Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Kerja Proses Som Kaos Kaki
Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Kerja Proses Som Kaos Kaki
Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis Pada Stasiun Kerja Proses Som Kaos Kaki
Abstract. CV. Surya Jaya is a garment industry that produces various socks located in Cimahi City. The
process of making socks through 6 (six) work stations namely spinning, cutting, sewing, som process, heating
and packaging. Based on the results of interviews, it is known that there were complaint on the operator’s
work station process som, so do spread the Nordic Body Map questionnaires to determine the level of
complaints felt by the operator. The results of the questionnaire showed that the highest complaints occurred
in the neck, shoulders and back. Based on that, it is necessary to improve the design of work facilities. The
method used in the improvement of this design is the method of anthropometry, which is the method
associated with measuring the dimensions of the human body. The result of the work facility design is
addition of sock storage area on the table that can be folded, a wider footing for the storage of the engine ped
and the addition of yarn storage. The seats are made more comfortable by adding backseat and seating pad
fitted foam and seat height can be set. The purpose of this study is to produce work facilities that can reduce
operator complaints.
Keyword : Work facilities, Nordic Body Map, Anthropometry
Abstrak. CV. Surya Jaya merupakan industri garmen yang memproduksi berbagai macam kaos kaki yang
berlokasi di Kota Cimahi. Proses pembuatan kaos kaki melalui 6 (enam) stasiun kerja yaitu pemintalan,
pemotongan, pengobrasan, proses som, pengovenan dan pengemasan. Berdasarkan hasil wawancara,
diketahui bahwa terdapat keluhan pada operator stasiun kerja proses som, sehingga dilakukan penyebaran
kuesioner Nordic Body Map untuk mengetahui tingkat keluhan yang dirasakan operator. Hasil kuesioner
menunjukkan bahwa keluhan tertinggi terjadi pada leher, bahu dan punggung. Berdasarkan hal itu, maka
perlu dilakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja. Metode yang digunakan dalam perbaikan rancangan ini
adalah metode Antropometri, yaitu metode yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Hasil
rancangan fasilitas kerja tersebut yaitu adanya penambahan area penyimpanan kaos kaki diatas meja yang
dapat dilipat, pijakan lebih luas untuk penyimpanan pedal mesin som serta tambahan alas penyimpanan
benang. Kursi dibuat lebih nyaman dengan menambahkan sandaran dan alas duduk yang dilengkapi busa
serta ketinggian kursi yang dapat diatur. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan fasilitas kerja
yang dapat mengurangi keluhan operator.
Kata kunci : Fasilitas kerja, Nordic Body Map, Antropometri
A. Pendahuluan
CV. Surya Jaya merupakan industri garmen yang memproduksi berbagai macam
kaos kaki dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Pembuatan kaos kaki pada CV.
Surya Jaya ini dilakukan melalui beberapa proses yaitu pemintalan, pemotongan,
pengobrasan, pengesoman, pengovenan dan pengemasan. Berdasarkan hasil
wawancara, keluhan paling banyak dirasakan oleh operator pada stasiun kerja proses
som kaos kaki yaitu berupa sakit, nyeri dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh
operator akibat bekerja dalam postur tubuh janggal dalam waktu yang lama dan
dilakukan secara berulang-ulang. Umumnya seseorang operator yang bekerja dengan
pergerakan yang berulang-ulang secara terus menerus, pergerakan postur tubuh yang
tidak baik, dan penggunaan sejumlah kekuatan yang diperlukan pada suatu aktivitas
secara belebihan dapat mengalami cedera berupa gangguan otot rangka (Ahmad, 2013).
Keluhan pada bagian otot-otot yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan yang sangat
ringan sampai berat apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam kurun
waktu yang lama maka dapat menyebabkan kerusakan pada otot saraf, tendon,
242
Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis pada Stasiun … | 243
Nordic Body Map (NBM) adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk
mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering
digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi (Tarwaka, 2004). Kuesioner ini
menganalisis 9 bagian tubuh yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, unggung
bawah, pergelangan tangan, bokong/paha, lutut dan pergelangan kaki. Dalam proses
pengisian kuesioner Nordic Body Map ini, operator berperan sebagai responden.
Responden yang mengisi kuesioner hanya perlu mengisikan “ya” atau tanda (√) untuk
adanya keluhan dan “tidak” untuk tidak adanya gangguan bagian-bagian tubuh tersebut.
Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai
tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan
reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2004). Keluhan atau gangguan yang terjadi dapat
disebabkan berbagai faktor, salah satunya yaitu fasilitas kerja yang tersedia tidak sesuai
dengan kebutuhan pekerja sehingga menyebabkan postur tubuh janggal. Perancangan
fasilitas kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, metode yang paling banyak
digunakan yaitu metode Antropometri.
Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan
ergonomis dalam proses perancangan (design) produk maupun sistem kerja yang akan
memerlukan interaksi manusia. Secara definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Antropometri menurut
Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data
tersebut untuk penanganan masalah desain. Data antropometri yang menyajikan data
ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat
besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat.
Agar rancangan produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan
mengoperasikannya maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil dalam aplikasi data
antropometri harus ditetapkan terlebih dahulu. Tahapan perancangan sistem kerja
menyangkut work space design dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum
adalah sebagai berikut (Roebuck, 1995) :
1. Menentukan kebutuhan perancangan dan kebutuhannya.
2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai.
3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya.
4. Penentuan kebutuhan data (dimensi tubuh yang akan diambil).
5. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) dan pemilihan
persentil yang akan dipakai.
6. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai.
7. Pengambilan data.
8. Pengolahan data
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan penyebaran kuesioner Nordic Body Map yang telah dilakukan
kepada kedua operator stasiun kerja proses som kaos kaki maka dapat diketahui data
demografi operator, keluhan yang dirasakan beserta tingkat keluhan tersebut pada 9
bagian tubuh yaitu leher, bahu, punggung atas, siku, punggung bawah, pergelangan
tangan, bokong/paha, lutut dan pergelangan kaki. Data demografi dari kedua operator
yang bekerja pada stasiun kerja proses som kaos kaki ditunjukkan pada Tabel 1
penyebab keluhan yang dialami oleh operator pada stasiun kerja proses som ini yaitu
fasilitas kerja yang ada saat ini dirasa belum nyaman dan kurang ergonomis.
Berdasarkan penelitian melalui wawancara yang telah dilakukan kepada
operator, operator merasa bahwa meja yang ada saat ini kurang ergonomis karena tidak
adanya tempat untuk menyimpan bahan baku yang akan disom maupun kaos kaki yang
telah selesai disom. Hal ini menyebabkan posisi kerja yang buruk pada operator,
dikarenakan operator harus menjangkau dus berisi kaos kaki yang akan disom dan
menyimpan kaos kaki yang telah disom di lantai. Meja yang ada saat ini mengakibatkan
tubuh bagian atas membungkuk akibat ketinggian meja yang terlalu rendah serta tidak
adanya pijakan yang luas yang dapat menahan kaki operator. Pada mesin som ini
digunakan 2 (dua) buah benang, benang yang digunakan dan tersambung pada mesin
som tersebut diletakkan diatas meja dan benang lainnya digantung ditembok dengan
cara dipaku. Hal ini mengakibatkan benang sering tersenggol dan terjatuh sehingga pada
akhirnya menyebabkan benang tersebut menjadi putus maupun kusut tak beraturan
sehingga sulit untuk diatur kembali. Kursi yang digunakan pun tidak ergonomis karena
ketinggian kursi tidak dapat diatur sesuai dengan kebutuhan operator dan tidak memiliki
sandaran yang dapat menahan beban punggung operator ke arah belakang. Oleh karena
itu diperlukan perbaikan rancangan dari fasilitas kerja yang ada saat ini sesuai dengan
prinsip-prinsip ergonomi.
Perancangan fasilitas kerja dilakukan dengan cara menambahkan area untuk
penyimpanan bahan baku dan barang jadi diatas meja yang dapat dilipat. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah saat meja dipindah-pindah. Selain itu, saat dilipat meja
lipat ini berfungsi sebagai pijakan dus jika operator menginginkan meletakkan dus berisi
kaos kaki diatasnya tanpa harus membuka lipatan meja dan memindahkan kaos kaki dari
dalam dus tersebut keatas meja. Fitur tambahan lainnya yaitu adanya pijakan yang lebih
luas untuk penyimpanan pedal mesin som serta tambahan alas penyimpanan benang
untuk menghindari terjatuhnya benang. Kursi juga dibuat nyaman dengan
menambahkan sandaran dan alas duduk yang dilengkapi busa empuk dan ketinggian
kursi yang dapat diatur sesuai kenyamanan pengguna. Penentuan dimensi tubuh
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penentuan Dimensi Tubuh
Fasilitas
Dimensi Rancangan Fasilitas Kerja Dimensi Tubuh yang Digunakan
Kerja
Meja Mesin Panjang Meja Keseluruhan Rentang Tangan (RT)
Som Panjang Meja Utama Lebar Bahu (LBH)
Lebar Meja Utama Jangkauan Tangan ke Depan (JTD)
Tinggi Meja Utama Tinggi Popliteal (TP) + Tinggi Siku
Duduk (TSD)
Panjang Meja Penyimpanan Kaos Kaki ½ x (Rentang Tangan – Lebar Bahu)
(Sebelum Disom)
Lebar Meja Penyimpanan Kaos Kaki Jangkauan Tangan ke Depan (JTD)
(Sebelum Disom)
Tinggi Meja Penyimpanan Kaos Kaki Tinggi Popliteal (TP) + Tinggi Siku
(Sebelum Disom) Duduk (TSD)
Panjang Meja Penyimpanan Kaos Kaki ½ x (Rentang Tangan – Lebar Bahu)
(Setelah Disom)
Lebar Meja Penyimpanan Kaos Kaki Jangkauan Tangan ke Depan (JTD)
(Setelah Disom)
Tinggi Meja Penyimpanan Kaos Kaki Tinggi Popliteal (TP) + Tinggi Siku
(Setelah Disom) Duduk (TSD)
Hasil rancangan fasilitas kerja pada stasiun kerja proses som kaos kaki ini
ditunjukkan pada Gambar 1 dan 2.
Diameter
Sekat Alas
Tambahan Penyimpanan
Dapat Ditarik Benang
Ke Atas
Gambar 1. Hasil Rancangan Meja Mesin Som (Meja Dalam Keadaan Normal)
Diameter
Alas
Penyimpanan
Benang
Tinggi Alas
Tinggi Sekat Penyimpanan
Penahan Benang
Lebar Meja
Utama
Sekat
Panjang Meja
Tambahan
Panjang Sekat Utama
Dapat Ditarik
Penahan Ke Samping
Tinggi Meja
Lebar Sekat
Penahan Tinggi Pijakan
Pijakan Dapat
Ditarik Keluar
Tinggi
Sandaran
Kursi
Tinggi
Kursi
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan,
diperoleh kesimpulan diantaranya sebagai berikut :
1. Posisi kerja operator pada stasiun kerja proses som duduk di kursi dengan mesin
som yang diletakkan diatas meja dan bahan baku berada dalam dus yang
diletakkan di lantai. Saat operator mengambil bahan baku yang akan disom,
punggung memutar ke belakang, leher menekuk dan memutar melebihi zona
aman, bahu dan lengan memutar dan berusaha menjangkau ke lantai. Hal ini
terjadi karena kaos kaki yang akan disom terletak di lantai.
2. Berdasarkan hasil wawancara, operator pada stasiun kerja proses som
mengeluhkan pegal pada tubuh bagian atas seperti leher, pundak, punggung
Volume 3, No.2, Tahun 2017
Perancangan Fasilitas Kerja Ergonomis pada Stasiun … | 249
maupun lengan dan bahkan beberapa kali mengalami cedera otot seperti
punggung dan bahu tersentak maupun keram pada tubuh bagian atas. Sedangkan
berdasarkan pengisian kuesioner Nordic Body Map dapat diketahui bahwa hampir
seluruh bagian tubuh mengalami keluhan baik pada bagian kanan, bagian kiri
maupun pada kedua bagian tubuh dialami oleh kedua operator. Keluhan tertinggi
yang dirasakan oleh operator yaitu pada bagian leher, bahu dan punggung.
3. Perancangan fasilitas kerja dilakukan dengan cara menambahkan area untuk
penyimpanan bahan baku dan barang jadi diatas meja yang dapat dilipat. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah saat meja dipindah-pindah. Selain itu, saat dilipat
meja lipat ini berfungsi sebagai pijakan dus jika operator menginginkan
meletakkan dus berisi kaos kaki diatasnya tanpa harus membuka lipatan meja dan
memindahkan kaos kaki dari dalam dus tersebut keatas meja. Fitur tambahan
lainnya yaitu adanya pijakan yang lebih luas untuk penyimpanan pedal mesin som
serta tambahan alas penyimpanan benang untuk menghindari terjatuhnya benang.
Kursi juga dibuat nyaman dengan menambahkan sandaran dan alas duduk yang
dilengkapi busa empuk dan ketinggian kursi yang dapat diatur sesuai
kenyamanan pengguna.
Daftar Pustaka
Ahmad, Ilman dkk. 2013. Rancangan Perbaikan Sistem Kerja dengan Metode Quick
Exposure Check (QEC) di Bengkel Sepatu X di Cibaduyut. Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional.
Nurmianto, Eko. 1991. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya Edisi Pertama. Jakarta:
PT. Candimas Metropole.
Nurmianto, Eko. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua. Surabaya
: PT Guna Widya.
Roebuck, J., 1995. Anthropometric Methods: Designing to Fit the Human Body. USA:
Human factors and Ergonomics Society.
Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan I. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Susihono, Wahyu. 2012. Perbaikan Postur Kerja Untuk Mengurangi Keluhan
Musculoskeletal Dengan Pendekatan Metode OWAS (Studi Kasus Di UD. Rizki
Ragil Jaya - Kota Cilegon). Serang: Spektrum Industri Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Sutalaksana, dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. ITB. Bandung.
Tarwaka., dkk. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas.
Surakarta: UNIBA Press.
Wignjosoebroto, S., Gunani, S., & Pawennari, A. 2000. Analisis Ergonomi Terhadap
Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Kerja di Bagian Skiving dengan
Antropometri Orang Indonesia (Studi Kasus di Pabrik Vulkanisir Ban). Publikasi
Ilmiah : Fakultas Teknologi Industri. ITS. Surabaya.