1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.

29562

Potensi Penerapan Infrastruktur Hijau Dalam Upaya


Mengurangi Genangan Banjir di Kawasan Sub DAS
Cisangkuy

Purnama Wati*, Hilwati Hindersah


Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam
Bandung, Indonesia.

*[email protected]

Abstract. Changes in land use in the upstream area are known to be one of the causes
of an increase in surface runoff, which results in an increase in the intensity and
frequency of floods. One of the flood events that occurred as a result of runoff from
upstream rivers was the flood that occurred in Dayeuhkolot District, Baleendah District,
and Bojongsoang District which is the estuary of the confluence of 3 rivers, including
the Citarum River, Cikapundung River, and Cisangkuy River. The Cisangkuy SUB-
DAS has a run off of 559.6 million m3/year and supplies high runoff water to the Citarum
River. The government's efforts, namely the Cisangkuy floodway, can reduce the
duration of flood inundation, but when the rainfall is very high, floods continue to
stagnate in the three sub-districts. For this reason, this study aims to identify the potential
for implementing green infrastructure in reducing flood inundation in the Cisangkuy
sub-watershed area. This research consists of three stages. The first stage is analyzing
the type and distribution of potential green infrastructure locations using intersection
analysis and select by attributes. The second stage calculates the planned flood discharge
using Log Pearson Type III and SCS (Soil Conservation Service). The third stage is an
analysis of the ability of green infrastructure to reduce flood inundation. The results
showed that there are three types of green infrastructure whose criteria are in accordance
with the characteristics, namely wet ponds, dry ponds, and Vegetated Filter Strips.
Locations that have the potential to be implemented are Pameungpeuk District, Banjaran
District, and Cangkuang District. The location points chosen for the retention pond
development are in Ranca Tungku Village, Pameungpeuk District, and Kamasan
Village, Banjaran District. The calculation results show that the volume of inundation
from the Cisangkuy sub-watershed is 20.854.101.25 m3 . The ability of green
infrastructure in reducing flood inundation results in the percentage of detention ponds
(1.13%) Because the results are less significant, then the simulation is carried out again
if the area of the detention pond is expanded, the result is that the detention ponds get
results (12.49%), retention ponds (5 %), vegetated filter strip (3.4%). The results of the
combination of detention ponds, retention ponds and vegetated filter strips will result in
a reduction in the percentage of 20.89%.
Keywords: Green Infrastructure, Flood Inundation, Watershed.

Abstrak. Perubahan penggunaan lahan di Kawasan hulu sungai diketahui sebagai salah
satu penyebab peningkatan limpasan permukaan, yang mengakibatkan meningkatnya
intensitas dan frekuensi banjir. Salah satu kejadian banjir yang terjadi akibat dari
limpasan hulu sungai adalah banjir yang terjadi di Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan
Baleendah, dan Kecamatan Bojongsoang yang merupakan muara dari dari pertemuan 3
sungai, antara lain Sungai Citarum, Sungai Cikapundung, dan Sungai Cisangkuy. Sub
DAS Cisangkuy memiliki run off sebesar 559,6 juta m3/tahun dan menyuplai air
limpasan yang cukup tinggi ke Sungai Citarum. Upaya pemerintah yang sudah
dilakukan yaitu floodway cisangkuy dapat mengurangi lama genangan banjir, tetapi
ketika curah hujan sangat tinggi, banjir tetap menggenang di tiga kecamatan tersebut.

481
482 | Panji Pratama Lifianto, et al.

Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi penerapan


infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan banjir di Kawasan Sub DAS Cisangkuy.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu analisis jenis dan sebaran
lokasi potensial infrastruktur hijau menggunakan analisis intersect dan select by
attributes. Tahap Kedua menghitung debit banjir rencana menggunakan Log Pearson
Type III dan SCS (Soil Conservation Service). Tahap ketiga yaitu analisis kemampuan
infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan banjir.Hasil penelitian menunjukkan
terdapat tiga jenis infrastruktur hijau yang kriterianya sesuai dengan karakteristik, yaitu
kolam retensi (wet pond), kolam detensi (dry pond), dan Vegetated Filter Strip. Lokasi
yang berpotensial untuk diterapkan adalah Kecamatan Pameungpeuk, Kecamatan
Banjaran, dan Kecamatan Cangkuang. Titik Lokasi yang dipilih untuk pengembangan
kolam retensi berada di Desa Ranca Tungku, Kecamatan Pameungpeuk dan Desa
Kamasan, Kecamatan Banjaran. Hasil perhitungan menunjukkan volume genangan yang
dari Sub DAS Cisangkuy sebesar 20.854.101,25 m3 . Kemampuan infrastruktur hijau
dalam mengurangi genangan banjir mendapatkan hasil dengan persentase kolam detensi
(1,13%) Karena hasilnya kurang signifikan, maka dilakukan simulasi kembali jika luas
kolam detensi diperluas, hasilnya kolam detensi mendapat hasil (12,49%), kolam retensi
(5%), vegetated filter strip (3,4%). Hasil kombinasi dari Kolam detensi, Kolam retensi
dan Vegetated Filter Strip akan menghasilkan pengurangan dengan persentase sebesar
20,89%.
Kata Kunci: Infrastruktur Hijau, Genangan Banjir, Daerah Aliran Sungai

Volume 7, No. 2, Tahun 2021


Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.29562

1. Pendahuluan
Alih fungsi ini menyebabkan rusaknya lingkungan karena [1] pembangunan suatu
kawasan seringkali kurang memperhatikan nilai ekosistem. Keberadaan ruang terbuka hijau pun
bukan termasuk prioritas dalam pengembangan suatu kawasan infrastruktur [2]. Untuk tetap
menjaga kelestarian lingkungan, maka perlu untuk menyeimbangkan antara lingkungan alami
dan buatan, salah satu cara nya dapat diwujudkan dengan mengembangkan konsep kota hijau
yang dapat diwujudkan dalam infrastruktur hijau [1].

Konsep infrastruktur hijau adalah membentuk lingkungan dengan proses alami yang terjaga [2]
infrastruktur hijau juga memiliki kapasitas multifungsi dengan menawarkan konsep pelestarian
lingkungan sambil mempromosikan kegiatan pembangunan berbasis sumber daya alam [3]
infrastruktur hijau juga memiliki banyak fungsi meliputi manajemen air hujan, manajemen
kualitas air, hingga pada mitigasi banjir [2]. Konsep infrastruktur hijau juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi masalah lingkungan seperti kekurangan air dan banjir [3]. Dengan
diperkenalkannya infrastruktur hijau ke lingkungan perkotaan, siklus air perkotaan
konvensional menjadi siklus air perkotaan yang berkelanjutan [4]. Permukaan kota hijau
mempertahankan curah hujan di tempat produksi, yang memiliki efek mengurangi konsekuensi
kekeringan [5]; dan mengurangi jumlah curah hujan, sehingga mencegah banjir perkotaan. Saat
hujan, terjadi genangan air yang tidak terserap kedalam tanah, air ini menjadi limpasan
permukaan dan akan menggenang di permukaan.
Perubahan penggunaan lahan di Kawasan hulu sungai diketahui sebagai salah satu
penyebab peningkatan limpasan permukaan, yang mengakibatkan meningkatnya intensitas dan
frekuensi banjir [6]. Salah satu kejadian banjir yang terjadi akibat dari limpasan hulu sungai
adalah banjir yang terjadi di Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Baleendah, dan Kecamatan
Bojongsoang. Banjir ini terjadi akibat dari adanya perubahan penggunaan lahan di Sub DAS
Cikapundung dan Sub DAS Cisangkuy. Berdasarkan Permen PUPR No.4/PRT/M/2015 kondisi
dari Sub DAS Cikapundung memiliki lahan kritis sebesar 3.865 ha, run off sebesar 529,5 juta
m3/tahun, dan sedimentasi sebesar 1.023.347 ton/tahun. Sedangkan kondisi Sub DAS
Cisangkuy memiliki lahan kritis sebesar 6.084,95 ha, run off sebesar 559,6 juta m 3/tahun, dan
sedimentasi sebesar 1.332.692 ton/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat dilihat bahwa
Sungai Cisangkuy menyuplai air limpasan yang cukup tinggi ke Sungai Citarum.
Air limpasan yang tinggi ini dapat disebabkan oleh terjadinya perubahan penggunaan
lahan yang pesat di Sub DAS Cisangkuy. Sub DAS Cisangkuy pada 1997 memiliki hutan seluas
14,977 ha (44.02% dari luas Sub DAS Cisangkuy). Pada 2010, luas hutan berkurang menjadi
5,128 ha (15.07% dari luas DAS Cisangkuy). Luas lahan sawah juga mengalami penurunan dari
7,182 ha (21.11 % dari luas Sub DAS Cisangkuy) menjadi 4,961 ha (14.58% dari luas Sub DAS
Cisangkuy). Hal ini mengakibatkan daerah tempat peresapan air hujan menjadi berkurang. [7]
dan air yang mengalir dari daerah hulu, mengalir dengan debit yang sangat besar sehingga tidak
tertampung di daerah hilir dan menyebabkan air tersebut meluap ke pemukiman warga.
Selain permasalahan alih fungsi lahan, dilihat dari kondisi geografisnya, Kecamatan
Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang memiliki kondisi topografi yang relatif datar dan
merupakan dasar dari danau Bandung, yang merupakan muara dari pertemuan 3 sungai, antara
lain Sungai Citarum, Sungai Cikapundung, dan Sungai Cisangkuy [8]. Sehingga, jika terjadi
hujan dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang lama, dapat menjadi penyebab timbulnya
genangan ketika air tidak dapat mengalir dengan baik. Debit air yang tidak tertampung di daerah
pertemuan anak-anak sungai, mengakibatkan timbulnya genangan dan membuat lahan di
Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Baleendah, dan Kecamatan Bojongsoang tergenang oleh
air.
Dalam menanggulagi genangan banjir yang terjadi, berbagai upaya telah dilakukan
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Bandung adalah
dengan membangun infrastruktur pengendali banjir, antara lain dibangunnya terowongan
nanjung, kolam retensi Cieunteung dan Andir, dan juga infrastruktur yang terdapat di Sub DAS
Cisangkuy, yaitu floodway cisangkuy. Dengan adanya Infrastruktur pengendali banjir tersebut
berperan mempercepat turunnya muka air, banjir lebih cepat surut daripada biasanya, tetapi

Perencanaan Wilayah dan Kota


484 | Purnama Wati, Hilwati Hindersah.

tetap Ketika curah hujan sangat tinggi, banjir tetap menggenang di tiga kecamatan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan upaya lain untuk mengurangi volume genangan
banjir, agar tidak hanya waktu lama genangan yang dapat dikurangi, tetapi juga ketinggian
banjir dapat direduksi. Upaya yang dilakukan, tidak hanya dapat dilakukan di wilayah
bersangkutan, tetapi harus diupayakan penanggulangan di wilayah hulu sungainya. Salah
satunya yaitu dengan mengupayakan penanggulangan di Sub DAS Cisangkuy, sebagai salah
satu dari 12 sungai penyuplai air terbanyak ke Sungai Citarum. Upaya yang dilakukan harus
memiliki konsep untuk mengolah limpasan air hujan dan proses hidrologi yang terjadi yaitu
dalam bentuk infrastruktur hijau. Untuk itu, penelitian ini ditujukan sebagai salah satu upaya
dalam mengidentifikasi potensi penerapan infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan
banjir di kawasan Sub DAS Cisangkuy.

2. Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan deskriptif, dalam hal ini
dilakukan penelitian kuantitatif untuk menguji hubungan antar variabel seperti saat pencarian
wilayah berpotensi dengan bantuan arcgis, serta menggunakan angka dalam proses perhitungan
dan penganalisaan datanya. Pendekatan Deskriptif digunakan untuk menghasilkan gambaran
atau menyajikan informasi dari hasil analisis kuantitatif. Metode pengumpulan data yang
dilakukan adalah metode pengumpulan data sekunder dari beberapa instansi pemerintah antara
lain: BBWS Citarum, PUPR Kabupaten Bandung, Bappeda Kabupaten Bandung, BMKG
Geofisika Bandung dan BPS. Adapun data yang diperlukan meliputi:
1. Peta DEM
2. Peta Ketinggian
3. Peta Kemiringan Lereng
4. Peta Jenis Tanah
5. Peta Sungai
6. Peta Tutupan Lahan
7. Data Curah Hujan
8. Kondisi Wilayah
Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama yaitu analisis jenis dan sebaran
lokasi potensial infrastruktur hijau menggunakan analisis intersect dan select by attributes. Tahap
Kedua menghitung debit banjir rencana menggunakan Log Pearson Type III dan SCS (Soil
Conservation Service). Tahap ketiga yaitu analisis kemampuan infrastruktur hijau dalam
mengurangi genangan banjir menggunakan luasan infrastruktur hijau yang didapat dari hasil
analisis tahap 1 kemudian dihitung Kembali menggunakan metode SCS (Soil Conservation
Service).
.

3. Pembahasan dan Diskusi


Analisis Jenis Infrastruktur Hijau dan Sebaran Lokasi
Dalam analisis ini, digunakan 6 infrastruktur hijau terpilih yang memiliki fungsi untuk
mengurangi limpasan air hujan dan menyimpan air hujan untuk dianalisis kesesuaiannya dengan
kondisi wilayah Sub DAS Cisangkuy. Keenam infrastruktur hijau tersebut antara lain: Kolam
Retensi, Kolam Detensi, Sengkedan Rumput, Parit Resapan, Bioretensi, Vegetated Filter Strip.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data tutupan lahan dan
karakteristik wilayah DAS, seperti kemiringan lereng, jenis tanah, jaringan sungai.
Data awal ini kemudian diolah dengan menggunakan tools intersect dan select by
attributes dengan bantuan software ArcGis. Hasil dari analisis ini akan
menghasilkan jenis infrastruktur apasaja yang berpotensi diterapkan dan sebaran
wilayah yang potensial untuk penerapan infrastruktur hijau. Selain itu, dalam
analisis ini juga akan didapat luasan infrastruktur hijau yang berpotensi diterapkan. Hasil
analisis menunjukkan bahwa hanya 3 dari 6 infrastruktur yang cocok diterapkan di Kawasan
Sub DAS Cisangkuy, yaitu kolam retensi, kolam detensi, dan vegetated filter strip. Sedangkan

Volume 7, No. 2, Tahun 2021


Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.29562

sengkedan rumput, parit resapan, bioretensi tidak cocok. Hal ini disebabkan karena luas dari
Sub DAS Cisangkuy terlalu luas dan tidak memenuhi kriteria dari sengkedan rumput, parit
resapan, bioretensi yang lebih cocok di wilayah kecil. Hasil dari infrastruktur yang sesuai
kriteria dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Lokasi Potensial


Kolam Retensi

Gambar 2. Lokasi Potensial


Kolam Detensi

Perencanaan Wilayah dan Kota


486 | Purnama Wati, Hilwati Hindersah.

Gambar 3. Lokasi Potensial Kolam


Vegetated Filter Strip

Kolam Retensi menghasilkan wilayah yang sama dengan kolam detensi dengan luas
12.428,27 ha. Sedangkan vegetated filter strip menghasilkan luas wilayah 1.264 ha. Kemudian
hasil dari kolam retensi dan detensi disesuaikan dengan pola ruang wilayah dan mendapatkan
hasil seluas 5.547,42 Ha.

Gambar 4. Lokasi Potensial berdasarkan kesesuaiannya dengan Rencana Pola Ruang

Karena wilayah terlalu luas untuk dimanfaatkan seluruhnya, maka diambil beberapa
lokasi yang cukup berdekatan dengan Sungai Cisangkuy sebagai lokasi yang potensial, agar
infrastruktur yang direncanakan juga dapat berfungsi dengan baik. Lokasi yang dihasilkan,
menjadi seluas 488,82 Ha dan tersebar di Kecamatan Pameungpeuk, Banjaran, dan Cangkuang.
Selanjutnya, secara lebih spesifik, dipilih dua titik lokasi untuk kolam retensi, yaitu berlokasi di
Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran dan Desa Ranca Tungku, Kecamatan Pameungpeuk. Hal
yang melatarbelakangi pengambilan wilayah tersebut karena wilayah tersebut merupakan
wilayah yang sering mengalami banjir, meski hanya beberapa jam dan tidak separah di
Kecamatan Dayeuhkolot.

Volume 7, No. 2, Tahun 2021


Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.29562

Gambar 5. Titik Lokasi Potensial Kolam Retensi

Analisis Banjir Rencana


Dalam perhitungan curah hujan rencana, data curah hujan yang digunakan adalah data
yang diperoleh dari BMKG Stasiun Geofisika Bandung dari tahun 2011 sampai tahun 2020.
Berdasarkan data curah hujan yang dimiliki, kemudian ditentukan curah hujan maksimum pada
setiap tahunnya. Maka didapat hasil seperti Tabel 1.

Tabel 1. Curah Hujan Maksimum Harian Tahun 2011-2020

Curah Hujan
No Tahun
Maksimum
1 2011 73,50
2 2012 78,50
3 2013 68,40
4 2014 62,00
5 2015 60,40
6 2016 112,60
7 2017 73,50
8 2018 85,20
9 2019 83,30
10 2020 160,00
Total 857,400
Sumber: BMKG Stasiun Geofisika Bandung,2021

Langkah selanjutnya yaitu menentukan analisis frekuensi. Metode Analisis Distribusi


Frekuensi yang sering digunakan dalam bidang hidrologi antara lain: Distribusi Gumbel,
Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, dan Distribusi Log Pearson Tipe III. Untuk
melakukan pemilihan distribusi, maka terlebih dahulu dilakukan perhitungan parameter statistik
curah hujan. Hasil perhitungan parameter statistic curah hujan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Perhitungan Parameter Statistik

Tahun Xi (mm) Xi - X (Xi - X)2 (Xi - X)3 (Xi - X)4


2011 73,50 -12,24 149,82 -1.833,77 22.445,31
2012 78,50 -7,24 52,42 -379,50 2.747,60
2013 68,40 -17,34 300,68 -5.213,71 90.405,82
2014 62,00 -23,74 563,59 -13.379,57 317.630,98
2015 60,40 -25,34 642,12 -16.271,21 412.312,44
2016 112,60 26,86 721,46 19.378,40 520.503,95

Perencanaan Wilayah dan Kota


488 | Purnama Wati, Hilwati Hindersah.

Tahun Xi (mm) Xi - X (Xi - X)2 (Xi - X)3 (Xi - X)4


2017 73,50 -12,24 149,82 -1.833,77 22.445,31
2018 85,20 -0,54 0,29 -0,16 0,09
2019 83,30 -2,44 5,95 -14,53 35,45
2020 160,00 74,26 5.514,55 409.510,30 30.410.235,23
Jumlah 857,40 0,00 8.100,68 389.962,49 31.798.762,19
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan standar


deviasi, koefisien skewness, koefisien kurtosis, dan koefisien variasi sebagai berikut:
a. Standar Deviasi

1
S= √ ∑ni=1(Xi − ̅
X)2 ……………………………………….………………………...(1)
n−1

1
S= √ x 8.100,68 = √900,08 = 30,00
10−1

b. Koefisien Skewness
n
Cs = ∑ni=1(Xi − ̅
X)3 ……………………………………………………….(2)
(n−1)(n−2) x S3

10 10
Cs = (10−1)(10−2) x 303
x 389.962,49 = x 389.962,49 = 2,01
1.944.246,24

c. Koefisien Kurtosis
𝟏 𝐧 ̅)𝟒
∑ (𝐗𝐢− 𝐗
𝐧 𝐢=𝟏
Ck = 𝟒 …………………………………………………………………..(3)
𝐒

𝟏
𝐱 𝟑𝟏.𝟕𝟗𝟖.𝟕𝟔𝟐,𝟏𝟗 𝟑.𝟏𝟕𝟗.𝟖𝟕𝟔,𝟐
𝟏𝟎
Ck = = = 𝟑, 𝟗𝟐
𝟑𝟎𝟒 𝟖𝟏𝟎.𝟏𝟑𝟔,𝟖𝟏

d. Koefisien Variasi
S
Cv = ̅ …………………………………………………………………………………….(4)
X

30
Cv = = 0,35
85,74

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode analisis
distribusi frekuensi yang memenuhi syarat adalah Distribusi Log Pearson III. Analisis frekuensi
ini digunakan untuk menghitung curah hujan rencana dalam periode ulang 10 tahun dengan
Sungai Cisangkuy merupakan saluran primer di Kawasan Sub DAS Cisangkuy. Berdasarkan
Tabel Nilai K untuk distribusi Log Pearson Tipe III, maka, nilai K periode ulang 10 tahun yang
diperoleh dari hasil Cs = 2,01 yaitu sebesar 1,302. selanjutnya nilai ini akan digunakan pada
persamaan berikut untuk mengetahui curah hujan rencana periode ulang ke 10:

̅+
X10 = X
(K x S)……………………………………………………………………………(5)
X10 = 85,74 + (1,302 x 30)
X10 = 85,74 + 39,06
X10 = 124,80

Volume 7, No. 2, Tahun 2021


Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.29562

Hasil dari perhitungan curah hujan rencana periode ulang ini akan dijadikan input untuk
tahap selanjutnya, yaitu untuk menghitung limpasan permukaan menggunakan metode SCS.
Perhitungan Limpasan permukaan dilakukan dengan metode SCS (Soil Conservation Service).
Metode SCS merupakan modifikasi dari metode rasional yang mengaitkan karakteristik fisik
DAS seperti jenis tanah, vegetasi, dan tutupan lahan ke dalam suatu koefisien CN (Curve
Number) untuk memperkirakan limpasan permukaan [9]. Hasil perhitungan Koefisien CN
secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Nilai CN Pada Setiap Penggunaan Lahan di Sub DAS Cisangkuy

Luas (Ha)
No Tutupan Lahan Koefisien CN A x CN
A
1 Pertanian Lahan Kering 7.470,10 89 664.838,91
2 Pertanian Lahan Kering Campur 277,99 89 24.741,46
3 Sawah 5.437,25 91 494.789,75
4 Hutan Lahan Kering Primer 402,42 86 34.608,55
5 Hutan Lahan Kering Sekunder 4.786,23 86 411.615,78
6 Hutan Tanaman 3.123,74 86 268.641,64
7 Perkebunan 3.354,05 86 288.448,30
8 Pemukiman 2.990,06 87 260.135,23
9 Tanah Terbuka 84,61 72 6.092,25
10 Badan Air 290,93 98 28.510,94
Total 28.217,39 2.482.422,81
Sumber: Hasil Analisis, 2021

∑(AiCNi )
CNDAS = ∑A
……………………………………………………………………………...(6)

2.482.422,81
CNDAS = = 87,97
28.217,39

Kemudian koefisien CN dan curah hujan rencana periode ulang 10 tahun yang telah
dihitung sebelumnya digunakan untuk menghitung limpasan permukaan dengan metode SCS
seperti berikut [10]
25400
S= − 254
CN
……………..……………………………………………………………….(7)
25400
S= − 254 = 34,73 mm
87,97

(P−0,2S)2
Pe = ………………………………………………………………...………………(8)
(P+0,8S)
(124,80 − (0,2 x 34,73))2 13.889,56
Pe = = = 91,03 mm
(124,80 + (0,8 x 34,73)) 152,58

Setelah mengetahui angka curah hujan efektif (Pe), maka selanjutnya menghitung
volume genangan awal (Va) menggunakan rumus umum yaitu luas permukaan dikalikan dengan
curah hujan efektif/limpasan permukaan, berikut penjelasannya:

A = 28.217,39 Ha = 282.173.900 m 2
Pe= 91,03 mm = 0,091 m

Perencanaan Wilayah dan Kota


490 | Purnama Wati, Hilwati Hindersah.

Va = A x Pe
Va = 282.173.900 x 0,091
Va = 25.686.001,25 m3

Setelah dilakukan perhitungan, maka akan didapatkan volume banjir rencana yaitu
sebesar 25.686.001,25 m3 . Setelah mendapatkan volume awal, selanjutnya volume ini dikurangi
kapasitas tampungan eksisting di Sub DAS Cisangkuy, yaitu Sungai Cisangkuy, dan
infrastruktur buatan eksisting yaitu Floodway Cisangkuy. Total volume kapasitas eksisting
adalah sebesar 4.831.900 m3 . Sehingga, nilai volume banjir rencana awal setelah dikurangi
kapasitas adalah:

Volume banjir rencana = 25.686.001,25 – 4.831.900

= 20.854.101,25 m3

Analisis Kemampuan Infrastruktur Hijau dalam Mengurangi Genangan Banjir


Dalam menghitung kemampuan infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan banjir,
dilakukan perhitungan volume genangan banjir, dengan menggunakan luasan infrastruktur hijau
yang didapat pada analisis sebelumnya. Perhitungan ini kembali dilakukan dengan metode SCS,
dengan mengubah koefisen CN sebelumnya menjadi koefisien CN untuk badan air. untuk
menghitung kemampuan kolam retensi, dihitung dengan menggunakan kapasitas kolam dengan
asumsi dari asumsi dari kapasitas penampungan eksisting yaitu Kolam Retensi Cieunteung
(berada di Sub DAS Cirasea). Setelah didapat volume genangan akhir, maka dibandingkan
dengan volume genangan awal, sehingga didapat pengurangannya. Perhitungan volume ini
dilakukan untuk melihat kemampuan infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan banjir.
Hasil dari perhitungan kemampuan Infrastruktur Hijau dalam Mengurangi Genangan Banjir
dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Kemampuan Infrastruktur Hijau

Volume Volume Akhir- Volume Pengurangan


Infrastruktur Luas CN Pe Persentase
No S genangan kapasitas Genangan Genangan
Hijau (Ha) das (mm) (%)
Rencana (m3) eksisting (m3) Awal (m3) (m3)

Kolam
1 488,8 87,64 35,80 90,19 25.450.029,06 20.618.129,06 20.854.101,25 235.972,19 1,13
Detensi
Kolam
2 5.547,4 84,30 47,30 81,80 23.080.720,89 18.248.820,89 20.854.101,25 2.605.280,36 12,49
Detensi
Kolam
3 8,7 (2) 20332101,25 (2) 20.854.101,25 522000 (2) 5,00
Retensi
Vegetated
4 1.264,0 87,12 37,54 88,85 25.072.226,38 20.240.326,38 20.854.101,25 613.774,87 3,40
Filter Strip
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Hasil Perumusan Penerapan Infrastruktur Hijau


Berdasarkan hasil tersebut, maka untuk dapat mengoptimalkan penggunaan
infrastruktur hijau, dilakukan kombinasi dari infrastruktur hijau yang dipilih, kombinasi yang
dipilih adalah pembagunan kolam detensi 5.547,42 Ha, Kolam retensi 8,7 Ha sebanyak 2 unit
dan vegetated Filter Strip seluas 1.264 Ha. Hasilnya akan mengurangi genangan sekitar
4.263.055,23 m3 dengan persentase sebesar 20,89%.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan karakteristik fisik Sub DAS Cisangkuy, terdapat tiga jenis infrastruktur
Volume 7, No. 2, Tahun 2021
Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota http://dx.doi.org/10.29313/pwk.v0i0.29562

hijau yang kriterianya sesuai dengan karakteristik das dan berpotensi untuk
diterapkan, yaitu kolam retensi (wet pond) seluas 12.428,27 ha, kolam detensi (dry
pond) seluas 12.428,27 ha dan Vegetated Filter Strip seluar 1.264 Ha. Dan
berdasarkan kesesuaiannya dengan pola ruang, maka luasan kolam retensi dan kolam
detensi yang dapat dikembangkan adalah 5.547,42 Ha.
2. Berdasarkan kedekatan lokasi dengan sungai, maka wilayah yang sesuai untuk
dikembangkan kolam retensi dan kolam detensi adalah 488,82 Ha dan tersebar di
Kecamatan Pameungpeuk, Kecamatan Banjaran, dan Kecamatan Cangkuang. Titik
Lokasi yang dipilih untuk pengembangan kolam retensi berada di Desa Ranca
Tungku, Kecamatan Pameungpeuk dan Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran.
3. Berdasarkan curah hujan periode ulang 10 tahun dan kapasitas tampungan eksisting,
maka didapatkan volume genangan yang dihasilkan dari Sub DAS Cisangkuy sebesar
20.854.101,25 m3 . Kemampuan infrastruktur hijau dalam mengurangi genangan
banjir mendapatkan hasil:
a. Penerapan infrastruktur hijau berupa kolam detensi seluas 488,82 Ha
menunjukkan bahwa genangan berkurang sebesar 235.972,19 m3 dengan
persentase sebesar 1,13 %. Penerapan kolam detensi seluas 5.547,42 Ha
menunjukkan bahwa genangan berkurang sebesar 2.605.280,36 m3 dengan
presentase sebesar sebesar 12,49 %.
b. Penerapan infrastruktur hijau berupa kolam retensi dengan kapasitas sebesar
522.000 m3 akan dibangun 2 kolam dan akan mereduksi genangan dengan
persentase 5%.
c. Penerapan infrastruktur hijau berupa vegetated filter strip seluas 1.264 Ha
menunnjukkan bahwa genangan berkurang sebesar 613.774,87 m3 dengan
persentase sebesar 3,4 %.
d. Jika dilakukan kombinasi penerapan infrastruktur hijau, maka akan dihasilkan
pengurangan sebesar 4.263.055,23 m 3 dengan persentase sebesar 20,89%.

Acknowledge
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, Ibu Dr.
Hilwati Hindersah, Ir., MURP. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis, serta kepada rekan Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2017 atas kebersamaanya dan telah memberikan
dukungan serta semangat selama kegiatan perkuliahan.

Daftar Pustaka
Damayanti, Verry. 2019. Potensi pengembangan infrastruktur hijau dalam upaya mewujudkan
cimahi sebagai kota hijau berkelanjutan. Volume 53, Nomor 9, Hal 1689–1699. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.
Setiyono dan A. Sidiq. 2018. Konsep infrastruktur hijau pada area Khatulistiwa Park Kota
Pontianak. JU-ke (Jurnal Ketahanan Pangan), Volume 2, Nomor 2, Hal 159–164
Hindersah, H., Y. Asyiawati, dan A. Afiati. 2020. Green infrastructure concept in supporting
rural development. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, Volume
830, Nomor 3. doi: 10.1088/1757-899X/830/3/032074.
Sperac, Marija dan D. Obradovic. 2019. Parameters of interest for the design of green
infrastructure. Journal of Urban and Environmental Engineering, Volume 13, Nomor 1,
Hal 92–101. doi: 10.4090/juee.2019.v13n1.092101.
Hughes, C., G. De Winnaar, R.E. Schulze, M. Mander, dan G. P. W. Jewitt. 2018. Mapping of
water-related ecosystem services in the uMngeni catchment using a daily time-step
hydrological model for prioritisation of ecological infrastructure investment - part 1:
Context and modelling approach. Water SA, Volume 44, Nomor 4, Hal 577–589. doi:
10.4314/wsa.v44i4.07.

Perencanaan Wilayah dan Kota


492 | Purnama Wati, Hilwati Hindersah.

Atharinafi, Zahrul dan N. Wijaya. 2021. Land use change and its impacts on surface runoff in
rural areas of the upper citarum watershed (case study: Cirasea subwatershed). Journal
of Regional and City Planning, Volume 32, Nomor 1, Hal 36–55. doi:
10.5614/jpwk.2021.32.1.3.
Nurcahyo, E., 2017. Kajian Alih Fungsi Lahan Terhadap Kinerja Hidrologis Sub DAS Kunir di
Kabupaten Pacitan. Surakarta.
Herdiana, Iman. Ini penyebab Bandung Selatan menjadi wilayah langganan banjir.
https://daerah.sindonews.com/berita/736135/21/ini-penyebab-bandung-selatan-menjadi-
wilayah-langganan-banjir/10.
Rahmasari, Hardianti F. 2017. Penentuan Potensi Penerapan Infrastruktur Hijau Dalam
Mengurangi Genangan Di Daerah Aliran Sungai Kedurus. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Triatmojo, Bambang. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
Wijayanti Bitta Ikarani, Chamid Chusharini (2021). Kajian Pengendalian Pencemaran Air Laut
Berdasarkan Partisipasi Masyarakat di Kawasan Pesisir Pantai Santolo Kecamatan
Cikelet Kabupaten Garut. Jurnal Riset Perencanaan Wilayah dan Kota. 1(1). 23-29

Volume 7, No. 2, Tahun 2021

You might also like