Review Jurnal Emosi

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 4

Judul Emotion experience and regulation in China and the United States: How do

culture and gender shape emotion responding?


Nama Jurnal International Journal Of Psychology
Pengarang Elizabeth Davis, Ellen Greenberger, Susan Charles, Chuansheng Chen,
Libo Zhao, and Qi Dong
Volume 47 (3), 230–239, 2012
Abstrak Culture and gender shape emotion experience and regulation, in part
because the value placed on emotions and the manner of their expression is
thought to vary across these groups. This study tested the hypothesis that
culture and gender would interact to predict people’s emotion responding
(emotion intensity and regulatory strategies). Chinese (n¼220; 52% female)
and American undergraduates (n¼241; 62% female) viewed photos
intended to elicit negative emotions after receiving instructions to either
‘‘just feel’’ any emotions that arose (Just Feel), or to ‘‘do something’’ so
that they would not experience any emotion while viewing the photos
(Regulate).
All participants then rated the intensity of their experienced emotions and
described any emotion-regulation strategies that they used while viewing the
photos. Consistent with predictions, culture and gender interacted with
experimental condition to predict intensity: Chinese men reported relatively
low levels of emotion, whereas American women reported relatively high
levels of emotion. Disengagement strategies (especially distancing) were
related to lower emotional intensity and were reported most often by
Chinese men. Taken together, findings suggest that emotion-regulation
strategies may contribute to differences in emotional experience across
Western and East Asian cultures.
Latar Belakang Emosi bersifat universal dalam pengalaman manusia, tetapi nilai
ditempatkan pada emosi dan norma-norma sosial membimbing ekspresi
mereka bervariasi lintas budaya. Emosi pada dasarnya bersifat universal,
tetapi nilai dan norma sosial yang ditempatkan pada emosi membuat
individu berekspresi atau memiliki emosi yang bervariasi berdasarkan litas
budaya. Berdasarkan teori penilaian (Tsai, 2007), Orang Asia Timur
cenderung memiliki nilai rendah pada emosi positif (seperti perasaan tenang)
sedangkan Amerika Barat nilai tinggi emosi positif (seperti rasa senang).
Norma budaya termasuk ekspresi dan gender dapat mempengaruhi individu
dalam merespon emosi dan pilihan strategi regulasi emosi. Contohnya,
sebuah penelitian mengungkapkan hasil bahwa perempuan lebih sering
mengekspresikan emosinya secara ekspresif ekspresif daripada pria,
perempuan lebih sering merenung atau melamun tentang penyebab dan
konsekuensi dari kondisi emosional mereka saat ini dibandingkan laki-laki.
Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, belum ada penelitian yang
meneliti tentang gabungan antara efek budaya dan gender dalam kaitanyya
dengan regulasi emosi. Maka dari itu dilakukan penelitian yang ingin
menunjukkan bahwa gabungan antara budaya dan gender dapat memprediksi
respon emosi dan strategi regulasi emosi individu.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah budaya dan jenis kelamin dapat memprediksi
respon emosi seseorang terhadsp sesuatu (intensitas emosi dan strategi
regulasi emosi)
Metode
 Subyek 461 partisipan, 220 suku cina dengan komposisi 52% perempuan dan 241
partisipan merupakan mahasiswa Amerika dengan 62% perempuan
 Design dan - Partisipan dibagi jadi 2 kelompok dengan 2 kondisi yang berbeda. Kedua
prosedur kelompok dilihatkan 3 buah gambar di layar dalam sebuah ruangan.
Kelompok 1 sebagai kelompo “just feel” diinstruksikan untuk
membiarkan apa yang ia rasakan, emosi apa yang ia rasakan sesaat
setelah melihat tayangan gambar, sedangkan kelompok 2 bernama
“regulate” dn diinstruksikan untuk tidak memiliki reaksi emosional
untuk gambar, dan diinstruksikan untuk mencoba melakukan sesuatu
yang akan membantu mereka yang ada dalam tayangan gambar. Gambar
pertama digambarkan kekejaman manusia (tentara menunjuk senapan
pada anak yang melarikan diri, seorang berseragam polisi memukuli
seorang pria). Gambar kedua kemalangan (seorang pria tua duduk
sebelah di tempat tidur istrinya di rumah sakit, anak yang menangis).
Gambar ketiga yaitu gambar mutilasi (kepala manusia berlumuran darah,
dan amputasi tangan).
- Partisipan memberi rating seberapa ia merasa sedih, marah, takut dan
jijik terkait dengan intensitas dari pengalaman emosinya dan
menjelaskan strategi regulasi emosi yang dilakukan ketika melihat
tayangan gambar.
- Disengagement, dan lainnya. Emotional Engagement meliputi membuat
latar belakang, dorongan diri, dan berpikir tentang korban. Emotional
Disengagement terdiri dari menjauh, menolak, memproses sesuatu secara
dangkal dengan sengaja, gangguan, penilaian yang positif, dan
mengalihkan fokus. Kategori lain termasuk kedua ekspresi emosional
(16% dari semua tanggapan; wajah, fisik, verbal dan ekspresi) dan
penekanan atau tanggapan omong kosong (10% dari semua tanggapan).
Tanggapan kategori lain dikeluarkan dari analisis berikutnya. Jawaban''
Tidak '' dan '' tidak tahu '' tidak ada kodenya atau dimasukkan dalam
analisis.
Hasil - Peserta Amerika menanggapi intensitas emosi lebih daripada partisipan
Cina dan efek utama gender, mengungkapkan bahwa perempuan
memiliki intensitas emosi yang lebih tinggi dari laki-laki. Efek utama
dari kondisi eksperimental, partisipan dalam kelompok “just feel” lebih
intens atau sering merespon tayangan gambar dibandingkan dengan
kelompok “regulate”.
- Berdasarkah Post-hoc t-tes ditemukan hasil bahwa laki-laki China
memiliki intensitas emosi yang rendah di dua kondisi (“just feel” dan
“regulate”). Sementara itu perempuan Amerika melaporkan tingkat
intensitas emosi yang sama tinggi di seluruh kondisi. Hanya Cina
perempuan, dan Amerika laki-laki memiliki tingkat yang lebih rendah
dari kondisi intensitas emosi puncak daripada kelompok “just feel”
- Orang Cina di kelompok “just feel” dan “regulate” tidak memiliki
perbedaan dalam menggunakan strategi disangegement. Wanita Cina,
sebaliknya, menggunakan strategi pelepasan (disengagement emotion)
lebih sering ketika diminta untuk mengatur emosi mereka daripada
ketika diinstruksikan untuk bereaksi secara alami (regulate). Pria
Amerika juga memiliki strategi pelepasan yang akan merekrut lebih
sering ketika diminta untuk mengatur emosi.
- Peserta Cina dilaporkan emosi kurang intens karena mereka
menggunakan strategi pelepasan lebih luas.
- Pria China melaporkan tingkat yang relatif rendah emosinya, sedangkan
Perempuan Amerika melaporkan tingkat yang relatif tinggi.
- Strategi Pelepasan “disengagement strategies” (terutama menjauhkan)
dapat menurunkan intensitas emosional dan paling sering oleh pria Cina.
Kesimpulan Strategi regulasi emosi dapat menyebabkan perbedaan dalam pengalaman
emosional di budaya barat dan budaya Asia Timur.

You might also like