Study of Traditional Decoration Structure of Minangkabau Traditional Carving On Istano Basa Pagaruyung

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Versi online: JURNAL TITIK IMAJI

http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018


Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

KAJIAN STRUKTUR RAGAM HIAS UKIRAN TRADISIONAL


MINANGKABAU PADA ISTANO BASA PAGARUYUNG
[Study of traditional decoration structure of Minangkabau traditional
carving on Istano Basa Pagaruyung]
Khairuzzaky1*
1
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Bunda Mulia, Jl. Lodan Raya No. 2 Ancol,
Jakarta Utara 14430, Indonesia

Diterima: 15 Febuari 2018/Disetujui: 21 Maret 2018

ABSTRACT

Preserving cultural heritage is a cultural fortress attempt against the negative external cultural
influences that are so rapidly coming as a result of the current global communications flows that are
engulfing the world. One form of material cultural heritage is the various "Minangkabau Traditional
Decorative Variety" in Rumah Gadang in West Sumatra whose motifs reflect the noble values of the
nation. One of the historical heritage buildings of Indonesia that uses Minangkabau traditional carving is
Baso Pagaruyung Palace in Batusangkar, West Sumatra. With the process of making expensive carvings
into one of the factors causing this culture has started many abandoned. So it needs to be made a study
that discusses the variety of ornamental Minangkabau carving into a written scientific work in order to be
known by the public to understand the meaning, structure and philosophy. Using descriptive qualitative
research method with interactive analysis, consist of three component of analysis that is data reduction,
data presentation and conclusion. The results of the study explain the structure of the compensation and
symbolic meaning of each pattern of carving motifs used in the five sections within the Baso Pagaruyung
Palace ie the roundabout, the door, the ventilation, the ceiling, and the palace foot. The symbolic
Minangkabau carving reflects the daily life of Minangkabau people poured in a Minangkabau pituah.
Pituah-pituah have two meanings of interpretation that is denotative and connotative, so that
symbolically carved made conveyed implicit and implicit messages for every person who saw it, and make
a means of educating and reprimand Minangkabau people.

Keywords: Cultural Heritage, Decorative Variety, Carving, Minangkabau

ABSTRAK

Melestarikan warisan budaya merupakan upaya benteng budaya terhadap pengaruh budaya
negatif dari luar yang demikian cepat datangnya sebagai akibat arus komunikasi global yang sekarang
sedang melanda dunia ini. Salah satu bentuk warisan budaya material adalah bermacam “Ragam Hias
Ukiran Tradisional Minangkabau” dalam Rumah Gadang di Sumatera Barat yang motif ukiran tersebut
mencerminkan nilai luhur bangsa. Salah satu bangunan peninggalan sejarah Indonesia yang menggunakan
ukiran tradisional Minangkabau adalah Istana Baso Pagaruyung di Batusangkar, Sumatera Barat. Dengan
proses pembuatan ukiran yang mahal menjadi salah satu faktor menyebabkan kebudayaan ini sudah mulai
banyak ditinggalkan. Maka perlu dibuat sebuah penelitian yang membahas tentang ragam hias ukiran
Minangkabau menjadi sebuah karya ilmiah tertulis agar bisa diketahui oleh masyarakat untuk memahami
makna, struktur dan filosofinya. Menggunakan metode penilitian kualitatif deskriptif dengan analisis
interaktif, terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menjelaskan struktur kompenen dan makna simbolis dari setiap pola motif
ukiran yang dipakai di lima bagian dalam Istana Baso Pagaruyung yaitu singok (atap), pintu, ventilasi,
langit-langit, dan kak i istana. Simbolis ukiran Minangkabau mencerminkan kehidupan sehari-sehari
masyarakat Minangkabau yang dituangkan dalam sebuah pituah Minangkabau. Pituah-pituah tersebut
mempunyai dua makna tafsiran yaitu denotatif dan konotatif, sehingga secara simbolis ukiran yang dibuat

_________________________________
*email: [email protected]

Jurnal Titik Imaji | 54


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

menyampaikan pesan yang tersirat dan tidak tersirat bagi setiap orang yang melihatnya, serta menjadikan
sarana mendidik dan menegur masyarakat Minangkabau.

Kata Kunci: Warisan Budaya, Ragam Hias, Ukiran, Minangkabau.

PENDAHULUAN untuk melestarikan dan


mengembangkannya, agar tidak memudar
Latar Belakang di tengah-tengah proses modernisasi dari
Pembahasan tentang dunia seni masyarakat sekitarnya.
rupa beserta segala aspeknya selalu sangat Dalam mengembangkan
menarik, karena tidak akan ada habisnya kebudayaan bangsa perlu ditumbuhkan
untuk diteliti bahkan akan mengundang rasa kemampuan masyarakat untuk pemahaman
keingintahuan untuk semakin didalami dan pengamalan nilai-nilai budaya daerah
rahasia yang ada di dalamnya. Salah yang luhur dan beradab serta menyerap
satunya adalah seni budaya. Sebagian kecil nilai budaya asing yang positif untuk
dari hasil kegiatan seni budaya yang masih memperkaya budaya bangsa. Di samping
ada di tengah-tengah ruang lingkup itu juga perlu terus ditumbuhkan budaya
kesenirupaan tradisional yaitu ragam hias. menghormati dan menghargai budaya
Di dalam kehidupan jenis-jenis ragam hias bangsa termasuk budaya daerah.
pada dasarnya sudah demikian akrab Melestarikan warisan budaya
hubungannya dengan masyarakat. Eratnya merupakan upaya benteng budaya terhadap
kaitan kedua aspek itu diciptakan oleh pengaruh budaya negatif dari luar yang
seniman atau ahlinya pada semenjak demikian cepat datangnya sebagai akibat
dahulu, sehingga akan sulit rasanya untuk arus komunikasi global yang sekarang
menemukan siapa yang paling awal sedang melanda dunia ini.
penciptanya dan yang mengubahnya Adapun bentuk budaya daerah
kemudian. Propinsi Sumatera Barat dengan suku
Motif ragam hias berada di tengah- Minangkabau antara lain dalam bentuk
tengah kehidupan masyarakat sebagai ruang nilai, tradisi, dan peningagalan sejarah baik
dan media untuk mengungkapkan perasaan berupa material maupun non material, yang
yang diwujudkan dalam bentuk visual, yang memberikan corak khas pada budaya
proses pembuatannya tidak lepas dari daerah Minangkabau. Salah satu bentuk
pengaruh alam dan lingkungan sekitarnya, warisan budaya material adalah bermacam
serta ditujukan sebagai pelengkap dari rasa “Ragam Hias Ukiran Tradisional
estetika. Di dalam bentuk ragam hias Minangkabau” yang dalam motif ukiran
terdapat juga makna simbolik tertentu tersebut mencerminkan nilai luhur bangsa,
menurut apa yang berlaku secara memperkuat jati diri dan kepribadian
konvensional, di lingkungan masyarakat bangsa, mempertebal rasa harga diri dan
sekitarnya. Bila di teliti lebih lanjut ternyata kebanggaan nasional, memperkukuh jiwa
manusia itu sebenarnya senantiasa selalu persatuan dan kesatuan bangsa dan mampu
diajak untuk memulai sebuah kompetisi, menjadi penggerak bagi perwujudan cita-
yakni kompetisi antara pemenuhan cita bangsa.
kebutuhan hidupnya dengan kemampuan Ragam hias ukiran Minangkabau
berpikir di dalam usahanya untuk ini pada umumnya diterapkan pada
mewujudkan sebuah karya. bangunan seperti rumah gadang atau rumah
Seni rupa tradisi merupakan satu adat, istana kerajaan, balai adat, masjid,
sumber kekayaan bagi kebudayaan materi rangkiang, dan lain-lain, baik untuk bidang
dan secara nyata memberikan arti bagi kecil maupun pada bidang besar. Selain itu
kehidupan kebudayaan bangsa kita secara juga diterapkan pada beberapa peralatan
keseluruhan. Dengan pemahaman bahwa sehari-hari misalnya pada peralatan
ragam hias yang ada di Indonesia sangat upacara, rumah tangga, alat pertanian, alat
banyak maka harus disadari kemungkinan permainan dan sebagainya.

Jurnal Titik Imaji | 55


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Ukiran-ukiran yang digunakan 1966. Proses pembangunan kembali Istano


merupakan gambaran keadaan alam sekitar, Basa dilakukan dengan peletakan tunggak
seperti tumbuhan, binatang, benda, dan tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976
manusia. Ukiran tersebut sesuai dengan oleh Gubernur Sumatera Barat, Harun Zain.
falsafah hidup suku Minangkabau, alam Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak
takambang jadi guru, yang artinya alam istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah
terkembang jadi guru. Jika diartikan secara selatannya. Pada akhir 1970-an, istana ini
bebas, falsafah hidup tersebut menunjukkan telah bisa dikunjungi oleh umum.
bahwa alam merupakan medium pengajaran Proses pembuatannya yang mahal
yang penting bagi suku Minangkabau. Jika merupakan salah satu alasan masyarakat
dilihat dari segi fungsional, motif ragam suku Minangkabau mulai meninggalkan
hias ukiran tidak hanya memiliki fungsi motif ragam hias ukiran ini. Peninggalan
sebagai penghias, melainkan juga sebagai kebudayaan yang dilakukan ini
pengungkapan jiwa seni seseorang dan menyebabkan banyak masyarakat
sebagai media pendidikan terhadap anak Minangkabau yang tidak mengetahui
kemenakan. tentang struktur ukiran dan makna filosofi
Azrial (1995:8) dalam bukunya yang terkandung di dalam ragam hias
“Keterampilan Tradisional Minangkabau” ukiran tradisional tersebut.
mengemukakan bahwa ukiran tradisional Sejauh ini hasil seni budaya
Minangkabau adalah gambaran ragam hias Minangkabau yang banyak dikenal antara
timbul, yang tercipta dari kreasi seni orang adalah mengenai arsitektur dan seni tarinya.
Minangkabau dengan jalan mengorek Tentang seni ukir Minangkabau yang selalu
bagian tertentu dari permukaan sebuah menyertai kehadiran arsitekturnya yang
benda, sehingga membentuk suatu kesatuan khas belum banyak ditulis. Literatur
ragam hias yang indah dan harmoni, yang mengenai ukiran tradisional Minangkabau
biasanya juga mengandung makna tertentu. tidak mudah ditemukan. Kalaupun ada,
Ragam hias ukiran tradisional yang hanya membahas bagian umumnya dan
digunakan dalam Rumah Gadang tidak mencakup hubungan ukiran tersebut
Minangkabau bervariasi jumlahnya dengan sendi-sendi nilai kehidupan
tergantung kedudukannya dalam suku. masyarakat Minangkabau baik dari struktur
Masing-masing jenis ukiran mengandung ragam hias, komponen maupun maknanya.
makna tersendiri yang sangat erat kaitannya Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan
dengan kehidupan masyarakat tersebut di atas, peneliti tertarik untuk
Minangkabau. Secara keseluruhan, makna meneliti “Kajian Struktur Ragam Hias
yang terkandung merupakan pedoman bagi Ukiran Tradisional Minangkabau Pada
masyarakat suku Minangkabau dalam Istano Basa Pagaruyung"
menjalankan kehidupan. Makna ukiran
tersebut bahkan dikuatkan dengan Identifikasi Masalah
penggunaan ungkapan atau kata-kata adat. Berdasarkan latar belakang diatas
Salah satu Rumah Gadang yang maka identifikasi masalah dari “Kajian
terkenal mewah dan megah dari dulu Struktur Ragam Hias Ukiran Tradisional
hingga sekarang adalah Istano Basa Minangkabau Pada Istano Basa
Pagaruyung atau lebih sering dikenal Pagaruyung” adalah:
dengan Istana Pagaruyung yang terletak di
1. Banyak masyarakat suku
kecamatan Tanjung Emas, kota
Minangkabau meninggalkan motif
Batusangkar, kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat. Istano Basa yang berdiri ragam hias ukiran ini akibat proses
sekarang sebenarnya adalah replika dari pembuatannya yang mahal,
yang asli. Istano Basa asli terletak di atas sehingga banyak masyarakat
bukit Batu Patah dan terbakar habis pada Minangkabau yang tidak
sebuah kerusuhan berdarah pada tahun mengetahui tentang struktur ukiran
1804. Istana tersebut kemudian didirikan dan makna filosofi yang terkandung
kembali namun kembali terbakar tahun di dalamnya.

Jurnal Titik Imaji | 56


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

2. Tulisan mengenai seni ukir mendeskripsikan atau menjelaskan


Minangkabau tidak mudah peristiwa atau kejadian yang terjadi saat
ditemukan terutama tentang sekarang. Metode ini dapat
struktur ragam hias ukiran mendeskripsikan suatu variable penelitian.
Minangkabau. Penelitian kualitatif oleh Cottle
dalam Bogdan dan Tailor (1993: 36)
menyatakan: “sebuah metode penelitian
Tujuan dan Manfaat Penelitian
yang mendasar karena mengunjungi
Dilihat dari segi teoretis, maksud
masyarakat, mendengarkan dan berbicara
dan tujuan dari penelitian ragam hias ukiran
dengan mereka dan memungkinkan
Minangkabau ini adalah agar dapat
pembicaraan itu berjakan sebagaimana
memperdalam pengetahuan tentang ragam
mereka kehendaki, karena itu seseorang
hias seni ukir asal Sumatera Barat dan tata
(peneliti), dan perasaan peneliti dirangsang
cara khusus mengenai filosofi, simbolis dan
oleh tutur kata, sejarah dan catatan-catatan
makna dari ragam hias ukiran tradisional
orang yang diteliti”.
Minangkabau pada Istano Basa
Berdasarkan tujuan yang dicapai
Pagaruyung.
dalam penelitian ini, yaitu lebih ditekankan
Secara praktis, sebagai sumbangan
pada upaya mengungkap proses untuk
wacana pemikiran bagi pihak yang terkait
menemukan makna nilai – nilai simbolik
tentang ragam hias ukiran tradisional Istano
dari sebuah fenomenal yang kompleks,
Basa Pagaruyung, sebagai upaya pelestarian
maka penelitian ini ditekankan pada
seni ukir tradisional Minangkabau di
penelitian kualitatif deskriptif.
Sumatera Barat. Serta dapat menjelaskan
Tujuan utama memakai metodologi
makna motif ukiran tradisional
kualitatif adalah menangkap proses untuk
Minangkabau yang ada di Istano Basa
menemukan makna. Dalam kegiatan
Pagaruyung Sumatera Barat.
risetnya yang dilakukan peneliti kualitatif
adalah menafsirkan dan memaknai hasil
penelitiannya. Setiap aktivitas manusia
METODE PENELITIAN
selalu berada dalam proses interpretasi dan
definisi karena terus menerus bergerak dari
Jenis Penelitian situasi ke situasi yang lain.
Metode dalam arti luas, menurut
Bogdan dan Taylor (1993: 25) adalah Teknik Analisis
“proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang Penelitian ini akan menggunakan
dipakai dalam mendekati persoalan dan strategi studi kasus tunggal sehingga semua
usaha mencari jawabannya.” data-data yang diperoleh dari tempat/lokasi,
Berikut ini kemukakan ciri-ciri teknik yang cocok dengan penelitian ini
penelitian menurut Suryabrata (1985:19) dengan menggunakan model analisis
adalah: “secara harfiah penelitian deskriptif interaktif (Miles dan Huberman, 1984).
adalah penelitian yang bermaksud untuk Dalam model ini, tiga komponen analisis,
membuat pencandraan situasi atau kejadian, yaitu reduksi data penyajian data (data
tapi para ahli senantiasa memberi arti display), dan penarikan kesimpulan atau
penelitian deskriptif lebih luas mencakup verifikasinya, aktivitasnya dilakukan dalam
segala macam bantuk penelitian kecuali bentuk interaktif dengan proses
penelitian historis dan penelitian pengumpulan data, sebagai suatu proses
eksperimental dalam arti luas biasa siklus. Dalam bentuk ini, peneliti tetap
digunakan istilah penelitian survey”. bergerak di antara 4 komponen (termasuk
Berdasarkan pendapat di atas dapat proses pengumpulan data), selama proses
ditarik kesimpulan bahwa penelitian pengumpulan data berlangsung, kemudian
deskriptif dapat juga dikatakan penelitian peneliti bergerak di antara 3 komponen
hasil survei. Sedangkan metode penelitian analisis, yaitu reduksi data sajian data
deskriptif menurut Sudjana (1991: 52) dengan menggunakan waktu yang tersisa
digunakan apabila bertujuan untuk dalam penelitian ini.

Jurnal Titik Imaji | 57


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Analisis data akan disajikan dalam S3nya, tentang pola (tata paduan motif)
bentuk uraian atau penjelasan, skema ukiran tradisional pada rumah adat
pemikiran, tabel, gambar-gambar dan foto Minangkabau ditinjau dari sudut geometri
berdasarkan studi kasus hingga memperoleh adalah:
temuan-temuan umum terkait topik 1. Tatapaduan pilin ganda. Misalnya
penelitian. motif kaluak paku, lumuik hanyuik,
kijang lari dalam rangsang, aka
sagagang, tupai managun, dan aka
barayun.
HASIL DAN PEMBAHASAN 2. Tatapaduan lingkaran dan segi empat
terpadu. Misalnya motif pucuk
Struktur Ragam Hias Ukiran rabueng jo salimpat, siku-siku saluek,
Minangkabau Pada Istano Basa siku-siku baragi, siku-siku kalalawa
Pagaruyung bagayuik, harimau dalam parangkok,
Keistimewaan dari rumah adat dan saik galamaik.
Minangkabau tidak saja terletak pada 3. Tatapaduan setengah lingkaran susun
tolak belakang. Misalnya motif
bentuknya yang anggun dan tinggi, tetapi
kucieng tidue jo saik galamai, singo
juga pada berbagai ragam hias yang
mendongkak jo takuek, salimpat,
dipahatkan (diukir) pada dinding dan pisang sasikek, dan tirai ampek
bagian-bagian lain dari bangunan tersebut. angkek.
Pada rumah-rumah sederhana, ukiran 4. Tatapaduan deretan lingkaran.
ditempatkan pada pintu dan jendela rumah, Misalnya motif aka duo gagang,
sedangkan pada rumah-rumah adat ayam mancotok di lasueng, kudo
(gadang) yang besar, ukiran hampir mandongkak, dan gajah badorong.
menutupi seluruh tubuh bangunan. Dinding, 5. Tatapaduan gelombang berpilin.
tiang-tiang rumah, jendela, pintu, dihiasi Misalnya motif lapieh jarami, rajo
dengan ukiran yang terdiri dari berbagai tigo selo, si kambang manih, dan
motif. ramo-ramo si kumbang jati.
Setiap motif ragam hias yang 6. Tatapaduan lingkaran susun sirih.
dipahatkan pada rumah adat mengandung Misalnya motif jalo taserak, jarek
makna yang dalam, membawa pesan-pesan takambang, tangguek lamah, labah
yang disamarkan ke dalam motif-motif mangirok, jambueh cewek rang
yang indah. Sesuai dengan fungsi rumah ritala.
adat sebagai lambing kebesaran suku atau
keluarga, maka ukiran-ukiran yang Ragam Hias Ukiran di Singok (Atap)
dipahatkan pada rumah adat itu juga
dikerjakan dengan seksama dan cermat.
Ukiran tersebut penuh dengan simbol yang
menceritakan tingkah laku dan kejadian
alam semesta yang patut diteladani. Melalui
ukiran inilah para pendahulu memberikan
tuntunan tersamar kepada generasi
penerusnya.
Berdasarkan motif ragam hias yang Gambar 1. Singok (Atap) Pada Istano
ada pada rumah adat Minangkabau ini Basa Pagaruyung
pulalah, kemudian digali motif-motif ragam Sumber: Koleksi Pribadi
hias Minangkabau yang beraneka ragam
yang akan dibahas pada bagian selanjutnya
dari tulisan ini.
Adapun analisis khusus menurut
Profesor Ibenzani Usman dalam Disertasi

Jurnal Titik Imaji | 58


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Gambar 2. Ukiran Tupai Managun


(Tupai Tertegun) Pada Atap Istana
Sumber: Koleksi Pribadi
Gambar 4. Pola Motif Tupai Managun
(Tupai Tertegun)
Ragam hias pada bagian atap Istana Sumber: Profesor Ibenzani Usman
Basa Pagaruyung di dominasi oleh ukiran di
bidang yang kecil. Adapun nama jenis Tupai managun ini digambarkan
motif ragam hias yang terdapat dalam secara horizontal. Seharusnya posisi bagan
bagian singok (atap) salah satunya adalah ini vertikal. Digambar begini supaya terlihat
Tupai Managun. seperti bentuk tupai. Di atas telah ada dua
buah motif tupai managun. Secara sepintas
terlihat kecenderungan adanya hasrat si juru
ukir hendak menampilkan kerangka gerak
dari seekor tupai yang sedang tertegun. Dari
bentuk tunggal inilah pola tersebut disusun
secara simetri sepanjang bidang ukirnya.
Jadi motif-motif yang berada dalam
tatapaduan pilin ganda ini terdapat pada
semua rumah adar yang berukir.

Ragam Hias Ukiran di Pintu


Gambar 3. Struktur Komponen Motif
Tupai Managun (Tupai Tertegun)
Sumber: Koleksi Pribadi

Sebuah motif ukiran Tupai


Managun (Tupai Tertegun) yang diambil
dari Istana Basa Pagaruyung. Simbol dari
tupai tertegun itu dapat dilihat pada bagian
luar dan dalam jajaran genjang. Gambar 5. Ragam Hias Ukiran Pada
Perhatikanlah pengulangan bentuk-bentuk Pintu Istana
garis lengkung setengah lingkaran yang Sumber: https://uninuna.wordpress.com
disambung dengan garis lengkung
berlawanan sebagai ekor dari tupai yang
membanting karena tertegun. Frame dari
unit motif ukiran ini adalah motif dengan
pinggiran belahan ketupat.
Adapun stuktur dan komponen pada
ragam hias tersebut terdiri dari gagang,
buah, bunga, daun, sapieh/serpih dan
simbol dari ekor tupai.

Gambar 6. Ukiran Saluak Laka Pada


Pintu Istana
Sumber: Koleksi Pribadi

Jurnal Titik Imaji | 59


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Ragam hias pada bagian pintu Ragam hias pada bagian pintu
Istana Basa Pagaruyung di dominasi oleh angin (ventilasi) Istana Basa Pagaruyung di
ukiran di bidang yang besar. Adapun nama dominasi oleh ukiran di bidang yang besar.
jenis motif ragam hias yang terdapat dalam Adapun nama jenis motif ragam hias yang
bagian pintu salah satunya adalah Saluak terdapat di bagian ventilasi adalah Labah
Laka. Mangirok (Lebah Mengirap).

Gambar 9. Struktur Komponen Motif


Labah Mangirok
Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 7. Struktur Komponen Motif


Saluak Laka
Sumber: Koleksi Pribadi

Sebuah motif ukiran Saluak Laka


yang diambil dari Istana Basa Pagaruyung.
Saluak Laka adalah sejenis anyaman dari
rotan yang biasa dipakai sebagai penadah
periuk atau belanga yang masih panas. Gambar 10. Pola Motif Labah Mangirok
Keistimewaannya saluak laka ini terbuat Sumber: Koleksi Pribadi
dari selembar rotan yang panjang sekali,
supaya tidak terjadi persambungan rotan Kalau diperhatikan garis dan garis
ditengah-tengahnya. putus-putus yang membentuk gelombang
Dari indikasi ini timbul asosiasi pada bagan di atas maka masing-masingnya
yang akan menuntun si pengamat kepada berbentuk akar cina atau kaluek paku.
imaji kekerabatan dan fungsionaris seperti Keduanya saling berlawanan arah. Apabila
yang diungkapkan di atas, dengan kata lain gelombang garis putus-putus itu dibalikkan
simbol dalam motif ukir ini sekaligus maka kedua-duanya akan berdempet satu
membangun simbol dari kekerabatan dan sama lainnya. Gelombang garis-gari
fungsionarisasi dari masyarakat tersebut, seperti biasa diisi dengan gagang,
Minangkabau. serpih, daun dan bunga. Spesifikasi lainnya
ialah relung-relung pada tiap lingkaran
Ragam Hias Ukiran di Pintu Angin hampir mengisi ruang hingga pusat
(Ventilasi) lingkarannya.

Ragam Hias Ukiran di Langit-langit


Istana

Gambar 8. Ukiran Labah Mangirok


Pada Pintu Angin (Ventilasi) Istana
Sumber: Koleksi Pribadi

Jurnal Titik Imaji | 60


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

spiral dan lingkaran tambahan sehingga


secara sera merta sudah menjadi jaringan
atau ranjau.

Ragam Hias Ukiran di


Salangko/Kamban-Kamban (Kaki)
Istana
Gambar 11. Ukiran Jalo Taserak Pada
Langit-langit Istana
Sumber: Koleksi Pribadi

Ragam hias pada bagian langit-


langit Istana Basa Pagaruyung di dominasi
oleh ukiran di bidang yang besar. Adapun
nama jenis motif ragam hias yang terdapat
di bagian ventilasi adalah Jalo Taserak (Jala
Tersebar). Gambar 14. Ukiran Lapieh Jarami
(Anyaman Jerami) Pada Salangko/Kaki
Sumber: Koleksi Pribadi

Ragam hias pada bagian


salangko/kaki Istana Basa Pagaruyung di
dominasi oleh ukiran di bidang yang besar.
Adapun nama jenis motif ragam hias yang
Gambar 12. Struktur Komponen Motif terdapat di bagian salangko adalah Lapieh
Jalo Taserak Jarami (Anyaman Jerami).
Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 15. Struktur Komponen Motif


Jalo Taserak
Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 13. Pola Motif Jalo Taserak


Sumber: Profesor Ibenzani Usman

Jalo taserak (Jala Tersebar) dan


atau Jarek Takambang (Jerat Terkembang)
adalah nama alat penangkap ikan atau
penjerat hewan lain di daratan. Alat itu
Gambar 16. Pola Motif Lapieh Jarami
terbuat dari talian yang dibentuk demikian
Sumber: Profesor Ibenzani Usman
rupa sehingga menjadi suatu jaringan.
Fungsi nyata dari jalo dan jarek ini jelas
Arti yang sesungguhnya dari lapieh
untuk penjala, penjaring, penjerat, atau
jarami adalah anyaman yang terbuat dari
perangkap, baik untuk ikan maupun untuk
jerami. Melihat bentuk yang terdapat pada
hewan-hewan lainnya.
motif ini, maka unsur anyaman ini memang
Pola dan tata paduan motifnya
terlihat jelas, oleh karena itu nomenclature
adalah lingkaran yang membentuk relung
nya diambilkan dari nama motif Lapieh

Jurnal Titik Imaji | 61


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Jarami (Anyaman Jerami). Melihat dari diwujudkan dalam suatu motif ukir seperti
polanya dapat dikatakan sama dengan pola Tupai Managun (Tupai Tertegun) ini.
aka duo gagang yang berganda. Hal ini Wujud visual (plastis) dari tupai itu
dapat diperhatikan pada bagan tertera tidak disalin secara tampak nyata,
diatas. melainkan dalam simbol (tanda) garis-garis
lengkung yang hendak menggambarkan
MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS gerak-gerik tersebut. Pola atau tatapaduan
UKIRAN MINANGKABAU motif ini dapat dilihat pada bagian atas.

Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran
Tupai Managun di Singok (Atap) Saluak Laka di Pintu

Tupai managun namonyo ukia Saluak nan jaleh bakaitan


Ukia diradai nan di tapi Laka basauh jo baukuran
Latak di ateh tampek nan tinggi Silang bapiuah di dalamnyo
Di ujuang paran nan di singok Aleh pariang jo balango
Dakek calekak padang basentak Panadah angek jo dingin
Ukia di Luak Tanah Data Panatiang kuma baarang
Turun ka Alam Minangkabau Palatak tambika nan kapacah
Nan sanang talatak di tampeknyo
Tupai adalah hewan yang Buliah katangah jo katapi
melengkapi lingkungan hidup manusia Baiak di ateh ruang tangah
dengan segala rugi laba yang diberikan Dari muko lalu ka ujuang
kepada manusia. Kerugian yang diberikan Laka nan indak dapek tingga
kepada kehidupan manusia adalah
kehadirannya dapat merupakan hama Saluak Laka adalah alas periuk
terhadap tumbuhan yang diperlukan yang terbuat dari jalinan lidi enau atau lidi
manusia bagi kehidupan, karena ia dapat kelapa. Jalinan tersebut berfungsi sebagai
menghancurkan buah kelapa dan buah-buah alas atau penahan periuk agar jangan
lainnya. Keuntungan yang diberikannya terguling dan jelaganya jangan sampai
kepada manusia, bila jumlahnya tidak mengenai benda-benda lainnya. Hal yang
terlalu banyak, maka dia turut menjaga ingin diungkapkan melalui bentuk “saluak
kelestarian lingkungan hidup manusia. laka” ini adalah bentuknya yang terjalin
Keuntungan lain lagi yang dipetik manusia erat, sehingga membentuk kesatuan yang
atas kehadirannya adalah sumber ilham kuat dan ulet. Jalinannya yang kuat inilah
yang diserap oleh manusia, baik bagi ahli yang pantas diteladani dalam kehidupan
adat maupun bagi seniman, dari sifat- kekeluargaan. Kata-kata adatnya adalah
sifatnya, bentuk dan gerak-geriknya. sebagai berikut:
Sifat dan gerak-geriknya yang
lincah itu tidak luput dari pengamatan Nan basaluak nan bak laka,
manusia Minangkabau sehingga Nan bakaik nan bak gagang,
manimbulkan suatu identifikasi terhadap Supayo tali nak jan putuih,
kependekaran seseorang seperti tercermin kaik-bakaik nak jan ungkai.
dalam petatah petitih “Sepandai-pandai (Yang berjalin erat seperti laka,
tupai melompat sesekali terjatuh juga. yang berkait seperti gagang,
Sepandai-pandai pendekar bersilat sekali- Supaya tali jangan putus,
sekali terpeleset juga.” Identifikasi ini tidak Kait-berkait supaya jangan lepas).
lain dari dasar ajaran dan alam pikiran
Minangkabau yang berbunyi alam Kata-kata tersebut menggambarkan
terkembang jadi guru. Hal tersebut dapat bagaimana eratnya hubungan sistem
memungkinkan timbulnya suatu imaji yang kekerabatan di Minangkabau. Ikatan
kekeluargaan itu digambarkan bagaikan
jalinan rotan atau lidi laka. Kalau lidi atau

Jurnal Titik Imaji | 62


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

rotan sudah dijalin menjadi laka, maka Melambangkan garis pemisah


kekuatannya akan berlipat ganda. Demikian antara yang baik dan buruk. Seandainya
juga dengan kehidupan kekerabatan di perbedaan antara baik dan buruk itu telah
Minangkabau, walau pun pengaruh dari luar diketahui maka akan selamat dalam hidup
datang begitu besar, namun karena ikatan bermasyarakat dan tidak tersesat kepada
adat yang kuat maka sistem kekerabatan perbuatan yang melanggar hukum.
tersebut tidak akan goyah. Kekuatan ikatan Melihat bentuk dan kegunaannya,
adat inilah yang disebut sebagai adat yang oleh para ahli adat dan seniman ukir Jalo
“tak lakang dek paneh, tak lapuak dek Taserak (Jala Tersebar) dihubung-
hujan”. hubungkannya dengan pengertian
Saluak Laka merupakan motif ‘kurungan’ manusia yang telah divonis
ragam hias yang penting di antara motif- karena bersalah. Hukum putuih badan
motif ragam hias Minangkabau, letaknya tabuang (hokum putus badan terbuang).
biasanya pada daun pintu dan daun jendela, Yang mengambil keputusan terakhir adalah
seakan menyambut setiap kedatangan tamu penghulu. Jadi ada hubungan motif ragam
dengan salam persaudaraan yang kuat. hias ukiran ini dengan kepenghuluan, yaitu
Dalam upacara adat hubungan hubungan yang memberi makna dalam
kekerabatan sangatlah besar. Untuk bentuk simbol, simbol kata putus pada
mepersiapkan upacara adat semua kerabat, penghulu. Itulah sebabnya maka motif
urang sumando, anak pisang, ipar besan dan ragam hias ukiran yang masuk ke dalam
semua kerabat jauh dan dekat bergotong kelompok ini sering muncul pada bidang
royong dan bekerja secara bersama galeung raban (tutup kolong rumah).
menyelesakan pekerjaan sesuai dengan Jala terserak ini melambangkan
tanggung jawab mereka masing-masing. sistem pemerintahan Datuk Parpatih Nan
Beban yang berat akan terasa ringan apabila Sabatang dalam proses mengadili seseorang
dikerjakan secara bersama-sama. yang melanggar hukum dengan cara
mengumpulkan data dan kemudian dipilah-
Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran pilah hingga akhirnya diketahui siapa yang
Labah Mangirok di Ventilasi sebenarnya bersalah.

Sabondoang lalu satampuah suruik Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran


Sakali tabang samo inggok Lapieh Jarami di Kaki Istana
Malayok tabang mandanguang-danguang
Balun lai tau tujuan nyato Bilalang dapek dek manuai
Namun tabangnyo basuko rio Lapiah balapiah batang padi
Sambia malagu mandanguang panjang Tapijak dek tapak manuju lampok
Tabang ciek, tabang kasadonyo Bakeh lalu tampek bapijak
Saulang tinggi nan dituju Tanah lambok, bungin kok rawang
Di tangah hutan rimbo rayo Nak samat padi ka lampok
Labah manyasok ragam bungo Elok nampak dek mato
Indah nan lalu kahati
Makna Simbolis Ragam Hias Ukiran Timbua kalukih papan tuai
Jalo Taserak di Langit-langit Manjala katumbuang sitinjau lauik
Dek arih tukang nan utuih
Jalo taserak di nan dangka Lah jadi ukia sampai kini
Ikan lari ka nan dalam
Alek bak kato urang sipangka Lapiah jarami adalah jalinan dari
Intan talatak di nan kalam batang padi yang telah dipotong sehingga
Alek bapanggia mangko tibo membentuk suatu ikatan nyang kuat. Motif
Buruak nan datang bahambauan ini hampir sama bentuknya dengan motif
Barek ringan saiyo satido lapiah ampek. Motif ini melambangkan
Musuah nan indak ba imbauan adanya rasa persaudaraan, persatuan serta
tidak sombong, dapat menempatkan diri di

Jurnal Titik Imaji | 63


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

mana saja serta disenangi oleh orang Tatandu manyosok Di papan


banyak. Penyesuaian hidup dengan bungo sabalik
lingkungan diungkapkan dengan pepatah- Itiak pulang patang Di pas
petitih: Lumuik anyuik Di lambai-
lambai tagak
Dimana bumi dipijak, di sinan langik Labah mangirok Di papan
dijunjuang guluang
(Dimana bumi dipijak, di sana langit Aka cino sagagang Di segitiga
dijunjung) atas sekali
3. Tempat-tempat lain
Artinya dimana pun kita hidup Saluak Di lambai-
aturan orang setempat itulah yang dipakai. lambai
Tupai managun Di setiap
Dari pemahaman di atas dapat ujung rasuk di
disimpulkan bahwa ukiran terdiri atas atas
unsur-unsur pokok antara lain sebagai Bada mudiak Di tepi setiap
berikut: ukiran besar
1. Unsur fisik, terdiri dari gagang, Aka cino Di setiap kayu
sulur, sapiah, daun, dan bunga. kecil yang
2. Unsur keindahan (nilai estetis) panjang
3. Unsur simbolis, yaitu mempunyai
Pucuak rabuang Di penutup
nilai adat yang diungkapkan
ukiran
melalui kiasan.
Jalo takambang Di loteng
4. Cerminan nilai serta budaya
Buah palo bapatah Di tepi setiap
masyarakat, dapat dilihat dari sikap
ukiran besar
dan tatanan kehidupan sehari-
Kaluang bagayuik Di bawah
harinya.
kasau
Letak Ukiran Saik galamai Di les plang
Pada umumnya di beberapa daerah Tampuak manggih Di gonjong
Sumatera Barat, orang meletakkan ukiran di Sumber : Dokumentasi Pribadi dari
rumah gadang pada bagian-bagian seperti Museum Adityawarman
berikut :
Warna Ukiran Minangkabau Pada
Tabel 1. Letak Ukiran di Rumah Gadang Istana Baso Pagaruyung
Minangkabau Pigment yang dipakai dalam
No. Nama Ukiran Letak Ukiran mewarnai ukiran Minangkabau adalah
berasal dari tanah kewi berwarna hitam dan
1. Pada badan rumah tanah kewi berwarna kuning, sedangkan
Saluak Pada untuk warna merah menggunakan buah
Kudo manyipak sakapiang kasumba yang dicampur dengan minyak
dibawah kemiri.
jendela Warna-warna demikian, belakang
Aka barayun ini sudah hampir tidak ada lagi, malah
Di atas papan
Rajo tigo selo sudah banyak rumah-rumah adat diberi
sakapiang
Tangguak lamah ukiran dengan warna cat dari pabrik,
Aka cino sagagang Di lambai- sehingga sudah banyak terlihat rumah-
lambai rumah adat berukir dengan warna-warna
garabeh tambahan seperti biru, hijau malah ada yang
Pisang sasikek Di papan memberikan warna ungu. Secara konsekuen
gaebeh keadaan ini menunjukkan bahwa telah
2. Pada anjuang terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Salimpat Di salangko Faktor yang mempengaruhi dari

Jurnal Titik Imaji | 64


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

penyimpangan-penyimpangan tersebut kemampuan dan keterampilan mengukir


adalah faktor ingin bervariasi, dibendung yang berbeda sehingga perkembangan dan
oleh ketentuan adat, apa lagi dengan teknik tiap-tiap daerah tersebut saling
berkembangnya teknologi cat mencat yang berbeda, meskipun motif atau ragam
menyebabkan prinsip-prinsip pewarnaan hiasnya sama.
ukiran tidak diikuti serta dilanggar. Ada beberapa hal yang
Warna-warna tersebut juga terlihat mempengaruhi teknik ukir, di antaranya alat
pada bendera kebesaran adat Minangkabau ukir, bahan, cara menggunakan alat ukir,
yang disebut dengan Morawa. Menurut M. dan pekerjaan akhir (funishing).
Sayuti Dt. Rajo Penghulu (2005: 207) Dibawah ini akan merupakan tiga
dalam bukunya “Tau Jo Nan Ampek macam teknik ukir pada rumah gadang dan
(Pengetahuan yang Empat Menurut Ajaran benda hias:
Adat dan Budaya Alam Minangkabau)”, 1. Teknik Relief
Marawa memiliki makna dan arti warna Teknik relief disebut juga relief
tersendiri, yaitu: dangkal karena dasar ukirannya tidak
dibuang. Relief dangkal gunanya sebagai
Tabel 2. Makna warna ukiran menurut pengisi ruang bidang yang tinggi dan jauh
M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu dari pandangan mata.
Warna Nama Warna Arti Warna 2. Midle Relief
Hitam Melambangkan Midle Relief disebut juga sebagai
kebesaran nagari teknik ukir yang dibuang dasarnya, teknik
Luhak Limo Puluah ini kelihatan rapid an bersih, bentuk
Koto maka marawa reliefnya tampak menonjol dan jelas. Relief
nya berwarna hitam ini ditempatkan pada bagian yang dekat dari
disebelah luar. pandangan mata, sekarang banyak dipakai
Kuning Melambangkan pada ukiran-ukiran perabot dan juga pada
kebesaran nagari ukiran les plang rumah, pintu dan lain-lain.
Luhak Tanah 3. Teknik Karawang
Datar. Jika acara di Teknik karawang disebut juga
wilayah adat Luhak teknik tembus dasar, ukirannya dibuang
Tanah Datar, maka hingga tembus pandang yang kelihatan
marawanya hanya motifnya. Penggunaan relief ini tidak
berwarna kuning banyak dijumpai pada rumah gadang,
disebelah luar. misalnya pada ventilasi, pada papan pereng,
Merah Melambangkan bawah kandang dan pada dekoratif lainnya
kebesaran nagari seperti pada mimbar, podium, sekarang ini
Luhak Agam. Jika motif tembus dikembangkan pada meja
acara di wilayah makan dan kursi.
adat Luhak Agam,
maka marawanya SIMPULAN
berwarna merah
sebelah luar. Filosofis ragam hias ukiran
Putih Kesucian punya Minangkabau tidaklah diungkapkan secara
alua dan patuik. realistik atau naturalis tetapi bentuk tersebut
Sumber : Wawancara pribadi langsung digayakan sedemikian rupa sehingga
menjadi motif-motif yang dekoratif,
Proses Ragam Hias Ukiran kadang-kadang sukar untuk dikenali sesuai
Minangkabau dengan nama motifnya. Hal ini mungkin
Untuk memahami teknik ukir tidak terjadi setelah berkembangnya agama Islam
cukup kita berpedoman pada ahli ukir atau di Minangkabau. Seni ukir di Minangkabau
hanya melihat dari suatu daerah saja. pada mulanya dimulai dari corak yang
Karena masing-masing daerah itu memiliki realitis. Hal ini masih dapat kita lihat hiasan

Jurnal Titik Imaji | 65


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

ukiran pada batu seperti menhir atau nisan Bodgan, Robert. Steven J, Taylor. 1993.
yang terdapat di beberapa daerah di Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Kabupaten 50 Kota yang bermotif ular, Surabaya: Usaha Nasional
burung dengan makna simbolisnya. Boestami, Erman M, dkk. 1981. Rumah
Sedangkan pada seni ukir Minangkabau Gadang Minangkabau. Padang:
motif-motif realis ini sudah tidak ada lagi Proyek Pengembangan Permuseuman
karena pada umumnya masyarakat Sumatera Barat
Minangkabau memeluk agama Islam Diradjo, Ibrahim Dt. Sanggoeno. 2013.
dengan falsafah adatnya Adat Basandi Tambo Alam Minangkabau.
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Bukittinggi: Kristal Multimedia
Simbolis ukiran Minangkabau Hasan, Hasmurdi. 2004. Ragam Rumah
mencerminkan kehidupan sehari-sehari Adat Minangkabau Falsafah,
masyarakat Minangkabau yang dituangkan Pembangunan, dan Kegunaan.
dalam sebuah pituah Minangkabau dengan Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan
penuh makna dan syarat dalam sebuah Indonesia
ukiran Rumah Gadang ataupun Istana Baso H.B. Sutopo. 1999. Metode Penelitian
Pagaruyung. Pituah-pituah tersebut Kualitatif. Surakarta: UNS Press
mempunyai dua makna tafsiran yaitu M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu. 2005. Tau
denotatif dan konotatif, sehingga secara Nan Jo Ampek (Pengetahuan Yang
simbolis ukiran yang dibuat menyampaikan Empat Menurut Ajaran Budaya Alam
pesan yang tersirat dan tidak tersirat bagi Minangkabau). Padang: Mega Sari
setiap orang yang melihatnya, serta Kerjasama Sako Batuah
menjadikan ragam hias ukiran Myers, Bernard Samuel. 1959. Encylopedia
Minangkabau menjadi sarana mendidik dan of World Art. Michigan: McGraw-
menegur masyarakat Minangkabau tetap Hill
dalam kaidah-kaidah adat Minangkabau. Navis, AA. 1984. Alam Takambang Jadi
Struktur dan komposisi ukiran Guru. Jakarta: Grafitipers
Minangkabau hampir mempunyai bentuk Panghoeloe, M. Rasjid Manggis Dt. Radjo.
yang sama yaitu adanya buah, daun, bunga, 1982. Minangkabau Sejarah Ringkas
tangkai, sepih, dan ornament tambahan lain. dan Adatnya. Jakarta: Penerbit
Dengan pola ukiran yang memiliki banyak Mutiara
pengulangan dan selalu bersilangan dengan Penghulu, M. Sayuti Dt. Rajo. 2005. Tau Jo
harapan bahwa siklus kehidupan manusia Nan Ampek (Pengetahuna yang
terkadang berada di atas, terkadang berada Empat Menurut Ajaran Adat dan
di bawah, dan simbol dari Islam yang Budaya Alam Minangkabau).
berzikir secara berulang-ulang. Padang: Penerbit Mega Sari
Rahman, Fajri. 2007. Permusuhan Dalam
DAFTAR PUSTAKA Persahabatan: Budaya Politik
Buku Masyarakat Minangkabau. Lembaga
Achmadi, Asmoro. 1995. Filsafat Umum. Kajian Sosial Budaya
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Rusmita, Hasni S dan Riza M. 1999. Ukiran
Amir M.S. 2011. Adat Minangkabau Pola Tradisional Minangkabau. Padang:
dan Tujuan Hidup Orang Minang. Bagian Proyek Pembinaan
Jakarta: Citra Harta Prima Permuseuman Sumatera Barat
Armaini, Fauzan dan Amri N. 2004. Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna,
Keterampilan Tradisional Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit
Minangkabau 2. Jakarta: Bumi ITB
Aksara Shadily, Hasan. 1980. Kamus Besar Bahasa
Azrial, Yulfian. 1995. Keterampilan Indonesia. Jakarta: Gramedia
Tradisional Minangkabau. Padang: Suryabrata, Sumadi. 1985. Metodologi
Angkasa Raya. Penelitian. Jakarta: CV Rajawal

Jurnal Titik Imaji | 66


Versi online: JURNAL TITIK IMAJI
http://journal.ubm.ac.id/index.php/titik-imaji/ Volume 1 Nomor 1: 54-67, Maret 2018
Hasil Penelitian p-ISSN: 2620-4940

Tukio M, Sugeng, 1987. Mengenal Ragam Martamin, Mardjani dan Amir B. 1978.
Hias Indonesia. Bandung: Penerbit Ukiran Rumah Adat Minangkabau
Angkasa dan Artinya. Padang: IKIP Padang
Zainuddin, Musyair MS. 2010. Pelestarian Martamin, Mardjani dan Amir B. 1976.
Eksistensi Dinamis Adat Ragam Ukiran Rumah Gadang
Minangkabau. Yogyakarta: Penerbit Minangkabau. Padang: IKIP Padang
Ombak Meker, Zodio. 2010. Perancangan Buku,
Ukiran Tradisional Minangkabau.
Laporan Penelitian Bandung: UNIKOM
Boestami. 1979. Arsitektur Tradisional Pramandani, Egar. 2010. Perancangan
Minangkabau Rumah Gadang. Buku Arsitektur Rumah Adat
Padang: Proyek Sasana Budaya Minangkabau (Istana Pagaruyung).
Jakarta Bandung: UNIKOM
Khairi, Asra Ilal. 2011. Komparasi Motif Usman, Ibenzani. 1985. Seni Ukir
Ukiran Rumah Gadang Bukik Tradisional Pada Rumah Adat
Surungan Kelarasan Koto Piliang Minangkabau: Teknik, Pola dan
Kota Padang Panjang Dengan Fungsinya. Disertasi tidak
Rumah Gadang Sicamin Biaro diterbitkan. Bandung: Institut
Kelarasan Koto Piliang Kabupaten Teknologi Bandung
Agam Sumatera Barat. Tesis tidak Usman, Ibenzani. 1980. Seni Ukir
diterbitkan. Bandung: Universitas Tradisional Minangkabau Dalam
Pendidikan Indonesia Konteks Adat Istiadat. Padang:
Universitas Andalas, IKIP Padang,
dan INS Kayu Tanam

Jurnal Titik Imaji | 67

You might also like