Determinant Factors Correlate To Myopia: Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

JURNALJurnal

ILMU Ilmu Kesehatan Masyarakat


KESEHATAN MASYARAKAT

VOLUME 1 Nomor 03 November 2010 Artikel Penelitian

FAKTOR DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN MIOPIA

DETERMINANT FACTORS CORRELATE TO MYOPIA

Sigit Purwanto
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
e-mail: [email protected]

ABSTRACT
Background: Myopia is the most common refractive error and easily correctable with optical devices.
Myopia has been roughly classfied by degree of severity. Low myopia usually describes myopia of 3
diopters or less. Medium myopia usually describes myopia between >3 and 6 diopters. High myopia
usually describes myopia of more than 6 diopters. The global prevalence of refractive errors has been
estimated from 800 million to 2.3 billion. The incidence of myopia within sampled population often varies
with age, country, sex, race, ethnicity, occupation, habits, environment, and other factors. The aim of this
research is to know the correlation between determinant factors with myopia. This study used questionnaire
of 14 questions as instruments.
Method: This research is an cross sectional observational research with dependent variables are genetic,
habits, environment, parents salary and the father’s educationr. The independent variable is the classification
of myopia. The respondent in this research is 59 student of senior high school2 in Palembang. Univariat and
bivariat analysis were performed by Chi-Square (X2).
Result : There are a total of 59 students participated in this study. From the statistic experiment using Chi
Square (á < 0,05 ), environment (p value=0.031), habits (p value= 0,018), have associated with students
myopia. There aren’t correlation between genetic( p value:0,347), father’s education (p value= 0,088), and
for parents income (p value: 0,145) with myopia.
Conclussion: determinant factors correlate to myopia are environment factor and habits factor
Key Word: Myopia, refractive, lens, cornea, glasses

ABSTRAK
Latar Belakang: Miopia adalah kelainan refraksi yang paling umum dan dapat diatasi dengan mudah
apabila penderita memakai kacamata. Secara umum miopia diklasifikasikan berdasarkan dari derajat
keparahannya. Miopia ringan kekuatan lensanya d”3 Dioptri, miopia sedang antara > 3 – 6 Dioptri,
sedangkan miopia berat nilainya > 6 Dioptri. Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800
juta sampai 2,3 milyar. Insidensi miopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara,
jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, kebiasaan, lingkungan, dan faktor lainnya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor determinan yang berhubungan dengan miopia. Instrumen penelitian berupa
kuesioner 14 pertanyaan.
Metode: Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasi cross sectional dengan variabel bebas adalah
genetik, kebiasaan, lingkungan, pendapatan orangtua, dan pendidikan ayah sedangkan variabel terikat adalah
tingkat miopia. Jumlah responden sebanyak 59 pelajar di SMA Negeri 2 Palembang. Analisis dilakukan dengan
univariat dan bivariat menggunaka Chi-Square (X2).
Hasil: Sebanyak 59 pelajar berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian dengan uji Chi-Square (á < 0,05)
terdapat hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan (p value= 0.031), kebiasaan (p value= 0,018) dengan
miopia. Tidak adanya hubungan bermakna antara genetik (p value=0,347), pendidikan ayah (p value=0,088) dan
pendapatan orangtua(p value= 0.145) dengan miopia.
Kesimpulan : Faktor determinan yang berhubungan dengan kejadian miopia adalah faktor lingkungan dan
kebiasaan
Kata kunci: Miopia, refraksi, kornea, lensa, kacamata

162
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

PENDAHULUAN selanjutnya akan mempengaruhi mutu,


Dewasa ini gangguan penglihatan kreativitas, dan produktivitas angkatan kerja.
seringkali dianggap sebelah mata oleh Pada akhirnya permasalahan ini dapat
masyarakat, padahal mata yang tidak berfungsi berdampak buruk bagi laju pembangunan
dengan baik akan sangat mengganggu aktivitas ekonomi nasional.2
sehari-hari, utamanya bagi anak-anak usia Pertamina dan juga PT Pusri bekerja
sekolah. Mata yang sehat merupakan modal sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Sumsel
penting agar dapat belajar dengan baik. Anak- sejak Agustus 2009 telah melakukan
anak yang mengalami kelainan refraksi sering pemeriksaan mata pelajar. Sekitar 20 ribu pelajar
tidak mengeluhkan gangguan penglihatan dan mengalami permasalahan penglihatan, bahkan
hanya menunjukkan gejala-gejala yang banyak pula diantaranya yang menderita
menandakan adanya gangguan penglihatan gangguan penglihatan dalam taraf
melalui perilaku mereka sehari-hari.6 memprihatinkan. Akhirnya pertamina
Salah satu gangguan penglihatan yang membantu 30 sekolah SD dan SMP di
memiliki prevalensi tinggi di dunia adalah Palembang serta 65 SD dan SMP di Prabumulih,
kelaianan refraksi berupa miopia. Data Badan sedangkan PT Pusri membagikan 2000
Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa kacamata gratis di Palembang. 8,9
Indonesia menempati urutan pertama negara di Berbagai pendapat para ahli menganai
Asia Tenggara dengan angka kebutaan tertinggi, faktor yang dapat menyebabkan miopia seperti
yakni mencapai 1,5 %. Dari angka tersebut 10 genetik. Pernyataan ini dikuatkan oleh penelitian
% merupakan anak usia sekolah (5 – 19) tahun yang dilakukan di Surabaya yang mencapai 43,9
dan menderita kelainan refraksi, akan tetapi % 12. Selain itu miopia juga bisa disebabkan oleh
angka pemakaian kacamata koreksi masih faktor kelengkungan kornea maupun kelainan
rendah yaitu 12,5 % dari kebutuhan. Ini bentuk lensa mata dan lingkungan (55 %). Fakta
merupakan masalah sosial, sehingga saat ini banyak ditemukan pelajar yang memakai
penanggulangannya harus komprehensif, tidak kacamata tanpa diketahui penyebabnya.
hanya dari pemerintah, tetapi juga dari
masyarakat.8 BAHAN DAN CARA PENELITIAN
WHO memperkirakan sekitar 40 - 45 Penelitian ini merupakan penelitian
juta orang di dunia mengalami kebutaan 1/3 nya survei yang analisis datanya dilakukan secara
di Asia Tenggara. Berarti setiap menit analitik atau kuantitatif untuk mengetahui faktor
diperkirakan 12 orang menjadi buta dan empat determinan yang berhubungan dengan miopia
orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara. pada pelajar. Penelitian ini menggunakan data
Setiap menit terdapat satu anak menjadi buta cross sectional. Variabel bebas adalah genetik,
dan hampir setengahnya berada di Asia lingkungan, kebiasaan pendidikan ayah,
Tenggara. Berdasarkan survei kesehatan indera pendapatan orang tua dan variabel terikat adalah
1993 -1996 oleh Dirjen Bina Kesehatan miopia. Populasi penelitian ini adalah pelajar aktif
Masyarakat Depkes RI, sekitar 1,5 % penduduk di SMA 2 Palembang yang mengalami miopia
Indonesia mengalami kebutaan dan salah satu dan mendapatkan kacamata gratis.
penyebabnya adalah kelainan refraksi (miopia) Pengambilan sampel dilakukan secara
yaitu 0,14 %.1,2 Angka yang hampir sama dengan total populasi sampling. Penelitian dilakukan
sensus di Indonesia pada tahun 1990 didapatkan kepada pelajar SD, SMP, SMA yang masih
; kelainan refraksi (12,9 %) merupakan aktif di wilayah Palembang dan mendapat
penyebab low vision penglihatan terbatas program pemberian kaca mata gratis.
terbanyak kedua setelah katarak (61,3 %).3,4 Pemeriksaan visus untuk memastikan miopi
Berdasarkan data yang diperoleh 10 % menggunakan Snellen Chart dengan
dari 66 juta anak usia sekolah (5 – 19) tahun pengkategorian hasil menjadi miopia ringan (<
mengalami kelainan refraksi dan angka 3 Dioptri), sedang (3 - 6 Dioptri), dan berat
pemakaian kacamata koreksi sampai saat ini (> 6 Dioptri). Sedangkan untuk pemeriksaan
masih rendah yaitu 12,5 % dari kebutuhan. Jika variabel faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi ini tidak ditangani sungguh sungguh akan tingginya kejadian miopi digunakan angket.
berdampak negatif pada perkembangan Data yang terkumpul dianalisis menggunakan
kecerdasan anak dan proses pembelajaran yang Chi-Square. 22,23,25

Purwanto, Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia • 163


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

HASIL PENELITIAN Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat


Hasil penelitian ini dipaparkan secara mayoritas responden memiliki riwayat genetik.
naratif dan menggunakan tabel untuk Pada variabel lingkungan didapatkan hanya ada
menggambarkan distribusi frekuensi variabel perbedaan 5 orang responden antara indikator
independen yaitu genetik, lingkungan, kebiasaan, baik dan kurang baik. Untuk aspek kebiasaan,
pendidikan ayah, pendapatan orang tua dan diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang
dilanjutkan variabel dependen yaitu miopia.

Tabel 1.
Distribusi Frekuensi responden (n = 59) berdasar variabel penelitian
Variabel Indikator Jumlah Responden Prosentase (%)
Genetik Ada 38 64,4
Tidak ada 21 35,6
Lingkungan Baik 32 54,2
Kurang Baik 27 45,8
Kebiasaan Baik 28 47,5
Kurang Baik 31 52,5
Pendidikan Ayah Tinggi 31 52,5
Rendah 28 47,5
Pendapatan Orangtua Tinggi 41 69,5
Rendah 18 30,5
Miopia Ringan 36 61,0
Sedang 17 28,8
Berat 6 10,2

besar tetapi sebanyak 34 responden tidak Analisis bivariat digunakan untuk menguji
menonton TV pada jarak yang baik (2–3 m). hubungan variabel independen yaitu genetik,
Sementara itu, pada variabel pendidikan ayah lingkungan, kebiasaan, pendidikan ayah dan
didapat hasil yang hampir sama. pendapatan orangtua dengan variabel dependen
Hal yang mencolok didapatkan pada yaitu miopia (tabel 2).
analisis jumlah pendapatan orangtua yang Berdasarkan hasil penelitian ternyata
didominasi oleh responden yang memiliki ada 2 sel yang kosong yang menurut ilmu statistik
pendapatan orangtua tinggi. Sebagian besar dikategorikan kurang baik. Untuk mengatasi hal
responden memilki kecenderungan menderita tersebut dilakukan penggabungan kategori
miopia ringan. miopia sedang dan berat sehingga hanya ada 2
kategori yakni miopia ringan dan sedang.

Tabel 2.
Hubungan setiap variabel independen terhadap kejadian miopia Pelajar
Miopi
Variabel Jumlah P value
Ringan Sedang Berat
Genetik
1. Ada 21 12 5 38 0,047
2. Tidak ada 15 5 1 21
Lingkungan
1. Baik 15 12 5 32 0,046
2. Kurang baik 21 5 1 27
Kebiasaan
1. Baik 22 5 1 28 0,027
2. Kurang baik 14 12 5 31
Pendidikan Ayah
1. Tinggi 14 11 6 31 0,010
2. Rendah 22 6 0 28
Pendapatan Orang tua
1. Tinggi 22 13 6 41 0,121
2. Rendah 14 4 0 18

164 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil uji Chi-Square terhadap genetik tahun 2009 pada 93 mahasiswa Fakultas
terhadap kejadian miopia didapatkan nilai p Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam
value= 0.347 yang menandakan tidak ada penelitian tersebut, Fatika, didapatkan hasil anak
hubungan yang bermakna antara variabel genetik yang kedua orangtuanya mengalami miopia
dengan miopia pada. Pada tabel di atas dapat memiliki kemungkinan hampir 100% mengalami
disimpulkan bahwa responden yang memiliki miopia dibandingkan hanya salah satu orangtua
riwayat genetik mempunyai kecenderungan yang mengalami miopia (78,9%) dan keduanya
menderita miopia ringan. Sedangkan untuk tidak mengalami miopia (63,4%).4 Adanya
responden yang tidak memiliki riwayat genetik, perbedaan hasil penelitian antara peneliti dengan
hanya mempunyai kemungkinan yang sangat peneliti yang terkait jenis pertanyaan yang
kecil untuk menderita miopia berat. diajukan kepada responden. Dalam
Hasil uji Chi-Square terhadap hubungan penelitiannya, Fatika tidak memberi batasan
antara lingkungan dengan kejadian miopia khusus tentang kelainan refraksi pada orangtua
setelah penggabungan, didapatkan nilai p value= responden sedangkan peneliti menanyakan
0.031 yang berarti adanya hubungan yang secara khusus apakah orangtua responden
bermakna antara lingkungan dengan miopia pada menderita miopia.
pelajar. Hal yang dapat disimpulkan adalah Berdasarkan fakta yang dinyatakan
responden yang memiliki lingkungan tidak baik pada seminar awam 10 April 2004 di
berpotensi besar untuk menderita miopia ringan Auditorium RSIB bahwa faktor terjadinya
namun untuk reponden yang berlingkungan baik miopia adalah faktor genetik yang
masih memiliki kemungkinan untuk menderita penetrasinya tidak beraturan, miopia biasa
miopia berat. didapatkan pada keturunan tingkat I (bapak/
Hasil uji Chi-Square hubungan setelah ibu diturunkan langsung kepada anak) atau
dilakukan penggabungan adalah adanya pada keturunan tingkat II (orangtua dari ayah/
hubungan bermakna antara kebiasaan dengan ibu) dan keturunan tingkat III (orangtua dari
lingkungan dimana nilai p value< 0,005 yakni nenek/ kakek). Dari pernyataan yang telah
0,031. Hal yang dapat disimpulkan dari hasil uji dipaparkan sebelumnya peneliti dapat
di atas adalah bagi responden yang memiliki mengambil kesimpulan bahwa miopia juga
kebiasaan yang baik mempunyai kecenderungan dapat diturunkan dari kakek atau nenek
yang cukup tinggi untuk menderita miopia ringan. responden. Namun hal tersebut tidak menjadi
Hasil uji hubungan setelah dilakukan aspek penelitian ini karena didasarkan atas
penggabungan tersebut diperoleh nilai p value rentang waktu yang terlalu jauh dan salah
0.088 yang berarti tidak adanya hubungan yang penafsiran dari responden penurunan fungsi
bermakna antara aspek pendidikan ayah dengan mata menjadi gangguan mata miopia.
miopia pada pelajar. Hasil penelitian bahwa prevalensi
Setelah dilakukan penggabungan, miopia sekarang secara dominan karena
didapatkan nilai p value= 0,145 yang bermakna perbedaan lingkungan, bukan karena genetik.
tidak adanya hubungan antara variabel Mc Creadie malakukan penelitian dengan
pendapatan orangtua dengan miopia. Responden membandingkan gaya hidup 124 anak dari etnis
yang memiliki orangtua dengan pendapatan Cina yang tinggal di Sidney, dengan 682 anak
tinggi mempunyai kecenderungan yang kecil dari etnis yang sama di Singapura.
untuk menderita miopia berat sedangkan bagi Hasil penelitiannya adalah antara
responden yang memilki orangtua dengan anak yang mengalami miopia di Singapura
pendapatan rendah berpotensi sangat besar (29%) hanya 3,3% anak-anak di Sydney
untuk menderita miopia ringan. yang menderita miopia. Sedangkan anak-
anak di Sydney membaca lebih banyak buku
PEMBAHASAN tiap minggu dan melakukan aktivitas dalam
Hubungan Genetik Terhadap Miopia jarak dekat lebih lama daripada anak di
Hasil uji hubungan antara genetik Singapura. Sementara itu, anak-anak di
dengan miopia didapatkan bahwa tidak ada Sydney juga menghabiskan waktu di luar
hubungan yang bermakna antara aspek genetik rumah lebih lama (13,75 jam per minggu)
dengan miopia. Hasil ini tidak sejalan dengan dibandingkan dengan anak-anak di
penelitian yang pernah dilakukan oleh Fatika Singapura (3,05 jam).

Purwanto, Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia • 165


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Menurut etiologi dan phatogenesis Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
sampai saat ini tidak ada 1 teori pun yang dapat oleh Sarwanto tahun 2007 di Surabaya, yakni
memberikan penjelasan dengan memuaskan 43,9% miopia disebabkan oleh faktor keturunan
perihal pengaruh panjang bola mata dan dan kebiasaan membaca. Penelitian tersebut
nearsightedness. Tapi pada pertengahan abad dilakukan pada 57 anak kelas 6 SD dengan
20, kebanyakan dokter spesialis mata dan mewawancarai sang ibu dan aspek yang ditanya
optometris percaya apabila miopia disebabkan terkait sikap dan perilaku ibu terhadap kelainan
oleh intensitas kerja yang menggunakan refraksi anak. Dalam hal ini terdapat perbedaan
penglihatan dekat yang dapat diklasifikasikan antara penelitian yang dilakukan peneliti dan
sebagai keadaan “ didapat” dan pertambahan Sarwanto terkait aspek pertanyaan dan
nilai koreksi karena faktor pertambahan usia.33 responden.
Faktor gaya hidup, yaitu aktivitas
Hubungan Lingkungan dengan Miopi melihat dekat yang terlalu banyak, seperti
Hasil uji hubungan variabel lingkungan membaca buku, melihat layar komputer, bermain
terhadap miopia adalah adanya hubungan videogame, menonton televisi, dapat
bermakna antar kedua variabel tersebut. Hasil menyebabkan melemahnya otot siliaris mata
ini senada dengan yang didapat dari peneltian sehingga mengakibatkan gangguan otot untuk
Herry, 2005 yang mengatakan bahwa ada melihat jauh. Daerah perkotaan yang padat juga
korelasi yang sangat erat antara penerangan dan mengakibatkan sempitnya ruang bermain
kelelahan mata. Dimana penerangan merupakan sehingga anak cenderung melakukan aktivitas
unsur terpenting pada aspek lingkungan. bermain indoor (di dalam ruang) yang jarang
Penelitiannya dilakukan pada bulan Juli pada 37 menggunakan penglihatan jauh. Faktor gaya
petugas operator komputer di RSO Prof. Dr. hidup ini didukung tingginya akses anak terhadap
R. Soeharso Surakarta. Pada penelitiannya media aktivitas visual.
Herry mengambil aspek penerangan dan Pada penelitiannya Ferry juga
intensitas cahaya terhadap kelelahan mata yang memaparkan, hampir seluruh murid (94,5
merupakan bagian dari variabel lingkungan yang persen) memiliki televisi. Hanya 39,4 % anak
diteliti oleh peneliti. Responden yang diambil oleh memiliki videogame, tetapi sebagian besar
Herry merupakan umur pekerja dengan rentang memiliki akses terhadap rental videogame
usia minimal 23 tahun dan maksimal 54 tahun (70,1%). Meskipun hanya sedikit anak yang
yang telah bekerja minimal 1 tahun dan terpapar memiliki komputer (15,7%), akses terhadap
cahaya komputer 2 – 4 jam per hari. rental komputer cukup tinggi (56,7%).
Variabel lingkungan yang dipaparkan ada Tingginya akses terhadap media visual ini
3 aspek yaitu jenis lampu yang sebagian besar apabila tidak diimbangi dengan pengawasan
yang digunakan di rumah, warna dan intensitas terhadap perilaku buruk, seperti jarak lihat yang
cahaya lampu, serta tempat lampu diletakkan. terlalu dekat serta istirahat yang kurang,
Peneliti menggunakan hasil ukur > median dimana tentunya dapat meningkatkan kemungkinan
nilai mediannya 3,00 karena pada uji normalitas terjadinya miopia.32
nilai p value=0.000. Hasil yang didapat yaitu, 20 Pada aspek kebiasaan peneliti
(33,6%) responden tidak menggunakan lampu memaparkan 8 pertanyaan yang terkait pola
berjenis bohlam susu. Untuk aspek warna dan tempat membaca (tidak bergerak dan
intensitas cahaya mayoritas sudah dalam keadaan menggunakan alas meja), posisi membaca
baik yakni menggunakan lampu berwarna putih (duduk tegak), jarak membaca (25 – 30 cm),
dengan intensitas 25 – 60 watt. Hal senada juga melakukan istirahat saat membaca, lama
terjadi pada aspek letak lampu dimana hampir waktu baca (>60 menit), jarak menonton (2–
100% responden mempunyai lampu yang terletak 3 m), dan penggunaan cahaya lampu saat tidur.
di atas kepala yang berarti arah datang cahaya Peneliti menggunakan hasil ukur > median
dari atas. (4,00) karena dari hasil uji normalitas didapat
hasil p value= 0.036. Dari penelitian ini,
Hubungan Kebiasaan Miopia didapatkan bahwa mayoritas 71,2%
Pada variabel kebiasaan didapatkan nilai responden sudah membaca dengan posisi
p value= 0.018 yang artinya adanya hubungan duduk tetapi belum diketahui secara rinci
yang bermakna antara kebiasaan dengan miopia. bagaimana posisi duduknya karena

166 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

terbatasnya pertanyaan yang ada. Selain itu, akan cenderung menderita miopia sedang
untuk aspek jarak menonton TV juga patut (35,5%) dan berat (19,4%). Pada orangtua
diperhatikan karena 57,6% responden yang berpendidikan rendah memiliki
menonton dengan jarak kurang baik. kecenderungan lebih besar untuk menderita
miopia ringan (78,6%).
Hubungan Pendidikan Ayah Miopia
Hasil uji hubungan untuk aspek Hubungan Pendapatan Orangtua
pendidikan ayah didapatkan nilai p value= 0,088 Pada variabel pendidikan didapatkan nilai
hal ini berarti tidak ada hubungan bermakna antara p value= 0,145 hasil ini menandakan tidak adanya
pendidikan ayah terhadap kejadian miopia pada hubungan bermakna antara pendapatan orangtua
siswa. Hasil ini tidak sejalan dengan yang terhadap miopia. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dipaparkan Arthur Jensen, seorang praktisi dengan hasil penelitian Supartoto tahun 2007 yakni
mempercayai bahwasanya ada indikasi antara Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari
miopia dengan IQ (tingkat intelegensi) tetapi tidak keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke
ada mekanisme secara spesifik menerangkan atas dan sekitar 62,8% penderita miopia adalah
tentang hubungan tersebut. Namun ada sebuah anak-anak dari daerah perkotaan.18 Peneliti tidak
penelitian yang menunjukkan penyandang miopia mendapatkan deskripsi lengkap tentang penelitian
akan bertambah nilai koreksinya seiring dengan ini terkait terbatasnya sumber.
tingkat pendidikan seseorang dan banyak Meskipun demikian, hasil penelitian lain
penelitian lainnya menunjukkan keterkaitan yang dilakukan Imam, 2007 kepada 127 anak sekolah
erat antara miopia dan IQ. Sebagaimana yang dasar dan sebanyak 63 orang dari kelompok
dikemukakan oleh Arthur Jensen bahwa rata-rata sekolah dasar perkotaan dan 64 orang anak dari
para penyandang miopia memiliki nilai IQ lebih kelompok sekolah daerah pedesaan. Setelah 6
tinggi 7 – 8% dibandingkan populasi lainnya. bulan 24 anak (38,1%) dari kelompok perkotaan,
Sementara itu, menurut penelitian dan 8 anak (12,5%) dari kelompok pedesaan
Guggenheim, 2007, yang menghubungkan mengalami pertambahan miopia. Hal tersebut
antara lamanya waktu bekerja dalam jarak dekat bermakna secara statistik p=0,02 dan RR 3,04
dengan miopia pada orang- orang yang (95% CI : 1,48-6,27). Rerata pertambahan
berpendidikan tinggi. Berdasarkan penelitian ini, miopia pada kelompok perkotaan sebesar -0,83D
orang-orang yang berpendidikan tinggi lebih (± 0,24D) dan –0,61 (± 0,18D) pada kelompok
banyak mengalami miopia dan juga menyatakan pedesaan. Ada perbedaan yang signifikan antara
bahwa orangtua yang berpendidikan tinggi pada aktivitas melihat dekat pada anak daerah
umumnya suka membaca dan hal ini biasanya perkotaan dan pedesaan dengan p d” 0,001.
akan diturunkan kepada anaknya selain genetik. Untuk faktor risiko jenis kelamin, riwayat miopia
Adanya perbedaan hasil penelitian antara peneliti pada orang tua, usia, dan sosial ekonomi tidak
dengan penelitian berikutnya, disebabkan oleh terdapat hubungan yang bermakna secara
perbedaan responden dan aspek yang diteliti terhadap pertambahan miopia.
sehingga dalam hal ini peneliti masih bisa Pada aspek pendapatan orangtua,
mempertahankan hasil yang diperoleh. peneliti mendapatkan hasil bahwa tidak adanya
Meskipun demikian, hasil penelitian ini hubungan yang bermakna tetapi adanya
sejalan dengan hasil penelitian Somahita, 2009 yang kecenderungan responden menderita miopia
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang ringan baik tingkat sosial ekonomi tinggi maupun
bermakna antara faktor pendidikan orangtua rendah. Selain itu, untuk responden yang memilki
dengan miopia pada anak. Menurut Somahita, orangtua dengan penghasilan tinggi mempunyai
aspek yang lebih berpengaruh adalah sikap dan kemungkinan untuk menderita miopia berat
perilaku orangtua terhadap miopia pada anak, jika berbeda dengan orangtua yang berpenghasilan
sikap dan perilaku orangtua baik maka rendah yang tidak mempunyai kemungkinan
kemungkinan timbulnya miopia atau bertambahnya untuk menderita miopia berat. Dari hasil
derajat miopia pada anak akan menurun. tersebut, maka peneliti dapat mempertahankan
Responden pada penelitian ini sebagian hasil penelitian ini karena tingkat sosial ekonomi
besar memiliki ayah yang berpendidikan tinggi tidak selalu dapat berhubungan erat dengan
52,5%. Selain itu, didapatkan hubungan bahwa miopia karena dapat dipengaruhi oleh aspek
semakin tinggi pendidikan orangtua maka anak lingkungan, usia, ras, dan perilaku orangtua.

Purwanto, Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia • 167


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

KESIMPULAN DAN SARAN Dianjurkan untuk melakukan penelitian


Berdasarakan hasil penelitian yang telah dengan jumlah sampel yang lebih besar sehingga
dilakukan terdapat dua faktor determinan yang kemungkinan penggabungan sel karena nilai
berhubungan dengan miopia, yakni faktor yang kecil/bahkan tidak ada dapat diminimalkan.
lingkungan (p value= 0.031) dan kebiasaan (p Bagi penderita miopi disarankan untuk mencoba
value= 0,018). Adapun faktor genetik (p melakukan senam miopia.
value=0,347), pendidikan ayah (p value=0,088)
dan pendapatan orangtua dengan miopia (p
value= 0.145) tidak terdapat hubungan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ophthalmology: A short text book. New York:
(2007). Setiap Menit Satu Anak di Dunia Thieme Stuttgart.
Akan Menjadi Buta. http:// 10.Ilyas, S. (2007). Ilmu Penyakit Mata.
w w w . d e p k e s . g o . i d / Jakarta: Balai Penerbit FK UI
index.php?option=news&task=viewarticle&sid. 11. Sarwanto dan Syaiful A. (2007). Hubungan
Diakses 24 April 2010. Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan
2. Saw S. M, Katz J, Schein OD, et al. (1996). Perilaku Ibu-Ibu Anak SD Kelas 6
Epidemiology of myopia. Epidemiol Rev Tentang Kelainan Refraksi (Studi Kasus
18:2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ di SD Kemayoran I dan II Kecamatan
902131. Diakses 24 April 2010 Krembangan Surabaya). http://
3. Saw S. M, Husain R, Gazzard GM, et al. www.depkes.go.id. Diakses 24 April 2010.
(2003). Causes of low vision and blindness 12.Sesya. (2005). Lingkungan Dapat
in rural Indonesia British Journal of Menyebabkan Miopi. Tabloid Ibu dan Anak.
Opthalmology 87 (9): 1075-1078. http:// http://www..achive.com. Diakses 28 April
w w w. p u b m e d c e n t r a l . n i h . g o v / 2010.
articlerender.fcgi?artid=1771857. Diakses 13.Mansjoer, A. (2005). Kapita Selekta
24 April 2010 Kedokteran. Edisi ke-3 Jilid 1. FK UI
4. Fatika, S. 2010. Hubungan Faktor Jakarta: Media Aesculapius.
Keturunan, lamanya Bekerja jarak Dekat 14.Jain IS, Jain S, Mohan K. (2005) The
dengan Miopia pada Mahasiswa FK USU. Epidemiology of High Miopia-Chanding
http://fk.usu.ac.id/karya-tulis-ilmiah.html. Trends. http://www.ijo.in-jain. Diakses
Diakses 5 mei 2010 tanggal 24 April 2010
5. Guggenheim, JA. (2007). Correlation in 15.Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. (2003). Sari
refractive errors between siblings in the Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
Singapore cohort study of risk factor for FKUI.
myopia. British Journal of Opthalmology 16.Wedner SH, Ross DA, Todd J, et al. (2002).
91(6): 781-784. http://proquest.umi.com/ . Myopia in Secondary Students in Mwanza
Diakses 24 april 2010 City, Tanzania: The Need for A National
6. Jane, M. (2008). Outdoor time could cut Screening Programme. British Journal of
risk of childhood myopia. Australian Ophtalmology 86;1200-1206. Available
doctor page: 3. http://proquest.umi.com/. from: http://www.bjo.bmj.com/cgi/content/
Diakses 24 April 2010. abstract/86/11/1200. Diakses tanggal 24 April
7. ______, (2009). Bright with Pertamina: 2010
Kacamata Gratis untuk Pelajar di Sumsel. 17.Supartoto, A. (2007). Terobosan Medis
http://www.pertamina.com. Diakses 22 April Mengobati Mata Minus. http://
2010. www.blogwordpress.com. Diunduh tanggal
8. ______ 2010. 66 Siswa Terima Kacamata 5 mei 2010.
[email protected]. Diakses 18.Anis, R. (2010). Masalah dan Solusi
pada tanggal 21 April 2010. Mata Minus. http://
9. Spraul C W, Lang G K. (2000). Optics and www.Masalahdansolusimataminus.htm
refractive errors. In: Lang G K. Diakses 5 Juli 2010.

168 • Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 03 November 2010


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

19.Notoadmodjo. (2005). Metode Penelitian 23.Sugiyono. (2010). Metode Penelitian


kesehatan. Jakarta: Rineka Medik Jakarta Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
20.Mahendratsari, R, (2004). Mata minus/ Alfabeta.
Miopia dan kiat-kiat pencegahan dan 24. Arie. B. 2009. Angka Kejadian Kelainan
penyembuhannya. Seminar awam, http:// Refraksi Rabun Jauh (Myopia) Di
www.depkes.or.id. Diunduh 24 april 2010. Kalangan Murid Sma Yang Memakai
21.Godam, 64, (2007). Menyembuhkan Rabun Kacamata Di Kota Medan. http://
Jauh dan rabun Dekat dengan Senam fk.usu.ac.id/karya-tulis-ilmiah.html. Diakses
Mata Untuk Melenturkan Otot Mata 5 mei 2010
Kaku. http://www.organisasi.org. Diunduh 5 25.Hastono, S.P., dan Sabri, L. (2006). Statistik
mai 2010. Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
22.Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.

Purwanto, Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Miopia • 169

You might also like