J. Agroland 22 (3) : 197 - 204 Desember 2015 ISSN: 0854 - 641X E-ISSN: 2407 - 7607
J. Agroland 22 (3) : 197 - 204 Desember 2015 ISSN: 0854 - 641X E-ISSN: 2407 - 7607
J. Agroland 22 (3) : 197 - 204 Desember 2015 ISSN: 0854 - 641X E-ISSN: 2407 - 7607
ABSTRACT
197
mampu meningkatkan produksi pertanian, dua kelompok zat pengatur tumbuh yang
baik kualitas maupun kuantitasnya. Salah sering digunakan yaitu kelompok auksin
satu teknologi yang mampu meningkatkan seperti Indoleacetic acid (IAA) dan
produksi bibit tanaman baik kualitas naphthaleneacetic acid (NAA) sedangkan
maupun kuantitas dalam waktu yang kelompok sitokinin misalnya kinetin dan
singkat adalah dengan kultur jaringan benzylamino purine (BAP). Penggunaan
(Sarwono, 1995). Kultur jaringan adalah auksin (IAA dan NAA) dan sitokinin (BAP
suatu teknik untuk mengisolasi bagian dan kinetin) pada konsentrasi yang
tanaman baik organ, jaringan, sel ataupun tepat dapat memacu pertumbuhan eksplan,
protoplasma dan selanjutnya mengkultur terutama pembentukan daun, tunas dan ruas
bagian tanaman tersebut pada suatu media (Gunawan, 1988; Wardiyati, 1998; Cameiro
buatan dengan kondisi lingkungan yang et al., 1999).
steril dan terkendali hingga membentuk Hasil penelitian Altaf et al., (2008),
tanaman lengkap kembali (Basri, 2004). menunjukkan bahwa tanaman jeruk
Perbanyakan melalui cara ini, baik yang lemon (Citrus jambheri Lush.) dapat
dilakukan melalui perbanyakan embrio memacu pembentukan tunas pada media
(embriogenesis) maupun multiplikasi organ yang ditambahkan BAP daripada tanpa
(organogenesis) memberikan kelebihan- pemberian BAP. Pemberian 0,5 mg/l BAP
kelebihan dibandingkan cara konvensional mampu menginduksi tunas dengan jumlah
yakni, jumlah bibit yang diperoleh jauh tertinggi (Jajoo, 2010). Selanjutnya, Harliana
lebih tinggi, tidak tergantung pada musim et.al (2012) menunjukkan penggunaan
karena lingkungan in vitro terkendali, bahan BAP pada konsentrasi 1 ppm mampu
tanaman yang digunakan sedikit sehingga menghasilkan jumlah daun terbanyak pada
tidak merusak pohon induk, tanaman yang tanaman jeruk keprok.
dihasilkan bebas dari penyakit meskipun Berdasarkan uraian di atas, maka
dari induk yang mengandung pathogen dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan
internal, dan tidak membutuhkan tempat jeruk manis dengan penambahan berbagai
yang sangat luas untuk menghasilkan konsentrasi sitokinin secara in vitro.
tanaman dalam jumlah banyak (Sukmadjaja Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
dan Mariska, 2003). konsentrasi sitokinin (BAP-Kinetin) yang
Keberhasilan dalam kultur jaringan lebih baik terhadap pertumbuhan jeruk
salah satunya ditentukan oleh komposisi manis secara in vitro.
media dan penambahan zat pengatur
tumbuh ke dalam media. Penambahan zat BAHAN DAN METODE
pengatur tumbuh disesuaikan dengan arah
pertumbuhan yang diinginkan. Penambahan Penelitian ini dilaksanakan di
sitokinin dan auksin pada jumlah dan Laboratorium Bioteknologi Tanaman
perbandingan tertentu mempengaruhi Universitas Tadulako Palu dari bulan
pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan Juni hingga Oktober 2014. Penelitian ini
(Gunawan, 1995). Sejumlah laporan telah menggunakan Rancangan Acak Lengkap
menunjukkan bahwa setiap genotip (varietas) dengan enam level perlakuan yaitu :
membutuhkan komposisi media tertentu B1 = 1 ppm BAP, B2 = 2 ppm BAP,
guna mendukung pertumbuhan eksplan B3 = 3 ppm BAP, K1 = 1 ppm Kinetin, K2
yang optimal (Takumi dan Shimada, 1997; = 2 ppm Kinetin dan K3 = 3 ppm Kinetin.
Iser et al., 1999; Basri, 2004; Sarma et al., Eksplan yang digunakan adalah kotiledon
2011). Selanjutnya, yang perlu diperhatikan jeruk manis yang berasal dari kecambah
adalah komposisi media yaitu kebutuhan zat steril. Setiap perlakuan diulang sebanyak
pengatur tumbuh dan konsentrasi zat lima kali sehingga terdapat 30 unit
pengatur tumbuh yang digunakan. Terdapat percobaan. Guna mengetahui pengaruh
198
perlakuan yang dicobakan, data yang dimasukkan ke dalam labu takar kapasitas
diperoleh dianalisis menggunakan sidik 1L. Setelah semua komponen larutan stock
ragam. Hasil sidik ragam yang menunjukkan dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian
pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan ditambahkan 30 g sukrosa dan dicampurkan
uji nilai tengah menggunakan uji Beda dengan zat pengatur tumbuh sesuai
Nyata Jujur (BNJ) taraf 5%. perlakuan B1= 0,5 ppm BAP + 0,1 ppm
Alat yang digunakan dalam IAA, B2= 1,0 ppm BAP + 0,1 ppm IAA,
penelitian ini antara lain Laminar Air B3= 1,5 ppm ppm BAP + 0,1 ppm IAA,
Flow Cabinet (LAFC), lemari pendingin, K1= 0,5 ppm Kinetin + 0,1 ppm IAA, K2=
autoklaf, timbangan analitik, pemanas 1,0 ppm Kinetin + 0,1 ppm IAA, K3= 1,5
listrik, magnetic stirrer, handsprayer, ppm Kinetin + 0,1 ppm IAA. Selanjutnya,
micropipette, scalpel, blade, batang pengaduk, ditambahkan aquades hingga volume
pH meter, labu semprot, cawan petri, botol larutan mencapai 1 liter. Seluruh media
kultur, gelas stainless, gelas piala, pembakar ditetapkan pH 5,8. Media tersebut
bunsen, pipet, pinset, detergen, corong, selanjutnya dipanaskan menggunakan hot
destilator, oven dan alat tulis. Bahan yang plate pada suhu sekitar 800C setelah
digunakan adalah tunas jeruk dari ditambahkan 8 g agar. Sambil dipanaskan,
kecambah steril, larutan stok (bahan kimia) larutan media tersebut diaduk hingga semua
sesuai dengan komposisi media dasar agar terlarut. Pemanasan dihentikan saat
Murashige dan skoog (MS), zat pengatur media menjadi bening. Media kemudian
tumbuh BAP dan Kinetin sesuai perlakuan, dituang ke botol kultur dengan volume 25
IAA 0,1 ppm, sukrosa, pemadat media ml per botol. Botol tersebut ditutup rapat
(agar-agar), aquades, alkohol 70%, spritus, dengan almunium foil/plastik dan dilabel,
bayclin, betadine, kertas saring, tissue, kerts lalu disterilisasi dalam autoklaf pada
label, karet gelang dan plastik 0,8 mm. tekanan 17,5 psi selama 15 menit.
Pelaksanaan penelitian ini Eksplan yang di gunakan adalah
meliputi kegiatan sterilisasi alat dan tunas jeruk yang berasal dari biji yang
aquades, pembuatan dan strerilisasi media, sebelumnya telah di kecambahkan pada
sterilisasi bahan tanaman, penanaman dan media MS½ tanpa zat pengatur tumbuh.
pemeliharaan. Seluruh peralatan yang akan Sebelum dikecambahkan atau melakukan
digunakan terlebih dahulu disterilkan penanaman, biji disterilisasi dengan
untuk menghindari terjadinya kontaminasi. menggunakan larutan Clorox 15%, 10%
Alat-alat yang digunakan dicuci terlebih dan 5% masing-masing selama 15 menit ,
dahulu dengan detergen, dibilas, kemudian 10 menit dan 5 menit. Biji selanjutnya
dikeringkan. Setelah kering, alat-alat seperti dibilas sebanyak tiga kali dengan
mengunakan aquades, lalu dikultur. Setelah
cawan Petri, corong, gelas ukur, scalpel,
biji berkecambah (sekitar 4 minggu) atau
pinset, batang pengaduk dan pipet dibungkus
tinggi tanaman sekitar 3-4 cm, eksplan
rapi dengan kertas. Kemudian seluruh alat dikeluarkan dari botol dengan menggunakan
tersebut disterilkan dengan menggunakan pinset, lalu letakkan pada cawan petri dan
autoklaf pada suhu 121ºC dan tekanan diambil bagian tunas pucuk dengan panjang
17,5 psi selama satu jam. Hal ini juga ± 2-2,5 cm . Setelah itu eksplan dikultur
berlaku untuk sterilisasi aquades, yaitu pada media sesuai perlakuan.
menggunakan suhu dan tekanan yang sama. Eksplan yang telah disterilisasi
Langkah awal dalam pembuatan selanjutnya diletakkan dalam cawan petri.
media adalah pembuatan larutan stok. Eksplan tersebut diisolasi, kemudian
Larutan stok dibuat sesuai komposisi media ditanam pada media inisiasi. Setelah
MS. Pembuatan media dimulai dengan melakukan penanaman, semua botol kultur
mengambil larutan stok media MS sesuai ditutup dengan tutup plastik lalu diketatkan
dengan takaran, kemudian larutan tersebut dengan karet gelang dan diberi label sesuai
199
perlakuan. Seluruh kegiatan penanaman ditambahkan Kinetin. Pembentukan tunas
dilakukan di dekat lampu bunsen dalam lebih cepat bila media ditambahkan 1.0
Laminar Air Flow Cabinet. Setelah selesai ppm-1.5 ppm Kinetin (rata-rata 5,00 hari).
melakukan penanaman, semua botol kultur Terdapat perlambatan dalam
diletakkan pada rak kultur dalam ruang pembentukan tunas bila konsentrasi Kinetin
pemeliharaan. Semua tanaman yang dalam media lebih rendah (0.1 ppm) yaitu
dikultur, disubkultur setiap dua minggu rata-rata mencapai 5,40 hari. Berdasarkan
sekali. Ruang pemeliharaan harus selalu uji BNJ 5% juga diketahui bahwa
steril dan dijaga kebersihannya. Suhu pembentukan tunas tercepat terdapat pada
ruangan dipertahankan antara 22ºC sampai media yang ditambahkan BAP 1.0 ppm
26ºC. Selain itu juga dipasang lampu yakni rata-rata hanya mencapai 3,40 hari.
Fluorescent 20 Watt sebagai sumber cahaya Berdasarkan data tersebut, maka
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diketahui bahwa konsentrasi 1.0 ppm BAP
tanaman dalam botol kultur. Variabel yang merupakan konsentrasi yang lebih baik
diamati pada penelitian ini meliputi saat untuk memacu kecepatan pembentukan
muncul tunas, jumlah tunas, jumlah daun tunas pada eksplan kotiledon jeruk manis.
dan ada tidaknya akar yang terbentuk dan Dengan demikian, diketahui bahwa BAP
diamati setiap minggunya (1 – 6 MST). pada konsentrasi 1.0 ppm lebih efektif
dalam memacu dan mendorong pembentukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
tunas dibanding dengan konsentrasi maupun
Saat Muncul Tunas. Hasil analisis ragam jenis sitokinin lainnya (Kinetin). BAP
menunjukkan bahwa konsentrasi Kinetin masuk ke dalam jaringan melalui bagian
yang dicobakan berpengaruh sangat nyata eksplan yang dilukai, selanjutnya BAP akan
terhadap saat muncul tunas. Rata-rata saat merangsang sel-sel pada jaringan eksplan
muncul tunas dari berbagai perlakuan yang untuk membelah dan berdiferensiasi
dicobakan disajikan pada Tabel 1. membentuk tunas. Penyerapan zat pengatur
Sesuai hasil uji BNJ 5% pada Tabel tumbuh tersebut selanjutnya akan
1, menunjukkan bahwa terjadi perlambatan menyebabkan peningkatan kandungan zat
pembentukan tunas jeruk manis bila pengatur tumbuh (hormon endogen) dalam
konsentrasi BAP lebih rendah (0.5 ppm) tubuh tanaman (Gunawan, 1988). Hartmann
ataupun lebih tinggi (1.5 ppm) yaitu sama et al. (1997) menyatakan bahwa penggunaan
rata-rata 3,60 hari. Pembentukan tunas sitokinin dengan konsentrasi yang tinggi
paling cepat dijumpai pada komposisi dan auksin yang rendah sangat penting
media yang ditambahkan 1.0 ppm BAP dalam pembentukan organ. Dalam hal ini
(rata-rata 3,40 hari). Kecepatan pembentukan penambahan 1.0 ppm BAP ke dalam media
tunas juga berbeda pada media yang sudah cukup untuk menginduksi tunas.
Tabel 1. Saat Muncul Tunas Jeruk pada Berbagai Konsentrasi Sitokinin (Hari Setelah Tanam)
200
Jumlah Tunas. Hasil analisis ragam Berdasarkan hasil tersebut, maka
menunjukkan bahwa konsentrasi Kinetin jelas penambahan BAP pada konsentrasi 1.0
yang dicobakan tidak berpengaruh nyata ppm merupakan konsentrasi yang lebih baik
terhadap jumlah tunas umur 1-4 MST tetapi bila dibandingkan dengan konsentrasi
berpengaruh nyata pada umur 5-6 MST. ataupun jenis sitokinin yang lain (kinetin).
Rata-rata jumlah tunas dari berbagai Hal ini juga selaras dengan hasil yang
perlakuan yang dicobakan disajikan pada dikemukakan Mukhtar et al. (2005) bahwa
Tabel 2. pada pemberian BAP konsentrasi 1 ppm
Sesuai hasil uji BNJ 5% pada Tabel menghasilkan persentase tunas tertinggi
2, menunjukkan bahwa pemberian berbagai pada Citrus reticulate. Tingginya jumlah
konsentrasi BAP memberikan perbedaan tunas yang terbentuk, diduga penambahan
terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada BAP dengan konsentrasi 1.0 ppm tercapai
minggu kelima hingga keenam setelah jumlah dan keseimbangan yang sesuai
tanam. Peningkatan konsentrasi BAP dari untuk mendorong pembentukan dan
0.5 ppm hingga 1 ppm menyebabkan pertumbuhan tunas. Krikorian (1995) dalam
peningkatan jumlah tunas yang terbentuk, Imran (2005) menjelaskan bahwa zat
tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi pengatur tumbuh yang ditambahkan pada
(1.5 ppm BAP) cenderung menyebabkan media sebagian akan masuk ke dalam sel
pengurangan jumlah tunas. Jumlah tunas tanaman melalui proses difusi ataupun
paling banyak terbentuk pada media yang melalui penyerapan aktif. Masuknya zat
ditambahkan 1 ppm BAP hingga minggu pengatur tumbuh eksogen tersebut akan
keenam yaitu rata-rata (dengan nilai mengubah keseimbangan hormon dalam
transformasi 2,12 tunas per eksplan). tubuh tanaman. Untuk memacu pertumbuhan,
Sementara, pada media yang ditambahkan zat pengatur tumbuh dalam tubuh tanaman
kinetin hingga minggu keenam tunas harus berada pada gradien tertentu.
terbanyak juga dijumpai pada konsentrasi Jumlah Daun. Hasil analisis ragam
1.0 ppm yaitu rata-rata dengan nilai menunjukkan bahwa konsentrasi Kinetin
transformasi 1,48 tunas per eksplan. Tunas yang dicobakan tidak berpengaruh nyata
cenderung menurun bila konsentrasi kinetin terhadap jumlah tunas umur 2-4 MST tetapi
lebih randah (0.5 ppm) ataupun lebih tinggi berpengaruh nyata pada umur 1, 2 dan 6
(1.5 ppm) hingga minggu keenam hanya MST. Rata-rata jumlah tunas dari berbagai
mencapai rata-rata antara 1,35 hingga 1,37 perlakuan yang dicobakan disajikan pada
tunas per eksplan. Tabel 3.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Tunas Jeruk Manis pada Berbagai Konsentrasi Sitokinin Umur 1-6
MST (Transformasi √x + 0,5)
201
Sesuai Uji BNJ 5% pada Tabel 3, Hal ini sesuai dengan hasil yang
menunjukkan pemberian BAP memberikan dilaporkan oleh Harliana et al., (2012)
perbedaan yang nyata terhadap jumlah bahwa pemberian 1 ppm BAP memberikan
daun. Peningkatan BAP dari konsentrasi jumlah daun terbanyak pada tanaman
0.5 ppm hingga 1.0 ppm menyebabkan jeruk keprok. Banyaknya jumlah daun
peningkatan jumlah daun yang terbentuk. yang terbentuk pada komposisi media
Jumlah daun nyata menurun bila yang ditambahkan 1.0 ppm BAP diduga
konsentrasi BAP lebih tinggi (1.5 ppm) disebabkan karena pada komposisi tersebut
hingga minggu keenam yaitu hanya diperoleh suatu rasio atau keseimbangan
mencapai rata-rata 4,09 helai daun. Jumlah yang sesuai antara sitokinin (BAP) dan
daun jeruk yang terbentuk paling banyak auksin (IAA) bagi pembentukan daun
diperoleh pada konsentrasi 1.0 ppm pada jeruk.P mbentukan daun pada kultur
minggu pertama hingga keenam yaitu jaringan sangat dipengaruhi oleh sitokinin
masing-masing 2,96 helai; 3,21 helai; 3,43 dan auksin. Dari hasil yang diperoleh
helai; 3,99 helai; 4,41 helai dan 5,00 helai dengan jelas bahwa penambahan BAP (1.0
daun per eksplan. Selanjutnya, pada media ppm) sudah cukup untuk menstimulasi
yang ditambahkan kinetin hingga minggu pembentukan daun pada eksplan kotiledon
keenam jumlah daun paling banyak juga jeruk manis.
dijumpai pada konsentrasi 1.0 ppm yaitu Ada Tidaknya Akar. Ada tidaknya akar
rata-rata dengan nilai transformasi 3,65 yang terbentuk dalam penelitian ini diamati
daun per eksplan. Jumlah daun cenderung secara visual. Berdasarkan hasil penelitian
menurun bila konsentrasi kinetin lebih hingga 6 MST akar tidak terbentuk pada
randah (0.5 ppm) ataupun lebih tinggi (1.5 semua komposisi media yang dicobakan.
ppm) hingga minggu keenam hanya
Hal ini diduga karena rasio sitokinin (BAP
mencapai rata-rata antara 3,41 hingga 3,54 dan Kinetin) terhadap auksin (IAA) dalam
daun per eksplan. media terlalu tinggi sehingga tidak mampu
Berdasarkan hasil tersebut, maka memacu pembentukan akar jeruk. Dilihat
diketahui penambahan BAP pada dari rasio konsentrasi yang dicobakan,
konsentrasi 1.0 ppm memberikan perbedaan konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibanding
yang nyata dan merupakan konsentrasi yang konsentrasi auksin sehingga eksplan tidak
lebih baik bila dibandingkan dengan mampu membentuk akar, melainkan hanya
konsentrasi ataupun jenis sitokinin yang membentuk tunas dan daun.
lain (kinetin).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun Jeruk Manis pada Berbagai Konsentrasi Sitokinin Umur 1-6
MST (Transformasi √x + 0,5)
202
Menurut Fossard dalam Ambarwati pembentukan akar juga biasa ditempuh
(1987), medium tanpa sitokinin lebih baik dengan penambahan arang aktif ke dalam
daripada medium yang mengandung media.
sitokinin untuk pembentukan akar. Selain
itu, konsentrasi auksin (IAA) yang KESIMPULAN
digunakan dalam penelitian ini juga relatif
rendah yakni hanya 0.1 ppm, sedangkan Berdasarkan hasil penelitian maka
untuk perakaran dibutuhkan tambahan disimpulkan bahwa komposisi media yang
auksin 1-5 ppm (Syahid dan Mariska, 1991 lebih baik untuk pertumbuhan jeruk manis
dalam Nisa dan Rodinah, 2005). Hal ini adalah media MS yang ditambahkan 1.0
sesuai dengan pendapat Basri (2004), ppm BAP. Pada komposisi media tersebut
bahwa akar biasanya dapat terbentuk bila diperoleh saat muncul tunas paling cepat,
kandungan hara makro dan mikro di dalam jumlah tunas paling banyak dan jumlah
media diturunkan atau tanpa menggunakan daun paling banyak hingga 6 minggu
zat pengatur tumbuh. Bila menggunakan setelah tanam yaitu masing-masing 3,40
zat pengatur tumbuh, maka yang digunakan HST, 2,12 tunas per eksplan dan 5,00 helai
biasanya hanya auksin. Stimulasi daun per eksplan.
DAFTAR PUSTAKA
Altaf, Khan AR, Ali L, Bhatti LA. 2008. Propagation of Rough Lemon (Citrus Jambhiri Lush.)
through In vitro Culture and Adventitious Rooting in Cuttings. Electronic Journal of
Enviromental Agricultural and Food Chemistry 7(11): 3326-3333.
Ambarwati, A.D. 1987. Induksi Kalus dan Differensiasi pada Kultur Jaringan Gnetum gnemon L.
Fakultas Biologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Badan Pusat Statistik. 2013. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi
Sulawesi Tengah.
Cameiro, L.A., R.F.G. Araujo, G.J.M Brito, M.P.H.P. Fonseca, . Costa, O.J. Crocomo and. E.
Mansur, 1999. In Vitro Regeneration from Leaf Explants of Neoregelia cruenla (R.
Graham) L.B. Smith, an endemic bromeliad from Eastern Brazil. Plant Cell, Tissue and
Organ Cu lture. 55:79-83
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Pusat
Antar Universitas ( PAU ) Biotek. Bogor.
-------------------, 1995. Teknik Kultur In Vitro Dalam Hortikultura. Jakarta : Penebar Swadaya.
Harliana, Weaniati, Muslimin, Suwastika, I.N. 2012. Organogenesis Tanaman Jeruk Keprok
(Citrus Nobilis Lour.) Secara In Vitro Pada Media MS Dengan Penambahan berbagai
Konsentrasi IAA (Indole Acetid Acid) Dan BAP (Benzyl Amino Purin). Jurnal Natural
Science Vol. 1.(1) 34-42.
203
Imran. 2005. Inisiasi Tunas Tanaman Panili (Vanila planifolia Andrews) pada Berbagai
Konsentrasi BAP secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. Palu.
(Tidak dipublikasikan)
Iser, M., Fettig, S., Scheying, F., Viertel, K., and Hess, D., 1999. Genotype-Dependent Stable
Genetic Transformation in Germany Spring Wheat Varieties Selected For High
Regeneration Potential. J. Plant Physiol. 154:509-516
Jajoo, A. 2010. In vitro Propagation of Citrus limonia Osbeck through Nucellar Embryo Culture.
Journal of Biological Sciences 2(1): 6-8.
Mukhtar, R., M. M. Khan, B. Fatima, M. Abbas and A. Shahid. 2005. In Vitro Regeneration and
Multiple Shoots Induction in Citrus reticulata (Blanco). International Journal Agri. Biol.,
Vol. 7, No. 3.
Nisa, C dan Rodinah. 2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa paradisiaca
L.) dengan Pemberian Campuran NAA dan Kinetin. Bioscientiae Volume 2,Nomor 2,
Halaman 23-36.
Sarma C, Borthakur A, Singh S, Modi MK, Sen P. 2011. Efficient In vitro Plant Regeneration
from Cotyledonary Explants of Citrus reticulata L. Blanco. Scholars Research 2(6): 341-
348.
Sukmadjaja D., dan Mariska I., 2003. Perbanyakan Bibit Jati Melalui Kultur Jaringan. Bogor :
Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Takumi, S and Shimada, T., 1997. Variation in Transformation Frequencies Among Six Common
Wheat Cultivars Through Particle Bombardment of Scutellar Tissues. Genes genet. Syst.,
72:63-69.
Wardiyati, T., 1998. Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Lembaga Penelitian Fakultas
Pertanian UNIBRAW, Malang.
204