Persahabatan: Makna Dan Kontribusinya Bagi Kebahagiaan Dan Kesehatan Lansia
Persahabatan: Makna Dan Kontribusinya Bagi Kebahagiaan Dan Kesehatan Lansia
Persahabatan: Makna Dan Kontribusinya Bagi Kebahagiaan Dan Kesehatan Lansia
net/publication/318775503
CITATIONS READS
0 1,738
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Model of Intergenerational Relation and Family Caregiving of Older People in Bali View project
All content following this page was uploaded by Made Diah Lestari on 16 August 2017.
1
e-mail: [email protected]
Abstract — Activity theory has given an enormous perspective on ageing with the concept of
successful ageing. The theory views older people as an active, productive, and sociable group.
Social contact or participation is one of the indicators of an ageing-friendly community which
has been declared by World Health Organization. Maintaining friendship is an example of
social contact in older people. The pattern of friendship changes according to the abilities
and needs in every stages of human development. The aim of the study is to find the pattern
of friendship, the meaning of friendship, and friendship impact on physical and psychological
healthiness in older people. The participants were 14 older people from 64 to 70 years old. The
present study is a qualitative research using photovoice method. According to participatory
and coding analysis, the study has found several themes which contributed to the pattern
of friendship, namely the definition of who friends are and the duration of companionship.
For the participants, friend is appreciated as someone who become part of their memory,
someone who always serve openness, and someone who gets them away from loneliness.
Friendship was seen as a type of relationship which is built by pure interest. Friendship
activities that benefit the older people are getting together with friends, sharing experiences,
finding solutions to the problems encountered, visiting friends, attending important events
of friends, running hobby, and doing physical activity. The critical findings of the present
study can be used for planning the management model of healthcare for the older people.
Abstrak — Activity theory telah memberikan perspektif yang baru dalam bidang gerontologi
dengan konsep successful ageing. Teori ini menilai lanjut usia (lansia) sebagai kelompok
yang aktif, produktif, dan masih mampu berkiprah dalam situasi sosial. Partisipasi
sosial adalah salah satu indikator dari komunitas ramah lansia yang dideklarasikan oleh
World Health Organization. Mampu menjaga persahabatan adalah salah satu dari bentuk
kontak sosial dan partisipasi sosial bagi lansia. Pola-pola persahabatan berubah seiring
dengan perkembangan usia seseorang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
pola persahabatan, makna persahabatan, dan dampak persahabatan bagi kondisi fisik dan
59
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
psikologis lansia. Responden penelitian ini adalah 14 orang lansia yang berusia 64 hingga
70 tahun dan aktif mengikuti kegiatan bersama teman. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan photovoice. Melalui analisis partisipatori dan koding, studi mendapatkan
tema-tema yang berkontribusi pada pola persahabatan lansia, seperti siapa yang dianggap
sebagai teman, durasi persahabatan dan pertemanan. Bagi responden, teman adalah sosok
yang merupakan bagian dari memori masa lalu, seseorang yang menghadirkan keterbukaan,
dan mampu menjauhkan mereka dari rasa kesepian. Persahabatan dinilai sebagai bentuk
hubungan yang dibangun dari intensi yang murni tanpa tendensi apa pun. Aktivitas
bersama sahabat yang mampu memberikan dampak positif bagi responden adalah berbagai
pengalaman, mengunjungi teman, menghadiri acara-acara penting sahabat, menjalankan
hobby bersama, dan berolahraga. Hasil dari penelitian ini mampu menjadi dasar bagi
penatalaksanaan kesehatan bagi lansia.
PENDAHULUAN
Proporsi pendudukan lanjut usia (lansia) meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penduduk
lansia di Indonesia mengalami peningkatan hingga 9.7% pada tahun 2011 (Badan Pusat Statistik
(BPS), dalam Lestari, 2016). Proporsi ini diprediksi akan mengalami peningkatan 11.34% di tahun
2020 dan menjadi 25% di tahun 2050. Indonesia menduduki peringkat ke-empat dunia sebagai negara
dengan jumlah penduduk lansia tertinggi setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Data ini sekaligus
menunjukkan peningkatan usia harapan hidup di Indonesia. Kondisi ini mengarahkan Indonesia ke
era penduduk berstruktur tua atau yang dikenal dengan istilah ageing population (Suardiman, 2011).
Kondisi ini adalah cerminan dari suksesnya pembangunan di bidang kesehatan yang meliputi
sistem dan infrastruktur di dalamnya serta peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
kesehatan. Di sisi lain, jumlah pendudukan lansia yang meningkat juga menyumbang bagi angka
tergantung hidup di suatu wilayah atau yang disebut dengan old dependency ratio. Kondisi ini
melahirkan pandangan baru di bidang gerontologi. Fokusnya tidak lagi bagaimana memperpanjang
usia dan harapan hidup, namun bagaimana membantu lansia tetap produktif dan mandiri di usia lanjut.
Kebahagiaan memberikan kontribusi yang besar bagi kemandirian lansia (Lestari, 2015).
Kebahagiaan lansia berkorelasi dengan kualitas hubungan dan jumlah dukungan sosial serta interaksi
dengan orang lain (Valliant, dalam Suardiman, 2011). Ada dua teori besar yang membahas mengenai
konsep hubungan dan interaksi pada lansia. Teori pertama disampaikan oleh Cumming dan Henry
60
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
(2016). Teori tersbeut dikenal dengan disengagement theory yang menyatakan bahwa ketika individu
memasuki masa dewasa akhir, aktivitas dan sosialisasi mereka akan berkurang. Menurut teori ini
successful ageing ditandai dengan pemisahan atau penarikan diri secara sosial dan meninggalkan peran
sosial sedikit demi sedikit. Teori yang kedua disampaikan oleh Neugarten dkk. (dalam Suardiman,
2011) yang dikenal dengan activity theory. Teori ini memberikan perspektif yang berbeda terkait
successful ageing. Sukses di masa tua berarti lansia tetap aktif, produkti, dan menjaga kehidupan
sosialnya, selayaknya kondisi fisik dan emosional lansia.
Salah satu sumber dukungan sosial pada lansia adalah sahabat. Pola persahabatan berubah seiring
dengan kemampuan dan kebutuhan di setiap tahapan perkembangan. Bagaimana anak-anak, remaja,
dan orang dewasa memandang dan memberikan makna pada pertemanan atau persahabatan dapat jadi
sangat berbeda dengan bagaimana pemaknaan lansia. Unsur penting dari persahabatan menjadi stabil,
solid, dan lebih penting di usia lanjut. Berdasarkan activity theory, persahabatan memegang peranan
penting dalam kehidupan lansia. Demir dan Ozdemir (2010) menemukan bahwa kualitas persahabatan
adalah prediktor penting bagi kebahagiaan. Studi ini akan mendiskusikan persahabatan pada lansia dan
bagaimana persahabatan berdampak pada kebahagiaan dan kesehatan. Bagaimana lansia memaknai
persahabatan di usia lanjut mereka menjadi pertanyaan utama penelitian. Lebih lanjut, penelitian juga
akan melihat bagaimana persahabatan mampu berkontribusi bagi kebahagiaan dan kesehatan di usia
lanjut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan photovoice.
METODE
Partisipan
Responden dalam penelitian ini berjumlah 14 orang lansia di Denpasar, Bali, yang menjaga
persahabatan mereka mulai dari masa sekolah hingga saat ini. Lansia ini rutin mengadakan pertemuan
dan reuni dengan sahabat mereka setiap bulannya. Usia responden adalah 64-70 tahun.
Desain
Studi ini adalah studi kualitatif dengan menggunakan photovoice yang dipopulerkan oleh Wang
dan Burris (dalam O’Grady, 2008). Dalam studi ini, media foto digunakan untuk mengidentifikasi
dan mengkomunikasi makna, bentuk persahabatan di usia lanjut dan bagaimana persahabatan dapat
61
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
meningkatkan kebahagiaan, kesejahteraan psikologis, dan kesehatan fisik. Identifikasi dilakukan oleh
responden penelitian dengan mengambil foto yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Elisitasi foto
kemudian dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan SHOWED teknik yang
terdiri dari lima pertanyaan, yakni, what do you SEE here, what’s really HAPPENING here, how does
this relate to OUR lives, why does this situation EXIST, dan what can we DO about it.
Prosedur
Penelitian diawali dengan program induksi kepada 14 responden. Program induksi ini bertujuan
untuk memperkenalkan photovoice kepada responden dan memperkenalkan mekanisme pengambilan
data dengan menggunakan photovoice. Setelah mengikuti program induksi, responden diminta untuk
menyetujui terlebih dahulu informed consent dan mekanisme photovoice sebelum melakukan kegiatan
photovoice. Responden kemudian diberikan waktu selama 1 minggu untuk mengumpulkan foto yang
berkaitan dengan pertanyaan penelitian, yakni bagaimana makna persahabatan di usia lanjut, bagaimana
bentuk persahabatan di usia lanjut, dan bagaimana persahabatan mampu meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan kesehatan fisik. Responden berhak mengambil foto yang berkaitan atau memilih foto
dari koleksi pribadi mereka. Setelah 1 minggu, responden kemudian menyerahkan foto kepada peneliti
dan dilanjutkan dengan focused group discussion, membuat narasi pada foto, dan wawancara mendalam
dengan menggunakan SHOWED teknik.
Teknik Analisis
Data yang berupa foto dan narasi kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis partisipatori
dan coding. Analisis partisipatori berarti, responden penelitian memiliki kesempatan untuk memberikan
makna pada foto yang mereka kumpulkan dan memberikan narasi yang tepat yang menggambarkan
foto. Tahap selanjutnya, peneliti melakukan proses open coding, axial coding, dan selective coding
berdasarkan pendekatan Strauss dan Corbin (1990) untuk menemukan tema-tema sentral yang berkaitan
dengan makna dan arti persahabatan di usia lanjut.
62
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Profil Responden
Responden penelitian seluruhnya berdomisili di Denpasar. Sebanyak 14 responden saling mengenal
satu sama lain dan secara rutin terlibat pertemuan minimal sebulan sekali. Komunikasi dengan sahabat
biasanya dilakukan melalui telepon dan media sosial. Tabel 1 memperlihatkan karakteristik responden.
63
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Gambar 1. Keterbukaan
“Saya melihat suatu keindahan yang mendasari keterbukaan ini. Yang sebenarnya terjadi
adalah dalam diri yang bersih atau hati yang bersih, semuanya akan tampak indah.
Suasana hati kita sangat menentukan. Semoga ini akan sangat berpengaruh kepada
kehidupan sehari-hari. Situasi yang indah ini ada karena tekad kita untuk mengalahkan
hati dan perasaan agat tetap bersih. Kita harus lebih banyak belajar melatih hati dalam
usia sekarang ini. ” (DP, 64 tahun)
Partisipan juga melihat bahwa persahabatan adalah suatu yang indah dan menyegarkan. Seperti
layaknya bunga yang baru mekar dan memberikan manfaat bagi kehidupan mereka.
“Persahabatan itu indah, segar, dan putih bersih. Persahabatan yang didasari oleh jiwa
yang bersih dan tidak ada maksud-maksud tertentu. Hingga saat ini seperti itulah makna
persabahatan bagi saya.” (AT, 65 tahun).
64
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Persahabatan juga memiliki makna sebuah hubungan yang erat dan terikat satu sama lain. Bagi
partisipan, persahabatan adalah sebuah ikatan energi. Silaturahmi membangun hubungan yang terputus
di masa lalu adalah bagian dari persahabatan di masa tua. Sahabat adalah bagian dari sejarah masa lalu.
Sahabat mengandung makna seseorang yang mampu menghadirkan kehidupan yang jauh dari
rasa sepi di masa tua. Persahabatan di usia lanjut mampu menghadirkan afeksi, kedekatan, perhatian,
dan kebersamaan.
“Merasa bahwa semua akan tua dan kita ingin seperti ibu ini juga dijenguk dan diajak
berkomunikasi. Masa tua akan jauh dari rasa sepi.” (IN, 64 tahun)
65
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Persahabatan di masa tua mampu menghadirkan makna kebersamaan, kasih sayang, dan juga
perhatian kepada orang-orang terdekat.
“Persahabatan dengan banyak teman, Photo ini sedang menjenguk ibunya sahabat,
Endang yang sedang sakit. Sangat bermanfaat demi kelangsungan persahabatan. Photo ini
memperlihatkan persahabatan yang kekal. Akan selalu dipertahankan demi persahabatan
yang berlanjut.” (GA, 65 tahun)
66
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Usia juga tidak menghalangi seseorang untuk membangun persahabatan dengan generasi yang
lebih muda.
“Sahabat di sekitar saya yang rata-rata pekerjaannya adalah nelayan dan umurnya lebih
muda banyak memberikan inspirasi dan mereka sangat menghargai kehadiran kita yang juga
ingin didengar. Ini sangat erat dengan keinginan saya untuk membantu menyejahterakan
mereka dengan jalan yang belum pernah mereka bayangkan. Ini terjadi karena pengalaman
saya sebelumya yang membuat kepekaan menjadi tinggi, melihat situasi yang carut-marut dan
saya akan mengerjakan untuk membantu menyelesaikan masalah mereka.” (CH, 64 tahun)
Selain dengan teman. bersahabat dengan keluarga juga salah satu bentuk dari persahabatan di
masa tua. Persahabatan dibina dengan istri, anak, dan juga cucu.
67
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
“Persahabatan juga dibina dengan istri dan cucu. Mereka memberikan aspirasi dan
menghibur saya. Merupakan sumber semangat hidup.” (RS, 65 tahun).
“Bersahabat dengan banyak teman, semakin harmonis, sangat bermanfaat bagi kelanggengan
persahabatan. Photo ini memperlihatkan persahabatan yang kekal.” (SB, 64 tahun).
Persahabatan yang berlangsung lama mengubah bentuk persahabatan yang mengarah kepada
kekeluargaan. Sahabat dipandang sebagai bagian dari anggota keluarga. Anggota keluarga sahabat
pun dianggap sebagai sahabat.
“Di usia lanjut, kumpul bersama tersenyum bersama satu dengan yang lain. Saling
mengingat kejadian berkesan di masa lalu. Terasa hidup di masa lalu. Persahabatan ini
terasa murni kekeluargaan.” (RS, 64 tahun)
68
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Lansia juga membina hubungan yang bersifat jarak jauh. Bagi mereka, jarak dapat diatasi dengan
komunikasi yang rutin dan komitmen untuk menjalankan reuni paling tidak setahun sekali.
“Pertemuan reuni dengan teman-teman seangkatan FKG Unair. Pertemuan yang jarang
bisa dilakukan karena tinggal berjauhan, hanya setahun sekali. Tampaknya pertemuan reuni
setiap tahun harus rutin dilakukan selama kesehatan masih memungkinkan.” (HN, 63 tahun).
Manfaat persahabatan
Partisipan memiliki beragam pendapat dan juga pengalaman terkait dengan manfaat persahabatan
bagi kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik.
Energizer
Partisipan memandang bahwa sahabat mampu membuat mereka menjadi lebih semangat dan bergairah
dalam menjalani kehidupan. Sahabat adalah sosok yang selalu menghibur. Aktivitas yang dijalankan dengan
semangat selalu menambah keceriaan di usia lanjut. Teman adalah motivator yang menumbuhkan semangat
hidup. Hal ini memberikan dampak pada peningkatan kesehatan jiwa dan juga raga.
69
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Bergaul dengan banyak teman, membuat hidup mereka menjadi lebih bersemangat. Memperluas
pergaulan dengan generasi yang lebih muda dan juga cucu ternyata mampu menjadi sumber semangat
dan gairah hidup.
“Saya melihat bersahabat dengan orang-orang yang lebih muda dan energik sangat
memengaruhi semangat kita untuk bisa mengimbangi. Dan yang terjadi adalah sebuah
penghargaan apabila kita bisa berkolaborasi dengan jalan pikiran mereka tanpa
mengesampingkan pendapat kita sendiri.” (CH, 64 tahun).
Sering mengikuti kegiatan yang dilakukan bersama dengan sahabat, mampu menjaga kesehatan
dan juga semangat.
“Berkumpul untuk kegiatan yang bersifat positif. Senantiasa berbagi ilmu kepada orang
lain. Di dalam kehidupan kita memerlukan kebersamaan. Dengan kepedulian dan aktif
mengikuti acara di luar, kita tetap sehat dan semangat. Tetaplah berbagi.” (KS, 64 tahun)
70
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
“Kebersamaan sebagai wujud dari kedekatan hati dan perasaan kita. Dengan kebersamaan
ini suasana hati kita akan berubah dan beban berat akan terasa lebih ringan, malahan
dengan sharing sangat membantu sekali dalam penyelesaian masalah kita. Situasi ini ada
karena kebersamaan dan ada suatu ikatan energi yang sama di antara kita.” (DP, 65 tahun)
Lansia pun masih mampu melakukan diskusi ringan dengan sahabat dalam rangka saling belajar
dari pengalaman masing-masing terkait dengan kehidupan yang sudah dijalani.
71
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Role Model
Bagi lansia, persahabatan di usia lanjut memberikan dampak positif, di mana sesama teman dapat
menjadi role model dan juga memberikan contoh tentang nilai-nilai kehidupan. Kegiatan yang dilakukan
bersama dengan sahabat mampu meningkatkan kepedulian terhadap teman yang sakit. Empati dan support
senantiasa diberikan agar teman lebih tabah serta kuat dalam menjalani kehidupan.
“Rasa empati kepada sahabat dan sekaligus memberikan support agar tabah dan kuat dalam
menghadapi sakit tersebut. Ke depannya bentuk persahabatan seperti ini harus dilanjutkan.”
(AT, 65 tahun).
Dengan diskusi-diskusi yang dilakukan bersama, sahabat mampu menjadi fasilitasi pengenalan
diri, kepedulian, dan sensitivitas diri sendiri dan juga teman. Teman merupakan sumber aspirasi dan
juga hiburan. Pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh teman juga merupakan sumber inspirasi dan
memberikan hiburan pada diri lansia.
“Reuni para sahabat dan menghadiri ulang tahun sahabat mampu membangun silaturahmi
penuh canda. Kegiatan ini adalah kegiatan yang sangat positif, bagus untuk semangat
72
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
hidup sekalian kesempatan belajar menambah kepedulian dan sensitivitas mengenai diri
sendiri dan teman. Karena kita dalah mahluk sosial dan berkumpul bersama teman-teman
selalu menyenangkan. Komunikasi sebaiknya dijaga.” (SD, 64 tahun).
“Karena persaudaraan, sesama tua terasa muda lagi. Gairah makan pun berselera. Secara
tidak langsung menambah energi dan menahan sel-sel tubuh menua.” (RS, 65 tahun).
Sumber Penghargaan
Hubungan persahabatan yang dibina dengan generasi yang lebih muda, pada dasarnya mampu
membuat lansia menjadi lebih merasa dihargai oleh generasi selanjutnya. Lansia merasakan bahwa
lansia mendapatkan tempat untuk berdiskusi dan juga berbicara. Pola pikir mungkin boleh beda, namun
anak muda rata-rata dapat mendengarkan dan menghargai pendapat mereka. Lansia merasa bahwa
pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki dapat menjadi masukan dan juga bentuk perhatian
untuk kesejahteraan generasi selanjutnya.
73
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Bentuk kegiatan yang biasa dijalankan lansia bersama dengan teman yang mampu meningkatkan
kesejahteraan psikologi dan kesehatan fisik adalah reuni, berdiskusi dan berbagi pengalaman serta ilmu,
menjenguk teman yang sakit, menghadiri acara-acara penting sahabat, menjalankan hobby bersama, dan
juga aktivitas fisik olahraga. Aktivitas fisik olahraga di antaranya adalah yoga, tracking, dan menari.
Sifat yang harus dipupuk dan dimiliki oleh lansia agar kegiatan bersama dengan teman mampu
memberikan manfaat fisik dan psikologis adalah keterbukaan, kesediaan untuk bertukar informasi,
senantiasa membuka komunikasi, empati, kepedulian, serta silaturahmi.
“Teman yang sudah lama tidak bertemu, foto bersama di Bandara Soekarno-Hatta. Sangat
menggembirakan. Karena kami bersahabat dan saling berkomunikasi.” (KR, 64 tahun)
74
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Selain itu hubungan persahabatan yang dibina dengan keluarga membutuhkan kepedulian dan
kesediaan untuk menyempatkan diri berinteraksi menemani anggota keluarga lainnya sesibuk apa pun
kegiatan keseharian. Aktivitas yang dilakukan bersama haruslah senantiasa dilakukan dengan ketulusan.
Pada dasarnya lansia harus mampu menjadi role model bagi generasi selanjutnya.
“Sesibuk apapun pasti menyempatkan untuk mendampingi pasangan hidup. Hal ini terjadi
karena ketulusan hati tanpa paksaan. Ini karena kami fokus selama 50 tahun tetap bersama
dan persahabatan ini kami bina terus menerus untuk dijadikan contoh oleh anak cucu ke
depan.” (CH, 64 tahun)
DISKUSI
75
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
satu dengan yang lain. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kebutuhan untuk dekat dan terikat satu
dengan yang lain. Konsep relatedness merupakan kebutuhan psikologi dasar manusia. Pemenuhan
akan keterikatan ini adalah hal yang mutlak dalam membangun kualitas persabahatan yang kemudian
mampu meningkatkan kebahagiaan individu (Demir & Ozdemir, 2010). Partisipan dalam penelitian ini
juga melihat bahwa persahabatan memiliki makna keterikatan satu teman dengan teman yang lainnya.
Keterikatan ini selalu dijaga dalam bentuk silaturahmi. Silaturahmi adalah konsep indigenous yang
berarti mengembalikan hubungan masa lalu yang terputus. Dalam konteks ini, persahabatan di usia
lanjut dipandang sebagai bagian dari sejarah kehidupan partisipan.
Persahabatan adalah bagian penting dari setiap bagian kehidupan. Persahabatan menghadirkan
kebersamaan, berbagi, dukungan emosional di masa sulit, identitas diri, dan bagian dari sejarah (Papalia,
Sterns, Feldman, & Camp, 2007). Konsep reciprocity juga tampak dalam hasil penelitian. Persahabatan
memiliki makna perhatian kepada orang-orang terdekat. Ketika lansia memberikan perhatian kepada
sesama lansia, perilaku tersebut dilakukan dengan tujuan mendapatkan timbal balik yang sama.
Menjenguk teman yang sakit dilakukan dengan harapan, saat sakit dan juga kesepian, teman-teman
akan datang dan memberikan bentuk penghiburan yang sama. Grundy dan Sloggett (dalam Gray, 2009)
menegaskan bahwa lansia seringkali mempertukarkan dukungan sosial. Mereka mampu memberikan
dukungan sosial sebaik mereka mampu menerima dukungan sosial.
76
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
maupun material. Wenger, Burholt, dan Scott (dalam Gray, 2009) mengungkapkan bahwa keluarga
berperan dalam personal care dan memberikan umpan balik saat berhadapan dengan personal problem.
Tidak hanya keluarga, Wenger, Burholt, dan Scott (dalam Gray, 2009) juga menemukan bahwa
usia lanjut memerlukan teman di luar keluarga sebagi sumber dukungan dan sharing informasi,
mengatasi kebosanan, dan sumber semangat yang mampu menjauhkan usia lanjut dari depresi serta
kebosanan. Sebagian besar dari kelompok lansia akan mempertahankan persahabatan dan teman-teman
yang mereka kenal pada tahap perkembangan sebelumnya, seperti teman-teman di masa sekolah.
Temuan ini sejalan dengan socioemotional selective theory yang memandang bahwa usia lanjut
memiliki kecenderung untuk berinteraksi dalam konteks persahabatan dengan individu yang sudah
mereka kenal (Carstensen, dalam Papalia, dkk, 2007). Atas dasar pendekatan inilah, lansia cenderung
membina persahabatan dengan teman yang mereka kenal di masa sekolah atau ketika bekerja.
Blieszner (2014) menyatakan bahwa persahabatan juga dapat dibina dengan teman baru.
Menambahkan pendapat Blieszner, Papalia dkk. (2007) melihat bahwa hubungan teman baru dibina jika
berkontribusi kepada kebutuhan emosional mereka, salah satu adalah kebutuhan akan penghargaan dan
self-esteem. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa bersahabat dengan generasi yang lebih muda dapat
menghadirkan persahabatan dan kebutuhan akan didengar. Pada akhirnya lansia akan mempertahankan
hubungan persahabatan yang bermakna dan cenderung melepaskan hubungan yang tidak memiliki
makna yang signifikan bagi lansia (Blieszner & Roberto; Carstensen, dalam Blieszner, 2014).
Durasi Persahabatan
Persahabatan pada lansia biasanya sudah dibina sejak lama (Blieszner, 2014). Persahabatan
dipandang sebagai sesuatu yang kekal dan langgeng oleh partisipan. Kebersamaan dan hubungan timbal
balik yang mutual menjadi lebih intens. Mereka berbagi nilai, minat, dan permasalahan yang sama
seperti layaknya keluarga (Blieszner, 2014). Bagi partisipan, persahabatan yang berlangsung lama,
membuat sahabat bertransformasi menjadi keluarga. Dalam proses menjalin persahabatan, hubungan
yang dibina dalam jangka waktu yang lama, biasanya masuk ke dalam tahapan sustainment, di mana
kedekatan emosional menjadi semakin kuat, stabil, dan menetap (Blieszner, 2014). Seperti layaknya
hubungan pertemanan lainnya, persahabatan di usia lanjut juga memungkinkan hubungan jarak jauh.
Komunikasi yang rutin adalah salah satu cara untuk mempertahankan persahabatan jarak jauh. Johnson
dan Troll (dalam Papalia dan kawan-kawan., 2007) melalui penelitiannya mengungkapkan bahwa
lansia yang memiliki hubungan pertemanan jarak jauh mampu menggunakan alat-alat komunikasi
penunjang dalam mempertahankan kualitas hubungan mereka.
77
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Manfaat Persahabatan
Teman adalah sosok yang mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis dan juga kesehatan
fisik. Secara psikologis, persahabatan mampu menjadi sumber semangat hidup dan kesehatan jiwa. Akin
dan Akin (2015) menemukan bahwa persahabatan mampu secara langsung meningkatkan kebahagiaan
subjektif. Kebahagiaan subjektif menyangkut meningkatnya afek positif dan menurunnya afek negatif
(Seligman, 2005). Afek positif menyangkut kebahagiaan, kegembiraan, dan juga keceriaan. Dalam
penelitian ini persahabatan juga mampu menghindarkan individu dari pikiran-pikiran negatif terkait
kehidupan.
Cable dan kawan-kawan. (dalam Blieszner, 2014) mengungkapkan bahwa persahabatan mampu
meningkatkan pandangan positif terkait kehidupan. Persahabatan juga mampu membangkitkan rasa
dihargai dan kompeten dalam melakukan suatu hal tertentu (Demir & Ozdemir, 2010). Seperti yang
diungkapkan oleh partisipan bahwa persahabatan dengan generasi selanjutnya mampu menghadirkan
penghargaan dan meningkatkan self-esteem. Persahabatan adalah sumber social support bagi lansia,
sahabat adalah sumber informasi dan dukungan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi (Gray,
2009; Hemingway & Jack, 2013). Di samping itu, sesuai dengan uraian Blieszner (2014), kecenderung
lansia untuk mempertahankan persahabatan yang bermanfaat secara tidak langsung membuat lansia
memilih dalam menentukan siapa yang dinilai sebagai sahabat atau teman. Pendapat ini sejalan dengan
teori socioemotional selective theory.
Pada akhirnya, sahabat dipandang sebagai sosok yang mampu menjadi inspirasi dan panutan.
Salah satu yang menginspirasi adalah nilai-nilai empati, penghargaan, dan wisdom di usia lanjut.
Temuan ini sejalan dengan pendapat Erikson (Papalia dan kawan-kawan., 2007) terkait dengan tahap
perkembangan psikososial di usia lanjut yang sudah mencapai tahapan wisdom versus despair.
Selain manfaat secara psikologis, persahabatan juga mampu menghadirkan manfaat berupa
peningkatan kesehatan fisik, termasuk kesehatan subjektif. Partisipan menyampaikan bahwa
persahabatan membangun persepsi bahwa mereka tidak tua walaupun memasuki usia lanjut. Bagi
partisipan, persahabatan mampu menahan penuaan, meningkatkan selera makan, dan penambah energi.
Individu dengan kesehatan subjektif yang tinggi biasanya akan memiliki lebih banyak energi ketika
berhadapan dengan aktivitas keseharian dan tidak menjadi rentan terhadap stres (Akin & Akin, 2015).
78
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
79
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
Simpulan
Persahabatan di usia lanjut mampu menghadirkan makna kebersamaan, kasih sayang, afeksi,
dan juga reciprocity. Bentuk persahabatan di usia lanjut pada dasarnya tidak memiliki perbedaan yang
berarti. Perbedaannya terletak pada hal-hal yang dianggap penting dalam persahabatan yang kemudian
menjadi dasar bagi pengambilan keputusan untuk mempertahankan persahabatan. Persahabatan
pada usia lanjut bersifat lebih selektif dan cenderung mempertahankan hubungan yang langsung
memberikan dampak bagi kesejahteraan di usia lanjut. Hubungan biasanya berlangsung lama, bertahun-
tahun, sehingga mampu mentransformasi sahabat menjadi sosok keluarga. Dalam konteks hubungan
kekeluargaan, maka terjadi pertukaran nilai-nilai dan juga pandangan hidup. Sahabat juga mampu
menjadi inspirasi dan panutan dalam mencapai tahapan wisdom di usia lanjut. Usia tidak membatasi
usia lanjut untuk beraktivitas. Kesediaan untuk menjalankan aktivitas sangat dipengaruhi juga oleh
kehadiran teman, contohnya dalam menjalankan aktivitas fisik. Sejauh persahabatan mengandung
komponen kebersamaan, mutual trust, reciprocity, dan self-validation, maka persahabatan di usia lanjut
mampu berkontribusi bagi kesejahteraan psikologis dan kesehatan fisik di hari tua.
Saran Teoretis
Penelitian ini memberikan kontribusi pada Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan
dan Psikologi Gerontologi dalam hal menjelaskan mengenai perkembangan usia lanjut dan usaha-usaha
promotif yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kesehatan serta produktivitas di usia lanjut.
Penelitian yang melibatkan lansia sebagai populasinya dapat mempertimbangkan pendekatan kualitatif
dengan menggunakan photovoice untuk menggali pengalaman, sikap, dan tingkah laku lansia terkait
dengan bidang yang ingin diteliti.
Saran Praktis
Berdasarkan temuan di atas, maka beberapa critical finding yang dapat digunakan bagi
perencanaan model manajemen kesehatan bagi lansia antara lain: (1) Usia bukan menjadi ukuran
dalam membina persahabatan; (2) Konsep reciprocity menjadi hal yang penting untuk ditanamkan
di usia lanjut, di mana lansia memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan sebaik kemampuan
80
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
mereka dalam menerima bantuan; (3) Perasaan kompeten dan mampu berkontribusi bagi generasi
selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pembentukan kegiatan intergenerational; dan (4) Aktivitas fisik
yang disiapkan bagi usia lanjut sebaiknya menghadirkan teman sebaya yang mampu mendorong usia
lanjut untuk aktif dan bersemangat.
REFERENSI
Akin, A., & Akin, U. (2015). Friendship quality and subjective happiness: The mediator role of
subjective vitality. Education and Science, 40(177), 233-242. DOI: 10.1539/EB.2015.3786
Blieszner, R. (2014). The worth of friendship: Can friends keep us happy and healthy? Journal of The
American Society on Aging, 38(1), 24-30.
Capalb, D. J., O’Halloran, P., & Liamputtong, P. (2014). Why older people engage in physical activity:
An exploratory study of participants in a community-based walking program. Australian Journal
of Primary Health, 20, 74-78.
Demir, M., & Ozdemir, M. (2010). Frienship, need satisfaction, and happiness. Journal of Happiness
Study, 11, 243-259. DOI: 10.1007/s10902-009-9138-5
Galupo, M. P., & Gonzales, K. A. (2013). Friendship values and cross-category friendships:
Understanding adult friendship patterns across gender, sexual orinetation, and race. Journal of
Sexual Roles, 68, 779-790.
Gray, A. (2009). The social capital of older people. Ageing and Society, 29, 5-31.
Hemingway, A., & Jack, E. (2013). Reducing social isolation and promoting well-being in older people.
Quality in Ageing and Older Adults, 14(1), 25-35.
Lestari, M. D. (2015). Self-perception of aging, sexual quality of life, happiness, and autonomy among
middle and late adulthood women in Denpasar. Journal of Indian Academy of Geriatric, 11, 25-26.
Lestari, M. D. (2016). Menuju Denpasar yang ramah lansia. Scientific News Magazines. Ditemu kembali
dari https://scimag.unud.ac.id/posts/menuju-denpasar-ramah-lansia.
81
Jurnal Psikologi Ulayat, Vol. 4, No. 1/Juni 2017, hlm. 59-82
O’Grady, L. (2008). The world of adolescence: Using photovoice to explore psychological sense of
community and well being in adolescents with and without an intelectual disability (Disertasi
tidak dipublikasikan). Victoria University, Australia.
Papalia, D. E., Sterns, H. L., Feldman, R. D., & Camp, C. J. (2007). Adult development and aging (3rd
ed.). New York, NY: The McGraw-Hill Companies.
Seligman, M. E. P. (2005). Authentic happiness. New York, NY: Free Press.
Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basic of qualitative research: Grounded theory procedure and
techniques. California: Sage Publications, Inc.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.
82