Modul Bronkoesofagologi - 6. Disfagia Orofaring
Modul Bronkoesofagologi - 6. Disfagia Orofaring
Modul Bronkoesofagologi - 6. Disfagia Orofaring
ENDOSKOPI BRONKOESOFAGOLOGI
MODUL V.6
DISFAGIA OROFARING
EDISI II
KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015
Modul V.6 – Disfagia Orofaring
DAFTAR ISI
A. WAKTU........................................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI .......................................................................................... 2
C. REFERENSI .................................................................................................... 2
D. KOMPETENSI ................................................................................................ 4
E. GAMBARAN UMUM .................................................................................... 4
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI ................................................................ 5
G. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................... 5
H. METODE PEMBELAJARAN ........................................................................ 6
I. EVALUASI ..................................................................................................... 6
J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF.............................. 7
K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR .................... 10
L. MATERI PRESENTASI ............................................................................... 14
M. MATERI BAKU ........................................................................................... 17
1
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
A. WAKTU
B. PERSIAPAN SESI
1. Materi presentasi:
Slide 1: Pendahuluan
Slide 2: Anatomi Orofaring
Slide 2: Fisiologi menelan
Slide 3: Kontrol persarafan pada proses menelan
Slide 4: Disfagia
Slide 5 : Pemeriksaan FEES
Slide 6 : Pemeriksaan Penunjang
Slide 7 : Prosedur Operatif
Slide 8 : Komplikasi
C. REFERENSI
4. McCulloch TM, Van Daele DJ. Normal anatomy and physiology of the
nose, the pharynx, and the larynx. In: Langmore SE, editors. Endoscopic
evaluation and treatment of swallowing Disorder, 1st ed. New York,
Stuttgart: Thieme; 2001. p. 7-36.
5. Eibling DE. Organs of swallowing. In: Carrau RL, Murry T, editors.
Comprehensive Management of swallowing disorders,1st ed. San
Diego, London: Singular Publishing Group;1999. p. 11-21.
6. Marks L, Rainbow D. Neuro antomy and anatomy of the normal
swallowing process in adults. In: Marks L, Rainbow D, editors.
Working with dysphagia, 1st ed. United Kingdom: Speechmark
Publishing Ltd; 2001.p. 2-6.
7. Aviv JE. The normal swallow. In: Carrau RL, Murry T, editors.
Comprehensive management of swallowing disorders, 1st ed. San
Diego, London: Singular Publishing Group;1999.p. 23-9.
8. Mc Connel FMS, Cerenco D, Mendelson MS. Manofluorographic
analysis of swallowing. Otolaryngol Clin North Am. 1988 ; 21 : 625 -
35
9. Mc Connel FMS. Analysis of pressure generation and bolus transit
during pharyngeal swallowing. Laryngoscope, 1988 ; 98 : 71 – 8
10. Tamin S. Disfagia orofaring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007:281-4.
11. Langley J, Darvill GC. Assessment. In: Darvill GC, editor.Working
with swallowing disorders, 10th ed. Bicester, Oxon, Great Britain:
Winslow Press Ltd;1997.p.18-45.
12. Langmore SE, Schatz K, Olsen N. Fiberoptic endoscopic examination
of swallowing safety: a new procedure. Dysphagia 1988; 2:216-9
13. Langmore SE, Schatz K, Olsen N. Endoscopic and video fluoroscopic
evaluations of swallowing and aspiration. Ann Otol Rhinol Laryngol
1991;100:678-81
14. Leonard R. Swallow Evaluation with flexible videoendoscopy. In
:Leonard R, Kendall K, ed. Dysphagia Assessment and Treatment
Planning. A Team Approach. San Diego, London: Singular Publishing
Group Inc 1997: 161-80.
15. Bastian RW. The videoendoscopic swallowing study: an alternative and
partner to the video fluoroscopic swallowing study. Dysphagia 1993;
8:359-67
16. Bastian RW. Videoendoscopic evaluation of patients with dysphagia:
an adjunct to the modified barium swallows. Otolaryngol Head Neck
Surg 1991; 104:339-50
17. Nacci A, Ursino F, Vela RL, Matteuci F, Mallardi V, Fattori B.
Fiberoptic endsocopic evaluation of swallowing (FEES): proposal for
informed consent. Acta Otorhinolaringol Ital 2008;28:206-11.
18. Yunizaf R, Tamin S. Perbedaan gambaran fungsi menelan dengan
pemeriksaan endoskop fleksibel/Flexible Endoscopic evaluation of
3
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
D. KOMPETENSI
Keterampilan
Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan patogenesis disfagia neurogenik fase orofaring
2. Menjelaskan gambaran klinis disfagia neurogenik fase orofaring dan
komplikasinya
3. Melakukan pemeriksaan FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of
Swallowing)
4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang lainnya
5. Menjelaskan tatalaksana disfagia neurogenik fase orofaring
E. GAMBARAN UMUM
4
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
Jawaban :
G. TUJUAN PEMBELAJARAN
H. METODE PEMBELAJARAN
1. Literatur Reading
2. Referat
3. Praktik lapangan( Poliklinik)
4. Skills Lab
5. Tindakan
6. Bedside Teaching
7. Case Report
8. Jurnal reading
9. Minicex
I. EVALUASI
a. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk MCQ, essay dan
oral, yang bertujuan untuk menilai kinerja awal, yang dimiliki peserta
didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pre-test
terdiri atas :
Anatomi, fisiologi dan histologi orofaring
Penegakan diagnosis
Terapi
Komplikasi dan penanganannya
Follow-up
b. Selanjutnya dilakukan ”small group discussion” bersama fasilitator untuk
membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang
berkenan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada
saat bedside teaching dan proses penilaian.
c. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk
mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar
dalam bentuk role-play dengan sesama peserta didik (peer assisted
learning) atau kepada SP (standardized patient). Pada saat tersebut, yang
bersangkutan tidak diperkenankan : membawa penuntun belajar, penuntun
belajar dipegang oleh teman-temannya untuk : melakukan evaluasi (peer
assisted evaluation). Setelah dianggap memadai, melalui metode bedside
teaching dibawah pengawasan fasilitator, peserta didik mengaplikasikan
penuntun belajar kepada model anatomik dan setelah kompetensi tercapai
peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya pada pasien
6
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
8
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR PEMERIKSAAN FEES
(FLEXIBLE ENDOSCOPY EVALUATION OF SWALLOWING)
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
Perlu perbaikan : langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya
atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
Mampu : langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus
berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu
untuk kondisi di luar normal
Mahir : langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang
sangat efisien
T/D : langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)
KEGIATAN KASUS
KEGIATAN KASUS
serat optik lentur telah tersedia dan lengkap, yaitu:
a. Nasofaringolaringoskopi serat optik lentur
b. Sumber cahaya
c. Kabel sumber cahaya
d. TV monitor dan dvd/video recording
e. Makanan dengan 6 konsistensi : cairan encer (thin
liquid), cairan kental (thick liquid), bubur saring
(puree), bubur nasi (gastric rice/soft food), bubur
tepung (havermouth), dan biskuit. Semua konsistensi
makanan kecuali biskuit diberi warna hijau untuk
visualisasi yang lebih baik saat pemeriksaan.
f. Xylocain jelly dan antifog
2. Persiapan Pasien
a. Pasien dalam keadaan sadar.
b. Bisa diposisikan dalam keadaan duduk atau setengah
duduk
c. Beberapa keadaan yang dapat dipertimbangkan untuk
tidak dilakukan pemeriksaan FEES ialah gangguan
hemostasis, penurunan kesadaran, tanda vital yang tidak
stabil.
KEGIATAN KASUS
sampai ke nasofaring dan pasien diminta menelan tanpa
makanan (dry swallow) untuk menilai kerapatan
penutupan velofaring (velopharyngeal competence) atau
dengan menyuruh menyebutkan pi pi pi. Dinilai apakah
pergerakan velofaring simetris kanan dan kiri atau
terdapat adanya gap karena penutupan yang tidak
sempurna
f. Selanjutnya endoskop dimasukkan lagi sampai
hipofaring dengan posisi skope di atas uvula agar dapat
memvisualisasi struktur di bawah palatum mole. Pada
posisi ini, dilakukan evaluasi pangkal lidah, valekula,
sinus piriformis kanan dan kiri, dinding posterior faring,
dan postkrikoid.
g. Untuk mengevaluasi struktur laring endoskop
dimasukkan lebih dalam lagi, hingga ujungnya berada
setinggi epiglotis.
h. Evaluasi dilakukan terhadap posisi plika vokalis saat
diam dan gerakan plika vokalis saat fonasi dengan
menyebutkan huruf iiiii dan saat inspirasi. Dinilai
adanya akumulasi sekret atau saliva (standing
secretion) di daerah valekula, sinus piriformis kanan
dan kiri atau di daerah postkrikoid, demikian juga
adanya penetrasi dan aspirasi sekret /saliva ke jalan
napas.
2. Swallowing Assessment
a. Tes menelan dengan 6 konsistensi makanan seperti
uraian di atas. Dimulai dengan memberikan 1 sendok
bubur saring, pasien diminta menahannya dalam mulut
kira-kira 10 detik untuk menilai adanya kebocoran fase
oral (premature oral leakage) atau aspirasi sebelum
menelan (preswalllowing aspiration).
b. Kemudian pasien diminta menelan dan pada saat
bersamaan gambaran visualisasi akan hilang sesaat,
kurang dari satu detik (white spot/blind spot) karena
kontraksi velofaring dan elevasi laring, penilaian
dilakukan sesaat sebelum dan sesudah momen ini.
c. Penting dicatat adanya lateralisasi aliran makanan,
penetrasi atau aspirasi, dan residu/sisa makanan pada
valekula, sinus piriformis, pangkal lidah, dan
postkrikoid. Bila terdapat residu maka pasien diminta
menelan lagi dan dinilai apakah dengan menelan
berulang efektif untuk membersihkan residu.
d. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemberian bubur nasi
12
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
KEGIATAN KASUS
dan dihentikan bila terdapat aspirasi. Respons terhadap
aspirasi dan efektifitas refleks batuk dinilai.
e. Bila tidak ada aspirasi pemeriksaan dilanjutkan dengan
5 konsistensi makanan lainnya dengan urutan dari bubur
nasi, havermout, susu, air dan terakhir biskuit atau
krekers. Perubahan posisi kepala dan teknik lain yang
membantu memperbaiki proses menelan dilakukan saat
pemeriksaan di atas dan dinilai efektivitasnya. Hasil
pemeriksaan direkam dalam komputer perekam data
untuk bahan analisa selanjutnya.
3. Theurapeutic assessment
a. Modifikasi diet memerlukan kerjasama dengan ahli gizi
dan ahli Rehabilitasi Medik untuk menentukan bentuk
makanan yang dapat diterima dan aman untuk pasien.
Pemberian makanan per oral dalam jumlah yang adekuat
untuk kalori, protein, vitamin, mineral dan cairan
dengan rupa dan rasa yang dapat diterima pasien
merupakan tujuan utama penatalaksanaan disfagia.
b. Perlu ditentukan posisi kepala saat makan yang
membuat proses makan menjadi lebih lancar seperti
posisi menunduk (Chin tuck), posisi kepala menoleh ke
satu sisi (head rotation) atau kepala miring ke satu sisi
(head tilt)
c. Bila perlu dicoba manuever yang dapat membantu
proses menelan seperti :
Perasat supraglotik (supraglottic swallow): pasien
diminta menelan makanan sambil menahan napas
dan batuk setelah menelan sebelum inspirasi.
Tujuannya untuk menutup plika vokalis dan
membersihkan residu yang mungkin masuk ke
laring.
Perasat super-supraglotik (super-supraglottic
swallow) : Sama dengan perasat supraglotik dengan
menahan napas sedikit lebih lama dan dalam.
Bertujuan untuk menambah penutupan plika vokalis
atau membantu penutupan bagian posterior plika
vokalis.
Effortful swallow : pasien diminta menelan sambil
menekan bolus dengan kuat dengan kekuatan otot
pangkal lidah dan faring.
Perasat Mendelsohn : pasien melakukan beberapa
kali gerakan menelan sambil merasakan tonjolan
tiroid terangkat. Kemudian pasien diminta menahan
13
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
KEGIATAN KASUS
beberapa detik pada saat posisi tiroid terangkat
(laring elevasi). Laring yang dipertahankan
terelevasi akan merelaksasi sfingter esofagus
superior sehingga dapat dilalui makanan.
14
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
L. MATERI PRESENTASI
Slide 1: Anatomi Orofaring
15
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
Slide 4: Disfagia
16
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
Slide 8 : Komplikasi
M. MATERI BAKU
1. Proses Menelan
Menelan merupakan satu proses yang kompleks yang memungkinkan
pergerakan makanan dan cairan dari rongga mulut ke lambung. Proses ini
melibatkan struktur di dalam mulut, faring, laring dan esofagus.
Disfagia atau kesulitan menelan merupakan masalah yang sering
dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia maupun anak-anak. Rata-rata
dalam sehari, manusia menelan kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah
disfagia merupakan masalah yang sangat mengganggu kualitas hidup
seseorang
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan
dari rongga mulut sampai ke lambung. Kegagalan dapat terjadi karena
adanya kelainan neuromuskuler yang berperan dalam proses menelan,
adanya sumbatan di rongga mulut, faring dan esofagus serta gangguan
emosi yang berat.
17
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
2. Struktur Anatomi
a. Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis
oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa
pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk
oleh tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar
dari otot palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah
dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar
submandibula. Muara duktus submandibular terletak di depan dari
frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua
pertiga depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi.
Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah duapertiga depan dan n.
glossofaring pada sepertiga bagian belakang.
b. Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang bentuknya seperti
corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebra servikal 6. Faring berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui
isthmus orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan melalui
aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot
faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan
melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkular terdiri dari m. konstriktor
faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas
dengan bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari
belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan
dibagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut raphe
faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis,
batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal
serta esofagus di bagian inferior.
Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di
bawah pangkal lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah
cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan
ligamentum glossoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula
adalah permukaan laring dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus
tersebut menuju kesinus piriformis dan ke esofagus. Persarafan
motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring. Pleksus
ini dibentuk oleh cabang faring dari n. Vagus, cabang dari n.
Glossofaring dan serabut simpatis. Dari pleksus faring keluar cabang-
cabang untuk otot faring kecuali m. stilofaring yang dipersarafi
langsung oleh cabang n. Glossofaring.
18
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
b. Fase Faring
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring
anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada
fase faring ini terjadi (1) m.tensor veli palatini (n.V) dan m.levator
veli palatini (n.IX, n.X, n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum
mole terangkat, uvula tertarik ke atas dan ke posterior sehingga
menutup daerah nasofaring, (2) m genioglosus (n.XII, servikal 1), m
ariepiglotika (n.IX, n.X), m.kriko aritenoid lateralis (n.IX, n.X)
berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup
(3) laring dan tulang hioid terangkat ke atas ke arah dasar lidah
karena kontraksi m.stilohioid (n.VII), m.geniohioid (n.XII dan
n.servikal 1) dan m tirohioid (n.XII dan n.servikal 1), (4) kontraksi
m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.konstriktor faring
intermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m. konstriktor faring inferior (n.X,
n.XI) menyebabkan faring tertekan ke bawah yang diikuti oleh
relaksasi m. kriko faring (n.X), (5) pergerakan laring ke atas dan ke
depan, relaksasi introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke
inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke
dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung dalam 1 detik
untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
Pada fase faring ini bekerja saraf kranial n.V2, n.V3 dan n.X
sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faring, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan
memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan
laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm / detik.3
Mc.Connel8,9 dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa
yang bekerja, yaitu oropharyngeal propulsion pomp (OPP) dan
hypopharyngal suction pomp (HSP).4 OPP adalah tekanan yang
ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke
orofaring yang disertai oleh tenaga kontraksi m.konstriktor faring.
HSP adalah tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas
20
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
21
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
b. Fase faring
Disfungsi palatum mole dan faring superior yang menyebabkan
refluks ke nasofaring
Gangguan fungsi muskulus palatofaring, tirohioid dan elevasi os
hioid menyebabkan berkurangnya elevasi laring dan faring
sehingga mengingkatkan resiko aspirasi
Kelemahan muskulus konstriktor faring menyebabkan penumpukan
sisa makanan (residu) di valekula dan sinus piriformis yang juga
beresiko terjadi aspirasi
Gangguan relaksasi, distensibilitas, fibrosis, hiperplasia, atau
hipertrofi muskulus krikofaring menyebabkan gangguan koordinasi
menelan.
22
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
b. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum pasien
Pemeriksaan neurologik fungsi motoris dan sensoris saraf kranial
Pemeriksaan rongga mulut, gerakan dan kekuatan otot mulut dan
otot lidah.
Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas
orofaring dengan sentuhan spatel lidah, kaca laring, adanya refleks
muntah, refleks menelan dan suara.
Pemeriksaan faring laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus
faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus
piriformis
Posisi dan kelenturan leher / tulang servikal dan pembesaran
kelenjar limfa leher
dan velum pada usila baik dengan keluhan maupun tanpa keluhan
disfagia. Pada penelitian Marpaung19 timbulnya preswallowing
leakage ini diduga berhubungan dengan adanya lesi baik di batang
otak maupun hemisfer pada pasien stroke.
Juga penelitian Noer20 pada 39 sampel pasien KNF pasca
kemoradiasi yang dilakukan pemeriksaan FEES selama periode
Januari – April 2010 adanya keluhan disfagia fase oral diperoleh
keluhan mulut kering (92,3%) merupakan keluhan yang terbanyak,
dan berdasarkan disfagia fase faring diperoleh proporsi hasil yang
sama (28,2%) antara batuk/tersedak, rasa tersangkut, menelan lama.
Pada penelitian ini ditemukan perubahan dari struktur hipofaring
berupa yaitu terdapatnya epiglotis yang edema dengan posisi tegak.
(89,4%) dan beberapa gambaran disfagia yang ditemukan berdasarkan
pemeriksaan FEES adalah tidak ditemukan adanya preswallowing
leakage, dan prevalensi standing secretion dan residu makanan yang
tinggi (92,3% dan 100%). Juga terdapatnya pemanjangan waktu
transport fase oral dan fase faring.20
26
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
Parese pita suata unilateral Kepala diputar ke arah sisi yang lumpuh
Parese otot faring unilateral Kepala diputar ke arah sisi yang lumpuh
Parese otot rongga mulut dan faring Kepala dinaikkan ke arah sisi yang kuat
satu sisi / normal
b. Terapi intervensi
Teknik latihan sensorik dan motorik
Latihan ini diberikan oleh spesialis rehabilitasi medik yang
dimaksudkan untuk menguatkan otot-otot menelan, mulai dari fase
oral dan stimulasi sensorik rongga mulut. Stimulasi sensorik
penting untuk dapat merasakan makanan dalam rongga makanan
untuk pembentukan bolus.
Latihan laring dilakukan dengan gerakan elevasi laring dan
penutupan plika vokalis. Latihan ini bertujuan untuk mencegah
masuknya makanan dan cairan ke trakea. Laring merupakan organ
paling akhir yang perlu dicegah agar tidak terjadi aspirasi. Latihan
ini penting bagi pasien dengan keterlambatan gerak menelan,
adanya residu di valekula dan sinus piriformis pasca menelan dan
resiko tinggi aspirasi karena plika vokalis terbuka.
Teknik postural untuk fasilitasi menelan
Prinsip dasarnya adalah perubahan posisi kepala atau badan dapat
membantu transportasi bolus dan mengurangi resiko aspirasi.
Perasat menelan
Bertujuan untuk meningkatkan kecepatan transportasi bolus
melalui orofaring ke esofagus. Keuntungan teknik ini yaitu dapat
dilakukan tanpa makanan dan efeknya dapat dilihat melalui
pemeriksaan FEES. Terdapat 4 macam cara yaitu:
1) Perasat supraglotik (supraglottic swallow)
Pasien diminta menelan makanan sambil menahan napas dan
batuk setelah menelan sebelum inhalasi. Tujuannya untuk
menutup plika vokalis dan membersihkan residu yang mungkin
masuk ke laring.
2) Perasat super-supraglotik (super-supraglottic swallow)
Sama dengan perasat supraglotik dengan menahan nafas sedikit
lebih lama dan dalam. Bertujuan untuk menambah penutupan
plika vokalis atau membantu penutupan bagian posterior plika
vokalis.
3) Effortful swallow
Pasien diminta menelan sambil menekan bolus dengan kuat
dengan kekuatan otot pangkal lidah dan faring.
4) Perasat Mendelsohn
Pasien melakukan beberapa kali gerakan menelan sambil
merasakan tonjolan tiroid terangkat. Kemudian pasien diminta
menahan beberapa detik pada posisi tiroid terangkat (laring
elevasi). Laring yang dipertahankan terelevasi akan merelaksasi
sfingter esofagus superior sehingga dapat dilalui makanan.
Terapi operatif
28
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
29
Modul V.6 - Disfagia Orofaring
30