Analisis Struktur Kekar Zona Mineralisasi Emas Miosen Akhir (Structure Analysis Hefty Late Miocene Zones of Gold Mineralization)
Analisis Struktur Kekar Zona Mineralisasi Emas Miosen Akhir (Structure Analysis Hefty Late Miocene Zones of Gold Mineralization)
Analisis Struktur Kekar Zona Mineralisasi Emas Miosen Akhir (Structure Analysis Hefty Late Miocene Zones of Gold Mineralization)
net/publication/321016435
CITATIONS READS
0 414
5 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
QUALITY AIRTANAH STUDY OF MANDALAWANGR MANDALAWANGI TO MEET THE NEED OF CLEAN WATER AROUND MOUNTAIN MANDALAWANGI, KEC. CICALENGKA, KAB.
BANDUNG, WEST JAVA PROVINCE View project
PERANAN DISTRIBUSI SATUAN GEOMEKANIKA BATUAN DALAM PENENTUAN KARAKTERISTIK POLA DEPOSIT MINERAL DI KECAMATAN CIMANGGU, KABUPATEN
PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN View project
All content following this page was uploaded by Dudi Nasrudin on 12 November 2017.
Abstract. Tectonic Java - Sumatra undergone many developments through the latest
scientific publications in particular, the orientation of the island of Java has some
similarities with the island of Sumatra. Both islands are separated from the Mio-
Pliocene. Java Island to change direction in anti-clockwisely while terputarkan
Sumatra Island in clockwisely affecting the Sunda Strait widens towards the south
similar to the triangle zone.
In the research area of geological structure are closely linked in the process of
mineralization, especially the type of sediment hydrothermal, due to the geological
structure of the area being filled or trapping solution hydrothermal, where the zone
that is rich in mineralization and alteration zones, one type of gold-type gold
epithermal low sulfidation.
Straightness of the indication of the presence of a structure and direction of the
geological force, in other words lineament is a geological force that has not
experienced a movement that is characteristic of the location where the occurrence
of a fracture. Lineament points density was obtained with the highest density of 21 /
Km2 and the lowest value was 4 / Km2 which was described with map of straightness
density, rosette and general direction of the three variables above shows that the
direction of mineralization, structure and alignment have the same direction NW –
SE.
Keywords: Mineralization, Alignment, Gold, and Low Sulfide
1
2 | Dudi Nasrudin Usman, et al.
1. Pendahuluan
Aktivitas tektonik di bagian barat Pulau Jawa secara geologi wilayah tersebut
masuk dalam Banten Block. Bemmelen (1949) menyebutkan wilayah ini sebagai Banten
Block dengan batasan berupa garis yang terbentang selatan-utara dari Teluk Pelabuhan
Ratu hingga Teluk Jakarta termasuk didalamnya batas secara geologi (Lina Handayani
dan Hery Harjono, 2008).
Tektonik Jawa – Sumatera banyak mengalami perkembangan melalui publikasi-
publikasi ilmiah terbaru khususnya, orientasi Pulau Jawa mempunyai kemiripan dengan
Pulau Sumatera. Kedua pulau tersebut terpisah sejak Mio-Pliosen. Pulau Jawa mengalami
perubahan arah secara anti-clockwisely sedangkan Pulau Sumatera terputarkan secara
clockwisely yang berdampak terhadap semakin melebarnya Selat Sunda kearah selatan
mirip triangle zone. Pola tumbukan yang terjadi adalah normal terhadap Jawa membentuk
Trench Jawa dengan arah N 100oE dan oblique terhadap Sumatra membentuk Trench
Sumatra dengan arah N 140oE (Budi Mulyana, 2006).
Secara geologi, kesamaan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dapat dideskripsikan,
adanya segmented basements di Banten dan Lampung dengan arah utara-selatan.
Ditemukannya Horst – Graben Systems seperti di Ujung Kulon High – Ujung Kulon Low
– Honje High – West Malingping Low.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Desa Mangku Alam - Padasuka Kecamatan
Cimanggu Kabupaten Pandedglang – Provinsi Banten. Khususnya wilayah Tambang
emas Cibaliung dan sekitarnya terletak di ujung Barat Daya Pulau Jawa khususnya
Wilayah Kecamatan Cimanggu, Pandeglang – Provinsi Banten, di sebelah Timur Taman
Nasional Ujung Kulon.
Berkaitan dengan pemetaan geologi, maka langkah awal yang harus diperhatikan
yaitu mempelajari data-data sekunder lokasi kajian berdasarkan peta geologi, topografi,
citra satelit dan peta pendukung lainnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu ;
1) ORIENTASI : Menentukan posisi singkapan pada peta, dapat dilakukan dengan :
a) GPS
b) Tanda alam + orientasi (dengan memperhatikan keadaan sekeliling)
c) Orientasi dengan kompas + peta
Gambar 2. (Kiri) Blok Perhitungan Kerapatan Struktur, (Kanan) Blok Perhitungan Kerapatan Kelurusan
(Nurdin Saepul Bahri, 2017)
Hasil pengukuran diperoleh data arah jurus dan kemiringan kekar yang bervariasi. Data-
data tersebut kemudian dipilah dan dipisahkan menjadi kelompok kekar gerus (shear
joint) dan kekar tarik (extensional joint). Kekar gerus memiliki rentang arah azimut N 0
- 90° E dan N 180 – 270° E, sedangkan kekar tarik memiliki rentang arah azimut N 90 -
180° E dan N 270 - 360°E. Kekar gerus hadir berpasangan dan bagian rekahannya tidak
terisi mineral sekunder. Kekar tarik cenderung soliter, memiliki arah jurus relatif
seragam, dan terisi mineral sekunder yang membentuk urat-urat kuarsa (quartz veins).
Sebaran potensi deposit emas yang diperlihatkan menunjukan arah umum (Trend)
dikuadran 2, seperti yang diperlihatkan pada diagram roset (Gambar 4.)
Gambar 4.
Diagram Roset Arah Potensi Deposit Emas
Berdasarkan Litologi Permukaan di Wilayah Cimanggu,
Kabupaten Pandeglang, Banten (Nurdin Syaeful Bahri, 2017).
Fenomena geologi yang terjadi akibat perbedaan pola tumbukan ini adalah,
berkembangannya Sistem sesar sumatra (Sesar Semangko dan sesar Mentawai),
membujur pada sumbu pulau Sumatra yang akhirnya menghilang di selat Sunda
membentuk sesar normal atau graben, Volcanic line sekitar selat Sunda yang bersamaan
dengan magmatisme Jawa. Perbedaan sudut sebesar 40o dari dua trench ini berpengaruh
besar pada poduk yang dihasilkannya. Azimut konvergensi N24o -N25o sepanjang arc
trench memberikan perbedaan kecepatan penumbukan lempeng IndoAustralia terhadap
Eurasia, yaitu 6.7 cm/tahun dibagian baratlaut Sumatra dan 7.8 cm/tahun dibagian Timur
Jawa. Oleh karena itu kerak kontinen Jawa akan mengalami penebalan akibat pola
subduksi normal dengan kecepatan tumbukan relatif lebih cepat dibandingkan dengan
yang terjadi di sisi barat pulau Sumatra (Budi Mulyana, 2006).
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian data lapangan dan analisis yang dilakukan maka dapat dibuat
suatu kesimpulan sebagai berikut ;
1. Struktur geologi yang berkembang di lokasi berupa kekar dengan arah dominan
baratlaut-tenggara. Kekar umumnya tersisi urat kuarsa dengan ketebalan bervariasi,
0,5 hingga 5 cm;
2. Kekar gerus hadir berpasangan dan bagian rekahannya tidak terisi mineral
sekunder. Kekar tarik cenderung soliter, memiliki arah jurus relatif seragam, dan
terisi mineral sekunder yang kemudian membentuk urat-urat kuarsa (quartz veins);
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim Promotor Prof. Dr. Nana Sulaksana,
MSP, Prof.(Em). Dr. Ir. Febri Hirnawan, Dr. Ir. Iyan Haryanto yang telah banyak
memberikan masukan, tidak lupa juga Sdr. Nurdin Saeful Bahri, ST yang telah membantu
dalam proses pengolahan data lapangan.
Daftar pustaka
1. Sudana dan Santosa, 1992, Peta Geologi Lembar Cikarang, Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, Bandung.
2. Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque, Nederland.
3. Budi Mulyana, 2006, Extension Tektonik Selat Sunda, Bulletin of Scientific
Contribution, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2006 : 137-145.
4. Handayani, Lina, Harjono, Hery. (2008). Perkembangan Tektonik Daerah Busur
Muka Selat Sunda dan Hubungannya dengan Zona Sesar
Sumatera (Vol. 18 No. 2). Bandung:Pusat Penelitian Geoteknologi
LIPI.
5. Nurdin Saeful Bahri, 2017, APLIKASI METODE PENGINDERAAN JAUH
(REMOTE SENSING) UNTUK EKSPLORASI ENDAPAN
EMAS DI WILAYAH KECAMATAN CIMANGGU
KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN, Prosiding
Teknik Pertambangan, Volume 3, No.2, Tahun 2017, ISSN: 2460-
6499