Geoarkeologi Cekungan Soa Flores Nusa Tenggara Tim

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

M. Fadlan F .

Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

GEOARKEOLOGI CEKUNGAN SOA, FLORES, NUSA TENGGARA


TIMUR
Geoarkeology of Soa Basin, Flores, East Nusa Tenggara

M. Fadhlan S. Intan
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Jalan Raya Condet Pejaten No. 4, Jakarta 12510
[email protected]

Abstract
Soa Basin, which belongs to Ngada Regency and Nagekeo Regency, is located on Flores
Island, with many cultural stays, among others, from the Paleolithic period, which has not
been too concerned by environmental researchers, especially geoarkeology. This is the
issue that covers general geological conditions. The purpose of this research is to mapping
the surface geology in general as an effort to present geological information related to
archeological site. The aim is to know the geomorphological, stratigraphic aspects of the
archaeological sites. The research method is done through literature review, survey, field
data analysis and interpretation. Environmental observations provide information on the
landscape of the study area consisting of terrestrial morphology units, and weak wavy
morphology units. The river is centripetal flow pattern, with the old river, mature-old river,
periodic/permanent river, and episodik /intermittent river. Constituent rocks are volcanic
breccias, tuffs, conglomerates, and alluvial deposits. The geological structure is a fracture
of the normal fault type. Exploration in the Soa Basin has listed 12 paleolithic sites. From
the classification of petrology, litik tools made of jasper, chert, andesite, and basalt rocks.
Rock as a raw material litik, found in Soa Basin and surrounding areas, both in the form of
outcrops and boulder.

Keywords: Geology; Pleistocene; Paleolithic; Open Site; Lithic Tools Materials

Abstrak. Cekungan Soa yang ter masuk wilayah Kabupaten Ngada dan Kabupaten
Nagekeo terletak di Pulau Flores, banyak menyimpan tinggalan budaya yang antara lain
berasal dari masa Paleolitik, yang selama ini belum terlalu diperhatikan oleh peneliti
lingkungan, khususnya geoarkeologi. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan yang
mencakup kondisi geologi secara umum. Adapun maksud penelitian ini adalah melakukan
pemetaan geologi permukaan secara umum sebagai salah satu upaya menyajikan informasi
geologi terkait dengan situs arkeologi. Tujuannya adalah untuk mengetahui aspek-aspek
geomorfologi, stratigrafi di situs-situs arkeologi. Metode penelitian dilakukan melalui kajian
pustaka, survei, analisis data lapangan dan interpretasi. Pengamatan lingkungan
memberikan informasi tentang bentang alam daerah penelitian yang terdiri dari satuan
morfologi dataran, dan satuan morfologi bergelombang lemah. Sungainya berpola aliran
centripetal, berstadia Sungai Dewasa-Tua, sungai tua, Sungai Periodik/Permanen, dan
Sungai Episodik/Intermittent. Batuan penyusun adalah breksi vulkanik, tufa, konglomerat,
dan endapan aluvial. Struktur geologi berupa patahan dari jenis patahan normal. Eksplorasi
di Cekungan Soa telah mendata 12 situs paleolitik. Dari klasifikasi petrologi, alat-alat litik
terbuat dari batuan jasper, chert, andesit, dan basal. Batuan sebagai bahan baku alat litik,
banyak ditemukan di Cekungan Soa dan sekitarnya, baik dalam bentuk singkapan maupun
boulder.
Kata kunci: Geologi; Plistosen; Paleolitik; Situs Ter buka; Bahan Alat Litik

Naskah diterima 12/02/2018; Revisi diterima 15/04/2018; Disetujui 23/04/2018 31


Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

1. Pendahuluan Utara dengan Laut Flores, di sebelah Selatan


Flores adalah salah satu pulau di Provinsi dengan Laut Sawu, di sebelah Barat dengan
Nusa Tenggara Timur, dengan luas wilayah Kabupaten Ngada, dan di sebelah Timur
sekitar 14.300 km², dengan puncak tertinggi dengan Kabupaten Ende. Kabupaten
adalah Gunung Ranakah (2350 meter). Nagekeo terdiri dari 7 kecamatan dengan 90
Lokasi penelitian berada di dua kabupaten, desa dan kelurahan (BPS Nagekeo, 2017).
yaitu Kabupaten Ngada dan Kabupaten Kondisi iklim dan curah hujan Kabupaten
Nagekeo (Gambar 1). Secara geografis Ngada beriklim panas, sedang dan sejuk
Kabupaten Ngada (Gambar 2) terletak pada dengan 5 bulan basah yaitu bulan Oktober
koordinat 8o20’24.28“ - 8o57’28.39” sampai Februari dan 7 bulan kering yaitu
Lintang Selatan dan 120o48’29.26” - bulan Maret sampai dengan September (BPS
121o11’8.57” Bujur Timur. Batas-batas Ngada, 2017). Sedangkan Kabupaten
Kabupaten Ngada, di sebelah Utara dengan Nagekeo beriklim tropis, dengan variasi
Laut Flores, di sebelah Selatan dengan Laut suhu dan penyinaran matahari efektif rata-
Sawu, di sebelah Timur dengan Kabupaten rata 8 jam per hari. Musim hujan
Nagekeo, dan di sebelah Barat dengan berlangsung antara bulan Desember hingga
Kabupaten Manggarai Timur. Kabupaten Maret dan musim kemarau antara bulan
Ngada terdiri dari 9 kecamatan dengan 265 April hingga November (BPS Nagekeo,
desa dan kelurahan (BPS Ngada, 2017). 2017).
Sedangkan Kabupaten Nagekeo (Gambar 2) Menurut Jatmiko (2008); Jatmiko
terletak pada koordinat 18˚26’00” - (2015:19-37), penelitian di Pulau Flores di
8˚64’40” Lintang Selatan dan 121˚6’20” - mulai sejak tahun 1930-an, yaitu tahap
121˚32’00” Bujur Timur. Luas wilayah pertama berlangsung di sekitar 1930-1970,
Kabupaten Nagekeo adalah 1.416,96 km2. dilaksanakan oleh para peneliti asing,
Batas-batas Kabupaten Nagekeo, di sebelah sementara tahap kedua berlangsung

Gambar 1. Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo da­


lam peta Nusa Tenggara Timur (Sumber:
Bakosurtanal, 2003)

32
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

sesudahnya dilaksanakan peneliti Indonesia, berbagai situs di Flores. Selain Soa, dia juga
dengan atau tanpa kerjasama dengan pihak melakukan ekskavasi di berbagai situs di
asing. Para peneliti tahap pertama inilah wilayah Manggarai dan Ngada. Hasil-hasil
yang meletakkan dasar-dasar pengetahuan penelitian Verhoeven telah meletakkan dasar
tentang prasejarah Flores dan melandasi -dasar pemahaman tentang prasejarah Flores
penelitian-penelitian sesudahnya hingga dan memberi inspirasi bagi penelitian-
sekarang. Tercatat W.J.A. Willems - penelitian sesudahnya. Pastor inilah yang
prehistorian yang memimpin Lembaga pertama kali memberikan pandangan tentang
Purbakala (Oudheidkundige Dienst) pada keberadaan Homo erectus di pulau ini,
Jaman Kolonial yang banyak meneliti situs- berdasarkan penemuan artefak-artefak litik
situs prasejarah di Jawa Timur, Sulawesi, kasar yang mencirikan paleolitik di
Timor dan Sumba. Pada tahun 1938 dia Cekungan Soa. Hasil-hasil penelitian
menelusuri wilayah sepanjang Maumere- beberapa puluh tahun kemudian (khususnya
Ruteng dan melakukan ekskavasi di Soa, dalam dasawarsa terakhir) semakin
Bajawa, dan Ruteng, dan melaporkan bahwa memperkuat pandangan tersebut melalui
dia tidak menemukan artefak pada situs- penemuan-penemuan baru di beberapa situs
situs yang digali, kecuali serpihan-serpihan di wilayah cekungan ini (Jatmiko, 2008;
yang padat. Oleh karena kesehatannya Jatmiko 2015:19-37).
kurang baik, maka niat untuk melanjutkan Menurut Jatmiko (2008); Jatmiko
penelitian di pulau ini dihentikan. Hasil (2015:19-37), penelitian di Pulau Flores di
penelitian W.J.A. Willems dilanjutkan oleh mulai sejak tahun 1930-an, yaitu tahap
Theodor Verhoeven, seorang pastor yang pertama berlangsung di sekitar 1930-1970,
bertugas di Seminari Mataloko, dekat kota dilaksanakan oleh para peneliti asing,
Bajawa. Verhoeven melakukan penjelajahan sementara tahap kedua berlangsung
yang intensif dan melakukan ekskavasi di sesudahnya dilaksanakan peneliti Indonesia,

Gambar 2. Lokasi Penelitian situs-situs di


Cekungan Soa, yang termasuk dalam
Kabupaten Ngada dan Kabupaten
Nagekeo (Sumber: DesignMap, 2012)

33
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

dengan atau tanpa kerjasama dengan pihak memperkuat pandangan tersebut melalui
asing. Para peneliti tahap pertama inilah penemuan-penemuan baru di beberapa situs
yang meletakkan dasar-dasar pengetahuan di wilayah cekungan ini (Jatmiko, 2008;
tentang prasejarah Flores dan melandasi Jatmiko 2015:19-37).
penelitian-penelitian sesudahnya hingga Batasan masalah dalam penelitian ini,
sekarang. Tercatat W.J.A. Willems - mengkaji lingkup Cekungan Soa. Rumusan
prehistorian yang memimpin Lembaga masalah dalam penelitian ini adalah: a)
Purbakala (Oudheidkundige Dienst) pada bagaimana kondisi bentang alam daerah
Jaman Kolonial yang banyak meneliti situs- telitian (satuan geomorfik, pola dan stadia
situs prasejarah di Jawa Timur, Sulawesi, sungai); b) bagaimana stratigrafi daerah
Timor dan Sumba. Pada tahun 1938 dia telitian (kontak antar satuan batuan) dan; c)
menelusuri wilayah sepanjang Maumere- bagaimana permasalahan struktur geologi
Ruteng dan melakukan ekskavasi di Soa, daerah telitian (struktur geologi apa saja
Bajawa, dan Ruteng, dan melaporkan bahwa yang mengontrol daerah telitian). Maksud
dia tidak menemukan artefak pada situs- dari penelitian ini adalah untuk melakukan
situs yang digali, kecuali serpihan-serpihan pemetaan geologi permukaan secara umum
yang padat. Oleh karena kesehatannya sebagai salah satu upaya untuk menyajikan
kurang baik, maka niat untuk melanjutkan informasi geologi yang ada, serta melakukan
penelitian di pulau ini dihentikan. Hasil suatu analisa berdasar atas data pada daerah
penelitian W.J.A. Willems dilanjutkan oleh telitian, kemudian dibuat suatu laporan
Theodor Verhoeven, seorang pastor yang penelitian untuk melengkapi penelitian di
bertugas di Seminari Mataloko, dekat kota Cekungan Soa. Tujuan penelitian yaitu
Bajawa. Verhoeven melakukan penjelajahan untuk mengetahui kondisi geologi yang
yang intensif dan melakukan ekskavasi di meliputi aspek geomorfologi, stratigrafi,
berbagai situs di Flores. Selain Soa, dia juga struktur geologi, dalam konteks sumber
melakukan ekskavasi di berbagai situs di bahan alat-alat litik.
wilayah Manggarai dan Ngada. Hasil-hasil Penelitian di Kabupaten Ngada dan
penelitian Verhoeven telah meletakkan dasar Kabupaten Nagekeo dilaksanakan di
-dasar pemahaman tentang prasejarah Flores Cekungan Soa (Soa Basin), pada 12 belas
dan memberi inspirasi bagi penelitian- situs arkeologi, yaitu: 1) Situs Kobatuwa; 2)
penelitian sesudahnya. Pastor inilah yang Situs Matamenge; 3) Situs Lembah Menge;
pertama kali memberikan pandangan tentang 4) Situs Wolosege; 5) Situs Boa Lesa; 6)
keberadaan Homo erectus di pulau ini, Situs Olabula; 7) Situs Kampung Lama
berdasarkan penemuan artefak-artefak litik Olabula; 8) Situs Tangitalo; 9) Situs
kasar yang mencirikan paleolitik di Ngamapa; 10) Situs Kopowatu; 11) Situs
Cekungan Soa. Hasil-hasil penelitian Dozo Dhalu dan; 12) Situs Sagala. Situs-
beberapa puluh tahun kemudian (khususnya situs tersebut tercantum dalam Peta
dalam dasawarsa terakhir) semakin Topografi Lembar Ruteng Indonesia (SC 51

34
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

-1) Series T503- Edition 1-AMS (1943), produk nama batuan; b) Geomorfologi,
berskala 1:250.000. Wilayah penelitian penentuan bentuk bentang alam akan
dibatasi pada garis-garis lintang, yaitu 121° mempergunakan Sistem Desaunettes
04'30" - 121°10'00" bujur timur dan 8° 1977 (Desaunettes 1977; dan Todd 1980). ,
41'00" - 8°43'00" lintang selatan, dengan yang didasarkan atas besarnya kemiringan
luas jelajah ± 44 km2 (11 x 4 km). lereng dan beda tinggi relief suatu tempat.
Hasilnya adalah pembagian wilayah
2. Metode berdasarkan ketinggian dalam bentuk
Metode penelitian yang digunakan dalam prosentase lereng. Pengamatan sungai
penelitian ini, dilakukan dengan beberapa dilakukan untuk melihat pola pengeringan
tahap, yaitu kajian pustaka, survei, dan (drainage basin), misalnya klasifikasi
analisis. Kajian Pustaka, dilakukan dengan berdasarkan atas kuantitas air, pola dan
mempelajari lokasi penelitian dari peneliti stadia sungai dan: c) Struktur Geologi:
terdahulu, buku, jurnal, maupun dari Pengamatan struktur geologi di lapangan
internet.Survei, dilakukan dengan akan dilanjutkan melalui analisis jenis
mengamati keadaan geomorfologinya yang struktur, misalnya patahan (fault) apakah
mencakup bentuk bentang alam, dan bentuk jenis patahan normal (normal fault), patahan
sungai. Kemudian lithologi yang mencakup naik (thrust fault), patahan geser (strike
jenis batuan, batas penyebaran batuan, dan fault) dan sebagainya. Lipatan (fold) apakah
urut-urutan pengendapan. Selanjutnya sinklin ataukah antiklin. Kekar (joint)
struktur geologi yang terdapat di wilayah apakah kekar tiang (columnar joint) atau
penelitian, misalnya patahan (fault), lipatan kekar lembar (sheet joint). Data-data dari
(fold) dan kekar (joint) melalui pengukuran kajian pustaka dengan hasil lapangan dan
jurus (strike) dan kemiringan (dip). Selama laboratorium dikompilasikan dengan hasil
survei akan dilakukan pengambilan sampel penelitian penulis, dan langkah terakhir
batuan yang akan digunakan dalam analisa dilakukan interpretasi peta geologi dan peta
laboratoris topografi
Analisis, hasil pengamatan lapangan akan
di analisis lebih lanjut di laboratorium 3. Hasil Dan Pembahasan
maupun dalam bentuk pembuatan peta 3.1 Geologi Cekungan Soa
(misalnya peta geologi, peta geomorfologi). Bangunan Masjid Jamik, Surau Tanjung
Langkah analisis akan disesuaikan dengan dan rumah Tumenggung Arifin merupakan
kebutuhan dan urutan kerja geologi, yaitu a) bangunan dengan gaya arsitektur Indies3.
Lithologi, sampel batuan di analisis, melalui Secara umum bangunan-bangunan tersebut
petrologi, unsur batuan yang di analisis merupakan bangunan yang ditinggikan.
adalah jenis batuan, warna, kandungan Surau Tanjung dan rumah tinggal Pulau
mineral, tekstur, struktur, fragmen, matriks, Flores merupakan salah satu pulau besar dari
semen. Hasil analisis akan memberikan deretan Kepulauan Sunda Kecil, dengan luas

35
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

sekitar 1,9 juta Ha. Sepertiga luas daerahnya dengan ditemukannya fosil polen jenis
berupa padang rumput yang kering dan Fagaceae yang hanya terdapat pada hutan-
dimanfaatkan sebagai tempat pengembalaan/ hutan basah. Telah terjadi pula perubahan
peternakan. Sekitar 1,5 juta jiwa mendiami vegetasi dari hutan basah ke vegetasi savana
pulau ini, dengan penghasilan sebagian yang saat ini didominasi oleh hamparan
besar dari pertanian. Vegetasi purba di padang rumput (Vita, 2013:63-74).
wilayah ini telah diteliti oleh Vita (2013:63- Pengamatan lingkungan geologi pada
47) melalui analisis polen. Dari fosil benang penelitian ini mencakup aspek bentuk
sari, ditemukan tumbuhan Poacea, tumbuhan bentang alam, batuan penyusun, dan struktur
Euphorbiaceae, dan tumbuhan Fagaceae. geologi, yang erat kaitannya dengan
Dari hasil analisis polen Vita (2013:63-47) keberadaan situs-situs Cekungan Soa.
menyatakan bahwa tampaknya wilayah ini
di masa lampau berkemungkinan suatu 3.1.1. Geomorfologi
dataran luas yang banyak ditumbuhi oleh Morfologi atau bentuk bentang alam
beranekaragam jenis tumbuhan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,
dapat dilihat dari hasil analisa polen yang lithologi, struktur geologi, stadia daerah, dan
telah dilakukan di wilayah ini antara lain tingkat perkembangan erosi (Thornbury,
berasal dari jenis tumbuhan Poaceae, 1969). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
Pteridaceae, Fagaceae, Cyperaceae dan secara umum bentang alam (morfologi) situs
Euphorbiaceae (Vita, 2013:63-74). Terbukti -situs di Cekungan Soa pada pengamatan
pada survei vegetasi tidak ditemukan lagi lapangan, memperlihatkan kondisi dataran
jenis tumbuhan Fagaceae (Vita, 2013:63- bergelombang dan perbukitan. Kondisi
74). Dari jenis fosil polen yang didapatkan bentang alam seperti ini, apabila di
dapat diketahui bahwa telah terjadi klasifikasikan dengan mempergunakan
perubahan vegetasi sejak dulu yang terbukti Sistem Desaunettes, 1977 (Todd, 1980),

Gambar 3. Peta Geomorfologi Situs-Situs di Cekungan Soa (Sumber: Penulis, 2018)

36
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

yang berdasarkan atas besarnya prosentase utara wilayah penelitian. Sebagian besar
kemiringan lereng dan beda tinggi relief daerah ini ditumbuhi oleh pohon besar,
suatu tempat, maka Cekungan Soa terbagi semak belukar, dan di beberapa tempat
atas dua satuan morfologi (Gambar 3) yaitu: berpotensi sebagai lahan pertanian.
Satuan morfologi dataran Pola pengeringan permukaan (surface
Satuan morfologi bergelombang lemah drainage pattern) di lokasi penelitian
Ketinggian situs-situs di Cekungan Soa dan menunjukkan bahwa sungai-sungainya
sekitarnya secara umum adalah 250 - 400 berarah aliran ke arah sungai besar dan
meter dpl. mengikuti bentuk bentang alam lokasi
Satuan Morfologi Dataran, dicir ikan penelitian (Gambar 4). Sungai induk yang
dengan bentuk permukaan yang sangat mengalir di wilayah penelitian dan
landai dan datar, dengan prosentase sekitarnya adalah Sungai Ae Sisa yang
kemiringan lereng antara 0 - 2%. Satuan mengalir dari arah barat daya ke timur laut
morfologi ini menempati 40% dari wilayah dan bermuara di Laut Flores. Sungai-sungai
penelitian. Satuan morfologi ini terletak di lainnya di wilayah penelitian adalah Lowo
bagian tengah ke arah timur wilayah Aebha, Lowo Lele, Lowo Watulado,
peneitian. Satuan morfologi dataran, pada Watulado, Lowo Mebhada, Wae Wutu,
umumnya ditempati oleh penduduk sebagai Kokosebalu, Lo Dobo, Wae Wutu, Lo
wilayah pemukiman, dan pertanian. Nagebaga, Wae Meze, Kobatawa, Menge,
Satuan Morfologi Bergelombang Soa Bizu, dan Dozo Dhalu. . Umumnya
Lemah, dicir ikan dengan bentuk bukit sungai-sungai ini mengalir serta menyatu
yang landai, relief halus, lembah yang dengan Sungai Ae Sisa. Keseluruhan sungai
melebar dan menyerupai huruf "U", bentuk di wilayah penelitian, memberikan
bukit yang agak membulat dengan kenampakan pola pengeringan Centripetal
prosentase kemiringan lereng antara 2 - 8%. (Lobeck, 1939; Thornbury, 1964). Sungai-
Satuan morfologi ini menempati 40% dari sungai tersebut termasuk pada kelompok
wilayah penelitian. Satuan morfologi ini sungai yang berstadia Sungai Dewasa-Tua
terletak di sebelah barat, timur, selatan dan (old-mature river stadium) dan Sungai Tua

Gambar 4. Peta Pola Aliran Sungai Situs-Situs di Cekungan


Soa (Sumber: Penulis, 2018)

37
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

(old stadium) (Lobeck, 1939; Thornbury, disebandingkan dengan Hasil Gunungapi


1964). Berdasarkan klasifikasi atas kuantitas Tua dari Koesoemadinata, dkk., (1994),
air, maka Sungai Ae Sisa dan beberapa sehingga batuan konglomerat berumur
sungai yang agak besar termasuk pada Plistosen Awal-Pistosen Tengah, dengan
Sungai Periodik/Permanen dan Sungai lingkungan pengendapan air dangkal yang
Episodik/Intermittent (Lobeck 1939; tenang (Koesoemadinata, dkk., 1994).
Thornbury 1964). c. Tufa
Berdasarkan hasil klasifikasi petrologi,
3.1.2. Stratigrafi maka batuan tufa termasuk jenis batuan
Satuan batuan yang menyusun situs-situs sedimen mekanik (epyclastic). Batuan Tufa
di Cekungan Soa, penamaannya didasarkan dapat disebandingkan dengan Hasil
atas ciri lithologi, dan posisi stratigrafi. Atas Gunungapi Tua dari Koesoemadinata, dkk.,
dasar tersebut diatas dan ditunjang dengan (1994), Sehingga batuan Tufa berumur
hasil klasifikasi petrologi, maka batuan- Plistosen Awal – Pistosen Tengah, dengan
batuan yang menyusun wilayah penelitian lingkungan pengendapan air dangkal yang
adalah tufa, breksi vulkanik, konglomerat, tenang (Koesoemadinata, dkk., 1994).
dan endapan aluvial (Gambar 5). d. Breksi Vulkanik
a. Endapan Aluvial Berdasarkan hasil klasifikasi petrologi,
Endapan aluvial terdiri dari lempung, maka breksi vulkanik termasuk batuan
lanau, pasir, dan kerikil. Endapan aluvial sedimen vulkanik (pyroclastic). Batuan
tersebar di dataran rendah dan di sepanjang Breksi Vulkanik dapat disebandingkan
sungai. Endapan aluvial ini merupakan hasil dengan Hasil Gunungapi Tua dari
pelapukan batuan penyusun wilayah Koesoemadinata, dkk., (1994), Sehingga
Cekungan Soa dan berumur Holosen batuan Breksi Vulkanik berumur Plistosen
b. Konglomerat Awal – Pistosen Tengah, dengan lingkungan
Berdasarkan hasil klasifikasi petrologi, pengendapan air dangkal yang tenang
maka batuan konglomerat (conglomerate) (Koesoemadinata, dkk., 1994).
termasuk pada batuan sedimen mekanik 3.1.3. Struktur Geologi
(epyclastic). Batuan konglomerat dapat Struktur geologi regional yang terdapat di

Gambar 5. Peta Geologi Cekungan Soa (Sumber: Penulis,


2018)

38
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

wilayah ini adalah berupa sesar, lipatan, dan Muraoka, dkk., 2002:109-138).
kelurusan. Sesar yang dimaksud adalah sesar Struktur geologi yang melewati situs-
normal dan sesar geser. Sesar normal yang situs di Cekungan Soa dan sekitarnya adalah
terdapat pada batuan Miosen Tengah dan Patahan dari jenis sesar normal (normal
Miosen-Pliosen berarah baratlaut-tenggara fault). Berdasarkan kenampakan fisiografis
dan timurlaut-baratdaya. kemungkinan yang ditunjang dengan data-data lapangan
penyesaran ini terjadi pada Kala Pliosen. berupa arah jurus (strike) dan kemiringan
Sesar geser yang terdapat pada Miosen (dip) perlapisan batuan, zona hancuran dan
Tengah dan Miosen-Pliosen berarah milonitisasi, cermin sesar (Slickenside),
baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. belokan sungai 90°, dan lain-lain. Oleh hal
Kemungkinan penyesaran ini berlangsung tersebut, maka patahan yang melewati situs-
pada Pliosen juga. Perlipatan terjadi pada situs di Cekungan Soa dan sekitarnya adalah
Formasi Nangapada dengan kemiringan 20º- patahan/sesar normal (normal fault) (Billing,
50º, di beberapa tempat kemiringan lapisan 1972).
10º-15º, Formasi Laka dan Formasi Sesar normal yang ditemukan di
Waihekang berhubungan menjemari dan Cekungan Soa (Gambar 6), merupakan sesar
telah terlipat kuat dengan kemiringan 10º- -sesar lokal yang berarah timur laut – barat
30º, berarah timurlaut-baratdaya, dan daya (melewati Situs Kobatuwa, sebelah
baratlaut-tenggara. Sisipan tuf, dan tuf selatan Kokasebalu dan Matamenge),
batupasir Formasi Kiro terlipat dengan berarah barat laut – tenggara (melewati Situs
kemiringan 10º-25º. Dengan demikian Olabula, Situs Kampung Lama Olabula,
perlipatan terjadi pada Pliosen Akhir atau Situs Dozo Dhalu, Situs Sagala), berarah
Plistosen Awal. Kelurusan yang terdapat utara barat laut – selatan menenggara
pada batuan Miosen Tengah sampai yang (melewati Situs Ngamapa, dan Situs
termuda, yakni batuan gunungapi Holosen Kopowatu).
berarah barat laut - tenggara dan barat daya -
timur laut (Koesoemadinata, dkk., 1994; 3.2. Situs Paleolitik Cekungan Soa

Gambar 6. Struktur Geologi Situs-Situs di Cekungan Soa(Sumber: Penulis, 2018)

39
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

Gambar 7. Keletakan Cekungan Soa


dalam Peta Pulau Flores
(Sumber: Penulis 2018)

Penelitian di Cekungan Soa meliputi dua kemiringan lahan yang relatif tinggi,
kabupaten yaitu, Kabupaten Ngada, dan sedangkan Kabupaten Nagekeo pada
Kabupaten Nagekeo (Gambar 7). Pada umumnya berbukit-bukit dengan dataran
Budaya tertua (paleolitik) kehidupan dan tersebar secara sporadis pada luasan sempit
pemanfaatan lahan terpusat dibentang alam dan memanjang, serta di sekitar pantai diapit
terbuka, yaitu di sekitar dan sepanjang aliran oleh dataran tinggi atau sistem perbukitan.
sungai (Simanjuntak, 2004 :3-11), atau Situs di Cekungan Soa merupakan situs
yang dikenal dengan istilah Situs Terbuka terbuka (opensite) yang bentang alamnya
(open-site). Pernyataan ini, sesuai dengan relatif datar dan berjenjang dengan
morfologi wilayah penelitian yang kemiringan (dip) antara 4°-7°. Proses erosi
berbentuk cekungan dan lembah yang di di situs-situs tersebut, tidak membuat
aliri sungai-sungai yang semuanya bermuara tinggalan arkeologi hilang, karena bentang
di Sungai Ae Sisa dengan arah aliran dari situs yang datar dan berjenjang
arah barat daya ke timur laut dan bermuara mengakibatkan tinggalan arkeologi itu
di Laut Flores. Kondisi topografi Kabupaten terdeposit dengan baik dengan jangka waktu
Ngada pada umumnya berbukit dan tingkat yang lama (Gambar 8 dan 9).

Gambar 8. Sebaran situs di Cekungan Soa (titik putih) (Sumber: Penulis; Data topografi
berdasarkan Jarvis et al. 2008)

40
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

Gambar 9. Sebaran situs di Cekungan Soa dalam


bentuk tiga dimensi (Sumber: Penulis;
Data topografi berdasarkan Jarvis et
al. 2008)

3.2.1. Kabupaten Ngada P3G, Bandung melalui penjajagan dan


Cekungan Soa yang termasuk wilayah pengambilan sampel sedimen untuk
Kabupaten Ngada, telah menemukan 5 pertanggalan. Dari hasil penelitian melalui
lokasi yang mengindikasikan adanya analisis laboratoris (metode fission track)
aktivitas manusia masa lalu, yaitu: pada contoh sedimen endapan tufa putih
a. Situs Kobatuwa (dari Formasi Olabula) di situs ini telah
Situs Kobatuwa, merupakan situs terbuka diperoleh pertanggalan 760.000 ± 700.000
(open site), termasuk wilayah Desa Piga, BP (Morwood dkk, 1999:273-286).
Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, Provinsi b. Situs Matamenge
Nusa Tenggara Timur. Situs Kobatuwa Situs Matamenge, merupakan situs
terletak pada 08°41’17,4” Lintang Selatan terbuka (open site), termasuk wilayah Desa
dan 121°05’16,4” Bujur Timur, dengan Mengeruda, Kecamatan Soa, Kabupaten
ketinggian 325 meter diatas permukaan air Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
laut. Situs Kobatuwa terletak pada Satuan Situs Matamenge terletak pada koordinat
Morfologi Bergelombang Lemah dengan 08°41´32,4" Lintang Selatan dan 121°
kemiringan lereng 2%-8%, serta tersusun 05´45,2" Bujur Timur, dengan ketinggian
oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 325 meter di atas permukaan laut. Situs
2007). Di situs ini ditemukan artefak litik, Matamenge terletak pada Satuan Morfologi
fragmen fosil tulang dan gigi vertebrata, Bergelombang Lemah dengan kemiringan
khusus temuan artefak litik didominasi oleh lereng 2%-8%, serta tersusun oleh batuan
serpih-bilah, sedangkan dari hasil ekskavasi breksi vulkanik (Intan, 2007). Di situs ini
lebih bersifat masif, yaitu serpih dengan ditemukan artefak litik, fragmen fosil tulang
retus, serpih, serut samping, batu inti, dan gigi vertebrata, khusus temuan artefak
chopper (?), serpih besar, dan kapak litik didominasi oleh serpih-bilah, yaitu
perimbas (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko Proto kapak genggam, bilah, serpih dengan
2008; Jatmiko 2015:19-37). Penelitian di retus, batu inti, serut cekung, serut samping,
situs ini dilakukan oleh University of New serpih, serut berpunggung (Jatmiko dkk.,
England, Australia bekerjasama dengan 2007; Jatmiko 2008).
41
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

Situs Matamenge sudah diteliti secara 08°41´36,3" Lintang Selatan dan 121°
intensif oleh P3G Bandung bekerjasama 05´47,3" Bujur Timur dengan ketinggian
dengan University of New England 325 meter di atas permukaan laut. Situs
(Australia) sejak akhir tahun 1990-an Lembah Menge terletak pada Satuan
sampai dengan 2006. Dari hasil penelitian Morfologi Bergelombang Lemah dengan
(melalui ekskavasi) tersebut telah ditemukan kemiringan lereng 2%-8%, serta tersusun
berbagai jenis fosil fauna dari Stegodon oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 2007).
florensis, Varanus komodoensis, Di situs ini ditemukan artefak litik, dan
Hooijeremis nusatenggara, Crocodilus sp fragmen fosil tulang vertebrata, khusus
dan fosil-fosil moluska air tawar. Selain itu, temuan artefak litik didominasi oleh serpih-
dalam penelitian tersebut juga ditemukan bilah, yaitu batu inti, serpih dengan retus,
lebih dari 200 buah alat litik yang umumnya serpih, kapak penetak, dan radial core (?)
terdiri dari serpih-bilah dan batu inti (Azis (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko 2008). Situs
dkk, 2005:1–8). Hasil pentarikhan radio Lembah Menge pernah diteliti oleh
metrik dengan metode jejak belah (Fission Verhoeven pada sekitar tahun 1960-an. Dari
track dating) yang mengandung fosil informasi hasil penelitian tersebut telah
Stegodon florensis dan artefak litik di situs ditemukan beberapa fosil tulang Stegodon
ini menunjukkan umur 800.000 – 880.000 jenis besar dan artefak batu yang
tahun lalu (Morwood dkk, 1999:273-286). diperkirakan berumur 750.000 tahun lalu
Pada tahun 2016 di Situs Matamenge (Verhoeven, 1968:393-403).
ditemukan fosil gigi manusia kerdil, dan dua d. Situs Wolosege
tahun kemudian dipublikasikan di Majalah Situs Wolosege, merupakan situs terbuka
Nature. Manusia purba dari Mata Menge (open site), termasuk wilayah Desa
lebih memiliki karakteristik genus Homo, Mengeruda, Kecamatan Soa, Kabupaten
dengan usia sekitar 700.000 tahun yang lalu Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
berdasarkan penentuan umur (dating) Situs Wolosege terletak pada koordinat 08°
Metode Argon-Argon dan didukung dengan 41´26,1" Lintang Selatan dan 121°05’59,6”
metode Fission Track, dan metode Uranium Bujur Timur dengan ketinggian 337 meter di
dan Thorium. Manusia purba dari Situs atas permukaan laut. Situs Wolosege terletak
Matamenge dianggap sebagai nenek moyang pada Satuan Morfologi Bergelombang
hobbit atau manusia Liang Bua (Homo Lemah dengan kemiringan lereng 2%-8%,
floresiensis) (Kurniawan, dkk., 2016). serta tersusun oleh batuan breksi vulkanik
c. Situs Lembah Menge (Intan, 2007).
Situs Lembah Menge, merupakan situs Di situs ini tidak ditemukan artefak litik
terbuka (open site), termasuk wilayah Desa maupun fragmen fosil-fosil tulang vertebrata
Mengeruda, Kecamatan Soa, Kabupaten (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko 2008). Situs
Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wolosege digali secara intensif oleh P3G
Situs Lembahmenge terletak pada koordinat bekerjasama dengan University of New

42
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

England (Australia) sejak tahun 2004 – Kabupaten Nagekeo, telah menemukan 7


2005. Dari hasil ekskavasi tersebut telah lokasi yang mengindikasikan adanya
ditemukan sejumlah artefak batu (berupa aktivitas manusia masa lalu, yaitu:
serpih-bilah), sedangkan dari survei a. Situs Olabula
permukaan banyak ditemukan alat-alat batu Situs Olabula, merupakan situs terbuka
yang pada umumnya berbentuk masif (open site), termasuk wilayah Kelurahan
(Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko 2008). Olakile, Kecamatan Boawae, Kabupaten
e. Situs Boa Lesa Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Situs Boa Lesa, merupakan situs terbuka Situs Olabula terletak pada koordinat 8°
(open site), termasuk wilayah Desa 41’28,8” Lintang Selatan dan 121°0744,1”
Mengeruda, Kecamatan Soa, Kabupaten Bujur Timur dengan ketinggian 275 meter di
Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur. atas permukaan laut. Situs Olabula terletak
Situs Boa Lesa terletak pada koordinat 8° pada Satuan Morfologi Dataran dengan
41’45,8” Lintang Selatan dan 121°06’02,7” kemiringan lereng 0%-2%, serta tersusun
Bujur Timur dengan ketinggian 337 meter di oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 2007).
atas permukaan laut. Situs Boa Lesa terletak Di situs ini ditemukan artefak litik, dan
pada Satuan Morfologi Bergelombang fragmen fosil tulang dan gigi vertebrata
Lemah dengan kemiringan lereng 2%-8%, (umumnya dari jenis Stegodon), khusus
serta tersusun oleh batuan breksi vulkanik temuan artefak litik didominasi oleh serpih-
(Intan, 2007). Di situs ini ditemukan artefak bilah, yaitu batu inti, serpih dengan retus,
litik, dan fragmen fosil tulang dan gigi serpih, kapak penetak, dan bilah (Jatmiko
vertebrata, khusus temuan artefak litik dkk., 2007; Jatmiko 2008). Situs Ola Bula
didominasi oleh serpih-bilah, yaitu batu inti, juga pernah diteliti oleh P3G Bandung
serpih dengan retus, serpih, kapak penetak, bekerjasama dengan University of New
tatal dengan jejak retus, dan batuan kuarsa England (Australia) sejak akhir tahun 1990-
(Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko 2008). Situs an. Dari hasil penelitian (melalui ekskavasi)
Boa Lesa juga pernah dilakukan penelitian tersebut telah ditemukan berbagai jenis fosil
secara intensif oleh P3G Bandung bekerja fauna dari Stegodon besar dan sejenis tikus
sama dengan University of New England besar (Morwood dkk, 1999:273-286).
pada tahun 1998 – 1999. Dalam penelitian di b. Situs Kampung Lama Olabula
situs ini telah ditemukan beberapa temuan Situs Kampung Lama Olabula,
berupa fragmen fosil Stegodon jenis besar merupakan situs terbuka (open site),
dan artefak batu dengan pertanggalan termasuk wilayah Kelurahan Olakile,
870.000 ± 840.000 BP (Morwood dkk, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo,
1999: 273 - 286). Provinsi Nusa Tenggara Timur. Situs
Kampung Lama Olabula terletak pada
3.2.2. Kabupaten Nagekeo koordinat 8°41’41,9” Lintang Selatan dan
Cekungan Soa yang termasuk wilayah 121°08’22,8” Bujur Timur dengan

43
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

ketinggian 285 meter di atas permukaan d. Situs Ngamapa


laut. Situs Kampung Lama Olabula terletak Situs Ngamapa, merupakan situs terbuka
pada Satuan Morfologi Dataran dengan (open site), termasuk wilayah Lingkungan
kemiringan lereng 0%-2%, serta tersusun Wolowawu, Kelurahan Olakile, Kecamatan
oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 2007). Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa
Di situs ini ditemukan fragmen fosil-fosil Tenggara Timur. Situs Ngamapa terletak
tulang dan gigi vertebrata (umumnya dari pada koordinat 8°41’31,6” Lintang Selatan
jenis Stegodon), serta bekas tiang (umpak) dan 121°09’21,2” Bujur Timur dengan
rumah yang sudah ditinggalkan (Jatmiko, ketinggian 225 meter di atas permukaan
2007; 2008). laut. Situs Ngamapa terletak pada Satuan
c. Situs Tangitalo Morfologi Dataran dengan kemiringan
Situs Tangitalo, merupakan situs terbuka lereng 0%-2%, serta tersusun oleh batuan
(open site), termasuk wilayah Kelurahan breksi vulkanik (Intan, 2007).
Olakile, Kecamatan Boawae, Kabupaten Di situs ini ditemukan artefak litik,
Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur. sedangkan fragmen fosil-fosil tulang tidak
Situs Tangitalo terletak pada koordinat 8° ditemukan khusus temuan artefak litik
41’52,3” Lintang Selatan dan 121°08’10,2” didominasi oleh serpih-bilah, yaitu batu inti
Bujur Timur dengan ketinggian 175 meter di (cores), serpih dengan retus, serpih, kapak
atas permukaan laut. Situs Tangitalo terletak penetak (chopping-tool), serpih, serut
pada Satuan Morfologi Dataran dengan samping, serut berpunggung tinggi tipe tapal
kemiringan lereng 0%-2%, serta tersusun kuda (horse-hoff), dan kapak perimbas
oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 2007). (chopper) (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko
Di situs ini tidak ditemukan artefak litik 2008).
maupun fragmen fosil-fosil tulang vertebrata e. Situs Kopotuwo
(Jatmiko, 2007; 2008). Situs Tangi Talo Situs Kopotuwo, merupakan situs terbuka
merupakan situs tertua di wilayah Cekungan (open site), termasuk wilayah Lingkungan
Soa. Dari hasil pertanggalan diketahui Wolowawu, Kelurahan Olakile, Kecamatan
bahwa situs ini mempunyai pertanggalan Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa
900.000 ± 700.000 BP (Morwood dkk, Tenggara Timur. Situs Kopotuwo terletak
1999:273-286). Situs ini pernah diteliti pada koordinat 8°41’43,2” Lintang Selatan
secara intensif oleh P3G, Bandung dan 121°09’34,6” Bujur Timur dengan
bekerjasama dengan University of New ketinggian 312 meter di atas permukaan
England (Australia) sejak pertengahan laut. Situs Kopotuwo terletak pada Satuan
sampai akhir tahun 1990-an. Dari hasil Morfologi Dataran dengan kemiringan
ekskavasi tersebut telah ditemukan sejumlah lereng 0%-2%, serta tersusun oleh batuan
artefak batu (berupa serpih-bilah) dan fosil- breksi vulkanik (Intan, 2007). Di situs ini
fosil tulang serta gigi Stegodon kerdil tidak ditemukan adannya artefak litik,
(pigmy) (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko 2008). namun menemukan fragmen fosil tulang dan

44
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

gigi vertebrata (umumnya dari jenis namun menemukan fragmen fosil tulang dan
Stegodon) (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko gigi vertebrata (umumnya dari jenis
2008). Stegodon) (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko
f. Situs Dozo Dhalu 2008).
Situs Dozo Dhalu, merupakan situs
terbuka (open site), termasuk wilayah 3.2 Klasifikasi Petrologi Alat Litik
Lingkungan Wolowawu, Kelurahan Olakile, Hasil industri pendukung budaya
Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, paleolitik Cekungan Soa, adalah alat-alat
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Situs Dozo litik. Alat-alat litik yang ditemukan tersebut,
Dhalu terletak pada koordinat 8°42’01,5” berdasarkan klasifikasi petrologi, ternyata
Lintang Selatan dan 121°09’13,3” Bujur mereka memilih batuan-batuan yang
Timur dengan ketinggian 287 meter di atas mempunyai sifat-sifat khusus antara lain,
permukaan laut. Situs Dozo Dhalu terletak struktur batuan yang kompak (massive),
pada Satuan Morfologi Dataran dengan sifat mudah terbelah (breakability) yang
kemiringan lereng 0%-2%, serta tersusun baik, tidak mempunyai pecahan (fracture),
oleh batuan breksi vulkanik (Intan, 2007). mempunyai kekerasan (hardness) yang
Di situs ini ditemukan artefak litik, dan tinggi, kesamaan mineral (homogenity), dan
fragmen fosil tulang dan gigi vertebrata beberapa sifat fisik lain yang mendukung
(umumnya dari jenis Stegodon), khusus (Intan, 1999).
temuan artefak litik didominasi oleh serpih- Klasifikasi petrologi dilakukan terhadap
bilah, yaitu batu inti, serpih dengan retus, semua alat-alat litik yang ditemukan selama
serpih, serut samping, serut ujung dan bilah penelitian, yang tujuannya adalah untuk
berpunggung (Jatmiko dkk., 2007; Jatmiko mengetahui jenis batuan secara megaskopis.
2008). Hasil klasifikasi tersebut, maka batuan yang
g. Situs Sagala terpilih sebagai alat litik di Cekungan Soa
Situs Sagala, merupakan situs terbuka adalah jasper, chert, tufa kersikan, andesit,
(open site), termasuk wilayah Lingkungan dan basal, sebagai berikut:
Wolowawu, Kelurahan Olakile, Kecamatan a. Jasper, berdasarkan klasifikasi petrologi,
Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa termasuk batuan sedimen kimia (Huang,
Tenggara Timur. Situs Sagala terletak pada 1962).
koordinat 8°42’41,7” Lintang Selatan dan b. Chert, berdasarkan klasifikasi petrologi,
121°09’21,8” Bujur Timur dengan termasuk batuan sedimen kimia (Huang,
ketinggian 287 meter di atas permukaan 1962).
laut. Situs Sagala terletak pada Satuan c. Tufa kersikan, berdasarkan klasifikasi
Morfologi Dataran dengan kemiringan petrologi, kersikan termasuk batuan
lereng 0%-2%, serta tersusun oleh batuan metamorf dari jenis metamorfisme sentuh
breksi vulkanik (Intan, 2007). Di situs ini (thermal atau kontak) (Huang, 1962).
tidak ditemukan adannya artefak litik, d. Basal, berdasarkan klasifikasi petrologi,

45
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

termasuk batuan beku basa - batuan beku sedangkan di Kabupaten Ngada lebih
lelehan (vulcanic rocks) (Huang, 1962). sedikit. Hal ini terlihat bahwa dari 12 lokasi
e. Andesit, berdasarkan klasifikasi pengamatan, maka Kabupaten Nagekeo
petrologi, termasuk batuan beku ditemukan 7 situs paleolitik, dan Kabupaten
intermediate - batuan beku lelehan Ngada ditemukan 5 situs paleolitik, Dengan
(vulcanic rocks) (Huang, 1962). temuan alat litik yang bervariasi yaitu serpih
dengan retus, serpih, serut samping, batu inti
4. Penutup (cores), chopper (?), serpih besar, kapak
Flores merupakan salah satu pulau yang perimbas (chopper), proto kapak genggam,
terbesar di antara rangkaian gugusan bilah, serut cekung, serut berpunggung,
kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda) di kapak penetak (chopping-tool), dan radial
kepulauan nusantara, di samping Sumbawa core (?), tatal dengan jejak retus, batuan
dan Timor. Memanjang arah timur-barat kuarsa, serut samping, serut berpunggung
sekitar 360 km dengan bagian terlebar utara- tinggi tipe tapal kuda (horse-hoff), serut
selatan sekitar 60 km. Berdasarkan pada ujung dan bilah berpunggung. Batuan yang
penelitian tersebut, maka Cekungan Soa dimanfaatkan sebagai alat-alat litik adalah
terbagi atas dua satuan morfologi yaitu, jasper, chert, tufa kersikan, andesit, dan
satuan morfologi dataran (0%-2%) dan basal. Batuan-batuan tersebut banyak
satuan morfologi bergelombang lemah (2%- ditemukan di Cekungan Soa dan sekitarnya,
8%), serta ketinggian secara umum adalah baik dalam bentuk singkapan maupun
250 - 400 meter dpl. Sungai induk adalah boulder.
Sungai Ae Sisa dan anak-anak sungainya.
Berpola aliran Centripetal, dengan stadia Ucapan Terima Kasih
Sungai Dewasa-Tua (old-mature river Terima kasih kepada Bapak Drs. Jatmiko,
stadium) dan Sungai Tua (old stadium), M.Hum (Ketua Tim Penelitian Cekungan
serta Sungai Periodik/Permanen dan Sungai Soa) yang telah memberikan izin untuk
Episodik/Intermittent. Satuan batuan yang mempublikasikan tulisan ini.
menyusun situs-situs di Cekungan Soa,
adalah breksi vulkanik, tufa, konglomerat, Daftar Pustaka
dan endapan aluvial. Struktur geologi yang BPS, 2017. Nagekeo dalam Angka 2015.
melewati situs-situs di Cekungan Soa dan Mbay: Badan Pusat Statistik Kab.
sekitarnya adalah Patahan dari jenis sesar Nagekeo.
normal (normal fault). BPS, 2017. Nagekeo dalam Angka 2015.
Penelitian di Cekungan Soa, telah Mbay: Badan Pusat Statistik Kab.
berhasil mendata sejumlah situs yang Nagekeo.
mengandung sumberdaya paleolitik. Sebaran Billing, M.P., 1972 Structural Geology.
tinggalan budaya paleolitik tersebut, lebih Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliggs,
banyak ditemukan di Kabupaten Nagekeo, New Jersey.

46
M. Fadlan F .Intan Geoarkeologi Cekungan Soa, Flores, Nusa Tenggara Timur

Desaunettes, J R. 1977. “Catalogue of Jakarta: Universitas Indonesia


Landforms for Indonesia": Examples of a Jatmiko, 2015 Situs Kobatuwo, Cekungan
Physiographic Approach to Land Soa (Flores Tengah): Padang Artefak
Evaluation for Agricultural Batu. Dalam FLORES: Dalam Lintas
Development.” Unpublished. Bogor: Budaya Prasejarah Di Indonesia Timur.
Trust Fund of the Government of Editor Prasetyo Bagyo. Halaman 19-37.
Indonesia Food and Agriculture Puslit Arkenas.
Organization. Koesoemadinata, Noya, Kadarisman, 1994
Huang, Walter T. Phd., 1962 Petrology. Peta Geologi Lembar Ruteng,
McGraw-Hill Book Company. Nusatenggara. Pusat Penelitian dan
Intan S. Fadhlan, M 1999 “Aspek-Aspek Pengembangan Geologi, Bandung.
Geologi Yang Berpengaruh Di Situs Gua Kurniawan Iwan, Insani Hilmi, Kaifu
Braholo, Dusun Semugih, Kel. Semugih, Yousuke, Bergh van den, 2016 Manusia
Kec. Rongkop, Kab. Gunung Kidul, Prov. Purba Dari Cekungan Soa. Geomagz
D.I. Yogyakarta”. Laporan Penelitian Vol.6, No.3, Hal. 18-25. 29 September
Arkeologi - Bidang Arkeometri. Jakarta: 2016
Puslit Arkenas. Lobeck, A.K., 1939, Geomorphology, An
Intan S. Fadhlan, M 2007. “Geologi Situs- Introduction To The Study of Landscape.
Situs di Cekungan Soa, Flores”. Dalam Mc Graw Hill Book Company Inc, New
Laporan Penelitian Arkeologi; Adaptasi York and London.
Manusia Terhadap Lingkungan Pada Morwood, M.J., F. Aziz, P.O’Sullivan,
Kala Plestosen di Cekungan Soa. Nasruddin, D.R. Hobbs, & A. Raza.
Jakarta: Puslit Arkenas. 1999. “Archaeological and
Jarvis, A., H.I. Reuter, A. Nelson, dan E. Palaeontological research in Central
Guevara. 2008 Hole-filled seamless Flores, east of Indonesia: results of
SRTM data V4. Center for Tropical fieldwork 1997-1998”. Antiquity, 73.
Agliculture (CIAT). Halaman 273-286.
Jatmiko, Intan S. Fadhlan, M., Simanjuntak Muraoka, H., A. Nasution, M. Urai, M.
Truman. 2007 “Adaptasi Manusia Takahashi, I. Takashima, J. Simanjuntak,
Terhadap Lingkungan Pada Kala H. Sundhoro, D. Aswin, F. Nanlohy, K.
Plestosen di Cekungan Soa, Kabupaten Sitorus, H. Takahashi & T. Kosek 2002
Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Tectonic, Volcanic and Stratigrafi
Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Geology of the Bajawa Geothermal Field,
Puslit Arkenas. Central Flores, Indonesia. Bulletin of the
Jatmiko, 2008 Pola Pemanfaatan Sumber Geological Survey of Japan, vol. 53 (2/3),
Daya Lingkungan Pada Kala Pleistosen p. 109-138.
di Situs Kobatuwa, Flores Tengah: Kajian Simanjuntak, Truman, 2004 GUNUNG
Arkeologi Ruang Skala Meso. Tesis. SEWU: Sejarah Hunian Panjang. Dalam

47
Siddhayatra Vol. 23 (1) Mei 2017: 31-48

buku Prasejarah Gunung Sewu. Hal. 3-


11. Editor. Truman Simanjuntak, Retno
Handini, Bagyo Prasetyo.
Thornbury,W.D., 1964 Principle of
Geomorphology. New York, London,
John Wiley and sons, inc.
Todd, D.K., 1980 Groundwater Hidrology.
John Wiley & Sons Inc, New York.
Verhoeven, Th. 1968. “Pleistozane Funde
auf Flores, Timor and Sumba”.
Anthropica Gedenkschrift zum 100
Gebrgstag von P.W. Schmidt: 393-403.
St Augustin: Verlag des Anthropos-
Instituts. Studis Instituti Anthropos 21.
Vita, 2013 Lingkungan Vegetasi Dulu Dan
Kini Di Situs Kobatuwa II, Nusa
Tenggara Timur. Forum Arkeologi,
Vol.26, No.1. April 2013, Hal. 63-74.
Balai Arkeologi Bali

48

You might also like