Sistem Produksi Pupuk Organik Padat (POP) Pada PT. Sirtanio Organik Indonesia Di Kabupaten Banyuwangi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Sistem Produksi Pupuk Organik Padat (POP)

Pada PT. Sirtanio Organik Indonesia di


Kabupaten Banyuwangi
Nur Ida Suryandari1*, Triana Dewi Hapsari2
1 Student of Agribusiness Study Program, Faculty of Agriculture University of Jember;
[email protected]
2 Lecturers of Agribusiness Study Program, Faculty of Agriculture, University of Jember;

[email protected]
* Nur Ida Suryandari: [email protected]; Tel.: +62-852-362-123-27

Abstract: Organic farming is an alternative to the concept of sustainable agriculture. Organic


farming is defined as a plant production system based on the recycling of biological nutrients.
Plant recycling and animal nutrition in organic farming is used as input material or commonly
called agroinput, one of which is organic fertilizer. Based on the need of solid organic fertilizer
(SOF) is large enough to meet the needs of its partner farmers, PT. Sirtanio Organic Indonesia
(SOI) since 2015 produces solid organic fertilizer (SOF) independently. Based on this, researchers
want to study related to solid organic fertilizer production system (SOF) at PT. SOI. The
sampling method in this research was conducted on the production division of solid organic
fertilizer of PT. SOI. The data used are primary data obtained from interview and observation. The
research method used is descriptive analysis. Descriptive analysis is used to determine the solid
production system of organic fertilizer. The results showed that the layout of production facilities
applied is the layout of facilities based on the product, organic fertilizer production process is done
in accordance with SOP, type of production process of solid organic fertilizer in PT. SOI is a
mixed production process.

Keywords: organic agriculture, production system, solid organic fertilizerAbstrak: Pertanian


organik adalah alternatif dari konsep pertanian berkelanjutan. Pertanian organik
didefinisikan sebagai sistem produksi tanaman berdasarkan daur ulang nutrisi biologis.
Daur ulang tanaman dan nutrisi hewan dalam pertanian organik atau bahan yang biasa
digunakan disebut agroinput, salah satunya adalah pupuk organik. Berdasarkan
kebutuhan pupuk organik padat (POP), yang besar untuk memenuhi kebutuhan petani,
maka PT. Sirtanio Organik Indonesia (SOI) sejak Tahun 2015 memproduksi pupuk
organik padat (POP) secara mandiri. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mempelajari
terkait dengan sistem produksi pupuk organik padat (POP) di PT. Sirtanio Organik
Indonesia. Metode pengambilan sampel dilakukan pada divisi produksi pupuk organik
padat dari PT. Sirtanio Organik Indonesia. Data yang digunakan adalah data primer
yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Metode penelitian yang digunakan
adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menentukan sistem
produksi padat pupuk organik padat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata letak
fasilitas produksi diterapkan berdasarkan aliran produk, proses produksi dilaksanakan
sesuai standar operasional, dan jenis proses produksi pupuk organik padat di PT.
Sirtanio Organik Indonesia adalah proses produksi campuran.

Kata Kunci: pertanian organik, sistem produksi, pupuk organik padat

Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember


324
03 November 2018
1. Pendahuluan
Pertanian organik didefinisikan sebagai suatu sistem produksi tanaman yang
berasaskan daur ulang hara secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah
tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan
struktur tanah. Filosofi yang melandasi pertanian organik yaitu mengembangkan prinsip-
prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan
untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants). Daur ulang hara tanaman dan ternak
tersebut dalam pertanian organik digunakan sebagai bahan masukan atau biasa disebut
dengan agroinput yang salah satunya yaitu pupuk organik (Sutanto, 2002:1).
Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang pada mulanya digalakkan
setelah terdapat dampak-dampak negatif yang timbul akibat pelaksanaan revolusi hijau
dengan memanfaatkan masukan (input) berbahan kimia yang menimbulkan beberapa
dampak negatif yaitu kerusakan lingkungan, cemaran residu kimia, penurunan
keanekaragaman hayati, penurunan produktivitas, dan kemunduran kesuburan lahan.
Untuk mengatasi dampak tersebut, pemerintah mulai menangkap sebuah konsep
pertanian organik sebagai sebuah alternatif sistem pertanian yang berkelanjutan
(Soemarno, 2007). Penerapan pertanian organik memerlukan dukungan dari subsistem
agroinput yang salah satunya yaitu terkait dengan penyediaan pupuk organik.
Menurut Lepongbulan et al (2017), pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat
dari bahan alam dan memiliki ciri kandungan haranya banyak tetapi dalam jumlah
sedikit. Penggunaan pupuk organik pada tanaman tidak hanya memberikan unsurunsur
yang dibutuhkan tanaman, tetapi juga dapat memperbaiki struktur tanah. Pupuk organik
memiliki dua jenis yaitu pupuk organik cair (POC) dan pupuk organik padat (POP).
Pupuk organik yang digunakan oleh petani pada umumnya terdiri dari dua macam
yaitu pupuk organik padat (POP) dan pupuk organik cair (POC). Pupuk yang digunakan
pada kegiatan pertanian konvensional pada umumnya menggunakan pupuk urea, SP-36,
dan KCl. Pada pertanian konvensional setiap hektar lahan sawah untuk budidaya padi
memerlukan pupuk urea sebanyak 300 Kilogram, pupuk SP-36 sebanyak 50 Kilogram, dan
pupuk KCl sebanyak 50 Kilogram. Untuk mengkonversi kebutuhan pupuk-pupuk kimia
tersebut, maka dalam penerapan pertanian organik dibutuhkan pupuk organik padat
(POP) sebanyak 5 Ton pada setiap hektarnya dalam satu kali musim tanam komoditas padi
sedangkan pupuk organik cair (POC) yang digunakan yaitu sebanyak 2 liter per hektar
lahan sawah pada satu kali musim tanam (Permentan, 2007). Berdasarkan hal tersebut
maka kebutuhan pupuk organik padat (POP) memiliki presentase yang lebih besar
dibandingkan dengan kebutuhan pupuk organik cair (POC). Merujuk pada Good
Agriculture Practices pada Permentan No. 48/Permentan/OT.140/10/2006, pemupukan
diusahakan memenuhi lima tepat yaitu (1) tepat jenis, (2) tepat mutu, (3) tepat waktu, (4)
tepat dosis, dan (5) tepat cara.
Salah satu perusahaan swasta di Kabupaten Banyuwangi yang bergerak di bidang
pertanian organik yaitu PT. Sirtanio Organik Indonesia. PT Sirtanio Organik Indonesia
pada bulan September sampai bulan Desember 2016 memiliki lahan pertanian organik
seluas 30,675 hektar bekerjasama dengan 57 petani mitra. Sebagai perusahaan pertanian
organik yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, PT.Sirtanio Organik Indonesia selain
memproduksi dan memasarkan beras organiknya juga memproduksi agroinput yaitu
pupuk organik dan agen hayati secara mandiri.
Pengelolaan pupuk organik padat (POP) yang dilakukan oleh PT Sirtanio Organik
Indonesia didukung oleh ketersediaan bahan baku yaitu kotoran ternak kambing yang
melimpah. Penggunaan kotoran ternak kambing sebagai bahan baku dilakukan untuk
menghasilkan pupuk organik padat dengan kualitas yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh pemerintah. Menurut Fitasari et al (2017), sistem produksi menjadi penting

Pembangunan Pertanian dan Peran Pendidikan Tinggi Agribisnis: 325


Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0
untuk dilakukan karena potensi kotoran ternak tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal
apabila sistem produksi yang dilakukan tidak sesuai dengan standar. Berdasarkan hal
tersebut, untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan maka sistem produksi pupuk
organik padat yang diterapkan harus diperhatikan. Sistem produksi pupuk organik padat
penting untuk diperhatikan karena penerapan sistem produksi yang tepat dapat
mempengaruhi kualitas pupuk organik yang dihasilkan dan dapat mempermudah proses
produksi pupuk organik padat yang dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengkaji terkait dengan: penerapan
sistem produksi pupuk organik padat (POP) ditinjau dari :
1. Tata letak fasilitas produksi pupuk organik padat (POP),
2. Proses produksi pupuk organik padat (POP),
3. Tipe proses produksi pupuk organik padat (POP).

2. Metode
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive method). Daerah
penelitian yang dipilih adalah Desa Sumberbaru Kecamatan Singojuruh Kabupaten
Banyuwangi karena pada daerah tersebut terdapat perusahaan yang bergerak pada
usaha padi organik yaitu PT. Sirtanio Organik Indonesia. PT. Sirtanio Organik Indonesia
merupakan perusahaan pertama Se-Karisidenan Besuki yang mendapatkan sertifikasi
organik dari LeSOS yaitu pada Tahun 2012.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk
menjelaskan tentang sistem produksi dari aspek tata letak (layout) produksi, proses
produksi, dan tipe proses produksi. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling. responden yang digunakan dalam penelitian yaitu manajer produksi
pupuk organik padat (POP), tenaga kerja, dan pemasok kotoran ternak kambing.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yaitu dilakukan
dengan observasi langsung dan wawancara terstruktur guna mendapatkan informasi
terkait dengan tata letak fasilitas produksi, proses produksi, dan tipe proses produksi
pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik Indonesia. Metode dokumentasi juga
digunakan untuk mendapatkan gambaran terkait dengan tata letak fasilitas produksi
pupuk organik padat yang diterapkan.
Permasalahan mengenai sistem produksi pupuk organik padat (POP) pada PT.
Sirtanio Organik Indonesia di Desa Sumberbaru Kecamatan Singojuruh Kabupaten
Banyuwangi menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk
menjelaskan terkait tipe tata letak fasilitas produksi, proses produksi, dan tipe proses
produksi pupuk organik padat (POP) pada PT. Sirtanio Organik Indonesia.

3. Hasil Analisis dan Pembahasan


Kegiatan produksi pupuk organik padat (POP) pada PT. Sirtanio Organik Indonesia
membentuk suatu sistem produksi. Menurut Ahyari (2002:96), sistem produksi
merupakan gabungan beberapa dari beberapa unit atau elemen yang saling
berhubungan dan saling menunjang untuk melaksankan proses produksi dalam suatu
perusahaan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, kegiatan produksi pupuk organik padat yang
dilaksanakan pada PT. Sirtanio Organik Indonesia termasuk ke dalam sistem produksi
karena melibatkan elemen-elemen yaitu produk pupuk organik padat (POP), lokasi
produksi pupuk organik padat (POP), letak fasilitas produksi pupuk organik padat
(POP), lingkungan tenaga kerja pada produksi pupuk organik padat (POP), serta standar
produksi pupuk organik padat yang telah ditetapkan perusahaan. Elemen-elemen
tersebut saling berhubungan dan saling menunjang antara satu dengan elemen lainnya

Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember


326
03 November 2018
dalam kegiatan produksi pupuk organik padat (POP) sehingga dapat menghasilkan
produk pupuk organik padat (POP) sesuai yang telah ditetapkan perusahaan.

3.1. Tata Letak Fasilitas Produksi (Layout Produksi)


Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008:7), tata letak fasilitas dapat didefinisikan
sebagai kumpulan unsur-unsur fisik yang diatur mengikuti aturan tertentu. Tata letak
fasilitas merupakan bagian perancangan fasilitas yang lebih berfokus pada unsur-unsur
fisik berupa mesin, peralatan, meja, bangunan dan sebagainya. Menurut Yamit (2002),
terdapat empat tipe layout yang biasa digunakan oleh perusahaan yaitu (a) tata letak
fasilitas pabrik berdasarkan proses (layout proses), (b) tata letak fasilitas pabrik
berdasarkan aliran produk (layout produk), (c) tata letak fasilitas pabrik berdasarkan
posisi tetap (layout posisi tetap), dan (d) tata letak fasilitas pabrik berdasarkan kelompok
(layout kelompok).
Menurut Heizer dan Render dalam Maheswari et al (2015), tata letak memiliki
banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal
kapasitas, proses, fleksibilitas, biaya, kualitas lingkungan kerja, kontak dengan
pelanggan dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif dapat membantu organisasi
mencapai sebuah strategi yang menunjang differensiasi, biaya rendah dan respon yang
cepat.
Berdasarkan hasil penelitian lapang, fasilitas yang digunakan dalam kegiatan
produksi pupuk organik padat (POP) pada PT. Sirtanio Organik Indonesia yaitu tempat
penyimpanan bahan baku dan bahan pendukung, kolam air, mesin pencacah kasar
(chopper), mesin ayak, mesin pencacah halus (chopper mill), serta alat penunjang kegiatan
operasional produksi pupuk organik padat seperti cangkul, garu, gembor, timbangan,
sekop, drum.
Tata letak fasilitas produksi yang terdapat pada kegiatan produksi pupuk organik
padat (POP) PT. Sirtanio Organik Indonesia termasuk dalam tipe tata letak fasilitas
pabrik berdasarkan aliran produk (layout produk). Hal tersebut dikarenakan tata letak
fasilitas yang dimiliki adalah sebagai berikut:
a. Produk yang diproduksi hanya satu jenis, yaitu pupuk organik padat (POP) dengan
menggunakan bahan baku kotoran kambing.
b. Volume pupuk organik padat (POP) yang diproduksi cukup besar yaitu dapat
mencapai 10 ton dalam satu kali produksi.
c. Pupuk organik padat dalam satu kali produksi memerlukan waktu yang lama yaitu
10 hari.
d. Kegiatan produksi pupuk organik padat (POP) dilakukan dengan menggunakan
perencanaan yang sederhana, karena produk yang dihasilkan hanya satu macam dan
telah terdapat standar operasional produksi dalam melaksanakan kegiatan
produksinya.
e. Proses produksi pupuk organik padat (POP) yang dilakukan memungkinkan untuk
dilakukan kontrol atau pengawasan, karena proses produksi yang tidak kompleks.
Keuntungan dari penerapan tata letak fasilitas berdasarkan produk yaitu:
a. Memperlancar aliran material yang digunakan
b. Inventori atau jumlah persediaan bahan dalam proses kecil
c. Pemindahan bahan dapat diminimalisir karena jarak antar mesin dekat
d. Tidak memerlukan tenaga kerja dengan skill yang tinggi
e. Pengawasan Proses Produksi dapat dilakukan dengan mudah
Kelemahan dari penerapan tata letak fasilitas berdasarkan produk yaitu:
a. Waktu produksi ditentukan oleh mesin yang paling lambat
b. Memerlukan mesin khusus dan umumnya mahal.

Pembangunan Pertanian dan Peran Pendidikan Tinggi Agribisnis: 327


Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0
Gambar 1. Tata Letak Fasilitas Produksi POP pada PT.SOI

3.2. Proses Produksi Pupuk Organik Padat


Pupuk organik padat yang di produksi oleh PT. Sirtanio Organik Indonesia
dikenal sebagai pupuk organik hayati efektif. Pupuk organik hayati efektif merupakan
pupuk organik yang mengandung bahan organik dan mikroorganisme yang berperan
dalam perbaikan tanah. Pupuk organik padat yang di produksi oleh PT. Sirtanio organik
Indonesia menggunakan bahan baku kotoran ternak kambing dan bahan pembantu
lainnya seperti baglog jamur dan bekatul. Bahan lainnya yang digunakan dalam
pembuatan pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik Indonesia yaitu dekomposer,
tetes tebu atau molase, bekatul, dan air. Berikut merupakan kegiatan proses produksi
pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik Indonesia:
a. Pencampuran Bahan Baku dan Bahan Pembantu
Bahan baku yaitu kotoran kambing yang dalam kondisi kering akan dicampurkan
dengan baglog jamur dengan perbandingan 4:1. Cara pencampurannya sederhana
yaitu dengan menggunakan sekop.
b. Penghalusan dengan Mesin Chopper
Bahan baku yaitu kotoran kambing yang telah dicampur dengan baglog jamur
dengan perbandingan komposisi 4:1 selanjutkan akan dihaluskan dengan Mesin
chopper.
c. Pengayakan
Proses pengayakan akan menghasilkan dua bentuk bahan yaitu bahan yang sudah
halus dan bahan yang masih kasar yaitu bahan yang masih berbentuk kotoran
kambing yang utuh pada umumnya. Bahan yang sudah halus akan dikumpulkan di
area fermentasi sedangkan bahan yang masih kasar akan dihaluskan kembali dengan
menggunakan mesin pencacah halus.
d. Penghalusan dengan Mesin Pencacah Halus
Mesin pencacah halus akan menghaluskan bahan yang masih kasar dan
menghasilkan bahan yang telah halus yang siap untuk di fermentasi.
e. Penambahan Bekatul
Bekatul yang ditambahkan dibagian permukaan bahan yang sudah benar-benar
biasanya sebanyak 20 kg. Bekatul berperan sebagai makanan bagi mikroorganisme
yang terkandung di dalam dekomposer yang digunakan.
f. Penyiraman Dekomposer dan Molase
Dekomposer yang akan digunakan terlebih dahulu dicampurkan dengan air tetes
tebu atau biasa disebut dengan molase. Campuran dekomposer dan molase kemudian

Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember


328
03 November 2018
di siramkan diatas permukaan bahan yang telah dihaluskan dan telah ditambahkan
bekatul. Menurut Suastuti dalam Kusuma et al (2017), molase adalah hasil samping
industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, trace element, dan kandungan gula
yang cukup tinggi terutama kandungan sukrosa sekitar 34% dan kandungan total
karbon sekitar 37%. Penambahan molase menyebabkan peningkatan kandungan C-
Organik, dan kandungan N-Total dalam pengolahan limbah isi rumen sebagai pupuk
padat. Dalam penambahan 60 ml molase, dapat meningkatkan kandungan C-Organik
3,21%, dan kandungan N-Total 0,174%.
g. Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan selama kurang lebih 10 hari terhitung setelah proses
penyiraman bahan dengan dekomposer. Setelah kurang lebih 10 hari proses
fermentasi, maka pupuk organik akan matang. Selama proses fermentasi, suhu bahan
tidak boleh melebihi 500 C dalam waktu lima jam. Ketika suhu 500 C terjadi melebihi
waktu lima jam maka bahan yang difermentasi tidak dapat digunakan sebagai pupuk
organik karena akan terjadi pembusukan. Menurut Ahmad (2017), kenaikan
temperatur dalam timbunan bahan organik menguntungkan mikroorganisme
termofilik. Akan tetapi, apabila temperatur melebihi 65-700C, kegiatan
mikroorganisme akan menurun karena kematian organisme akibat panas yang tinggi.
h. Pengemasan
Pengemasan dilakukan dengan memasukkan pupuk organik padat ke dalam karung
yang berlabelkan ―JP40 MINAKJINGGO‖. Kapasitas tiap karungnya yaitu 20
kilogram.

3.3 Tipe Proses Produksi Pupuk Organik Padat


Tipe produksi merupakan rangkaian secara keseluruhan proses produksi pupuk
organik padat yang dilakukan sehingga dapat membentuk suatu tipe produksi tertentu.
Menurut Yamit (2002:117), penentuan tipe proses produksi didasarkan pada beberapa
faktor yaitu volume atau jumlah produk yang dihasilkan, kualitas produk yang
disyaratkan, peralatan yang tersedia untuk melaksanakan proses. Berdasarkan faktor-
faktor tersebut, rangkaian keseluruhan proses produksi dapat digolongkan ke dalam
salah satu dari tiga tipe proses produksi yaitu tipe proses produksi terus-menerus atau
kontinu, proses produksi intermeten, atau proses produksi campuran.
Menurut Downey dan Ericson (2009), semua proses produksi membentuk bagian
dari jaringan produksi yang menyeluruh. Jaringan menyeluruh tersebut bisa mengambil
salah satu bentuk atau dua tipe produksi, yaitu tipe produksi yang berkesinambungan
dan yang terputus-putus, tergantung pada kesinambungan produksi.
PT. Sirtanio Organik Indonesia tergolong agroindustri hulu karena memproduksi
pupuk organik padat dengan menggunakan bahan baku kotoran ternak kambing. Proses
produksi pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik Indonesia termasuk ke dalam
tipe proses produksi campuran. Penentuan tipe proses produksi tersebut didasarkan atas
penggabungan yang diterapkan oleh PT. Sirtanio Organik Indonesia antara tipe proses
produksi terus-menerus dan tipe proses produksi terputus-putus atau intermeten.
Penentuan tipe proses produksi pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik
Indonesia didasarkan atas beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
a. POP dihasilkan dalam jumlah yang besar.
b. Jenis produk yang dihasilkan hanya satu jenis yaitu POP.
c. Mesin yang digunakan dalam produksi POP bersifat khusus untuk menghasilkan
POP.
d. Tidak dibutuhkan tenaga kerja dengan keahlian khusus untuk mengoperasikan mesin
yang digunakan.

Pembangunan Pertanian dan Peran Pendidikan Tinggi Agribisnis: 329


Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0
e. Apabila kerusakan pada salah satu mesin maka produksi POP terhenti.
f. Tenaga kerja yang digunakan sedikit yaitu empat orang.
g. Bahan-bahan dalam pembuatan POP dipindahkan dengan tenaga manusia.
h. Adanya ruang gerak yang besar untuk memindahkan bahan-bahan yang digunakan.
Kelebihan yang didapatakan oleh PT. Sirtanio Organik Indonesia dalam
menerapkan tipe proses produksi campuran yaitu:
a. Harga pokok produksi per unit rendah.
b. Tidak memerlukan tenaga kerja dengan skill khusus untuk mengoperasikan mesin
yang digunakan.
c. Pemindahan bahan yang digunakan dapat menggunakan tenaga manusia.
Kelemahan yang didapatakan oleh PT. Sirtanio Organik Indonesia dalam
menerapkan tipe proses produksi campuran yaitu pabila salah satu mesin mengalami
kerusakan atau gangguan maka proses produksi POP terhenti.

4. Kesimpulan
Sistem produksi pupuk organik padat pada PT. Sirtanio Organik Indonesia
dilihat berdasarkan aspek tata letak fasilitas produksi, proses produksi, dan tipe proses
produksi. Tata letak fasilitas produksi pupuk organik padat yaitu tata letak fasilitas
berdasarkan produk. Proses pengolahan pupuk organik telah sesuai dengan SOP. Tipe
proses produksi pupuk organik padat yaitu tipe proses produksi campuran.

Pustaka
Ahyari, Agus. 2002. Manajemen Produksi: Perencanaan Perencanaan Sistem Produksi. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.

Ahmad P.M.K., D. Biyantoro., dan Margono. 2017. Pengaruh Penambahan EM-4 dan Molasses
terhadap Proses Composting Campuran Daun Angsana (Pterocarpus indicun) dan Akasia
(Acasia auriculiformis). Rekayasa Proses, 1(11):19-23.

Arga, P.K., T. Istirokhatun., dan Purwono. Pengaruh Penambahan Urin Sapi dan Molase terhadap
Kandungan C-Organik dan Nitrogen Total dalam Pengolahan Limbah Padat Isi Rumen
RPH dengan Pengomposan Aerobik. Teknik Lingkungan, 1(6):1-9.

Downey, W. David dan Erickson, Steven P. 2009. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Erlangga.

Fitasari, Fiky., T.D Hapsari., dan E.B. Kuntadi. 2017. Efisiensi Biaya Produksi Pupuk Organik pada
Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) Tani Mandiri I B di Desa Lombok Kulon
Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso. Agribisnis Indonesia, 1(5): 11-26.

Lepongbulan, W., V.M.A. Tiwow., dan A.W.M. Diah. 2017. Analisis Unsur Hara Pupuk Organik
Cair dari Limbah Ikan Mujair (Oreochromis Mosambicus) Danau Lindu dengan Variasi
Volume Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol Pisang. Akademika Kimia, 6(2): 92-97.

Maheswari, Hesti dan Achmad Dany Firdauzy. 2015. Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi untuk
Meningkatkan Efisiensi Kerja pada PT. Nusa Multilaksana. Ilmiah Manajemen dan Bisnis,
3(1):1-27.

Soemarno. 2007. Teknologi Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan Nasional di Masa
Depan. IPTEK Tanaman Pangan, 2(2):131-153.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.

Yamit, Zulian. 2002. Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: Ekonisia

Seminar Nasional Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember


330
03 November 2018

You might also like