3994-Article Text-6985-1-10-20171012
3994-Article Text-6985-1-10-20171012
3994-Article Text-6985-1-10-20171012
ABSTRACT
Recharge areas was instrumental in arranging water transportation system, therefore
has the ability to control surface water to absorb water into the ground so that it can overcome
the problem of flooding and drought. Conditions recharge areas greatly affected by the climate
(rainfall), soil type, slope and land use types. The research objective was to assess the effect
of environmental factors on the critical level of recharge areas and efforts to rehabilitate the
recharge areas. Analysis method using valuation techniques critically recharge areas through
overlaying maps of slope, soil type, rainfall and land use types in which each map beforehand
transformed into map form infiltration. Classification potential criticality ratings recharge areas
in the top six classes, namely good, normal naturally, potential critical, fairly critical, critical and
very critical. The results show the criticality classification recharge areas in the Aek Silang sub
watershed there are four classes, namely good, normal naturally, potential critical and fairly
critical. Recharge areas be rehabilitated is a potential critical and fairly critical start with an
area of each 7607.94 ha (38.40%) and 1384.63 ha (6.99%). Environmental factor that is
possible to do the rehabilitation effort is a land use factor, since this factor is more influenced
by aspects of human activity, while factors of slope, soil type and rainfall is difficult to control
because it is natural. Efforts to rehabilitate both vegetatively and civil technically should be
adapted to the physical condition of the land, land capability and suitability.
Keywords: recharge areas, environmental factor, critically valuation, vegetatif, civil technically
Sp SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemiringin Lereng (Topografi)
Penjelasan mengenai kondisi Kemiringan lereng semakin datar,
kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, maka tingkat infiltrasinya cenderung tinggi,
curah hujan, tipe penggunaan lahan, hal ini disebabkan laju pergerakan aliran
penilaian tingkat kekritisan daerah air permukaan (runoff) lebih lambat,
resapan, daerah resapan mulai kritis, sehingga potensi infiltrasi semakin besar.
daerah resapan agak kritis, upaya Klasifikasi tingkat kemiringan lereng dan
rehabilitasi secara vegetatif, dan upaya tingkat infiltrasinya secara terperinci dapat
rehabilitasi secara sipil teknis disajikan dilihat pada Tabel 1.
dibawah ini.
SP
24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
Tabel 6. Luas masing-masing tingkat kekritisan daerah resapan
Deskripsi Luas (Ha) %
Baik 8.791,11 44,37
Normal alami 2.031,04 10,24
Mulai kritis 7.607,94 38,40
Agak kritis 1.384,63 6,99
Jumlah 19.814,72 100,00
Sumber : Hasil analisis peta daerah resapan Sub DAS Aek Silang, 2014.
Kondisi daerah resapan di Sub DAS direhabilitasi, maka daerah resapan
Aek Silang dari Tabel 6, masih di dominasi kondisi baik dan normal alami termasuk
dengan kondisi “baik” yaitu seluas kelompok daerah resapan yang perlu
8.791,10 ha (44,37%), sedangkan kondisi dijaga kelestariannya dengan luas
daerah resapan “mulai kritis” dan “agak 10.822,15 ha (54,61%), sementara daerah
kritis” masing-masing seluas 7.607,94 ha resapan kondisi mulai kritis dan agak kritis
(38,40%) dan 1.384,63 ha (6,99%), dan termasuk kelompok daerah yang perlu
daerah resapan kategori “normal alami” direhabilitasi dengan luas 8.992,57 ha
seluas 2.031,04 ha (10,24%). Apabila (45,39%). Peta hasil penilaian tingkat
kondisi daerah resapan yang ada dibagi kekritisan daerah resapan Sub DAS Aek
atas 2 (dua) kelompok besar, yaitu daerah Silang dapat dilihat pada Gambar 2.
resapan yang perlu dijaga kelestariannya
dan daerah resapan yang perlu
Gambar 2. Peta tingkat keritisan daerah resapan di Sub DAS Aek Silang
SP
24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
daerah-daerah resapan yang memiliki hujan tinggi dan kemiringan alur
persyaratan sebagai berikut: maksimal 5%.
a. Lokasi dam penahan : kondisi mulai c. Lokasi teras individu : dilakukan pada
kritis, erosi dan sedimentasi relatif lahan-lahan yang dimanfaatkan
tinggi yaitu diatas 180 ton/ha/tahun, secara intensif/terus menerus untuk
untuk pengamanan sumber-sumber budidaya tanaman semusim dan
air yang perlu dilestarikan fungsinya, hanya dibuat pada tempat yang akan
luas daerah tangkapan air 10 – 30 ha, ditanami tanaman pokok dan
kemiringan alur 15 -35% dan tinggi kemiringan 30 – 50%.
bendungan maksimal 4 meter.
b. Lokasi pengendali jurang : kondisi Pemberdayaan Masyarakat dalam
mulai kritis, kemiringan lebih besar Pengelolaan Lingkungan
dari 30% dan terjadi erosi parit/alur, Upaya-upaya atau kegiatan yang
pengelolaan lahan sangat intensif dibutuhkan untuk meningkatkan
yang dapat menimbulkan lahan-lahan pemberdayaan masyarakat dalam
terbuka, sedimentasi tinggi, curah pengelolaan lingkungan di Sub DAS Aek
Silang dapat dilihat pada Tabel 7.
25
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN
DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang
DAFTAR PUSTAKA Future Water Management, Ambio,
Anonim 2009. Tata Cara Penyusunan 34 (7) : 495-500.
Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Loebis, J., 1999. Hidrologi Danau Toba
dan Lahan Daerah Aliran Sungai dan Sungai Asahan, PT.Puri Fadjar
(RTk-RHL DAS), Kementerian Mandiri, Jakarta.
Kehutanan, Jakarta. Murad, Sabani, R., dan Sukarjo, 2014.
Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Evaluasi Tanaman Kopi di Sub DAS
Pengelolaan DAS, Gadjah Mada Batulanteh dengan Sistem Informasi
University Press, Yogyakarta. Geografi (GIS), Jurnal Ilmiah
Ethika, D., Purwanto, R.H., Senawi, dan Rekayasa Pertanian dan Biosistem,
Masyhuri, 2014. Peranan Petani 2 (1) : 9 - 12.
Terhadap Strategi Pembangunan Muta’ali, L., 2011. Environmental Carrying
Hutan Rakyat di Bagian Hulu Sub Capacity Based on Spatial
DAS Logawa di Kabupaten Planning, Indonesian Journal of
Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Geography, 43.(2) : 142 - 155.
Manusia dan Lingkungan. 21(3) : Nuraeni, Sugiyanto, dan Zaenal, 2013.
377 – 385. Usahatani Konservasi di Hulu DAS
Everard, M., 2015. Community-Based Jeneberang (Studi Kasus Petani
Groundwater and Ecosystem Sayuran di Hulu DAS Jeneberang
Restoration in Semi-arid North Sulawesi Selatan), Jurnal Manusia
Rajasthan (1): Socio-Economic dan Lingkungan, 20 (2) : 173 – 183.
Progress and Lessons for Ngabekti, S., Setyowati, D.L., dan
Groundwater-Dependent Areas, Sugiyanto, R., 2007. Tingkat
Ecosystem Services, 16 : 125-135. Kerusakan Lingkungan di Dataran
Fauzi, H., 2012. Pembangunan Hutan Tinggi Dieng Sebagai Database
Berbasis Kehutanan Sosial, Guna Upaya Konservasi, Jurnal
Penerbit Karya Putra Darwati, Manusia dan Lingkungan, 14 (2) :
Bandung. 93 – 102.
Hartono, F.F., Sudarsono, B., dan Ongkosongo, O.S.R., 2010. Kuala, Muara
Sasmito, B., 2012. Identifikasi Sungai dan Delta, Penerbit LIPI,
Daerah Resapan dengan Sistem Jakarta.
Informasi GIS (Studi Kasus : Sub Purnomo, D.W., Sandrawati, A., Witono,
DAS Keduang), Jurnal Geodesi J.R., Fijridiyanto, I.A., Setiyanti, D.,
Undip, 1 (1) : 1 – 9. dan Safarinanugraha, D., 2016.
Indra, T.L., 2013. Dampak Penggunaan Desain Vegetasi Bernilai Konservasi
Lahan Terhadap Tingkat Kekritisan dan Ekonomi pada Kawasan
Air Sub DAS Citarum Hulu, Majalah Penyangga Sistem Tata Air DAS
Geografi Indonesia, 27 (1) : 26 - 37. Bolango, Jurnal Manusia dan
Liu, Y., 2005. Land Use/Cover Changes, Lingkungan, 23 (1) :111 – 121.
the Environment and Water Putri, N.P., dan Purwadio, H., 2013.
Resources in Northeast China. Arahan Pengendalian Alih Fungsi
Environmental Management. 36 (5): Daerah Resapan Air Menjadi Lahan
691-701. Terbangun di Kecamatan Lembang
Jonsson, A., 2005. Public Participation in Bandung, Jurnal Teknik Pomits, 2
Water Resources Management : (1) : 1 – 6.
Stakeholder voices on Degree, Sanudin, Awang, S.A., Sadono, R., dan
Scale, Potential and Methods in Purwanto, R.H., 2015. Implementasi
Hutan Tanaman Rakyat di
24
SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017
Kabupaten Pesisir Barat-Lampung
dan Kabupaten Tebo-Jambi, Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 22 (3) :
341-349.
Simanihuruk, M., 2005. Pendekatan
Partisipatif dalam Perencanaan
Konservasi Lingkungan di DTA
Danau Toba. Jurnal Wawasan. 11
(2): 47 - 54.
Smith, B.A., Hunt, B.B., Andrews, A.Ag.,
Watson, J.A., Gary, M.O., Wierman,
D.A., dan Broun, A.S., 2015.
Surface Water-Groundwater
Interactions Along the Blanco River
of Central Texas, USA,
Environmental Earth Science,
74(12): 7633 – 7642.
Soedarjanto, S., Sartohadi, J., Hadi, M.P.,
dan Danoedoro, P., 2011. The Role
of Vegetation Cover and Catchment
Characteristics on Baseflow in Bali
Island, Indonesia Journal of
Geography, 43 (2) : 97 – 110.
Sudarmadji, Slamet, S. dan Setiadi, 2012.
Konservasi Mata Air Berbasis
Masyarakat di Kabupaten Gunung
Kidul, Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Wilonoyudho, S., 2009. Model
Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengendalian Banjir yang
Berwawasan Lingkungan di Kota
Semarang, Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 16 (2) : 81 – 90.
Wirosoedarmo, R., Widiatmo, J.B.R., dan
Widyoseno, Y., 2014. Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW)
Berdasarkan Daya Dukung
Lingkungan Berbasis Kemampuan
Lahan, Agritech, 34 (4) : 463 – 472.
Yulianto, K., 2007. Menciptakan Generasi
yang Arif Lingkungan: Sebuah
Sumbangan Pemikiran Melalui
Model Pendidikan Lingkungan
Hidup. Jurnal Universitas
Paramadina, 5 (1): 15-23.
25
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN
DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU
TOBA : Irwan Valentinus Sihotang