihak terlibat dalam sengketa yang serius, biasanya kedua belah pihak tidak
59
Ibid.
60
Ibid
59
mau berunding, bahkan sering para pihak akan menarik perwakilan diplomatiknya.
Keadaan sukar berunding antar para pihak juga dapat terjadi apabila para pihak
sengketanya dengan negosiasi bila hal tersebut dinyatakan dalam perjanjian yang
2. Jasa-jasa baik
Jasa-jasa baik (good offices) berarti intervensi suatu negara pihak ketiga
yang merasa dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi
antara dua negara. Dalam hal ini, pihak ketiga menawarkan jasa-jasa baiknya. 61
Peranan pihak ketiga dalam usaha mencari penyelesaian sengketa adalah pihak
besar bagaimana sengketa itu akan diselesaikan oleh kedua belah pihak, tanpa ikut
pengaruh moral atau politik pihak ketiga pada pihak yang bersengketa.
Keterlibatan pihak ketiga ini dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak
61
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 198.
60
Peran pihak ketiga disini hanya menyarankan kepada kedua belah pihak
untuk merundingkan dan mencari penyelesaian sengketa. Bila para pihak yang
sedang bersengketa telah berhasil berunding, maka selesailah peran pihak ketiga.
sengketa bersenjata. Demikian juga ketika perang Vietnam, atas jasa baik Perancis
3. Mediasi
Dibandingkan dengan jasa-jasa baik, peran pihak ketiga dalam mediasi lebih aktif,
karena pihak ketiga dapat mengambil bagian dalam perundingan antara pihak
yang berasal dari pihak mediator dan bahkan pihak mediator dapat menjadi
pemimpin dari perundingan yang diadakan para pihak yang bersengketa. Usul-
usul pihak mediator ini dapat mempergunakan asas-asas hukum ataupun asas-asas
di luar hukum yang tujuannya agar para pihak dapat berkompromi untuk
bersengketa. Sebagaimana jasa-jasa baik maka mediator ini juga dapat dilakukan
antara Argentina dan Chili dalam rangka pelaksanaan the Beagle Channel Award
62
Sri Setianingsih Suwardi, Op.cit.Hal.16.
61
kedua belah pihak telah menerima Kardinal Antonio Samore sebagai mediator
Mediasi dapat juga dilaksanakan lebih dari satu negara, sebagai contoh
komisi tiga negara (Australia, Belgia, dan Amerika Serikat) komisi dibentuk oleh
Belanda tahun 1947, komisi ini bahkan membantu perumusan Perjanjian Renville.
sengketa perbatasan antara Bahrain dan Qatar tahun 1988, Raja Fahd dari Saudi
yang bernilai untuk menyelesaikan sengketa. Sebagai contoh pada saat sengketa
anatara Pakistan dan India tentang wilayah perairan Indus antara tahun 1951 dan
organisasi. Dalam rangka PBB, peran Sekretaris Jenderal PBB dalam hal mediasi
sering dilakukan.
dan tidak memihak. Hal ini disebabkan bahwa para pihak dengan itikad baik
menyelesaikan sengketanya dengan baik. Jadi kepercayaan antara para pihak pada
mediator tidak boleh disia-siakan oleh mediator untuk mendekatkan para pihak.
63
Ibid
62
Mediator dapat mengusulkan suatu proposal sehingga kedua belah pihak akan
menerima. Mediator juga dapat mengatur di mana kedua belah pihak akan
bertemu di tempat yang netral. Mediasi tidak dapat dipaksakan pada para pihak
yang sedang bersengketa. Mediasi hanya dapat dilakukan bila para pihak
menghendakinya. Dalam hal para pihak tidak dapat menerima usulan yang
disampaikan oleh mediator ( hal ini disebabkan bahwa para pihak tidak terikat
oleh proposal mediator), atau karena para pihak tidak dapat menerima tindakan
mediasi ini berarti para pihak telah mengakui bahwa sengketanya telah merupakan
kompromi antara para pihak. Jika para pihak yakin bahwa sengketanya tidak akan
adalah: (a) Para pihak harus mempunyai itikad baik untuk berusaha
menyelesaikan sengketa dan tidak hanya sekedar menerima ide yang baik. (b)
penyebab dari suatu sengketa, keadaan di waktu terjadinya sengketa dan dan jenis
dalam Konferensi Den Haag I ini, atas inisiatif Kaisar Nicholas I. Dalam
Sistem angket ini bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi
jalannya suatu perundingan. Agar perundingan mempunyai dasar yang kuat tentu
Data-data ini bisa saja diperoleh langsung dari negara-negara yang bersengketa
tetapi versinya tentu saling berbeda. Oleh karena itu pengumpulan dan analisa
fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa lebih tepat diberikan kepada suatu
komisi internasional yang akan berusaha mencapai suatu versi tunggal dari
sengketa yang terjadi. Selanjutnya laporan dari komisi angket tidak mempunyai
64
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 206.
65
Sri Setianingsih Suwardi, Op.cit.Hal.22.
64
membatasi diri pada pengumpulan fakta-fakta dan sama sekali tidak membuat
konklusi walaupun dari fakta-fakta yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan.
fakta.” 66
Dalam Konvensi Den Haag II tahun 1907 tugas dan cara kerja Komisi
Angket/Pemeriksa dicantumkan dalam Bab II, Pasal 9-36. Pada garis besarnya
persetujuan kedua belah pihak; (3) Laporan komisi ini tidak mengikat para
pihak. 67
4. Konsiliasi
internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk
masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut mengajukan usul-
66
DR.Boer Mauna, Loc.Cit.
67
Sri Setianingsih Suwardi, Loc.Cit.
65
saja bertugas mempelajari fakta-fakta akan tetapi juga harus mempelajari sengketa
dari semua segi agar dapat merumuskan suatu penyelesaian. Berikut adalah ciri-
(a) Konsiliasi adalah suatu prosedur yang diatur oleh konvensi. Negara-negara
berarti bahwa komisi dapat melakukan tugasnya bila salah satu negara
diingat bahwa prosedur konsiliasi ini adalah prosedur politik karena solusi
(c) Bila komisi-komisi angket adalah komisi ad hoc yang hanya dibentuk
68
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 212.
66
Arbitrasi tahun 1928 yang disempurnakan oleh resolusi Majelis Umum PBB
atau dengan cara-cara lain agar dapat mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa.
Jadi ketentuan umum inilah yang menjadi pegangan dan dasar bagi
1. Arbitrase
penyelesaian sengketa antara negara dengan damai sudah dikenal sejak zaman
Yunani dan dalam abad pertengahan berbagai unit politik telah dibentuk dalam
rangka Kekaisaran Romawi. Pada Abad ke-12 dan ke-13 sering dipergunakan
69
Ibid
67
dalam sengketa antara kota-kota di kerajaan Itali. Hal ini terus berkembang dalam
perwasitan itu akan berlangsung dan dapat menentukan dan memilih arbiter sesuai
arbitrase dapat dituangkan dalam perjanjian (Pasal 52 Konvensi Den Haag Pacific
Perjanjian yang dibuat antara para pihak dapat dibuat sebelum sengketa tersebut
timbul atau setelah sengketa timbul. Jika dibuat setelah sengketa timbul maka
dan kondisi khusus yang disetujui para pihak (Pasal 52-53 konvensi).
Pada prinsipnya hanya negara yang dapat menjadi pihak dalam arbitrase
internasional publik, walaupun klaim satu negara pada negara lain mungkin
timbul akibat klaim yang diajukan oleh individu dari satu negara terhadap
individu dari negara lain yang telah melanggar hukum internasional, maka negara
70
Sri Setianingsih Suwardi, Op.cit.Hal.39.
71
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 226.
68
dalam hal ini bertindak sebagai negara yang bertanggung jawab terhadap warga
negaranya. Dalam hal sengketa yang bersifat politis yang akan diserahkan pada
tersebut didasaekan pada ex aequo et bono. Jika dalam perjanjian arbitrase tidak
menyebutkan hukum apa yang akan diterapkan, maka para arbiter akan
Arbiter mungkin tunggal atau mungkin lebih dari satu. Dalam hal yang demikian
para pihak akan menunjuk arbiter atau arbiter nasional dan kemudian mereka akan
menunjuk arbiter ketiga atau kelima yang netral yang disetujui oleh para pihak.
Jika para pihak dalam tahap permulaan telah dapat menentukan anggota
mahkamah arbitrase maka nama-nama dari arbiter itu akan dimasukkan dalam
perjanjian arbitrase.
Dalam perjanjian arbitrase biasanya ditentukan pula bila para pihak tidak
dapat mencapai kata sepakat tentang siapa pihak ketiga yang akan ditunjuk maka,
selanjutnya disebut dengan ICJ) atau Sekretaris Jenderal PBB atau pihak lain yang
tidak mempunyai kepentingan terhadap sengketa tersebut, hal ini diatur dalam
berdasarkan pada hukum internasional. Kesepakatan para pihak akan hukum yang
arbitrase. Jika para pihak telah sepakat bahwa hukum internasional tidak akan
diterapkan dalam sengketa mereka, maka para pihak dapat meminta mahkamah
untuk menerapkan hukum lain. Kemungkinan bahwa para pihak dapat memakai
nasional, baik hukum nasional salah satu negara yang bersengketa atau kombinasi
dengan sistem hukum lainnya. Sebagai contoh dalam kasus Trail Smelter antara
yang diajukan secara fair dan reasonable, oleh karenanya dapat memakai hukum
ini dilakukan dengan pemberian suara, mayoritas dari jumlah suara menentukan
keputusan mahkamah. Keputusan arbitrase ini mengikat bagi para pihak, dan
biaya arbitrase dibebankan kepada para pihak dengan pembagian yang seimbang
konvensi). Namun jika diantara para pihak ada perbedaan penafsiran keputusan
yang akan diambil tergantung pada kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian
kalkulasinya masih dapat diperbaiki. Dalam hal demikian maka alasan menolak
Negeri Belanda yang bertindak sebagai presiden dari Council. Tugas dari
Setiap negara anggota dapat menunjuk tidak lebih dari empat anggota; dua
atau lebih dari negara anggota dapat bergabung untuk menunjuk satu atau lebih
72
Sri Setianingsih Suwardi, Op.cit.Hal.54
71
anggota; dan individu yang sama mungkin ditunjuk oleh negara anggota yang
berlainan. Tiap anggota mahkamah ditunjuk untuk jangka waktu enam tahun dan
dapat diperpanjang.
2. Mahkamah Internasional
disebut dengan ICJ) merupakan salah satu organ utama PBB yang dibentuk oleh
masyarakat bangsa-bangsa pada tahun 1945. Organ ini diatur oleh statuta
Mahkamah Internasional yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari PBB,
dan setiap anggota PBB otomatis tunduk pada statuta Mahkamah Internasional.
Meskipun demikian, tidak ada kewajiban bagi tiap anggota PBB itu untuk
membawa sengketanya ke ICJ. Demikian pula ICJ tidak memiliki yurisdiksi wajib
antar negara. Praktiknya hanya sekitar 4-5 perkara yang diajukan ke lembaga ini
a) Proses melalui ICJ hanya ditempuh sebagai jalan terakhir, apabila semua
b) Proses melalui ICJ memakan waktu yang lama dan biaya yang cukup
73
Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.343.
74
Ibid
72
ICJ akan memiliki yuridiksi terhadap suatu sengketa hukum yang di bawa
yurisdiksi ICJ dalam sengketa hukum mereka. Pengakuan dapat diberikan melalui
(a) Melalui suatu akta atau perjanjian (acta compromise). Akta dapat dibuat
(b) Melalui klausul pilihan (optional clause). Negara pihak Statuta ICJ setiap
dapat dilakukan secara diam-diam, tidak tegas atau tersirat dari sikap suatu
Sengketa hukum yang dapat diajukan ke ICJ, terdapat pada Pasal 36 (2)
a. Perjanjian Internasional;
75
Ibid
73
perwakilan geografis dalam pemilihan hakim, namun para individu yang terpilih
sebagai hakim ICJ tidak mewakili negaranya. Ia terpilih karena integritas dan
berperkara tidak memiliki hakim yang berasal dari negaranya maka dapat
1. Retorsi
negara terhadap negara lain yang telah terlebih dahulu melakukan tindakan yang
yang telah melakukan perbuatan tidak sopan atau tindakan tidak adil. Biasanya
retorsi berupa tindakan yang sama atau yang mirip dengan tindakan yang
dilakukan oleh negara yang dikenai retorsi. Misalnya, deportasi dibalas deportasi
atau pernyataan persona non grata dibalas dengan pernyataan persona non grata. 76
76
Ibid.
74
negara yang telah melakukan pelanggaran. Retorsi juga merupakan tindakan self
2. Reprisal.
Reprisal atau pembalasan adalah salah satu istilah yang telah dikenal sejak
lama, meskipun para sarjana hukum internasional pada saat itu belum
diperolehnya ganti rugi. Reprisal saat itu dilakukan terbatas pada penahanan orang
atau harta benda. Dengan demikian, sangat lazim saat itu negara mengeluarkan
surat izin merampas (batters of marque) kepada salah satu warganya, yang tidak
mengambil sendiri ganti rugi yang dideritanya, jika perlu dengan kekerasann atau
adalah bahwa pembalasan atau reprisal mencakup tindakan yang pada umumnya
77
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, edisi kesepuluh, Sinar Grafika,
Jakarta.2008. Hal.395.
78
Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.349.
79
Ibid.
75
bisa dikatakan sebagai tindakan ilegal adapun retorsi meliputi tindakan yang
Reprisal diartikan sebagai upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap negara lain, dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang ilegal atau
negara lain sebagai upaya perlawanan untuk memaksa negara lain tersebut
a) Pemboikotan barang
b) Embargo
d) Pengeboman
Pada tahun 1928, telah disepakati Perjanjian Paris atau perjanjian umum
sepakat bahwa penyelesaian semua perselisihan, apa pun sifatnya atau apa pun
3. Blokade Damai
Blokade damai adalah blokade yang dilakukan pada waktu damai untuk
memaksa negara yang diblokade agar memenuhi permintaan ganti rugi yang
80
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, edisi kesepuluh, Sinar Grafika,
Jakarta.2007. Hal.680.
81
Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.350.
82
Ibid.
76
diderita negara yang memblokade. Blokade damai sudah lebih dari reprisal namun
4. Embargo
negara lain. Embargo adalah larangan ekspor barang ke negara yang dikenai
embargo. Selain itu embargo dapat diterapkan sebagai sanksi bagi negara yang
atau blokade damai, embargo adalah kurang efektif, tetapi lebih sedikit resikonya
5. Perang.
yang ditentukan oleh negara pemenang perang. Dengan berakhirnya perang maka
(use of force) oleh negara diatur oleh Just War doctrine yang dikembangkan
antara lain oleh St. Augustine dan Grotius. Doktrin ini menyatakan bahwa perang
adalah ilegal kecuali jika dilakukan untuk suatu “just cause”. Kekerasan atau
perang diizinkan sebagai suatu cara untuk menjamin hak suatu negara manakala
83
Ibid.
84
Ibid.
85
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2.Op.cit.Hal.679.
77
tidak ada cara lain yang efektif. Perang adil pada masa itu adalah suatu
dengan pernyataan perang oleh suatu pihak dan pihak lain yang akan diserang
bahwa apa yang mereka lakukan adalah perang. Dengan demikian, istilah
penggunaan kekerasan dalam piagam akan mencakup baik insiden kecil, short
war, sampai ke operasi militer besar-besaran yang dilakukan para pihak bertikai.
Dalam Piagam PBB, self defence merupakan perkecualian yang diakui sah bagi
perdamaian yang lain. Dalam Pasal 2 ayat (4) ditetapkan bahwa semua anggota
kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik suatu negara lain
kekerasan sepihak pada Pasal 2 ayat (4) harus diinterpretasikan untuk all force, all
86
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Rajawali Press,
Jakarta.1991. Hal 35.
87
Sefriani,S.H.,M.Hum, Op.cit.Hal.357.
78
yang dimaksud hanyalah berdasar Pasal 51 tentang self defence right dan Pasal
Konsep self defence sebagai legal right tidak akan berarti bila tidak ada
kewajiban menahan diri dari penggunaan kekerasan Pasal 2 ayat (4) harus dibaca
bersama-sama dengan Pasal 51. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa hak
self defence yang diperoleh hanyalah yang berlandaskan Pasal 51, apabila
serangan bersenjata terjadi dan tidak untuk tujuan yang lain. Dengan demikian,
ketika ancaman bukanlah kekerasan atau untuk melindungi apapun yang lain
Internasional. 90
1982 ini merupakan yang pertama kali yang dapat mengarahkan negara-negara
88
Ibid.
89
Ibid.
90
DR.Boer Mauna, Op.cit.Hal 418.
79
Dengan sistem UNCLOS 1982 maka tidak ada lagi ruang bagi negara-negara
membiarkan suatu sengketa tidak terselesaikan hanya jika pihak lainnya setuju
untuk itu. Jika pihak lain tidak setuju, maka mekanisme prosedur memaksa
kebebasan yang luas untuk memilih prosedur yang diinginkan sepanjang itu
Pasal 33 paragraf 1 Piagam PBB, mekanisme regional atau bilateral, atau melalui
perjanjian bilateral. Jika dengan prosedur tersebut tetap tidak dicapai kesepakatan,
maka para pihak wajib menetapkan segera cara penyelesaian sengketa yang
disepakati.
91
Chairul Anwar, S.H.,Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional
Konvensi Hukum Laut 1982,Penerbit Djambatan, Jakarta.1989.Hal.123.
80
Arbitration Procedures) yang diatur dalam Annex VII dan Annex VIII
berselisih.
b. Masa kerja
92
Ibid
81
sumber laut, dasar laut, atau penggunaan komersil dari dasar laut.
(President), Wakil Ketua (Vice President) untuk tiga tahun serta dapat
diperlukan.
c. Kamar khusus
oleh Mahkamah. 94
d. Kompetensi.
93
Ibid
94
Ibid.
82
semua sengketa dan permohonan menurut Pasal 293 dari UNCLOS 1982,
e. Prosedur .
95
Ibid
96
Ibid
83
tersebut.
penerapan dari UNCLOS 1982 atau suatu perjanjian dan dalam hal
2. Mahkamah Internasional
97
Ibid
84
ada diatur secara khusus di dalam UNCLOS 1982. Untuk pengajuan sengketa laut
Pasal 287 ayat (1). Dasar hukum pengajuan sengketa laut ke Mahkamah
3. Arbitrase.
Arbitrase diatur oleh Annex VII dan VII dari UNCLOS 1982. Arbitrase
menurut Annex VII dimulai dengan pengiriman nota tertulis oleh satu pihak
kepada pihak lainnya dengan menyebutkan klaim serta dasar-dasar hukum dari
klaim tersebut. 99
pihak bersengketa memilih satu orang anggota dan ketiga anggota lainnya adalah
warga negara dari negara ketiga (kecuali ditentukan lain oleh pihak-pihak yang
akan menunjuk Ketua Arbitrase dari ketiga orang tersebut. Dalam hal tidak
tercapai permufakatan, Ketua atau Anggota Senior Mahkamah Hukum Laut akan
98
A.W.Koers, Op.cit. Hal.71.
99
Ibid.
85
arbitrase dipikul sama rata oleh pihak-pihak bersengketa, kecuali kalau arbitrase
dengan Ketua Arbitrase memberikan suara yang menetukan, apabila terdapat hasil
Jikala salah satu pihak yang bersengketa tidak muncul di depan sidang
atas yurisdiksinya untuk kasus tersebut dan juga bahwa klaim tersebut mempunyai
dasar di dalam fakta dan menurut hukum. Keputusan arbitrase akan dibatasi
kepada subjek dari kasus dan menyebutkan alasan-alasan yang menjadi dasar
keputusan. Keputusan bersifat final tanpa dapat dimintakan banding kecuali kalau
4. Arbitrase khusus.
100
Chairul Anwar, S.H.,Op.cit.Hal.127.
86
termasuk polusi dari kapal dan dar dumping. Caranya ialah dengan mengirimkan
nota tertulis kepada pihak lain. Nota harus dilampiri dengan statement dari hal apa
Suatu daftar tenaga ahli untuk keempat bidang tersebut di atas akan
UNCLOS 1982 yang dapat menunjuk dua orang untuk masing-masing bidang
tersebut diatas yang mempunyai kemampuan di bidang hukum, ilmiah atau teknis
dari bidang-bidang tersebut dan yang secara umum dikenal mempunyai reputasi
tinggi dalam prestasi dan integritasnya. Arbitrase khusus terdiri dari lima orang
ahli yang tersedia, sedangkan anggota yang kelima diambil dari warga negara
ketiga yang akan menjadi Ketua Arbitrase Khusus dan dipilih oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. Apabila hal ini gagal, penunjukan dilakukan oleh Sekretaris
Jenderal PBB.
101
Ibid.
87
menyusun suatu rekomendasi, yang tidak memiliki kekuatan yang mengikat, akan
tetapi dapat menjadi dasar dari peninjauan kembali oleh pihak-pihak yang
5. Konsiliasi
pemberitahuan dari salah satu pihak yang berselisih kepada pihak lainnya.
ditunjuk oleh negara-negara peserta UNCLOS 1982 di mana setiap negara dapat
dua dipilih oleh masing-masing pihak, sebaliknya dari nama-nama yang ada
dalam daftar, dan yang kelima dipilih dari daftar oleh keempat anggota dan akan
menjadi Ketua Komisi (Chairman). Dalam hal penunjukan ini tidak dapat
Komisi dapat meminta perhatian dari pihak-pihak yang berselisih terhadap upaya-
upaya yang memberikan jalan bagi suatu penyelesaian damai. Komisi akan
102
Ibid.
88
sengketa secara damai. 103 Komisi akan memberikan hasil telaahan (report) di
dalam waktu 12 bulan sejak Komisi dibentuk. Hasil telaahan tersebut akan
disimpan di kantor Sekretaris Jenderal PBB dan akan segera diteruskan kepada
berakhir apabila penyelesaian telah tercapai. Uang jasa dan pengeluaran Komisi
103
Ibid.
104
Ibid.
89
BAB III
MARITIME BOUNDARY
Teluk Benggala adalah sebuah teluk yang terletak di bagian timur laut
Lautan Hindia dan di bagian barat Semenanjung Malaya dan Timur India. Teluk
Benggala kaya akan sumber daya alam seperti minyak bumi dan cadangan gas,
ini terbukti dengan ditemukannya cadangan gas sebanyak 4-6 triliyun kubik di
India juga menemukan sekitar 100 triliyun kubik hidrokarbon di Teluk Benggala
dari upaya kedua negara untuk menguasai sebagian perairan di Teluk Benggala
yang kaya akan cadangan minyak dan gas 107. Konflik ini muncul karena belum
105
Nilawati ( Peran The International Tribunal For The Law Of The Sea (ITLOS) Dalam
Penyelesaian Sengketa Di Teluk Benggala Antara Myanmar Dan Bangladesh : Ejournal Ilmu
Hubungan Internasional.2014, 2(2):439-448. Hal 441.
106
Ibid.
107
Ibid.
90
adanya kesepakatan garis batas landas kontinen antar Myanmar dan Bangladesh
Kedua sisi negara ini yang bertetangga ini saling bersitegang pada bulan
Oktober 2008 ketika Myanmar memberikan ijin eksplorasi lepas pantai kepada
pantainya.
Myanmar dan sekitar 93 km barat daya pulau St. Martin kepunyaan Myanmar.
Myanmar dan juga kepada perusahaan Daewoo, serta mengirimkan tiga kapal
survey di daerah tersebut dengan lebih lengkap dan pengeboran sumur lepas
pantai akan diperluas hingga ke bagian timur daerah lepas pantai. 109
banyak di daerah lepas pantai Myanmar, tepat pada garis lepas pantai negara
bagian Rakhine dekat dengan Siitway dan sebelah timur dari zona perbatasan
memperkirakan penemuan cadangan gas sebanyak 4-6 trilyun kaki kubik dengan
kedalaman yang tidak begitu dalam sekitar 150 meter dan ini memberikan
prospek yang sangat menjanjikan dan potensial kelak biusa memberikan hasil
perusahaan gas alam ONGC,GAIL serta perusahaan gas India dan Korea. Pada
awal tahun 2004, perusahaan Daewoo juga mendapatkan kontrak kerja di bagian
timur daerah lepas pantai yang dekat sekali dengan lepas pantai negara bagian
Rakhine dekat dengan Siitway dan sebelah timur dari zona perbatasan maritim
daerah sebelah barat lepas pantai pada bulan Febuari 2007. 111
109
Ibid.
110
Ibid.
111
Ibid.
92
kawasan Teluk Benggala pada tahun 2004; lalu perusahaan ESSAR yang
merupakan perusahaan minyak swasta India pada tahun 2005; perusahaan GAIL
mendapatkan hak operasi bebas di daerah ini semenjak tahun 2006; dan
Tiongkok pada tahun 2007; dan ONGC mendapatkan hak eksplorasi sejak
dan tidak satupun diantara kedua negara itu menyadari akan potensi bahanya
Teluk Benggala yang menjadi objek sengketa antara Myanmar dan Bangladesh
dapat menyumbangkan devisa bagi negara dalam jumlah yang luar biasa besar,
seperti misalnya India berminat akan melakukan penyaluran bahan bakar gas
alam yang diperlukan dari wilayah tersebut, sebagaimana hal ini diklaim juga
oleh Myanmar untuk pasaran domestiknya. Sistem penyaluran bahan bakar gas
alam dari Teluk Benggala ke bagian barat India ini memberikan jalur angkutan
112
Ibid.
93
bahan bakar yang efisien menggunakan jalur pipa, namun yang menjadi kendala
terbesar adalah jalur ini melintasi Bangladesh yang secara posisi geografisnya
berada di tengah antara India dan Myanmar dan Teluk Benggala tebentang
diantara 3 (tiga) negara ini, maka hak transit melalui Bangladesh perlu
Ketengangan ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, dan
Myanmar dan India untuk ide pembangunan jalur pipa minyak ke India.
Chairn Energy dan juga badan multilateral seperti Bank Dunia dan Bank
minyak dengan pandangan untuk kebutuhan eksport, namun hal ini sangat tidak
Bangladesh melalui upaya negosiasi dan konsiliasi antara kedua negara yang
bersengketa pada tahun 1974. Jalur penyelesaian negosiasi yang dilakukan oleh
Myanmar dan Bangladesh, dilakukan di Dhaka yang dihadiri oleh para pakar
yang mewakili kedua negara dan membahas mengenai perbatasan wilayah laut
kegiatan eksplorasi minyak dan gas di daerah sengketa yakni di Teluk Benggala,
113
Nilawati.Op.Cit.Hal 466.
114
Ibid
94
hingga tiga dekade ini berjalan alot, antara Myanmar dan Bangladesh tidak dapat
Dimana Myanmar pada tanggal 4 November 2009 dan Bangladesh pada tanggal
Teluk Benggala antara Myanmar dan Bangladesh ini akan dibawa ke Mahkamah
Internasional Hukum Laut ( International Tribunal for the Law of the Sea atau
Mengenai penyelesaian sengketa mengenai laut antar negara hal ini diatur
pula di dalam Pasal 287 ayat (1)UNCLOS 1982 yaitu melalui: 117
Arbitration Procedures) yang diatur dalam Annex VII dan Annex VIII
115
Ibid
116
Ibid
117
Chairul Anwar, S.H.Op.Cit. Hal. 123.
95
berselisih.
kebebasan yang luas untuk memilih prosedur yang diinginkan sepanjang itu
disepakati bersama. Dengan sistem UNCLOS 1982 maka tidak ada lagi ruang
Deklarasi Myanmar menyatakan: “ Sesuai dengan Pasal 287 ayat (1) UNCLOS
Myanmar dan Bangladesh yang berkaitan dengan permasalahan batas laut antara
Bangladesh dan Myanmar berkenaan mengenai delimitasi batas laut antara kedua
118
Nilawati.Op.Cit.Hal.442
96
dari sengketa antara Myanmar dan Bangladesh 119 , penentuan batas maritim
diselesaikan melalui International Tribunal for the Law of the Sea ( Mahkamah
Hukum Laut Internasional atau yang disebut ITLOS) dalam sengketa penentuan
wilayah Bangladesh sesuai Pasal 15,74,76, dan 83 UNCLOS 1982. Berikut pula
permohonan Bangladesh juga meliputi agar dipenuhinya batas laut teritorial yang
diukur dari Pulau St.Martin yang merupakan pulau terluar dari Bangladesh sampai
agar pengukuran laut teritorial dimulai dari Pulau St. Martin agar mencegah
eksplotasi minyak di pantai Barat Daya Pulau St. Martin yang dilaksanakan
Martin tidak menjadi bagian dari kedaulatan Bangladesh namun menjadi sebuah
melakukan ekstensi wilayah landas kontinen Myanmar diatas 200 mil serta
119
Ibid
120
Ibid
97
pengukuran laut teritorial dari Pulau St. Martin sejauh 12 mil ke Zona
Ekonomi Eksklusif .
negara.
wilayah landas kontinen Myanmar lebih dari 200 mil, karena hal tersebut
Bangladesh adalah 423 km dan untuk Myanmar 587 km. Dimana luas
121
Ibid
122
www.itlos.org. diakses tanggal 27 Maret 2014.
98
wilayah laut yang dimiliki oleh Bangladesh menjadi 111.631 km2 dan luas
area dengan luas 2,2 juta km2 , dengan kedalaman rata-rata 2.200 meter dan bisa
dari utara ke selatan. Teluk Benggala merupakan muara dimana Sungai Gangga
mengalir, Sungai Gangga terdapat di barat daya sejauh 2.500 meter dari Teluk
dimulai dari masa pasca kemerdekaan Bangladesh dan b) perebutan wilayah atas
India merupakan sebuah negara yang merdeka pada tahun 1947 dan dalam
hal ini terbagi menjadi dua negara yaitu India dan Pakistan dan kemerdekaan ini
123
Piyush Singh dan Pranay Kotasthane ( Resolving the Indo-Bangladesh Maritime
Dispute : Takshashila Institution: Juni,2014) Hal.1
99
dari Pakistan dan merdeka pada bulan Maret 1971, wilayah Bangladesh yakni
124
berada pada timur Pakistan.
perairan dan batas maritim negaranya melalui sebuah perjanjian. Pada perjanjian
serta wilayah tambahannya, tidak ada klaim keberatan dari negara manapun, hal
ini juga termasuk India sebagai negara tetangga tidak pernah mengeluarkan nota
keberatan terhadap perjanjian yang telah ditetapkan oleh Bangladesh tersebut. 125
pemerintah India guna membahas mengenai batas darat antara India dan
Bangladesh. Pada saat iru, menteri luar negeri Bangladesh mengambil suatu
inisiatif agar antara India dan Bangladesh juga disepakatinya batas maritim antar
maritim antara kedua negara tersebut dan berjanji akan mengundang pemerintah
Bangladesh untuk membahas hal tersebut di awal bulan Juni 1974. Namun,
sampai dengan tanggal 7 Juni 1974 belum ada undangan dari pihak India untuk
mempersiapkan diri untuk mengadiri sidang kedua UNCLOS III yang diadakan
124
Ibid.
125
Ibid.
126
Ibid.
100
perjanjian yang berisi batas maritimnya . Dimana batas maritim yang baru,
diatur di dalam UNCLOS, yakni 12 mil batas laut teritorial dan 200 mil untuk
batas zona ekonomi eksklusif begitu pula untuk zona tambahan dan landas
garis pantai tidak dapat mengikuti pengukuran pada garis pantai normal atau pun
lurus , hal ini disebabkan garis pantai Bangladesh yang tidak rata dan cenderung
meminta untuk dilakukan cara pengukuran yang lain diluar dari yang telah
dilakukan oleh negara tersebut secara sepihak, namun batas negara tersebut
dengan negara-negara sekitarnya juga harus ada pembagian wilayah yang jelas,
dan hal ini pula yang harus dipertimbangkan oleh Bangladesh dalam penetapan
maritim kedua negara dilakukan pertama kalinya pada Tanggal 3 Juli 1974.
127
Ibid.
101
negaranya, termasuk luas zona maritim dan penggunaan serta kegiatan yang
pengukuran pada garis pantai antara India dan Bangladesh dilakukan sesuai
dengan Pasal 5 UNCLOS tentang normal base-line. Pada pertemuan kedua yaitu
yang mana mengingat kontur pantai Bangladesh yang jauh masuk kedalam dan
tidak sejajar ataupun letaknya tidak berdampingan dengan garis pantai India.
line. 128
Penyaluran gas alam ini dilakukan dari Teluk Benggala dan dialurkan ke bagian
barat India. Proyek ini mendapat penolakan keras dari pemerintah Bangladesh,
hal ini dikarenakan, kerja sama antara India dan Myanmar ini bukan untuk
dalam hal ini Bangladesh merupakan negara yang hanya dilintasi saja, baik India
128
Ibid.
102
tersebut dibuat hanya antara Myanmar dan India tanpa menyertakan Bangladesh
Bangladesh atas ditanamnya pipa gas pada wilayah maritim negaranya. 129
straight base-line dalam delimitasi batas maritim dengan India; dan India juga
dengan Bangladesh, ini dinyatakan pada bulan Mei 2009. Mengenai batas
yang masih belum ditentukan batas maritimnya dengan India, dan hal ini
disebut PCA), dan putusan dari PCA yang dikeluarkan pada Tanggal 7 Juli 2014
129
K. Yhome ( The Bay Of Bengal At The Crossroads Potential For Coorperation Among
Bangladesh, India and Myanmar; Friedrich Ebert Stiftung; FES India Press;New Delhi,
October.2014) Hal.6.
130
Piyush Singh dan Pranay Kotasthane.Op.Cit.Hal.3.
103
Pada masa awal terjadinya sengketa sejak tahun 1974, pihak India maupun
batas maritim kedua negara tersebut, dan upaya yang ditempuh guna
Januari 1982. Selama periode tersebut, pihak India dan Bangladesh juga
negosiasi yang dilakukan oleh kedua negara tersebut diajukan oleh pemerintahan
metode menentukan garis pantai yang telah mereka ajukan juga pada pertemuan di
Caracas, serta pembagian batas maritim antar kedua negara. Perwakilan India
menyatakan bahwa; apa yang menjadi permintaan dari pihak Bangladesh tidak
131
www.pca-cpa.org/showpage.asp?pag_id=1376, diakses pada tanggal 28 Maret 2015.
104
batas maritim baik antar negara yang berdampingan atau negara yang saling
antar negara yang berdampingan , harus dipastikan bahwa garis batas sama untuk
kedua pihak.
verbal yang dilakukan pada Tanggal 31 Oktober 1974 yakni mengenai perusahaan
eksploirasi lepas pantai. Dan dalam kegiatan eksploirasi inidiyakini oleh pihak
India bahwa telah melewati batas dan memasuki wilayah maritim India. Namun
hal ini disangkal oleh pihak Bangladesh, yang mengatakan bahwa dalam nota
pada perbatasan maritim kedua negara, dimana dalam hal ini belum adanya
segala kontrak yang berkenaan dengan kegiatan tersebut yang berada pada
melakukan penelusuran lebih lanjut mengenai hal ini, dan selanjutnya kedua
105
melanjutkan argumennya untuk menjawab keinginan dari pihak India yang ingin
menggunakan garis equiditas dalam menarik garis pangkal batas antara India dan
cara yang digunakan untuk menggambar garis batas antar kedua negara, hal ini
harus disesuaikan dengan kondisi dan wilayah dari kedua negara tersebut. Dan
mengenai penggunaan prinsip equiditas yang ditawarkan oleh India dalam hal
penarikan garis batas jika diadopsi dalam penarikan garis batas dengan
Bangladesh, hal ini menjadi tidak adil bagi Bangladesh karena pantainya
menjorok jauh ke dalam dan akan menghasilkan wilayah yang tidak proporsional
natural dilihat dari wilayah daratan India, Bangladesh dan negara yang lainnya
yang menyatakan pula Teluk Benggala sebagai wilayah maritimnya atau dalam
hal ini merupakan negara yang berdampingan dengan India, harus taat pada
ketetapan yang ditentukan oleh negara yang menguasai teluk tersebut. Pihak India
prinsip equiditas tidak hanya apa yang tertera di dalam Konvensi mengenai
132
Ibid.
133
Ibid.
106
Landas Kontinen tahun 1958, namun ini juga merupakan suatu kebiasaan
internasional yang telah diterapkan oleh lebih dari 50 negara serta telah diterapkan
dalam berbagai kasus mengenai permasalahan delimitasi batas maritim baik itu
negara yang berdampingan atau berlawanan. Peraturan ini juga diterapkan oleh
India dalam perjanjian batas maritimnya dengan Indonesia dan Sri Lanka, yang
mana setelah menetapkan batas antara kedua negara ini Bangladesh menjadi
negara selanjutnya. Hal ini juga akan berlaku bagi Bangladesh sebagai negara
yang wilayah maritimnya berbatasan dengan India. Pihak India juga di dalam
negosiasi ini menyatakan kesalahan yang telah di perbuat oleh pihak Bangladesh
wilayah sengketa. Proses negosiasi kedua ini juga tidak menghasilkan adanya
suatu penyelesaian dan kesepakatan bagi kedua belah pihak, untuk itu kedua belah
waktu 10 sampai dengan 15 hari kemudian untuk pembahasan yang lebih jauh
sampai dengan 11 Febuari 1975 yang diwakili oleh menteri luar negeri masing-
masing negara. Pada pertemuan ketiga ini juga tidak ada kemajuan yang berarti
bagi penyelesaian kasus ini. India berpendapat bahwa kesepakatan harus dicapai
dengan dasar sesuai dengan pengakuan para pihak. Sedangkan, Bangladesh tetap
pada posisi awalnya yakni untuk tidak menyetujui perbatasan apapun yang
134
Ibid.
107
digambar dan hanya disetujui secara sepihak. Negosiasi ketiga ini juga tidak
berakhir dengan adanya solusi, untuk itu kedua negara akan kembali mengadakan
Maret 1975 di New Delhi yang juga diwakili oleh menteri luar negeri masing-
masing negara. Pada kesempatan ini terdapat bukti yang dapat membantu
memperkecil jarak perbedaan pendapat dari kedua belah pihak. Sementara pihak
perjanjian, Bangladesh tidak merespon secara positif dan tidak juga membuat
negosiasi ini, kedua negara juga mendakan pertemuan secara terpisah yang mana
ini diadakan oleh pihak India dengan tujuan untuk memberikan advis kepada
Ashland. Kedua pihak setuju untuk menunda pembicaraan lebih lanjut mengenai
hal ini sampai pada waktu yang telah ditetapkan. Namun, sampai pada tenggang
135
K. Yhome.Op.Cit. Hal.9.
108
pemerintah India, karena tidak adanya bukti mengenai tuduhan pemerintah India
Ashland yang disebutkan dilakukan di wilayah India. Hal ini membuat pihak India
Maret sampai 2 April 1975, ini dilakukan selama kunjungan resmi Menteri Luar
pada tahap dimana kedua belah pihak yakin menemukan solusi yang memuaskan
lainnya dari Menteri Luar Negeri Bangladesh ke India pada Tanggal 16 Agustus
1975. Selama kunjungan kerja ini, isu tentang batas maritim kembali mencuat
diadakan dengan bertempat di New Delhi pada Tanggal 22 sampai 23 Maret 1978.
Kebanyakan dari isu yang muncul antara kedua negara dan proses negosiasi yang
136
Ibid.
137
India’s Counter Memorial Vol.1. Hal.78
109
dilakukan berakhir dengan permintaan untuk setuju pada keinginan satu sama lain
maritim antar negara dalam kawasan tersebut dan yang paling mencemaskan
adalah untuk mencapai kesuksesan yang sama yang dilakukan oleh India terhadap
merespon hal ini secara politis bahwa mereka tidak dapat menerima hal saran-
saran untuk mengganti posisi mereka dan menolak gambaran garis pantai yang
diajukan oleh India. Dalam hal ini Bangladesh menunjukkan tidak adanya
Pada tahun 1982, diadakan konsultasi antara Menteri Luar Negeri kedua
negara. Mereka mendiskusikan isu bilateral yang penting termasuk salah satunya
138
Ibid.
110
minyak di Teluk Benggala, dan data ini diambil dari website “PetroBangla”.
hal ini untuk memberikan kesaksian dan pernyataan terkait kebijakan yang
lepas pantai dan penyertaan peta dalam pertemuan ini menunjukkan hal yang
pantai adalah hal yang divesar-besarkan guna kepentingan untuk meguasai Teluk
Benggala. 139
Terkait dengan hal ini dijadikan suatu referensi singkat yang dialamatkan
alia; 140
139
Ibid.
140
Ibid.
111
dan persahabatan.
.........
sebuah negara....”
dukungan ini hanya sementara dan ini terjadi setelah India dan Myanmar
mengirimkan surat pada tanggal 30 April 1982 yang membantah dan sangat
141
Ibid.
113
Pertemuan ini diadakan pada tanggal 15-17 September 2008 dan 17-18 Maret
ketetapannya untuk tidak akan menyetujui pengaturan garis batas yang ditentukan
tersebut dengan cara arbitrase. Penyelesaian dengan cara arbitrase yang diusulkan
oleh Bangladesh terhadap India, ini terkait pula soal penyelesaian sengketa antara
untuk membawa sengketa ini ke PCA pada tahun 2009, dan sengketa ini mulai
142
Ibid.
143
Matt Kirtland danKate Huntler (South Asia Maritime Disputes: Delimiting the
maritime boundaries of India and Bangladesh; International arbitration report, Norton Rose
Fullbright.2014). Hal.2.
114
maritim.Kebijakan yang diambil oleh kedua negara ini terkait dengan Pasal 287
ayat (1) dan Annex VII UNCLOS 1982. Selama tahun 2010-2013, dilakukan
analisa terhadap sengketa dan juga pada wilayah sengketa di Teluk Benggala.
Sidang pertama dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 , perkara ini ditangani
oleh 5 orang hakim yakni: Rudiger Wolfrum (Jerman) juga sebagai Presiden dari
Sreenivasa Rao (India), dan Prof. Ivan Shearer (Australia). Hal-hal yang dibahas
mengenai delimitasi batas maritim antara kedua negara termasuk penetapan garis
pantai, delimitasi laut teritorial dan delimitasi ZEE serta landas kontinen. 144
atas 12 mil laut dari garis pantai (Pasal 3). Di luar zona ini maka batas sejauh
200mil laut negara mempunyai hak kedaulatan atas zona ZEE (Pasal 55).
Kemudian batas maksimal 350 mil laut dan dengan kedalaman 2500 meter negara
ini, PCA mencari metodologi yang tepat utuk diaplikasikan mengenai penentuan
garis batas yang provisi dan seimbang serta juga memperhatikan kondisi yang
spesial serta relevan untuk menemukan solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Menurut PCA hal ini adalah hal yang sangat logis dan dapat diterapkan secara
144
www.mcnairchambers.com,diakses pada tanggal 4 April 2015.
116
alternatif oleh pihak Bangladesh yakni metode garis “angle bisector”. Namun
pada akhirnya penentuan garis yang ditentukan oleh PCA hampir mendekati
metode garis “angle bisector” yang disarankan oleh pihak Bangladesh (dimana
penentuan garis ini ditentang oleh Dr.Pemmaraju Sreenivasa Rao hakim arbitrase
diakibatkan oleh perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut dan pihak
argumen seperti ini jika diterima maka akan merusak objektivitas dari penentuan
delimitasi dan definisi dari batas maritim tersebut, hanya keadaan geografis pada
saat ini yang dianggap relevan dalam penentuan batas maritim. Evolusi alam,
dari perubahan iklim pada wilayah maritim, terutama bagian pantai terdepan suatu
negara, membuat semua prediksi terkait dengan jumlah erosi pantai atau
145
Ibid.
117
kepentingan bagi negara-negara yang memiliki dataran pantai yang rendah atau
Kedua, mengenai adanya hak untuk menangkap ikan. PCA juga menolak
pembatasan terhadap suatu daerah yang sempit yang dihasilkan oleh garis
tersebut. 147
jauh kedalam. Hal ini diakui oleh PCA melihat fakta dimana wilayah pantai
cekungan ini menghasilkan suatu “efek patahan” yang tidak masuk akal dan hal
ini mencegah Bangladesh untuk memperluas batas maritimnya sejauh batas yang
ditetapkan oleh hukum internasional. Untuk memperbaiki dampak dari efek ini,
PCA menyesuaikan garis equiditas yang sesuai agar Bangladesh dapat menerima
batas maritim yang lebih luas terutama untuk bagian zona ZEE dan zona landas
kontinen. 148
Pada tanggal 7 Juli 2014, PCA memberikan putusan final atas sengketa
Benggala yang menjadi sengketa antara India dan Bangladesh adalah 25.602 km2,
dan PCA dalam putusannya memutuskan wilayah Teluk Benggala yang menjadi
wilayah Bangladesh adalah 19.467km2. Pada saat ini, Bangladesh telah memiliki
wilayah laut seluas 118.813 km2, dan pembagian luas untuk tiap-tiap zona
maritimnya adalah; laut territorial seluas 12 mil laut, ZEE diperluas hingga 200
mil laut dan landasan kontinen diperluas hingga 345 mil laut. India juga
yang mana dari oembagian luas wilayah laut ini, India mempunyai hak atas pulau
Putusan PCA tersebut telah secara menyeluruh diterima oleh kedua negara
sebagai sebuah perkembangan yang positif terhadap konsolidasi yang lebih jauh
dan hubungan yang bersahabat terutama dalam hal geopolitis secara signifikan
terhadap wilayah Samudera Hindia dan Asia Selatan. Terlebih lagi putusan ini
telah memberikan keamanan dan implikasi ekonomi tidak hanya untuk India dan
Putusan PCA ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam forum
multilateral yang penting. Kedua negara telah menerima putusan ini, dan ini
dianggap sebagai sebuah pintu yang terbuka lebar bagi kesempatan untuk
cadangan energi yang besar. Para ahli hukum internasional telah mengakui bahwa
149
http://www.idsa.in/idsacomments/DelimitationofIndoBangladesh_rbhattacharjee_
190814.html. diakses pada tanggal 4 April 2014.
150
Ibid.
119
melalui putusan ini, PCA telah memberikan dukungan yang besar kepada kedua
belah pihak untuk mempergunakan hak atas kedaulatan mereka dan melaksanakan
tugas mereka sesuai dengan konvensi dan saling menghormati hak kedua negara
151
satu sama lain.
Putusan PCA mengenai delimitasi batas maritim India dan Bangladesh ini,
memberikan sebuah kabar baik bagi jutaan nelayan bagi kedua negara. Perihalnya,
kebijakan yang bersahabat telah membuka zona yang lebih luas bagi mereka, yang
mana selama 4 dekade mereka tidak dapat melaut di daerah tersebut. Terlebih lagi
hayati yang terdapat di Teluk Benggala. Dengan jelasnya delimitasi batas maritim
antar kedua negara dapat meningkatkan keamanan didaerah pantai dan laut pada
wilayah tersebut. Menyangkut hal ini, putusan PCA merupakan suatu “win-win
151
Ibid.
120
BAB IV
Keputusan ini terdiri dari 10 Bab, namun inti dari keputusan tersebut terdapat
pada bab 5 sampai dengan bab 10. Dimana pada bab-bab tersebut dibahas secar
pengaplikasian garis pangkal dan delimitasi pada zona laut teritorial. PCA
menandai bahwa metode penentuan delimitasi dari laut teritorial adalah lebih jelas
diatur didalam hukum internasional . Hal ini jelas tertera pasa Pasal 15 UNCLOS
1982 , konvensi merujuk pada metode special garis equiditas untuk melakukan
delimitasi pada wilayah laut teritorial. 152 Dan juga PCA dalam menentukan
putusan dalam kasus ini merujuk pada suatu putusan ICJ (International Court of
Justice) dalam sengketa delimitasi batas maritim antara Qatar dan Bahrain yang
152
The Arbitral Tribunal in the matter of The Bay of Bengal Maritime Boundary
Arbitration between The People’s Republic of Bangladesh and Republic of India, The Hague, 7
July 2014. Hal 57.
153
Qatar v.Bahrain, Judgement of 16 March 2001, I.C.J.Reports 2001. Hal.94
110
122
(special circumtances)”
Putusan ICJ yang digunakan sebagai rujukan oleh PCA bukan hanya
“Fisheries case” antara Inggris dan Norwegia tanggal 18 Desember 1951 juga
digunakan sebagai rujukan. Dimana pada putusan ini PCA mengambil suatu
kesimpulan bahwa setiap titik terdekat dari garis batas adalah relevan dalam
hubungan untuk melakukan delimitasi antar negara yang posisi pantainya baik
Mengenai putusan akhir PCA terkait laut teritorial Bangladsh ini, maka
PCA memutuskan batas laut teritorial Bangladesh adalah seluas 12 mil laut. Dan
′ 43.6″N;
titik kordinat batas laut teritorial Bangladesh adalah 21° 26 89° 10′
59.2″E , garis ini dapat menghindarkan perlintasan yang tidak diinginkan pada
area ini untuk menuju Sungai Haribhanga dan melakukan transisi bertahap
Bab 6 putusan PCA membahas mengenai wilayah pantai relevan dan area
relav untuk delimitasi diluar wilayah laut teritorial. PCA melihat adanya
perbedaan yang signifikan antara garis pantai Bangladesh dan garis pantai India.
154
The Arbitral Tribunal in the matter of The Bay of Bengal Maritime Boundary
Arbitration between The People’s Republic of Bangladesh and Republic of India.Op.Cit.Hal 72.
155
Ibid.
123
Dalam hal ini PCA juga merujuk pada putusan ICJ mengenai kasus Laut Hitam
Mengenai hal ini PCA menentukan luas wilayah pantai yang relevan bagi
Segmen kedua dari garis pantai Bangladesh akan diperpanjang dari titik pulau
Naaf. Sebagai hasilnya, luas relevan pantai Bangladesh adalah 418,6 km2.
Untuk India, PCA memutuskan luas wilayah pantai yang relevan dari daratan
156
Black Sea,Judgement,I.C.J. Reports.2009. Hal 61 ,101, 105
124
utama India sampai dengan wilayah berpasir pantai India adalah 706,4 km2.
Luas ini kemudian digabungkan dengan daerah pantai yang relevan di pulau
Andaman seluas 97,3 km2, dan total luas wilayah pantai yang relevan untuk
Hal lain yang diputuskan oleh PCA pada bab ini selain area pantai adalah
area yang relevan untuk delimitasi diluar laut teritorial. Setelah mengidentifikasi
apa yang diperlukan mengenai pantai-pantai yang relevan bagi kedua pihak, PCA
mengidentifikasi area tersebut dari proyeksi hasil penetapan pantai yang relevan.
Pembagian wilayah yang relevan ini, pada batas barat, utara dan timur laut area
yang relevan meliputi pantai India dan Bangladesh yang berada pada 6 segmen
yakini mulai dari wilayah pantai berpasir di sepanjang pantai India, melalui
batasan dari batas darat antara India dan Bangladesh , dan sepanjang pantai
mulut sungai Naaf. Untuk wilayah timur, area yang relevan adalah dibatasi oleh
200 mil laut batas dari pantai Myanmar mencapai batas wilayah Bangladesh
sebagai mana yang telah ditetapkan oleh ITLOS pada tahun 2012. Untuk wilayah
batas selatan, area yang relevan adalah dibatasi oleh batas Bangladesh sesuai
dengan ketetapan ITLOS pada tahun 2012 yakni dari titik dimana berpotongan
dengan batas 200 mil laut dari pantai Myanmar ke titik dimana ini bertemu
dengan 200 mil laut dari pantai India. Pada batas wilayah barat daya, area yang
relevan adalah dibatasi oleh garis yang diarik dari titik batas Bangladesh sesuai
157
The Arbitral Tribunal in the matter of The Bay of Bengal Maritime Boundary
Arbitration between The People’s Republic of Bangladesh and Republic of India.Op.Cit.Hal 74.
125
dengan yang ditetapkan oleh ITLOS pada tahun 2012 dengan 200 mil laut batas
dari pantai India sampai mencapai wilayah pantai yang relevan di titik wilayah
Pada bab 7, dibahas mengenai demilitasi wilayah ZEE dan landas kontinen
dalam 200 mil laut. Bangladesh dan India sama-sama meletakkan dasar
permohonan sesuai dengan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 83 ayat (1). Di dalam bab
penggambaran garis batas antara India dan Bangladesh. PCA dalam keputusannya
bisector” dan juga tidak menerima sepenuhnya saran India untuk mengaplikasikan
garis equiditas. PCA pada keputusannya mengenai metode yang akan digunakan
pantainya yang menjorok jauh kedalam. Dan metode angle bisector ini membagi
158
Ibid.
159
Ibid.
126
teritorial yakni untuk ZEE dan landas kontinen kedua negara adalah 200 mil laut
dan apabila diperlukan adanya perpanjangan wilayah maka akan dibahas lebih
lanjut namun penentuan perpanjangan batas wilayah tersebut tidak boleh melewati
batas yang telah ditentukan dalam UNCLOS 1982 dan tidak boleh melewati
melebihi 200 mil laut. Kedua negara meminta kepada PCA untuk memberikan
batas wilayah landas kontinennya melebihi 200 mil laut dengan berbagai
perpanjangan melebihi 200 mil laut maka akan memotong zona landas kontinen
Bangladesh dan India menitik beratkan permintaan pada PCA untuk memberikan
batas landas kontinen melebihi 200 mil laut pada prinsip dari delimitasi,
yaitu;”terlepas dari sifat zona maritim yang akan dibatasi atau metode yang
circumtances” dan tidak perlu adanya pencapaian maksimum untuk batas maritim
160
Ibid.
127
perpanjangan batas maritim pada landas kontinen sesuai dengan UNCLOS 1983
yang maksimumnya adalah 350 mil laut maka Bangladesh akan pula mendapatkan
pulau Andaman dan melakukan klaim atasnya. PCA menyadari pada kasus
permintaan perpanjangan batas landas kontinen kedua negara ini merupakan hal
yang tumpang tindih tidak hanya pada kepentingan mereka namun juga
wilayahnya. Hal pertama yang diputuskan oleh PCA adalah titik dasar bagi kedua
negara, yakini untuk Bangladesh adalah titik Shahpuri di pantai Bangladesh (200
43′ 39′ ′ N dan 920 20′ 33′ ′ E) dan titik dasar umtuk India adalah di pantai India (200 20′
29′ ′ N d an 860 47′ 0 7 ′ ′ E), titik-titik ini akan mempengaruhi dalam penerapan batas
melebihi 200 mil laut.161 Dan mengenai hal ini PCA mengutip putusan ITLOS mengenai
mil laut”
PCA telah menandai batas landas kontinen dan ZEE sejauh 200 mil laut
Benggala ,dalam lingkup yang terbatas didasarkan pada area yang menjadi hak
161
Ibid.
162
Dispute Concerning Delimitation of the Maritime Boundary between Bangladesh and
Myanmar in the Bay of Bengal (Bangladesh/Myanmar), Judgement of 14 march 2012. Paragraf
203.
128
Bangladesh dan India yang tumpang tindih. Dalam hal ini maka Bangladesh yang
berhak mendapatkan perpanjangan wilayah landas kontinen melebihi 200 mil laut
namun dalam batas wilayah yang menjadi hak kedua pihak serta tidak melewati
atau bersinggungan dengan batas yang menjadi wilayah maritim India (pulau
Andaman). 163
diluar 200 mil laut. Dalam pemutusan mengenai penyesuaian garis equiditas
yang sementara, PCA harus mencari cara untuk memperbaiki konsekuensi negatif
yang berlebihan dari garis equiditas yang sementara untuk Bangladesh pada area
200 mil laut dan melampaui batas 200 mil laut, tetapi hal tersebut tidak boleh
dilakukan dengan cara yang tidak wajar sehingga menggangu hak-hak India. PCA
kemudian memutuskan dari titik Prov-3 yang akan membatasi ZEE dan landas
kontinen dalam jarak 200 mil laut atau melampaui 200 mil laut antara Bangladesh
dan India, dimana titik kordinat batas ini adalah 1770 30´ 00˝ sampai dengan garis
ini bertemu dengan batas maritim yang telah ditentukam oleh ITLOS untuk
membatasi batas maritim ZEE dan landas kontinen antara Bangladesh dan
Myanmar. 164
maupun India setuju bahwa proses akhir dari delimitasi batas maritim adalah tes
penentuan delimitasi batas maritim ini meminta bahwa Bangladesh dan India
163
The Arbitral Tribunal in the matter of The Bay of Bengal Maritime Boundary
Arbitration between The People’s Republic of Bangladesh and Republic of India.Op.Cit.Hal 131.
164
Ibid.
129
dalam menentukan rasio ini India bertolak dari referensi keputusan ITLOS untuk
yang relevan seharusnya adalah 1: 2,1. Namun, hal ini berbeda menurut
dikarenakan secara matematis rasio tersebut merugikan salah satu pihak atau tidak
terkandung adanya keadilan. 165 PCA juga menggunakan rujukan dari hasil
keputusan sengketa delimitasi batas maritim di Laut Hitam antara Romania dan
banyak sengketa mengenai kedaulatan teritorial, sengketa Laut Cina Selatan dan
banyak hal yang sama. Latar belakang masalah itu berupa lokasi wilayah yang
potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang besar termasuk gas alam,minyak bumi
ataupun ikan-ikan laut (sumber perikanan), dan terlebih lagi adalah kepentingan
politik dari negara yang terkait ataupun negara-negara lain yang berkepentingan
atau klaim terhadap kedaulatan teritorial antar negara, hal yang paling berdampak
besar adalah adanya kepentingan politik baik oleh masing-masing negara yang
bersengketa atau terlebih lagi kepentingan negara lain terhadap wilayah sengketa
tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi proses bagaimana sengketa antar negara
sengketa tersebut lebih banyak memiliki kemiripan dan hanya sedikit perbedaan.
167
Robert Beckman (China, UNCLOS and the South China Sea), Asean Society of
International Law,China, 27-28 August 2011. Hal. 3.
168
Ibid.
131
terlebih lagi sebagian besar negara sengketa tersebut adalah negara dunia ke-3.
wilayah yang mengandung potensi SDA yang sangat besar, baik itu sumber
sengketa pada Laut Cina Selatan ataupun Teluk Benggala adalah sama yakni
nasional.
169
http://www.ipcs.org/article/india/india-bangladesh-unclos-and-the-sea-boundary-
dispute-4557.html.Loc.Cit.
132
Untuk kepentingan negara lain atas wilayah sengketa Laut Cina Selatan
langsung dalam sengketa ini, namun hal ini bukan berarti pemerintahan resmi
Amerika Serikat tidak terlibat dalam penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan.
menyimpang dari prinsip dasar ini dan mempunyai implikasi langsung dalam
170
Mark E.Rosen,JD,LLM (Using International Law to Defuse Current Controversies in
the South and East China Seas), CNA analysis solution, Washington.February 2015. Hal.33.
133
memiliki hak veto, Hal ini tentunya menjadi daya tarik politis bagi Amerika
134
sebuah langkah yang sangat positif dalam mengambil alih kepemimpinan dan
b. Ketertarikan Tiongkok dalam atas Teluk Benggala dan Laut Cina Selatan.
Cina Selatan sebagai “wilayah baru” karena lokasinya yang strategis dan
potensi pentingnya sebagai pemasok sumber pangan dan energi bagi wilayah
menjadi tokoh sentral dalam analisis ini karena memiliki SDA yang sangat
pertumbuhan ekonomi.
ke Amerika Selatan, Afrika dan Asia Selatan. Tiongkok pada tahun 1993
135
menjadi negara pengimpor minyak bumi dan gas terbesar (sebagian besar
berasal dari Timur Tengah), dan saat ini survey menunjukkan bahwa
Tiongkok melakukan impor 79% minyak bumi dan gas alam untuk
dunia. Para peneliti melihat bahwa pada saat ini Tiongkok juga berusaha
politik ekonomi agar ia memiliki banyak potensi sumber pasokan energi dan
dinilai terlambat dan saat ini berada pada kedudukan “low-tide elevation”
pembangunan pipa gas bawah laut yang menyalurkan gas alam dari pulau St.
perbatasan Tiongkok dan India. Dimana dalam hal ini, Tiongkok membuat
perjanjian dengan Myanmar dan India sehingga memicu konflik Myanmar dan
secara damai melalui jalur hukum di PCA. Sedangkan, dalam sengketa Laut
Cina Selatan, Tiongkok menjadi satu-satunya kendala besar bagi tiap negara
yang menjadi pihak sengketa karena sangat tidak koorporatif dan keras
kepala. 171
Sengketa Laut Cina Selatan meliputi dua aspek, yaitu; klaim jurisdiksi
yang tumpang tindih dan sengketa teritorial atas kelompok pulau-pulau yang
berada di tengah laut. Sengketa ini merupakan sengketa yang paling kompleks di
wilayah Asia Timur ataupun dunia, dan merupakan sumber konflik berbahaya
Sejak tahun 1974 telah dilakukan pula upaya penyelesaian sengketa secara
damai melalui jalur diplomatik yakni dengan melakukan negosiasi antara negara-
negara yang bersengketa mengenai Laut Cina Selatan, namun tidak pernah
1996, 1998, 2000 dan 2001 telah menimbulkan kontak senjata antara negara-
negara yang bersengketa dengan Tiongkok dan dalam kontak senjata ini memakan
Conduct dengan pihak Tiongkok mengenai sengketa Laut Cina Selatan yang mana
171
Ibid.
172
http://www.asil.org/blogs/dispute-settlement-system-united-nations-convention-law-
sea-assessment-after-20-years. diakses pada tanggal 5 April 2015
173
Kolonel Karmin Suharna,SIP.,MA.Loc.Cit.
137
melakukan upaya yang sama pada tahun 1999 di pertemuan ke-6 ASEAN, namun
rumit dan hambatan pada strategi politik. Dan Code of Conduct yang
sengketa Laut Cina Selatan yang mana Tiongkok tidak bisa mendapatkan wilayah
strategis. 175
langkah perdana untuk menyelesaikan sengketa Laut Cina Selatan ini melalui
jalur penyelesaian sengketa secara damai dengan jalur juridis yakni membawa
sengketa ini ke PCA. Keputusan yang diambil oleh Filipina ini terinspirasi dari
oleh PCA pada tanggal 7 Juli 2014. Tiongkok sempat menolak untuk menyetujui
kebijakan yang diambil oleh Filipina untuk membawa kasus ini ke hadapan PCA.
menyatakan bahwa PCA tidak mempunyai hak atas jurisdiksi Laut Cina Selatan
dan dalam waktu dekat Tiongkok berencana untuk melakukan negosiasi dengan
174
http://www.un.org/depts/los/nippon/unnff_programme_home/fellows_pages/fellows_p
apers/nguyen_0506_vietnam.pdf. diakses pada tanggal 5 April 2015.
175
Ibid.
138
mereka perbutkan seharusnya sesuai dengan Pasal 122 dan 123 UNCLOS 1982
mengenai laut tertutup dan atau laut semi tertutup. Yang mana ini merupakan
upaya paksa Tiongkok untuk menawarkan wilayah laut semi tertutup kepada
tidak akan memberikan keuntungan pada negaranya dalam upaya menguasai Laut
Cina Selatan. Dan dengan akan dilakukannya proses negosiasi antara Tiongkok
dan Filipina maka untuk sementara waktu pembahasan dan pemeriksaan oleh
PCA ditangguhkan. 176 Namun apabila proses negosiasi tersebut tidak berjalan
lancar maka Filipina dapat kembali mengajukan penanganan sengketa ini ke PCA
sesuai dengan Pasal 287 ayat (1) UNCLOS 1982 mengenai prosedur penyelesaian
sengketa, ANNEX VII, Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan Pasal 33 Piagam PBB.
176
Mark E.Rosen,JD,LLM.Op.Cit.Hal.39
139
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
diatur didalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB dan dijelaskan selanjutnya
dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB mengenai cara penyelesaian sengketa
secara damai. Dan penyelesaian hukum diatur di dalam Pasal 36 ayat (2)
dalam Pasal 287 ayat (1) UNCLOS 1982, tiap negara yang bersengketa
di dalam Pasal 287 ayat (1) UNCLOS 1982 ini dan tidak ada paksaan.
Selain dari Pasal 287 ayat (1) mekanisme penyelesaian sengketa laut
sengketa tidak boleh dibiarkan berlarut terlalu lama, untuk hal itu harus
penyelesaiannya.
sengketa melalui proses negosiasi ini tidak berjalan lancar dan masalah
ini tidak dapat terselesaikan dalam kurun waktu tiga dekade lamanya.
pada tanggal 7 Juli 2014 dimana keputusan ini diterima oleh kedua belah
pihak yang bersengketa karena dirasa dapat memenuhi rasa adil dan
bersengketa dan ini diatur dalam Pasal 85 Konvensi Den Haag tahun 1907.
141
Putusan PCA bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu penyelesaian
B. Saran
saran,yakni :
arbitrase ini lebih netral dan dalam putusannya lebih dapat memberikan
maritim yang lebih jelas dan tidak terjadi tumpang tindih pada batas
negara yang terlibat sengketa tersebut adalah negara dunia ke-3 dalam
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Goh, Evelyn. Meeting the China Challenge: The U.S. in Southeast Asian
Regional Security Strategies. East-West Center Washington. 2005.
131
144
Reus, Christian dan Smit, Politik Hukum Internasional. Bandung. Nusa Media.
2015.
B. Peraturan-peraturan
Piagam PBB
UNCLOS 1982
C. Putusan
Robert Beckman (China, UNCLOS and the South China Sea), Asean Society
of International Law,China, 27-28 August 2011.
The Arbitral Tribunal in the matter of The Bay of Bengal Maritime Boundary
Arbitration between The People’s Republic of Bangladesh and Republic of
India, The Hague, 7 July 2014.
D. Majalah
E. Jurnal
Matt Kirtland dan Kate Huntler (South Asia Maritime Disputes: Delimiting the
maritime boundaries of India and Bangladesh; International arbitration
report, Norton Rose Fullbright.2014).
Nilawati ( Peran The International Tribunal For The Law Of The Sea (ITLOS)
Dalam Penyelesaian Sengketa Di Teluk Benggala Antara Myanmar Dan
Bangladesh : Ejournal Ilmu Hubungan Internasional.2014.
F. Skripsi / Tesis
146
G. Website
http://militaryanalysisonline.blogspot.com/2013/09/sengketa-kepulauan-
spratly-potensi.html. (tanggal akses diakses tanggal 12 Januari 2015).
republika.co.id/berita/internasional/global/14/05/14/n5kc8v-massa-anticina-
bakar-15-pabrik-di-vietnam#”. (tanggal akses 23 Januari 2015).
republika.co.id/berita/internasional/global/14/05/21/n5xeeo-pm-vietnam-cina-
langgar-hukum-internasional”. (tanggal akses 23 Januari 2015).
http://www.idsa.in/idsacomments/DelimitationofIndoBangladesh_rbhattacharj
ee_ 190814.html. (tanggal akses 4 April 2014).
http://www.asil.org/blogs/dispute-settlement-system-united-nations-
convention-law-sea-assessment-after-20-years. (tanggal akses 5 April
2015).
http://www.un.org/depts/los/nippon/unnff_programme_home/fellows_pages/f
ellows_papers/nguyen_0506_vietnam.pdf. (tanggal akses 5 April 2015).
http://www.eastasiaforum.org/2011/06/29/china-s-militant-tactics-in-the-
south-china-sea/. (tanggal akses 15 Januari 2015).