11393-Article Text-34389-1-10-20160504 PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Versi Online: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip J. Teknol.

dan Industri Pangan


DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015 ISSN: 1979-7788
Hasil Penelitian Terakreditasi Dikti: 80/DIKTI/Kep/2012

SIFAT KIMIA SELAI BUAH NAGA, KOMPOSISI MIKROFLORA DAN


PROFIL SCFA FESES RELAWAN

[Chemical Properties of Drugon Fruit Jam, Microflora Composition and


SCFA Profile of Human Volunteer Faecal]

Nurhayati*, Gama Kusuma, dan Maryanto


Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember , Jember

Diterima 16 Maret 2015 / Disetujui 16 Desember 2015

ABSTRACT
Dragon fruit contains oligosaccharides, Including preb iotic ingredients, that are namely raffinose,
stachyose, and fructo-oligosaccharides. The heat treatment process like jam producing can affect the
functional properties of a food material. The aim of the research wereto know the effect of jam processing
on chemical properties, and their preb iotic properties. Evaluation of the preb iotic properties was conducted
b y in vivo method i.e. prob iotic and enterob acteria population of volunteers faecal (microflora composition),
preb iotic index (PI) value and Short Chain Fatty Acid (SCFA) profile. The result showed that the
processing of dragon fruit into jams decreased water content, β-sianin and dissolved particles b ut
increased the Insolub le Indigestib le Fraction (IIF). The PI value of dragon fruit jam were 1.70 for white
dragon jam and 1.18 for red dragon fruit. The jam processing decreased PI value up to 0.49 (red dragon
fruit jam) and 0.54 (white dragon fruit jam). The fresh dragon fruit and the jam produced short chain fatty
acid (SCFA) i.e. acetic and propionic acid. It can b e concluded that preb iotic properties of white dragon
fruit b etter than red dragon fruit.

Keywords: oligosaccharide, preb iotic index (PI), SCFA, prob iotic

ABSTRAK

Buah naga mengandung oligosakarida seperti raffinosa, stakiosa, dan frukto -oligosakarida yang
merupakan ingredien prebiotik. Proses perlakuan panas seperti pembuatan selai dapat mempengaruhi
sifat-sifat fungsional suatu bahan pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan fisik dan
kimia akibat pengolahan buah naga menjadi selai serta mengevaluasi sifat-sifat prebiotiknya. Evaluasi
sifat-sifat prebiotik tersebut dilakukan secara in vivo yang meliputi populasi probiotik dan enterobakteria
feses relawan yang mengonsumsi buah naga segar dan selainya, nilai indeks prebiotik (IP) dan profil
asam lemak rantai pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan buah naga menjadi selai
mampu menurunkan kadar air, kadar β-sianin dan jumlah partikel terlarut, tetapi meningkatkan fraksi tidak
terlarut dan tidak tercerna Insolub le Indigestib le Fraction (IIF). Nilai IP buah naga putih sebesar 1,7
sedangkan nilai IP buah naga merah sebesar 1 ,18. Proses pengolahan buah naga menjadi selai
menurunkan nilai IP hingga 0,49 (selai buah naga merah) dan 0,54 (selai buah naga putih). Buah naga
merah dan selainya mampu menghasilkan asam lemak rantai pendek pada feses relawan yang
mengonsumsinya yaitu asam asetat dan asam propionat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sifat -sifat
prebiotik buah naga putih lebih baik daripada buah naga merah.

Kata kunci: buah naga, oligosakarida, indek prebiotik (IP), SCFA, probiotik

PENDAHULUAN 1
buah putih; Hylocereus polyrhizus, memiliki kulit
buah berwarna merah muda dengan daging buah
Buah naga adalah buah dari beberapa jenis merah; Selenicereus megalanthus dengan kulit buah
kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. kuning dan daging buah putih; Hylocereus costari-
Terdapat empat varietas buah naga yang umum censis buah naga daging super merah (Rohin et al.,
a
dikenal masyarakat yaitu: Hylocereus undatus, 2014; Nurhayati et al., 2014 ).
memiliki kulit buah berwarna merah dengan daging

*Penulis Korespondensi:
E-mail: [email protected]

213
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

Buah naga telah dilaporkan mengandung β- Warna pada β-sianin merupakan hasil absorbansi
karoten, likopen, dan vitamin E, berturut-turut 1,4; maksimum (λ max 534-554 nm). Stabilitas β-sianin
3,4; dan 0,26 µg/100 g dari bagian yang dapat dipengaruhi oleh pH, cahaya, panas dan oksigen
dimakan (Charoensiri et al., 2009). Biji buah naga (Mastuti, 2010). Buah yang diolah menjadi selai
mengandung 50% asam lemak esensial, di- memiliki kelebihan seperti umur simpannya yang
antaranya terdiri atas 48% asam linoleat (C18:2) bisa mencapai berbulan-bulan. Selain itu, selai buah
dan 1,5% asam linolenat (C18:3) (Ariffin et al., naga dapat pula diformulasikan sebagai prebiotik
2009). Oleh karena itu, buah naga memiliki potensi pada produk kombinasi prebiotik dan probiotik
sebagai sumber bahan pangan fungsional untuk (sinbiotik). Desnilasari dan Lestari (2014) menyebut-
memberikan nutrisi yang dapat mencegah penyakit kan bahwa penggunaan selai pisang ambon sebagai
yang berhubungan dengan gizi dan meningkatkan prebiotik serta L. casei sebagai probiotik dapat
kesehatan fisik konsumen. Selain itu, buah naga menghasilkan produk minuman sinbiotik.
juga mengandung oligosakarida. Rohin et al. (2014) Pada umumnya buah naga dikonsumsi dalam
melaporkan bahwa komposisi oligosakarida yang bentuk buah segar sehingga memiliki kelemahan
meliputi rafinosa, stakiosa dan frukto-oligosakarida tidak tersedianya buah naga bila sedang tidak
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji P<0,05 musim. Oleh karena itu, buah naga perlu diolah
antara buah naga putih dengan buah naga merah. untuk menjamin ketersediaannya ketika tidak
Kadar rafinosa, stakiosa dan frukto-oligosakarida sedang musim, karena dengan pengolahan, buah
buah naga putih lebih kecil yaitu berturut-turut naga akan memiliki umur simpan yang lebih
204,23 μg; 100 g; 249,43 μg/100 g dan 14,92 panjang. Buah naga dapat diolah lebih lanjut, salah
μg/100 g daripada buah naga merah 324,57 μg/g; satunya dalam bentuk selai buah naga. Menurut
283,58 μg/100 g dan 29,22 μg/100 g. Oligosakarida Arie et al. (2010) selai buah tahan disimpan sampai
buah naga menunjukan sifat prebiotik yang ter- berbulan-bulan. Di samping akibat penambahan
masuk didalamnya ketahanan terhadap kondisi gula sebagai bahan humektan juga akibat terjadinya
asam pada perut manusia, ketahanan sebagian ter- evaporasi/penguapan air yang menurunkan kandu-
hadap α-amilase manusia dan kemampuan untuk ngan air (aw). Proses pembuatan selai dilakukan
merangsang pertumbuhan Lactobacillus dan Bifido- dengan memanaskan bubur buah naga. Pengolahan
bacteria. Oleh karena itu, buah naga sumber poten- buah naga menjadi selai diduga dapat mempe-
sial dari prebiotik yang bisa digunakan sebagai ngaruhi potensi prebiotik (raffinosa, stakiosa dan
ingredien dalam pangan fungsional dan produk frukto-oligosakarida) buah naga. Penelitian ini
nutraceutical (Wichienchot et al., 2010). bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengolahan
Stintzing et al. (2003) melaporkan bahwa buah terhadap sifat-sifat prebiotik selai buah naga dari
naga merah mengandung pigmen β-sianin yang varietas Hylocereus undatus (buah naga putih) dan
bersama-sama dengan dan β-xanthins dikelompok- Hylocereus polyrhizus (buah naga merah).
kan sebagai β-lain. Senyawa tersebut merupakan
pigmen larut dalam air yang mengandung nitrogen,
yang disintesis dari asam amino tirosin menjadi dua BAHAN DAN METODE
kelompok struktural. Beta-lain yang tergolong β-
sianin berwarna merah-violet, sedangkan β-xanthins Bahan
berwarna kuning-oranye. Pietrzkowski et al. (2014) Bahan utama yang digunakan dalam penelitian
menjelaskan bahwa variasi konjugasi pada β-nidin ini yaitu buah naga merah dan buah naga putih yang
aglikon maupun cyclo-DOPA baik dalam bentuk diperoleh dari petani buah naga di Banyuwangi,
glikosida maupun asilglikosida menghasilkan ber- Jawa Timur. Buah naga dipanen pada umur 55 hari
bagai tipe β-sianin. Beta-sianin merupakan struktur setelah bunga mekar.
asam β-lamic yang berikatan dengan residu cyclo-
3,4-dihydroxypheny-lalanine (cyclo-DOPA) hasil dari Metode
sintesis asam amino tirosin. Semua β-sianin mem- Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
butuhkan asam amino tirosin yang disintesis tahap pembuatan selai buah naga yang mengacu
menjadi residu cyclo-DOPA. Beta-sianin yang pada teknologi selai (Arie et al., 2010) yang dimo-
berwarna merah-violet merupakan hasil kondensasi difikasi tanpa penambahan gula, dan tahap analisis
asam β-lamic dengan cyclo-DOPA menjadi β-nidin kadar air, kadar Insoluble Indigistible Fractions (IIF),
aglycon yang merupakan bentuk umum β-sianin jumlah pigmen β-sianin, jumlah partikel terlarut air,
secara alami, sedangkan β-xantin terbentuk dari serta tahap evaluasi sifat-sifat prebiotik secara in
kon-densasi dari senyawa asam amino dengan vivo berdasarkan profil mikroflora feses relawan dan
asam β-lamic. Short Chain Fatty Acid (SCFA) buah naga merah
Berdasarkan struktur kimianya, β-sianin di- dan putih segar serta produk selainya.
kelompokkan menjadi empat yaitu, grup β-nin,
amaranthine, gomphrenin dan 2-Descarboxy-β-nin.

214
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

Pembuatan selai buah naga penyaringan, kemudian sampel dicuci dengan 5 x 1


Tahap pembuatan selai ini dilakukan dengan mL aquades, 5 x 1 mL etanol 97% dan 5 x 1 ml
mengupas dan menimbang buah naga merah atau aseton (CV. Makmur Sejati), selanjutnya dikeringkan
putih sebanyak 1 kg kemudian diparut. Selanjutnya pada suhu 50°C dengan menggunakan pengering
dipanaskan selama 50 menit sampai mengental dan oven (Memmert, Frankfurt, Germany) sampai berat
terbentuk selai buah naga. Selama proses pem- konstan (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah di-
buatan selai buah naga tidak dilakukan penamba- dinginkan dalam desikator (D2). Kadar IIF dihitung
han gula maupun asam sitrat. Hal ini dikarenakan dengan rumus sebagai berikut:
buah naga sudah manis dan berasa asam sehingga
tanpa penambahan kedua bahan tersebut sudah D2 - D1
Kadar IIF (%) = x 100%
menghasilkan produk selai yang berasa manis dan W
asam. Selain itu juga meminimalkan interaksi bahan Keterangan :
tambahan pangan (food additives) sehingga memini- W = berat sampel (g)
malkan kesalahan evaluasi sifat-sifat prebiotik D1 = berat kertas saring (g)
secara in vivo. Tahap kedua dilakukan analisis sifat D2 = berat setelah dianalisis dan dikeringkan (g)
kimia yaitu perubahan kadar β-sianin, partikel
terlarut serta evaluasi sifat-sifat prebiotik secara in Evaluasi sifat-sifat prebiotik secara in vivo
vivo. Analisis kadar air dilakukan dengan meng- Evaluasi sifat-sifat prebiotik secara in vivo
gunakan metode pengeringan oven (AOAC, 2005). dilakukan untuk mengetahui profil mikroflora feses
relawan dan profil asam lemak rantai pendek
Analisis perubahan kadar β-sianin (Stintzing et (SCFA). Uji sifat-sifat prebiotik secara in vivo
al., 2003) dilakukan setelah mendapat persetujuan etik.
Analisis perubahan kadar ß-sianin dilakukan Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik
dengan menimbang 1 g sampel buah naga merah dari Fakultas Kedokteran Universitas Jember
segar atau 0,52 g sampel selai buah naga merah, dengan No. 529/H25.1.11/KE/2014. Kriteria inklusif
ditera 10 mL menggunakan bufer fosfat pH 6,5 dan eksklusif mengacu pada penelitian Gullon et al.
(Merck, Germany) atau aquades yang kemudian di (2011) yang menggunakan dua relawan manusia
ambil 1 mL dan ditera hingga tanda batas 10 mL. untuk uji prebiotik secara in vivo. Relawan yang
Kemudian divortex selama 10 detik. Larutan sampel digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria
diukur absorbansinya dengan menggunakan spek- inklusif yaitu berumur 33 tahun, memiliki indeks
trofotometer (GENESYS 10S UV-Vis, USA) pada masa tubuh 24. Kriteria eksklusif relawan yaitu tidak
panjang gelombang 550 nm. boleh mengonsumsi antibiotik selama ±6 bulan,
tidak memiliki gangguan saluran pencernaan dan
Analisis jumlah partikel terlarut (Stintzing et al., selama masa penelitian relawan tidak diizin-
2003) kan mengonsumsi prebiotik atau probiotik. Selanjut-
Analisis jumlah partikel terlarut dilakukan nya relawan mengonsumsi empat macam pangan
dengan menimbang 45 g sampel buah naga putih uji dalam periode yang terpisah. Takaran konsumsi
atau selainya. Sebanyak 45 g sampel selai buah masing-masing pangan uji didasarkan pada takaran
naga putih kemudian ditera dengan 10 mL aquades. sajian IIF sebesar 10 g dalam sampel. Takaran
Kemudian divortex selama 10 detik. Larutan sampel sajian masing-masing pangan uji yaitu sebagai
diukur absorbansinya dengan menggunakan alat berikut: buah naga merah segar 182,48 g, selai
spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm. buah naga merah 58,87 g, buah naga putih segar
182,48 g dan selai buah naga putih 53,96 g.
Analisis kadar serat tidak larut air Insoluble Pelaksanaan uji setiap produk dilakukan dengan
Indigestible Fraction (IIF) cara mengonsumsi pangan uji yang dilanjutkan
Analisis kadar IIF dilakukan dengan meng- dengan hari berikutnya dengan mengevaluasi profil
gunakan metode enzimatis yang dikombinasi mikroflora feses dan SCFA setelah 24 jam me-
dengan metode gravimetri (Nurhayati, 2011; ngonsumsi produk uji. Selama masa pengujian,
b
Nurhayati et al., 2014 ). Sebanyak 0,2 g produk selai relawan mengonsumsi pangan non uji dari jenis
buah naga merah dan putih ditambah 4 mL buffer yang sama. Setiap produk diuji dengan masa
asetat (Merck, Germany) kemudian dididihkan netralisasi relawan minimal 2 hari setelah menguji
dalam penangas air selama 30 menit. Sampel di- produk sebelumnya.
dinginkan dan ditambah 1 mL larutan enzim yang
mengandung enzim pankreatin (Sigma, Cat. No. Analisis profil mikroflora feses relawan manusia
P7545, USA) dan amiloglukosidase (Sigma, Cat. b
(Nurhayati et al., 2014 )
No. A7095, Denmark). Selanjutnya sampel diin- Sebanyak 0,1 g feses manusia sehat ditera
kubasi pada suhu 37°C selama 120 menit dan dengan larutan garam fisiologis dan dihomogenkan
disaring. Penentuan kadar IIF diperoleh dari residu dengan menggunakan vortex selama 10 detik.

215
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

Feses diberi pengenceran untuk selanjutnya dilaku- Analisis profil asam lemak rantai pendek Short
-3
kan pemupukan. Pengenceran dilakukan hingga 10 Chain Fatty Acid (SCFA) feses relawan
untuk media Salmonella Chromogenic Agar (Conda Analisis SCFA pada feses dilakukan dengan
cat. 1122.1, Spain) dan media XLDA (Oxoid, menggunakan metode yang dikembangkan oleh
-5
CM0469, UK). Pengenceran dilakukan hingga 10 Laboratorium Balai Penelitian Ternak Badan
untuk media MRSA (Merck, VM 335160148, Ger- Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depar-
-6
many). Pengenceran dilakukan hingga 10 untuk temen Pertanian untuk analisis asam lemak volatil
media NA (Merck, VMO35150904, Germany). Pe- Volatile Fatty Acid (VFA) (Abdurachman dan Askar,
mupukan dilakukan pada masing-masing cawan 2000) yang sudah dimodifikasi untuk profil SCFA
dengan media yang telah disiapkan dengan meng- dari fermentasi oleh mikroflora manusia (Silva et al.,
gunakan teknik pemupukan bertingkat (overlay) 2008; Nurhayati, 2011). Sebanyak 1 mL cairan feses
untuk memberikan kondisi mikroaerofilik. Selanjut- (10% b/v) dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
nya cawan petri diinkubasi dalam inkubator dan ditambahkan 0,003 g asam sulfo 5-salisilat
(Heraeus instrument D-63450 Hanau tipe B 6200, dihidrat (Merck, Jerman). Selanjutnya campuran
USA) pada suhu 37°C selama 24–48 jam. Jumlah disentrifus selama 10 menit pada 12000 rpm suhu
koloni yang tumbuh pada cawan dihitung berdasar- 7°C. Supernatan diinjeksikan ke dalam kromatografi
kan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) gas (Chrompack CP 9002 seri 946253, Belanda).
(Jackson et al., 2001). Proses perhitungan total Konsentrasi asam lemak rantai pendek dihitung ber-
bakteri dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: dasarkan luas peak sampel terhadap luas peak
a. Cawan yang normal berisi 25-250 koloni. Semua standar.
koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil.
Pengenceran dan jumlah koloni semua dicatat untuk Analisis data
setiap cawan. Nilai yang tertera pada hasil merupakan nilai
b. Cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat rata-rata ± standard deviasi. Data dianalisis dengan
sebagai TBUD (terlalu banyak untuk dihitung). Jika menggunakan dan uji t independent untuk menguji
tidak ada koloni yang tumbuh maka ditulis kurang perbedaan komposisi kimia (kadar air, kadar pigmen
dari 1 kali pengenceran terendah. β-sianin, kadar IIF, partikel terlarut, dan sifat-sifat
c. Rumus perhitungan yang digunakan adalah: prebiotik) antara buah naga segar dan selai. Tingkat
kemaknaan yang digunakan adalah nilai P<0,05.
∑C
N=
(1 n1) (0,1 n2 ) d
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan:
N = Jumlah koloni Kadar air selai buah naga
ΣC = Jumlah seluruh koloni yang dihitung Analisis kadar air dibutuhkan untuk melakukan
n1 = Jumlah cawan pada pengenceran 1 konversi kadar IIF basis kering. Kadar air buah naga
n2 = Jumlah cawan pada pengenceran 2 segar dan selainya berturut-turut yaitu 85,48% untuk
d = Tingkat pengenceran buah naga merah segar, 84,99% untuk buah naga
putih segar, 54,46% untuk selai buah naga merah
Penentuan nilai indeks prebiotik (Manderson et dan 57,69% untuk selai buah naga putih (Gambar
b 1).
al., 2005; Nurhayati, 2011; Nurhayati et al., 2014 )
Pengaruh prebiotik terhadap pertumbuhan Hasil uji t menunjukkan bahwa proses pe-
probiotik dinyatakan sebagai indeks prebiotik (IP) ngolahan menjadi selai menyebabkan terjadinya
yang dihitung berdasarkan jumlah logaritmik per- pengurangan kadar air secara nyata dari kadar air
tumbuhan probiotik, terhadap mikroflora usus lain- buah naga segarnya yang diakibatkan adanya
nya seperti jumlah bakteri Enterobactericeae ter- penguapan air selama pemanasan. Penguapan air
masuk E. coli dan Salmonella sp. Nilai IP ditentukan dan proses pemanasan pada produk pangan semi
dengan cara menghitung log populasi probiotik basah Intermediet Moisture Food (IMF) dapat me-
dikurangi log populasi Enterobakteria yang selanjut- nyebabkan perubahan baik fisik kimia maupun
b
nya dibagi dengan total mikroflora feses. Persamaan fungsionalnya. Nurhayati et al. (2014 ) melaporkan
yang digunakan adalah sebagai berikut: bahwa terjadi perubahan sifat prebiotik yang lebih
baik pada buah pisang mas masak yang digoreng
(log10 probiotik) - (log10 bakteri ntero actericea) vakum menjadi keripik pisang masak (ripe banana
t – t0 t – t0
IP= chip). Teknologi penggorengan vakum mampu me-
(log10 total mikroba) ngurangi kadar air buah pisang mas masak hingga
t – t0

85%, sedangkan teknologi pemanasan puree buah


Keterangan: tx = waktu ke-24 jam; t 0= waktu ke-0 jam naga menjadi selai mampu mengurangi kadar air
hingga 35%.

216
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

100 sianin diduga akibat terjadi degradasi pigmen β-


90 85,48c 84,99c sianin oleh pemanasan. Menurut Devi et al. (2012)
80 peningkatan suhu dapat mempercepat degradasi β-
sianin berubah menjadi produk asam β-lamic dan
Kadar Air (%)

70
54,46a 57,69b
60 cyclo-3,4-dihydroxyphenylalanine (cyclo-Dopa) yang
50 bersifat tidak stabil. Selama pemanasan, β-sianin
40 mengalami isomerasi, dekarboksilasi atau pemeca-
30 han ikatan sehingga menyebabkan perubahan
20 warna dari merah hingga tampak coklat muda. Pe-
10 nurunan β-sianin akibat perlakuan suhu tinggi dapat
0 memudarkan pigmen β-sianin pada buah Basella
BNM SBNM BNP SBNP alba.
Jenis Selai Beta-sianin merupakan anggota dari senyawa
ß-lain. Pigmen ß-lain mengandung gugus aglikon
Gambar 1. Kadar air buah naga buah naga merah dan glikon (berupa glukosa) yang dapat terhidrolisis
segar (BNM), buah naga putih segar dalam suasana asam pekat. Beta-lain merupakan
(BNP), selai buah naga merah (SBNM), pigmen yang dapat larut dalam pelarut polar seperti
dan selai buah naga putih (SBNP). air dan metanol (Lestario et al., 2012). Oleh karena
Angka-angka yang diikuti dengan huruf itu ß-lain pada buah naga bisa cepat terdegradasi
yang sama menunjukkan nilai berbeda mengingat buah naga juga relatif lebih asam dan
tidak nyata pada taraf uji α ≤ 0,05 banyak mengandung air. Pietrzkowski et al. (2014)
menjelaskan bahwa ß -lain merupakan antioksidan
Kadar pigmen β-sianin selai buah naga merah kuat yang mampu menghambat aktivitas oksidasi
Hasil pengukuran kadar β-sianin berdasarkan mieloperoksida.
nilai absorbansi pada panjang gelombang 550 nm
menunjukkan bahwa pengolahan menjadi selai buah Partikel terlarut selai buah naga putih
naga menyebabkan penurunan secara nyata nilai Jumlah partikel terlarut sebanding dengan nilai
absorbansi kadar β-sianin (uji t dengan tingkat absorbansi yang terukur. Semakin tinggi nilai
kemaknaan P<0,05) seperti yang terlihat pada absorbansi mengindikasikan semakin banyak parti-
Gambar 2. Hal ini mengindikasikan perlakuan pema- kel terlarut (larut air). Hasil uji t pada tingkat
nasan pada pengolahan buah naga merah segar kemaknaan P<0,05 menunjukkan jumlah partikel ter-
menjadi selai menyebabkan penurunan kadar β- larut buah naga putih mengalami penurunan setelah
sianin. diolah menjadi selai dari 0,546 menjadi 0,223 seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.
0.4 0,375d
Nilai Absorbansi (550 nm)

0.35 0,331c
0.6 0,546b
0.3
0.5
Absorbansi Padatan

0.25 0,193b
Terlarut (550 nm)

0.2 0.4
0.15 0,123a 0.3 0,223a
0.1
0.2
0.05
0 0.1
BNM BNM SBNM SBNM
0
Jenis Selai
BNP SBNP
Jenis Selai
Gambar 2. Absorbansi pigmen β-sianin buah naga
merah segar (BNM) dan selai buah Gambar 3. Absorbansi padatan terlarut buah naga
naga merah (SBNM) dengan pelarut putih segar (BNP) dan selai buah naga
aquades ( ) dan pelarut buffer fosfat putih (SBNP). Angka-angka yang diikuti
( ). Angka-angka yang diikuti dengan dengan huruf yang sama menunjukkan
huruf yang sama menunjukkan nilai nilai berbeda tidak nyata pada taraf uji
berbeda tidak nyata pada taraf uji α ≤ α ≤ 0,05
0,05
Hal yang sama juga terjadi pada puree labu
Penurunan nilai absorbansi yang meng- kuning yang mengalami proses evaporasi menjadi
indikasikan telah terjadinya penurunan kadar β- serbuk labu kuning. Adanya peningkatan suhu eva-

217
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

porasi berpengaruh signifikan terhadap penurunan gorengan vakum dari 14,73% bk menjadi 48,49%
kelarutan serbuk labu kuning (Usmiati et al., 2005). bk. Dugaan terjadinya reaksi maillard didukung oleh
Kelarutan suatu zat dalam air dapat berubah akibat laporan Tamanna dan Mahmood (2015). Dilaporkan
pengolahan seperti perubahan kelarutan mineral. bahwa pangan yang mengalami proses pengolahan
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keter- seperti pemasakan pada suhu tinggi menyebabkan
sedian mineral terlarut antara lain interaksi mineral terjadinya reaksi kimia antara asam amino dengan
dengan mineral, interaksi vitamin dengan mineral gula reduksi membentuk produk reaksi Maillard
dan interaksi serat dengan mineral. Reaction Product (MRPs). Produk tersebut mampu
menghambat pertumbuhan bakteri enterik. Selain itu
Kadar serat pangan tidak larut air (IIF) selai buah bila menghasilkan akrilamid dapat bersifat
naga karsinogen bagi manusia. Kedelai yang diproses
Hasil uji t pada tingkat kemaknaan P<0,05 menjadi flakes juga mengalami reaksi maillard.
menunjukkan bahwa kadar IIF buah naga meningkat Menurut Tensiska (2008) sejumlah senyawa
setelah diolah menjadi selai baik pada buah naga alami maupun sintetik termasuk ke dalam definisi
merah dan buah naga putih sebelum diolah (segar) serat pangan seperti produk reaksi maillard,
maupun setelah diolah menjadi selai (Gambar 4). selulosa yang dimodifikasi (seperti CMC, produk
Kadar IIF buah naga merah segar sebesar 30,78%, hewani yang tidak dapat dicerna seperti kitin), oligo-
buah naga putih segar 29,27%, selai buah naga sakarida (seperti inulin dan oligofruktosa). Semua
merah sebesar 31,43%, dan selai buah naga putih senyawa tersebut menyumbangkan beberapa sifat
30,85%. Kadar IIF selai lebih tinggi daripada buah sebagai serat pangan walaupun beberapa sifat yang
naga segar. Peningkatan kadar IIF pada selai di- lain berbeda dengan serat pangan. Ames (2009)
duga akibat terbentuknya komponen pangan melaporkan bahwa produk reaksi maillard berupa
kompleks sebagai produk reaksi karamelisasi, juga suatu polimer tidak tercerna sehingga dapat ter-
memungkinkan terjadinya reaksi maillard dengan hitung sebagai komponen yang tidak tercerna (IIF).
adanya protein. Mengingat analisis IIF yang dilakukan adalah
metode enzimatis yang dikombinasi dengan gravi-
40 metri yang memungkinkan terjadi bias perhitungan.
30,85b Pushparaj dan Urooj (2011) menjelaskan bahwa
35 30,78b 31,43c
29,17a
perlakuan termal dengan perebusan, pemanasan
30
bertekanan maupun penyangraian pada bahan
Kadar IIF (%db)

25 pangan berpati mampu meningkatkan kadar serat


20 pangan tidak larut air. Peningkatan tersebut
disebabkan pembentukan kompleks antara serat
15
dan protein yang tahan terhadap pemanasan dan
10 dianggap sebagai serat pangan.
5
Sifat-sifat prebiotik selai buah naga
0
BNM SBNM BNP SBNP Nilai indeks prebiotik (IP) selai buah naga
Jenis Selai mengalami penurunan dibandingkan buah naga
segar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 4. Kadar IIF buah naga merah segar Penurunan nilai IP terjadi pada relawan yang me-
(BNM), buah naga putih segar (BNP), ngonsumsi selai baik dari selai buah naga merah
selai buah naga merah (SBNM), dan maupun selai buah naga putih. Buah naga segar
selai buah naga putih (SBNP). Angka- baik jenis merah maupun putih memiliki nilai IP yang
angka yang diikuti dengan huruf yang tinggi (1,18-1,7). Adanya pengolahan buah naga
sama menunjukkan nilai berbeda tidak menjadi selai menurunkan nilai IP sekitar 50% (0,49-
nyata pada taraf uji α ≤ 0,05 0,54). Terjadinya penurunan nilai IP mengindikasi-
kan berkurangnya sifat-sifat prebiotik produk pangan
Buah naga merah dan putih mengandung gula tersebut. Penurunan nilai indeks prebiotik relawan
pereduksi glukosa dan fruktosa (Wichienchot et al., yang mengonsumsi selai buah naga disebabkan
2010). Hal tersebut memperkuat dugaan bahwa pada feses relawan yang mengonsumsi selai, me-
selama proses pemasakan buah naga menjadi selai nunjukkan peningkatan populasi enterobakter se-
terjadi reaksi karamelisasi sehingga meningkatkan hingga populasinya lebih besar daripada populasi
kadar serat pangan tidak larut air (IIF). Nurhayati et probiotik. Pengolahan selai diduga dapat menurun-
b
al. (2014 ) juga melaporkan bahwa kadar IIF pada kan kemampuan prebiotik pada buah naga.
pisang mas masak segar mengalami peningkatan Prebiotik mampu meningkatkan komposisi
setelah diberi perlakuan proses panas yaitu pengo- mikroba yang menguntungkan dan meningkatkan
lahan menjadi keripik buah dengan teknologi peng- aktivitasnya serta mengurangi mikroba yang merugi-

218
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

kan pada mikroflora usus manusia (Antarini, 2011). Sindt et al. (2004) melaporkan terjadinya pe-
Selain itu, prebiotik akan difermentasi secara mikro- nurunan asam lemak volatil feses (asam asetat,
biologis di dalam kolon menghasilkan asam lemak propionat dan butirat) pada sapi yang diberi pakan
rantai pendek (SCFA) seperti asam asetat, asam yang mengandung produk maillard. Keberadaan
propionat, asam butirat dan asam valerat. SCFA produk maillard diduga mengganggu metabolisme
mampu memberi efek stimulasi selektif bagi per- bakteri probiotik yang berakibat pada produksi
tumbuhan bakteri probiotik terutama bifidobakteria SCFA. Produk reaksi maillard dapat bertindak se-
dan laktobasili (Date et al., 2014). bagai antimikroba terhadap bakteri. Sifat anti-
mikroba dari produk maillard disebabkan oleh kebe-
4.5
1,70b radaan aminoreduktan dari produk reaksi maillard.
4
Tamanna dan Mahmood (2015) melaporkan bahwa
Indeks Prebiotik (IP)

3.5 aminoreduktan MRP bersifat bakterisidal bagi


3 0,54a
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus.
2.5 Kombinasinya dengan antibiotik mikacin, ciproflo-
2 1,18b 0,49a xacin, imipenem, dan levofloxacin menunjukkan
1.5 hasil yang efektif untuk melawan khamir. Al-Farabi
1 (2013) menjelaskan bahwa produk reaksi maillard
0.5
yaitu Advanced Glycation End-product (AGE) dalam
sirkulasi dengan Receptor for Ad-vanced Glycation
0
End-product (RAGE) akan meningkatkan produksi
BNM SBNM BNP SBNP
Reactive Oxygen Species (ROS) intraseluler dan
Jenis Selai
up-regulation faktor transkripsi NF-κB dan produk-
Gambar 5. Indeks prebiotik feses relawan yang nya.
mengonsumsi buah naga merah segar Asam asetat feses relawan yang mengon-
(BNM), selai buah naga merah sumsi buah naga jenis merah bentuk segar lebih
(SBNM), buah naga putih segar (BNP), tinggi daripada mengonsumsi selainya. Akan tetapi
selai buah naga putih (SBNP). Angka- asam asetat feses relawan yang mengonsumsi buah
angka yang diikuti dengan huruf yang naga jenis putih akan lebih tinggi jika mengonsumsi-
sama menunjukkan nilai berbeda tidak nya dalam bentuk selai. Hal ini diduga akibat adanya
nyata pada taraf uji α ≤ 0,05 kemampuan E. coli yang juga menghasilkan meta-
bolit asam asetat. Moons et al. (2004) melaporkan
Penurunan kemampuan prebiotik dari selai bahwa enteropatogenik E. coli selain mampu menu-
buah naga diduga juga mengakibatkan penurunan runkan pH juga dapat menghasilkan asam asetat.
konsentrasi asam propionat feses relawan yang Hal ini yang menyebabkan konsentrasi asam asetat
mengonsumsi selai. Penurunan konsentrasi asam dari selai buah naga putih lebih tinggi daripada buah
propionat feses relawan yang mengonsumsi selai segarnya dan buah naga merah segar lebih tinggi
seperti terlihat pada Tabel 1. daripada selainya. Nampak bahwa pengolahan buah
naga menjadi selai mempengaruhi sifat fungsional
Tabel 1. Profil asam lemak rantai pendek feses seperti kemampuannya menghasilkan asam asetat
relawan setelah mengonsumsi buah naga setelah difermentasi mikroflora manusia.
segar dan selainya
Konsentrasi Asam Lemak Rantai
Sampel
Pendek (mM/mL) KESIMPULAN
Asam Asam Asam
Asetat Propionat Butirat Pengolahan buah naga jenis merah maupun
Buah naga 48,30 ± 8,70 ± - putih menjadi selai menyebabkan terjadinya pe-
merah segar 0,05 d 0,04b nurunan kadar air hingga sekitar 40% dari buah
(BNM) segarnya, serta penurunan kadar β-sianin dan
Selai buah naga 7,48 ± 0,43 ± -
partikel terlarut. Kadar IIF selai meningkat sekitar
merah (SBNM) 0,03 a 0,20a
Buah naga putih 8,97 ± 8,45 ± - 2% daripada kadar IIF buah naga segar. Populasi
segar (BNP) 0,07 b 0,09b enterobakteria meningkat melebihi populasi bakteri
Selai buah naga 13,40 ± 0,67 ± - probiotik. Penurunan konsentrasi asam propionat
putih (SBNP) 0,01 c 0,01a terjadi pada feses relawan yang mengonsumsi selai
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang buah naga. Kenaikan konsentrasi asam asetat pada
diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai feses relawan tidak berbanding lurus dengan
berbeda tidak nyata pada taraf uji α ≤ 0,05 kenaikan nilai indeks prebiotik. Dengan demikian,
untuk mendapatkan sifat fungsional prebiotik yang
lebih baik disarankan mengonsumsi buah dalam
bentuk segar.

219
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

UCAPAN TERIMA KASIH Devi PS, Reshmi SK, Aravindhan KM. 2012. The
effect of light, temperature, pH on stability of β-
Penulis mengucapkan terima kasih kepada cyanin pigments in Basella alba fruit. Asian J
pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian Pharm Clin Res 5: 107-110.
ini. Terima kasih kepada DP2M DIKTI atas bantuan Gullon B, Gullon P, Sanz Y, Alonso JL, Parajó JC.
biaya penelitian melalui Program Penelitian Tahun 2011. Prebiotic potential of a refined product
2014 dengan No. 0263/E5/2014. containing pectic oligosaccharides. LWT-Food
Sci Technol 44: 1687-1696. DOI: 10.1016/j.lwt.
DAFTAR PUSTAKA 2011.03.006.
Jackson JG, Merker RI, Blander R. 2001. Bacteri-
Abdurachman, Askar S. 2000. Studi Banding ological Analytical Manual (BAM). 61-67. U.S.
Analisis VFA Total dengan Metode Destilasi Food & Drug Administration Center for Food
dan Kromatografi Gas. Tema Teknis Fung- Safety & Applied Nutrition.
sional non Penelitian. Laporan Balai Penelitian Rohin MAK, Bakar AA, Ali AM. 2014. Isolation and
Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan characterization of oligo-saccharides compo-
Pertanian Departemen Pertanian Republik sition in organically grown red pitaya, white
Indonesia. pitaya and papaya. Int J Pharm Pharmaceut Sci
Al-Farabi MJ. 2013. Antibodi terhadap advanced 6: 131-136.
glycation end product, cara mutakhir pence- Lestario NL, Petriana G, Martono Y. 2012. Pengaruh
gahan komplikasi diabetes melitus. J CDK-210. intensitas cahaya terhadap degradasi warna
40: 807-814. sirup yang diwarnai umbi bit merah (Beta
Ames JM. 2009. Dietary maillard reaction products: vulgaris L. Var. rubra l.). Agric 25: 42-50.
implications for human health and disease. Manderson K, Pinart M, Tuhoy KM, Grace WE,
Czech J Food Sci 27: S66-S69. Hotchkiss AT, Widmer W, Yadhav MP, Gibson
Antarini AAN. 2011. Sinbiotik antara prebiotik dan R, Rastall RS. 2005. In vitro determination of
probiotik. J Ilmu Gizi 2: 148-155. prebiotic properties of oligo-saccharides derived
from an orange juice manufacturing by-product
[AOAC] Association of Official Agricultural Chemists.
stream. Appl Environ Microb 71: 8383-8389.
2005. Official Methods of Analysis of AOAC
th DOI: 10.1128/ AEM.71.12.8383-8389.2005.
International 18 edition. Gaithersburg. USA.
Mastuti R. 2010. Pigmen betalain pada famili
Arie FM, Wignyanto, Mukhamad N. 2010. Studi
amaranthaceae. http://biologi.ub.ac.id/files/20
pembuatan “puree” jambu biji merah (Psidium
10/12/BSS2010RM3.pdf. [15 Desember 2014].
guajava L.) (kajian jenis dan konsentrasi
penambahan filler (dekstrin dan tepung beras)). Moons MMM, Schneeberger EE, Hecht GA. 2004.
http://www.researchgate.net/profile/ariemulyadi/ Enteropathogenic E. coli infection leads to
publication. [12 November 2014]. appearance of aberrant tight junction strands in
the lateral membrane of intestinal epithelial
Ariffin AA, Bakar J, Tan CP, Rahman RA, Karim R,
cells. Cell Microbiol 6: 783–793.
Loi CC. 2009. Essential fatty acids of pitaya
(dragon fruit) seed oil. Food Chem 114: 561– Nurhayati. 2011. Peningkatan Sifat Prebiotik Tepung
564. DOI: 10.1016/j.foodchem.2008.09.108. Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah melalui
Fermentasi dan Siklus Pemanasan Pen-
Charoensiri R, Kongkachuichai R, Suknicom S,
dinginan. [Disertasi]. Program Studi Ilmu
Sungpuag P. 2009. Βetacarotene, lycopene,
Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
and alpha-tocopherol contents of selected Thai
fruits. Food Chem 113: 202–207. DOI: 10.1016/ Nurhayati, Kusuma G, Handayani N, Assadam A.
a
j.foodchem.2008.07.074. 2014 . Karakteristik buah naga putih (Hylo-
cereus undatus) dan buah naga merah (Hylo-
Date Y, Nakanishi Y, Fukuda S, Nuijima Y, Kato T,
cereus polyrhizus). Prosiding Seminar Nasional
Umehara M, Ohno H, Kikuchi J. 2014. In vitro
Optimalisasi Potensi Hayati untuk Mendukung
evaluation method for screening of candidate
Agroindustri Berkelanjutan. Universitas Truno-
prebiotic foods. Food Chem 152: 251–260.
joyo. Bangkalan. 18 Juni 2014.
DOI: 10.1016/j.foodchem.2013.11.126.
Nurhayati, Tamtarini, Jayus, Ruriani E, Hidayati LN.
Desnilasari D, Lestari NPA. 2014. Formulasi minu- b
2014 . Prebiotic properties of ripe banana chip
man sinbiotik dengan penambahan puree
(RBC) Musa sinensis prepared by freezing and
pisang ambon (Musa paradisiaca var sapien-
vacuum frying. Prosiding Seminar Nasional
tum) dan inulin menggunakan inokulum Lacto-
Nutrition and Halal Food. Universitas Negeri
bacillus casei. Agritech 34: 257-265.
Surakarta. Solo. 25 April 2014.

220
DOI: 10.6066/jtip.2015.26.2.213 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 213-221 Th. 2015

Pietrzkowski Z, Argumedo R, Shu C, Nemzer B, Stintzing FC, Schieber A, Carle R. 2003. Evaluation
Wybraniec S, Reyes-Izquierdo T. 2014. of colour properties and chemical quality
Betalain-rich red beet concentrate improves parameters of cactus juices. Eur Food Res
reduced knee discomfort and joint function: a Technol 216: 303–311. DOI: 10.1007/s00217-
double blind, placebo-controlled pilot clinical 002-0657-0.
study. Nutr Diet Sup 2014:6. DOI: 10.2147/ Tamanna N, Mahmood N. 2015. Food processing
NDS.S59042. and maillard reaction products: effect on human
Pushparaj FS, Urooj A. 2011. Influence of health and nutrition. Int J Food Sci 2015: 1-6.
processing on dietary fiber, tannin and in vitro DOI: 10.1155/2015/526762.
protein digestibility of pearl millet. Food Nutr Sci Tensiska. 2008. Serat Makanan. [Makalah].
2: 895-900. DOI: 10.4236/fns.2011.28122. Bandung: Jurusan Teknologi Industri Pangan
Silva ACC, Bastos DHM, Areas JAG. 2008. Volatile Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Univer-
compounds in the thermoplastic extrusion of sitas Padjadjaran.
bovine rumen. Quim Nova 31: 1990-1993. DOI: Usmiati S, Setyaningsih D, Purwani EY, Yuliani S,
10.1590/S0100-40422008000800014. Maria OG. 2005. Karakteristik Serbuk Labu
Sindt JJ, Drouillard H, Thippareddi RK, Phebus CM, Kuning (Cucurbita moschata). J Teknol Industri
Coetzer KD, Kerr DL, Lambert TB, Farran SP, Pangan 16: 157-167
Montgomery, LaBrune HJ. 2004. Effect of Wichienchot S, Jatupornpipat M, Rastall RA. 2010.
Maillard reaction products on ruminal and fecal Oligosaccharides of pitaya (dragon fruit) flesh
acid-resistant E. coli, total coliforms, VFA and their prebiotic properties. Food Chem 120:
profiles, and pH in steers. J Anim Sci 82: 1170- 850–857. DOI: 10.1016/j.foodchem.2009.11.02
1176. 6.

221

You might also like