Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

36 Journal College,

Journal of Nutrition of Nutrition College,


Volume Volume
5, Nomor 5, Nomor
1, Tahun 20161, Tahun 2016, Halaman 36 - 43
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc

PENGARUH KONSELING GIZI SEBAYA TERHADAP ASUPAN SERAT DAN LEMAK


JENUH PADA REMAJA OBESITAS DI SEMARANG

Eni Lestari, Fillah Fithra Dieny*)

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

ABSTRACT

Background: Obesity in adolescent is the risk factor for obesity in adulthood. Obese adolescents tend to have low
dietary fiber intake and high saturated fat intake. Nutrition counseling is one way to improve the eating behaviour of
obese adolescents.
Objective: This study aimed to analyze the effect of nutrition peer counseling to increase dietary fiber intake and to
decrease saturated fat intake in adolescent obesity 13-15 years old.
Method: A pre-post test with control group design was conducted 11 students of Al Azhar 14 Islamic Junior High
School as treatment group and 11 sudents of Nasima Junior High School as control group. Nutrition peer counseling
was given in 6 times for 4 weeks. Peer counselors were selected and given trainig before doing the counseling to the
subjects. Dietary intake was measured by food recall 3x24 hours. Data were analyzed with Mann-Whitney and
Wilcoxon test.
Result: There was a significant difference between saturated fat intake before and after treatment (p<0.05). The
reduction of saturated fat intake (23,04 g) was higher in treatment group than in control group (7,75 g). There was
no a significant difference (p>0,05) in dietary fiber intake before and after treatment for each group.
Conclusion: Nutrition peer counseling had an effect in the reduction of saturated fat but it was not effectively increase
dietary fiber intake in obese adolescent 13-15 years old.
Keyword : nutrition peer counseling, obesity adolescent, dietary fiber, saturated fat

ABSTRAK

Latar Belakang: Obesitas pada remaja merupakan faktor risiko terjadinya obesitas ketika dewasa. Remaja obesitas
cenderung memiliki asupan serat yang rendah dan lemak jenuh yang tinggi. Konseling gizi merupkan salah satu cara
untuk memperbaiki perilaku makan remaja obesitas.
Tujuan: Menganalisis pengaruh konseling gizi sebaya tehadap peningkatan asupan serat dan penurunan asupan
lemak jenuh remaja obesitas usia 13-15 tahun.
Metode: Pre-post test with control group design yang melibatkan 11 subjek di SMP Islam Al Azhar 14 sebagai
kelompok perlakuan dan 11 subjek dari SMP Nasima Semarang sebagai kelompok dan kotrol. Intervensi yang
diberikan berupa konseling gizi sebaya sebanyak 6 kali selama 4 minggu. Konselor sebaya dipilih dan diberikan
pelatihan sebelum menjalanakan konseling kepada subjek. Asupan makan diukur menggunakan formulir Food Recall
3x24. Pada analisis statistik digunakan uji Mann Whitney dan Wilcoxon.
Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) asupan lemak jenuh sebelum dan sesudah pemberian konseling
gizi sebaya. Penurunan asupan lemak jenuh (23,04 g) pada kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok
kontrol (7,75 g). Tidak ditemukan beda yang signifikan (p>0,05) perubahan asupan serat sebelum dan setelah
intervensi pada kelompok perlakuan maupun kontrol.
Simpulan: Konseling gizi sebaya berpengaruh terhadap penurunan asupan lemak jenuh tetapi tidak terbukti efektif
untuk meningkatkan asupan serat pada remaja obesitas usia 13-15 tahun.
Kata kunci: konseling gizi sebaya, remaja obesitas, serat, lemak jenuh

PENDAHULUAN Perilaku makan yang salah dapat


Remaja merupakan masa peralihan dari menyebabkan terjadinya masalah gizi. Gizi lebih
masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai merupakan masalah gizi yang prevalensinya terus
adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial.1 mengalami peningkatan dari tahun ketahun baik di
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang cepat Negara maju maupun negara berkembang dengan
sehingga membutuhkan gizi yang tepat jumlah, tingkat ekonomi menengah ke bawah.2,3 Angka
jenis makanan, dan frekuensinya, namun pada kejadian obesitas pada remaja usia 12-19 tahun
kenyataannya remaja cenderung melakukan mengalami peningkatan dari 11% menjadi 20%
perilaku makan yang salah yaitu asupan zat gizi pada 30 tahun terakhir.4 Di Indonesia, berdasarkan
tidak sesuai dengan kebutuhan atau rekomendasi data Riskesdas 2013 pada penduduk berusia 13-15
diet yang dianjurkan.1,2 tahun menunjukkan bahwa 2,5% remaja mengalami

*)
Penulis Penanggungjawab
Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 37

obesitas. Di Jawa Tengah, prevalensi obesitas pada komunikasi dua arah antara konselor dengan subjek
remaja usia di atas 13-15 tahun sebesar 2,4 %.5 dan memakai media yang dapat membantu
Penelitian yang dilakukan di Semarang pada tahun mengenali masalah gizi, menunjang kesehatan,
2013 prevalensi gizi lebih pada remaja perempuan mencegah penyakit, merubah pengetahuan,
sebesar 37,8% dan 32,3% pada laki-laki.6 perilaku, dan sikap yang akhirnya dapat
Terjadinya obesitas secara umum berkaitan meningkatkan status kesehatan.15 Konseling gizi
dengan ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran yang dilakukan terhadap remaja overweight dan
energi dalam tubuh. Remaja obesitas memiliki obesitas diharapkan dapat merubah pola dan
konsumsi makanan sumber karbohidrat dan lemak kebiasaan makan yang tinggi energi, tinggi lemak
hewani yang tinggi tetapi rendah asupan sayur dan jenuh dan rendah konsumsi serat, serta
buah.7 Fenomena konsumsi makanan dengan meningkatkan aktifitas fisik. Penelitian yang
densitas energi tinggi seperti makanan cepat saji dan dilakukan oleh Podojoyo dkk di Palembang,
minuman bergula telah menjadi kebiasaan dan trend menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang
bagi remaja di Amerika Serikat dan beberapa negara bermakna (p<0,001) untuk asupan makanan dengan
Asia. Makanan cepat saji memiliki kandungan asam berat badan pada remaja overweight dan obesitas
lemak jenuh (SFA) dan lemak trans yang tinggi.8 setelah dilakukan konseling gizi.16
Penelitian oleh Dorothy menunjukkan bahwa Masa remaja merupakan tahapan penting
remaja obeitas mengonsumsi rata-rata 13,8% dari untuk melakukan pengambangan perilaku atau
total energi lemak jenuh dalam sehari.Sementara kebiasaan hidup sehat, termasuk pola makan.
kebutuhan remaja akan lemak jenuh adalah < 10% membentuk perilaku hidup sehat. Banyak kebiasaan
dari total energi. Asupan lemak jenuh yang berlebih yang terbentuk ketika masa perkembangan ini akan
mengakibatkan peningkatan jumlah lemak tubuh, menetap hingga dewasa.17 Remaja dalam
hal tersebut disebabkan oleh karena lemak jenuh pergaulannya memiliki hubungan yang terikat
lebih besar disimpan di jaringan adiposa sangat erat dengan kelompok teman sebayanya,
dibadingkan lemak jenis lain seperti asam lemak sehingga memililiki pengaruh besar terhadap
tidak jenuh omega 3 yang lebih banyak teroksidasi.9 perilaku remaja, terutama dalam hal memilih jenis
Lemak jenuh merupakan penyebab utama makanan.18 Keeratan dan keterbukaan di antara
peningkatan kolesterol dan kolesterol-LDL, karena sesama remaja dapat menjadi peluang bagi upaya
peningkatan lemak jenuh akan menurunkan memfasilitasi perkembangan remaja. Salah satu
aktivitas ambilan LDL oleh reseptor LDL dan upaya untuk meningkatkan meningkatkan asupan
menurunkan ekskresi kolesterol dalam pembuluh serat dan menurunkan asupan lemak jenuh remaja
darah, selain itu lemak jenuh meningkatkan adalah melalui konseling gizi sebaya. Konseling
produksi LDL, sehingga asupan lemak jenuh yang sebaya merupakan layanan bantuan konseling yang
tinggi menjadi risiko terjadinya dislipidemia pada diberikan oleh teman sebayanya yang telah terlebih
individu obesitas.10 dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi
Rendahnya asupan serat pada remaja juga konselor sebaya sehingga diharapkan dapat
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan memberikan bantuan baik secara individual maupun
terjadinya obesitas. Angka Kecukupan Gizi (AKG) kelompok kepada teman-temannya yang
serat yang dianjurkan bagi orang Indonesia untuk bermasalah ataupun mengalami berbagai hambatan
usia 13-15 tahun adalah 30 g bagi remaja dalam perkembangan kepribadiannya.19
perempuan, dan 35 g bagi remaja laki-laki.11 Namun Beberapa penelitian yang dilakukan untuk
penelitian Dorothy et al menunjukkan bahwa rata- melihat efektivitas konseling sebaya pada remaja
rata konsumsi serat remaja obesitas dalam sehari menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
hanya 6,4 g.9 Makanan yang mengandung tinggi motivasi, pemikiran dan orientasi untuk berperilaku
serat, memiliki kandungan lemak yang rendah hidup sehat remaja pada yang diberi konseling
sehingga dapat menurunkan densitas energi.12 sebaya. Pada penelitian tersebut konseling
Asupan serat terbukti memperpanjang masa transit diberikan dua kali dengan metode yang berbeda,
makanan dalam organ pencernaan sehingga yaitu dengan metode penyampaian materi secara
memperlama masa kenyang.13 Kurangnya asupan ceramah dan diskusi serta menggunakan metode
serat ini dikarenakan kurangnya asupan makanan diskusi kelompok.20 Penelitian lain oleh Prahastuti
yang mengandung serat seperti sayur, buah, dan menunjukkan hasil bahwa konseling dan
padi-padian pada remaja.14 pendidikan sebaya terbukti efektif meningkatkan
Dalam rangka meningkatkan asupan serat pengetahuan dan sikap remaja putri usia 15-19
dan menurunkan asupan lemak jenuh perlu adanya tahun dalam pencegahan anemia di Kabupaten
konseling gizi. Konseling gizi merupakan proses Subang.21 Konseling sebaya dipandang cukup
38 Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

efektif karena diberikan oleh teman sebayanya koselor adalah teknik komunikasi, teknik konseling
sendiri.22 gizi, dan materi mengenai isi konseling, yaitu gizi
pada remaja, obesitas pada remaja, dan pengaturan
METODE pola makan khususnya asupan serat serta lemak
Penelitian dilakukan di dua sekolah di jenuh pada remaja obesitas. Pada akhir pelatihan
Semarang, yaitu SMP Islam Al Azhar 14 Semarang konselor diminta untuk melakukan simulasi
untuk kelompok perlakuan dan SMP Nasima konseling.
Semarang untuk kelompok kontrol pada bulan Juli- Proses konseling dibagi menjadi 2 tahap,
September 2015. Penelitian ini termasuk dalam yaitu 4 pertemuan pertama diberikan materi sesuai
ruang lingkup gizi masyarakat dengan rancangan dengan materi konseling yang diberikan kepada
pre-posttest control group design. Variabel bebas konselor, yaitu materi mengenai gizi seimbang pada
(independent) adalah pemberian konseling gizi remaja, obesitas remaja, asupan serat dan lemak
sebaya. Variabel terikat (dependent) dalam jenuh pada remaja obesitas, sedangkan 2 pertemuan
penelitan ini adalah perubahan asupan serat dan lainnya digunakan pengulangan materi mengenai
lemak jenuh sebelum dan setelah intervensi. asupan serat dan lemak jenuh, serta memotivasi
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja siswa- agar merubah perilaku makannya khususnya untuk
siswi kelas VIII dan IX yang memenuhi kriteria meningkatkan asupan serat dan menurunkan asupan
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yang lemak jenuh. Media komunikasi yang digunakan
digunakan adalah siswa yang memiliki kisaran berupa leaflet. Tempat dan waktu pelaksanaan
umur antara 13 sampai 15 tahun, memiliki persen konseling sesuai dengan hasil kesepakatan antara
lemak tubuh terletak pada persentil >95, memiliki konselor dan subjek, yaitu dilakukan di area sekolah
asupan serat <30 g/hari bagi perempuan dan <35 yang dirasa nyaman oleh keduanya dan dilakukan
g/hari bagi laki-laki, memiliki asupan lemak jenuh setelah proses belajar selesai.
> 10% dari energi total. Kriteria eksklusi adalah Data yang dikumpulkan berupa identitas
subjek yang mengundurkan diri dan sakit dalam subjek, meliputi nama, tanggal lahir, jenis kelamin,
jangka waktu panjang atau putus sekolah saat dan alamat tempat tinggal diperoleh melalui
penelitian berlangsung. Selanjutnya, diambil wawancara yang dicatat pada kuesioner data umum
dengan cara consecutive sampling untuk subjek. Untuk mengetahui perubahan asupan serat
mendapatkan 15 pada masing-masing kelompok dan lemak jenuh sebelum dan sesudah pemberian
sehingga total dalam penelitian ini berjumlah 30 . konseling gizi sebaya, dilakukan pengukuran
Pemilihan kelompok kontrol diambil dengan cara asupan makanan dengan menggunakan formulir
matching by design.Variabel yang di matching yaitu food recall 3x24 jam.
kelompok umur dan jenis kelamin. Dari 15 siswa Analisis data dilakukan dengan
dan siswi digunakan sebagai penelitian, satu per menggunakan program komputer. Analisis
satu subjek mulai mengundurkan diri seiring deskriptif untuk mendeskripsikan rerata, standar
berjalannya proses penelitian, sehingga data deviasi, nilai minimal dan maksimal semua variabel
lengkap hanya diperoleh 11 subjek pada akhir pada semua subjek penelitian secara keseluruhan,
penelitian. kelompok perlakuan dan kontrol. Analisis bivariat
Intervensi yang diberikan berupa konseling digunakan untuk menguji perbedaan asupan serat
gizi sebaya yang dilakukan sebanyak 6 kali dan lemak jenuh antara kelompok perlakuan dan
pertemuan dalam kurun waktu 4 minggu dengan kontrol, baik sebelum maupun sesudah intervensi.
frekuensi pertemuan dua kali setiap minggunya. Untuk menguji perbedaan antara sebelum dan
Sebelumnya telah dilakukan pemilihan dan sesudah intervensi digunakan Wilcoxon pada
pelatihan konselor sebaya 3 kali pertemuan selama masing-masing kelompok. Untuk menguji
satu minggu. Konselor merupakan teman sebaya perbedaan antara kelompok perlakuan dan kontrol
dari penelitian dengan kriteria memiliki minat digunakan Man Whitney.
menjadi konselor dengan IMT normal, kemampuan
bersosialisasi dan berkepribadian baik, serta aktif HASIL PENELITIAN
dalam kegiatan organisasi sekolah yang dipilih Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
dengan bantuan guru BK. Konselor yang dipilih konseling gizi sebaya dalam penelitian ini adalah
berada merupakan teman dekat subjek dan memiliki pemilihan dan pelatihan konselor gizi sebaya,
jenis kelamin yang sama dengan subjek, hal ini pelaksanaan proses konseling yang di dalamnya
dimaksudkan agar dapat membantu munculnya dilakukan proses pengawasaan oleh peneliti untuk
kepercayaan dan saling keterbukaan subjek kepada dijadikan bahan evaluasi keberlangsungan
konselor.23 Materi yang diberikan pada pelatihan konseling. Penilaian hasil konseling dilakukan
Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 39

dengan mengukur asupan subjek penelitian antara subjek dan konselor, konselor mampu
menggunakan metode 3x24 jam food recall. Siswa memberikan informasi dan motivasi kepada subjek
yang terpilih sebagai konselor sebaya adalah siswa saat subjek mengalami hambatan terkait perubahan
yang aktif di organisasi sekolah, baik OSIS maupun perilaku makannya, khususnya asupan serat dan
Pramuka dengan prestasi akademik yang baik. lemak jenuh. Pada minggu ke tiga pelaksanaan
Konselor antusias dalam menerima materi yang konseling, subjek mulai tampak jenuh dan tidak
diberikan untuk melakukan konseling dan aktif dalam mengikuti proses konseling yang
memahami tugasnya sebagai konselor. Beberapa di disebabkan oleh model konseling yang sama. Upaya
antara konselor biasa mendengarakan dan dimintai yang dilakukan konselor untuk mengatasi hal
pendapat akan masalah yang dihadapi teman-teman tersebut adalah dengan meyakinkan subjek akan
mereka. Sebelum konseling dilakukan, konselor manfaat yang didapat oleh subjek setelah mengikuti
menjelaskan kepada subjek tujuan dari konseling ini konseling sehingga subjek bersedia menyelesaikan
dan dilanjutkan dengan pemberian materi. Proses proses konseling. Setelah seluruh proses konseling
konseling berjalan lancar, terjadi proses tanya jawab selesai didapatkan hasil penelitian sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Minimum, Maksimum, Rerata, dan Median Varibael Antropometri, Asupan Serat dan Aupan
Lemak Jenuh Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Perlakuan Kontrol
Variabel p
Min Max Rerata±SD Min Max Rerata±SD
Berat Badan (kg) 65,4 103,60 85,50±1,20 57,50 88,60 72,58±8,92 0,01
Tinggi Badan (cm) 154,0 173,40 163,7±5,71 149,90 168,80 159,35±5,98 0,05
IMT (kg/m2) 27,31 41,00 31,90±3,99 25,15 33,14 28,41±2,83 0,04
Asupan serat sebelum 4,00 24,0 13,70±5,49 8,00 22,90 12,23±4,24 0,56
intervensi (g)
Asupan serat sesudah 4,70 23,40 12,90±6,08 1,60 29,00 9,15±7,58 0,28
intervensi (g)
Asupan lemak jenuh 39,30 69,80 48,88±8,55 38,60 71,30 50,88±1,00 0,59
sebelum intervensi (g)
Persentase lemak 16,10 21,30 18,54±2,02 14,90 25,90 19,38±2,95 0,59
jenuh dari total energi
sebelum intervensi
(%)
Asupan lemak jenuh 15,70 34,60 25,84±7,03 32,80 65,90 43,13±0,07 0,00
sesudah intervensi (g)
Persentase lemak 9,60 17,20 13,31±2,62 13,20 22,00 17,05±2,81 0,56
jenuh dari total energi
sesudah intervensi
(%)

Tabel 1 menyajikan secara statistik bahwa sebelum asupan lemak jenuh dan presentase asupan lemak
intervensi, asupan serat tidak memiliki perbedaan jenuh dari energi total menunjukkan tidak ada
yang signifikan (p>0,05) antara kelompok perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara
perlakuan dan kontrol. Demikian juga dengan kelompok perlakuan dan kontrol.

Tabel 2. Perbedaan Asupan Serat dan Asupan Lemak Jenuh Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada
Kelompok Perlakuan

Variabel Rerata ± SD Sig (p)


Pre Post
Asupan Serat (g) 13,70±5,49 12,90±6,08 0,92
Asupan lemak jenuh (g) 48,88±8,55 25,84±7,03 0,00
Persentase asupan lemak jenuh dari total 18,54±2,02 13,31±2,62 0,00
energi (%)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok setalah intervensi. Ditemukan beda yang bermakna
perlakuan, tidak ditemukan beda yang bermakna (p < 0,05) antara asupan lemak jenuh dan presentase
antara asupan serat sebelum dan setelah intervensi asupan lemak jenuh dari total energi sebelum dan
(p> 0,05). Nilai rata-rata serat total 13,70 g ± 5,49 setelah intervensi. Nilai rata-rata asupan lemak
mengalami penurunan menjadi 12,90 g ± 6,08 jenuh 25,84 g ± 7,03 dan presentase asupan lemak
40 Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

jenuh dari total energi 13,31 % ± 2,62 setelah 8,55 dan presentase asupan lemak jenuh dari total
intervensi mengalami penuruan jika dibandingkan energi 18,54% ± 2,02 sebelum intervensi.
dengan nilai rata-rata asupan lemak jenuh 48,88 g ±

Tabel 3. Perbedaan Asupan Serat dan Asupan Lemak Jenuh Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada
Kelompok Kontrol

Variabel Rerata ± SD Sig (p)


Pre Post
Asupan Serat (g) 12,23±4,24 9,15±7,58 0,09
Asupan Lemak Jenuh (g) 50,88±1,00 43,13±0,07 0,11
Prensentase Lemak Jenuh dari total energi (%) 19,38±2,95 17,05±2,81 0,13

Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok intervensi. Namun, nilai rata-rata asupan lemak
kontrol, tidak ditemukan beda yang bermakna pada jenuh 43,13 g ± 0,07 dan presentase asupan lemak
semua variabel, yaitu antara asupan serat, asupan jenuh dari total energi 17,05% ± 2,81 setelah
lemak jenuh dan presentase asupan lemak jenuh dari intervensi mengalami penuruan jika dibandingkan
total energi sebelum dan setelah intervensi (p> dengan nilai rata-rata asupan lemak jenuh 50,88 g ±
0,05). Nilai rata-rata serat total 12,23 g ± 4,24 1,00 dan presentase asupan lemak jenuh dari total
mengalami penurunan menjadi 9,15 g ± 7,58 setalah energi 19,38% ± 2,95 sebelum intervensi.

Tabel 4. Perubahan Asupan Serat dan Asupan Lemak Jenuh Sebelum dan Sesudah Intervensi Pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol
Rerata ± SD Sig
Variabel
Perlakuan Kontrol (p)
∆ Asupan Serat (g) -0,79±8,16 -3,08±6,72 0,72
∆ Asupan Lemak Jenuh (g) 23,04±1,33 7,75±1,53 0,03

Tabel 4 menunjukkan bahwa perubahan sehingga dapat memberikan bantuan baik secara
rata-rata asupan serat antara sebelum dan sesudah individual maupun kelompok kepada teman-
intervensi tidak mempunyai perbedaan yang temannya yang bermasalah.19 Konseling sebaya
signifikan (p>0,05) antara kelompok perlakuan dan telah banyak dilakukan dalam berbagai bidang,
kontrol. Perubahan rata-rata asupan lemak jenuh namun masih sedikit aplikasinya dalam bidang
antara sebelum dan sesudah penelitian terdapat gizi.25 Dalam penelitian ini, koseling sebaya
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara diaplikasikan sebagai intervensi masalah pada
kelompok perlakuan dan kontrol. Penurunan asupan remaja obesitas, yaitu kelebihan asupan lemak
lemak jenuh lebih besar terdapat pada kelompok jenuh dan kurang dalam asupan serat. Salah satu
perlakuan 23,04 g ± 1,33 dibandingkan dengan faktor yang penting dalam konseling gizi sebaya
kelompok kontrol 7,75 g ± 1,53. adalah konselor sebaya. Pemilihan teman sebaya
sebagai konselor ini dilatarbelakangi oleh faktor
keterikatan remaja dengan teman sebayanya.
Usia subjek penelitian relatif homogen Remaja biasa membandingkan diri dengan teman
yaitu berkisar antara 13-15 tahun yang termasuk dalam memilih makanan. Remaja overweight yang
dalam kategori remaja awal. Proporsi jenis kelamin memiliki teman overweight mengonsumsi kalori
subjek penelitian lebih banyak pada remaja putra lebih banyak dibandingkan dengan remaja
(90,9%) dibandingkan dengan remaja putri overweight yang memiliki teman tidak
(10,1%). Pada penelitian sebelumnya yang overweight.26
dilakukan di sekolah yang sama oleh Garnis Konseling gizi sebaya yang dilakukan
Retaningrum pada tahun 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 6 kali diharapakan mampu merubah
remaja laki-laki obesitas 80,36%, lebih banyak perilaku makan remaja yaitu meningkatnya asupan
dibandingkan dengan remaja perempuan 19.64%.24 serat dan menurunnya lemak jenuh. Hal ini
Konseling sebaya merupakan layanan didasarkan pada penelitian sebelumnya, yaitu
bantuan konseling yang diberikan oleh teman penelitian oleh Prahastuti menunjukkan hasil bahwa
sebayanya yang telah terlebih dahulu diberikan konseling dan pendidikan sebaya terbukti efektif
pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja putri
Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 41

pencegahan anemia di Kabupaten Subang.20 Dalam banyak mengandung garam tinggi, seperti snack,
penelitian ini konseling gizi sebaya efektif untuk kue kering, dan fast food.
menurunkan asupan lemak jenuh, namun belum Faktor lain yang memperngaruhi perilaku
berhasil meningatkan asupan serat. makan remaja adalah adanya peran sosok idola dan
Sebelum diberikan intervensi berupa media elektronik maupun massa.33 Sosok idola
konseling gizi sebaya, asupan serat seluruh merupakan sosok penting dalam perubahan perilaku
penelitian tidak memiliki beda (p>0,05). Setelah makan remaja. Pada perkembangan kognitif remaja,
diberikan konseling gizi sebanyak 6 kali, tidak mereka memiliki pemikiran dan keinginan untuk
terjadi perubahan asupan serat yang signifikan, baik untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan tokoh
pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Asupan idolanya.34 Sementara itu, di media yang beredar di
serat sebelum intervensi pada kelompok perlakuan masyarakat adanya sosok yang menggambarkan
adalah 13,70 g menjadi 12,90 g, sedangkan pada perilaku makan yang baik hampir tidak ada, padahal
kelompok kontrol terjadi perubahan asupan serat diperkirakan remaja usia 13-17 tahun
dari 12,23 g menjadi 9,15 g. Terjdinya penurunan menghabiskan 4,5 jam untuk menonton televisi, 2,5
asupan serat setelah diberikan intervensi ini jam mendengarkan radio, 1,5 jam menggunakan
disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor komputer, 1,2 bermain video game, dan 18 menit
yang berhubungan dengan kesulitan perubahan membaca majalah, serta kemajuan teknologi yang
perilaku makan, khususnya meningkatkan asupan menjadikan hampir setiap remaja menggunakan
serat adalah ketersediaan dan kualitas bahan gadget sekarang ini.33 Hal tersebut sangat
makanan, biaya yang dibutuhkan untuk berpeluang untuk dijadikan media perubahan
mendapatkan bahan makanan, waktu persiapan perilaku makan remaja. Untuk itu, perlu adanya
makanan, rasa dan faktor lain yang menghalangi sosok figur di media yang memiliki asupan serat
individu untuk merubah perilaku makannya.27 baik untuk mendorong terjadinya peningkatan
Ketersediaan dan motivasi orang tua dalam perilaku makan ke arah yang lebih baik, khusunya
menyediakan buah dan sayur di rumah memiliki peningkatan asupan serat.
peran penting dalam konsumsi serat sehari-hari. Asupan lemak jenuh sebelum diberikan
Ketersediaan dan akses terhadap makanan sumber intervensi antara kedua kelompok relatif sama
serat berhubungan positif terhadap asupan serat (p>0,05). Perubahan rerata asupan lemak jenuh
remaja.28 Sebagian besar orang tua khususnya ibu antara sebelum dan sesudah intervensi memiliki
dari subjek penelitian bekerja, sehingga tidak dapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Berdasarkan
memastikan ketersediaan maupun mempersiapkan nilai rata-rata, penurunan asupan lemak jenuh dapat
sayur dan buah di rumah. Maka diasumsikan bahwa dilihat lebih besar terdapat pada kelompok
kemampuan orang tua dalam menyediakan buah perlakuan 23,04 g atau 5,23% dari energi total
ditingkat rumah tangga masih fluktuatif. Hill et al. dibandingkan dengan kelompok kontrol 7,75 g atau
melaporkan bahwa remaja usia 13-16 tahun 2,33% dari energi total. Lemak jenuh terkandung
mengaharapkan orang tua mereka untuk membeli dalam produk hewani seperti lemak yang menempel
dan menyediakan sayur dan sayur dan buah bagi pada daging, krim, keju, dan mentega, dan produk
mereka, remaja usia tersebut tidak berpikir untuk nabati pada minyak kelapa dan minyak kelapa sawit
membeli sayur dan buah dengan uang saku mereka dan produk olahannya. Junk food dan fast food
sendiri.29 Selain itu, ketersediaan makanan yang merupakan produk olahan makanan yang
mengandung serat di kantin sekolah juga sangat mengandung lemak jenuh. Keduanya memiliki rasa
rendah. Sayur dan buah sebagai sumber serat lezat yang menjadikan remaja gemar
membutuhkan persiapan sebelum dikonsumsi, mengonsumsinya, khususnya pada akhir pekan.
sementara itu remaja, khususnya remaja laki-laki Setelah diberikan konseling, pengetahuan remaja
memiliki keterampilan yang terbatas untuk mengenai makanan-makanan yang mengandung
mempersiapkan dan mengolah makanan sumber lemak jenuh tinggi meningkat sehingga remaja
serat, khususnya sayuran.30 Beberapa penelitian lebih selektif dalam memilih makanan, selain itu
meyimpulkan bahwa rasa merupakan alasan utama remaja mampu mengurangi asupan makanan
sulitnya meningkatkan asupan serat, khususnya dengan kandungan lemak jenuh tinggi yaitu dengan
sayuran. Sayuran dikaitkan dengan rasa yang mengurangi frekuensi dan jumlah konsumsi
negatif dan tidak menyenangkan bagi remaja, makanan-makanan tersebut. Menurut Susanti,
seperti pahit, asam, tidak memiliki rasa, lunak, terdapat hubungan yang bermakna antara
membosankan, dan terlalu kuat.31 Kecenderungan pengetahuan remaja dengan kebiasaan konsumsi
remaja lebih menyukai makanan yang manis dan makanan cepat saji. Semakin baik pengetahuan
42 Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016

remaja, maka semakin jarang remaja Tubuh (Imt) Pada Remaja. [Skripsi]. FK
mengkonsumsi makanan cepat saji.35 Universiatas Diponegoro. 2013
7. Rosita I, Marhaeni D, Mutyara K. Konseling Gizi
SIMPULAN Transtheoritical Model Dalam Mengubah Perilaku
Makan Dan Aktivitas Fisik Pada Remaja
Terdapat perbedaan asupan lemak jenuh
Overweight Dan Obesitas :Suatu Kajian Literatur.
sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok Universitas Padjajaran. Bandung.
perlakuan, namun tidak ditemukan perbedaan 8. Hassan NE, Zaki ST, Azza G, Hala E. Diet Quality
asupan serat. Pada kelompok kontrol, tidak terdapat in Egyptian Obese Children and Adolescent.
perbedaan asupan serat dan asupan lemak jeuh Journal of American Science. 2010;6 (11)
sebelum dan sesudah intervensi. Konseling gizi 9. Dorothy J. Dietary intakes of Greek urban
sebaya memiliki pengaruh terhadap penurunan adolescent do not meet the recommendations. 2006.
asupan lemak jenuh, namun tidak berhasil p. 18-26
meningkatkan asupan serat pada remaja obesitas. 10. Juturu V. Trans Fatty Acids and Cardiometabolic
Syndrome. AOC Press. Urbana: 2009
11. Angka Kecukupan Gizi (AKG). Angka Kecukupan
SARAN
Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Air
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai yang dianjurkan untuk orang Indonesia (per orang
pengaruh konseling gizi sebaya terhadap asupan per hari). 2012
makanan pada remaja obesitas dengan meneliti 12. Tetens I, Alinia S. The Role of Fruit Consumption
variabel lain, seperti pengetahuan, sikap, perilaku in the Prevention of Obesity. Departmen of
dan pengkuran perubahan berat badan. Frekuensi Nutrition, National Food Institute, Tecnical
konseling sebaiknya dilakukan satu kali dalam University of Denmark. Journal of Horticultural
seminggu untuk menghindari kebosanan subjek Science & Biotechnology. 2009
penelitian. Selain itu perlu adanya dukungan dari 13. Christina, Dilla., 2008. Faktor-Faktor yang
orang tua untuk menyediakan makanan sehat, berhubungan dengan Kejadian Obesitas Pada
Perusahaan Migas di Kalimantan Timur, Skripsi.
khususnya sumber serat di rumah dan motivasi dari
FKM. U
guru kepada siswa untuk selektif dalam memilih 14. Carvalho EB, et al. Fiber Intake, Constipation, and
makanan. Overweight Among Adolescent Living in sao Paulo
City. 2006. Nutrition 22. 744-749
UCAPAN TERIMA KASIH 15. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan
Terima kasih peneliti sampaikan kepada Gizi Rumah Sakit (PGRS). 2013
dosen pembimbing dan penguji atas bimbingan dan 16. Podojoyo, Susyani, Nuryanto. Konseling Gizi
saran yang membangun dalam penulisan karya tulis Terhadap Penurunan Berat Badan Remaja
ini. Selain itu juga kepada seluruh dan pihak yang Overweight dan Obes di Kota Palembang. Jurnal
telah berpartisipasi sehingga penelitian ini dapat Pembangunan Manusia. 2006.
17. Sarah JS, Kayla H, Julie CB, Roel CJH. Influence
diselesaikan.
of Peers and Friends on Children’s and
Adolescents’Eating and Activity Behaviors.
DAFTAR PUSTAKA Physiol Behav. 2012; 106(3): 369-378
1. Dieny, Fillah Fithra.. Periode Remaja dalam 18. Mette R, et al. Determinants of Fruit and Vegetable
Permasalahan Gizi pada Remaja Putri. Yogyakarta: Consumption Among Children and Adolesent: A
Graha Ilmu. 2014. p 2 Review of the Literature. International Journal of
2. Sulistyoningsih H. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Behavioral and Nutrition and Physical Activity.
Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011 2006, 3:22
3. Savvas CS, Yiannis AK, Charalampos H, Michael 19. Bruening M, et al. Relationship between
JT. Overweight and obesity prevalence and trends Adolescents’ and Their Friends’ Eating Behaviors:
in children and adolescents in Cyprus 2000—2010. Breakfast, Fruit, Vegetable, Whole-Grain, and
Obesity Research & Clinical Practice. 2014. 8, p Dairy Intake. 2012. Academy of Nutrition and
426-434 Dietetics.
4. Gruhl E, Karen AVL. Motivational Interviewing for 20. Fathiyah KN, Farida H. Konseling Sebaya untuk
Adolescents: Behavior Counseling for Diet and Meningkatan Efikasi Diri Remaja terhadap Perilaku
Exercise. J for Nurse Practioners. 2014. p 493-496 Berisiko. FIP. UNY
5. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Status Gizi 21. Prahastuti, Brian Sri. Efektivitas konseling dan
Remaja Umur 13-15 Tahun. Badan Penelitian dan pendidikan sebaya untuk meningkatkan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, pengetahuan, sikap dan perilaku remaja putri usia
Republik Indonesia. 2013 15-19 tahun dalam pencegahan terhadap anemia di
6. Dewi, Ulfah Pusita. Hubungan Antara Densitas Kabupaten Subang. [Tesis] Magister Perilaku
Energi Dan Kualitas Diet Dengan Indeks Massa
Journal of Nutrition College, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 43

Promosi Kesehatan UGM. Universitas Gadjah


Mada. 2009
22. Suwijo. Konseling Teman Sebaya (Peer
Counseling) Untuk Mengembangkan Resiliensi
Remaja. 2008. FIP. UNY
23. Dewi, Ratna AP. Pengungkapan diri (Self
disclosure) Siswa Dalam Pelaksanaan Konseling di
SMAN 4 Malang. Skripsi. Universitas Negeri
Malang. Program Studi Bimbingan dan Konseling.
2008
24. Retnaningrum G. Kualitas Diet dan Aktivitas Fisik
pada Remaja Obesitas dan Non Obesitas. Skripsi.
FK UNDIP. Program Studi Ilmu Gizi. 2015
25. Tallant A, Marques B, Martinez N. Dietary
Changes Among First Year University Students:
The Peer-to-Peer (P2P!) Nutrition Project. The
Open Nutrition Journal, 2015, 9, (Suppl 1-M3) 22-
27
26. Peer effects, fast food consumption and adolescent
weight gain. Montreal: scientific series; 2011
27. Madruga SW, Araújo CL, Bertoldi AD. Frequency
of fiber-rich food intake and associated factors in a
Southern Brazilian population. Cad. Saúde Pública,
Rio de Janeiro, 2009 25(10):2249-2259
28. Noia JD, Byrd-Bredbenner C. Adolescent Fruit and
Vegetable Intake: Influence of Family Support and
Moderation by Home Availability of Relationships
with Afrocentric Values and Taste Preferences. J
Acad Nutr Diet. 2013;113:803-808.
29. Valmórbidaa JL,. Vitolo MR. Factors associated
with low consumption of fruits and vegetables by
preschoolers of low socio-economic level. J Pediatr
(Rio J). 2014;90(5):464---471
30. Zhang Q, Fu L. Review of the Multi-Level Factors
Contributing to Fruit and Vegetable Consumption
in the US. N A J Med Sci. 2011;4(4):232-237.
31. Krølner et al. Determinants of fruit and vegetable
consumption among children and adolescents: a
review of the literature. Part II: qualitative studies.
International Journal of Behavioral Nutrition and
Physical Activity 2011, 8:112
32. Santoso AMP, Serat Pangan (Dietary Fiber) dan
Manfaatnya bagi Kesehatan. Fakultas Teknologi
Pertanian, Unwidha Klaten. Magistra No. 75 Th.
XXIII Maret 2011 35. ISSN 0215-9511
33. Stang JS, Larson N. Nutrition in Adolescent. In:
Mahan LK, Stump SE, Raymond JL. Krause’s Food
& Nutrition Therapy. 13th ed. St. Louis: Saunders
Elsevier. 2012: 418
34. Dacey. Kenny. Adolescent Development 2nd ed.
New York: Mc Graw Hill. 2001
35. Susanti, E. Beberapa Faktor yang Berhubungan
dengan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji
(Fast Food) Siswa SMA N 4 Jember. [Skripsi]
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember. 2008.

You might also like