Hubungan Tingkat Depresi Dengan Asupan Energi Dan Protein Pasien Depresi Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah DR Amino Gondohutomo Semarang

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

48

Hubungan Tingkat Depresi dengan Asupan Energi dan Protein Pasien


Depresi Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo
Semarang
Uswatun Chasanah1, Sufiati Bintanah2, Yuliana Noor SU3
1, 2, 3
Program Studi DIII Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Semarang
[email protected]

ABSTRACT
Depression is a mental disorder caused by severe disappointments such as death,
divorce, concerns, bankruptcy, death of a loved one is very marked symptoms of sadness,
despair , loss of joy , fatigue and tiredness, lack of appetite , weight loss. In a state of
depression decreased appetite, which could interfere with the absorption of nutrients into the
body, especially the intake of energy and protein. Total case of depression is estimated over
150 million people. Based on a report in 2012 at the Regional Mental Hospital Dr. Amino
Gondohutomo contained 5.86 % of 3821 inpatients suffering from depression . The purpose of
the study was to determine the relationship of depression with levels of energy and protein
intake depressed patients hospitalized in the Regional Mental Hospital Dr. Amino
Gondohutomo Semarang
This type of research is explanatory research, the research that explains the
relationship between two or more variables studied . The method used was a cross-sectional ,
where the variables studied in the same time. Population of the study is that depressed
patients hospitalized on 20 April to 20 June 2013 in the Regional Mental Hospital Dr. Amino
Gondohutomo criteria Semarang aged 16 years and older. Samples were taken in non -
probability sampling technique with Consecutive Sampling. The results showed as many as 50
% of depressed patients have both energy intake and 56.7 % of depressed patients have good
protein intake . Data analysis using chi squre test result that the p - value ( 0.713 and 0.785 )
> 0:05 so that Ho is accepted it means there is no relationship between the level of
depression with the energy and protein intake. This research should be developed further by
adding other variables such as nutritional status or the duration of treatment.
Keywords: Depression levels, energy intake, protein intake.

PENDAHULUAN
Data Riskesdas 2010, menunjukkan ada 19 juta (11,6 %) penduduk Indonesia yang
berusia diatas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, berkisar 19 juta penduduk,
dimana 0,46 % diantaranya, atau sekitar 1 juta penduduk bahkan mengalami gangguan jiwa
berat atau sekitar 1 juta penduduk. Data WHO (2010), menunjukkan bahwa dari seluruh
penduduk dunia, sebanyak 450 juta orang menderita gangguan jiwa, dan lebih dari 150 juta
orang mengalami depresi, 25 juta orang menderita skizofrenia, lebih dari 90 juta orang
pengguna alkohol (NAPZA) dan 1 juta orang bunuh diri tiap tahun (Majalah Teratai Jiwa,
2012).

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
49

Prevalensi depresi ringan berdasarkan angka WHO adalah 1 antara 4 penduduk dan
prevalensi depresi berat adalah 1-3 per1000 penduduk. Berdasarkan angka diatas, maka di
Jawa Tengah diperkirakan jumlah penduduk yang menderita depresi ringan adalah 8.227.721
orang dan penduduk yang menderita depresi berat adalah 32.908 – 98.274 orang. Penderita
depresi ringan dan berat yang menjadi pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang adalah 37.498 jiwa orang pertahun (RBA Perubahan Tahun
Anggaran, 2011).
Jumlah pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo
Semarang pada tahun 2012 adalah 3.821 orang dengan perincian schizophrenia 90,97%,
depresi berat 4,63%; gangguan mental organik 1,25%, depresi sedang 1,23%, gangguan
gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel 0,99%, dan gangguan psikotik
akut 0,91%.
Depresi merupakan keadaan murung, atau kehilangan pribadi akibat suatu kekecewaan
hebat seperti karena kematian, perceraian, kepailitan atau kehilangan pribadi karena kematian
kekasih dengan sendirinya menjadi murung. Penderita depresi, jiwanya tertekan dengan gejala
perasaan sangat sedih, putus asa, hilangnya kegembiraan, rasa lelah dan letih, tidak nafsu
makan dan susah tidur. Selain itu, penderita depresi mentalnya juga terganggu, sering
termenung dengan pikiran khayal, konsentrasi berkurang, bimbang dan sukar mengambil
keputusan (Raharja, 2007).
Depresi mengakibatkan nafsu makan menurun, sehingga dapat mengganggu
penyerapan zat gizi yang masuk kedalam tubuh terutama asupan energi dan protein.
Kurangnya asupan energi protein dapat melemahkan sistem kekebalan dalam tubuh dengan
perubahan tingkah laku seperti perubahan tidur, latihan fisik. Energi dan protein dibutuhkan
agar sistem kekebalan berfungsi dengan baik. Pada situasi depresi, seseorang cenderung lupa
akan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan
istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif
panjang, seseorang akan mengalami defisiensi energi dan protein (Swarth, 2001).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang
hubungan tingkat depresi dengan asupan energi dan protein pasien depresi rawat inap di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah Explanatory Research yang menjelaskan hubungan antara 2
variabel penelitian yaitu tingkat depresi dengan asupan energi dan protein. Rancangan

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
50

penelitian ini menggunakan crosssectional, yaitu suatu variabel diobservasi sekaligus dalam
waktu yang bersamaan. Tempat penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Sampel pada penelitian ini adalah pasien depresi yang dirawat
mulai tanggal 20 April - 20 Juni 2012 dan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Pasien berusia diatas 16 tahun.
b. Pasien yang sedang rawat inap pada tanggal 20 April - 20 Juni 2013.
Penelitian sampel diambil secara non probability sampling dengan teknik consecutive
sampling. Analisis univariat dilakukan dengan menyajikan tabel distribusi frekuensi meliputi
data umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Untuk variable tingkat kecukupan energi dan
protein, ditunjukkan besar porsinya kategori variabel. Analisis bivariat bertujuan untuk
melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel dependent dan variabel independent. Uji
statistik yang digunakan adalah uji chi-square.
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Rumah Sakit.

Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Amino Gondohutomo Semarang merupakan
pusat rujukan pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat Jawa Tengah. Dengan jumlah
penduduk Jawa Tengah yang mencapai + 32 juta jiwa, maka keberadaan Rumah Sakit
Jiwa dr Amino Gondohutomo beserta 3 Rumah Sakit Jiwa lain yang berada di wilayah
Jawa tengah mempunyai peranan yang sangat besar dalam upaya pemberian pelayanan
kesehatan jiwa secara terpadu dan menyeluruh. Dalam pemberian pelayanan tersebut
Rumah sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondohutomo Semarang juga melakukan inovasi dan
kreativitas dengan mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat RSJD Amino Gondohutomo juga mengembangkan pusat pelayanan
center penangana narkoba, center medical check up kesehatan jiwa, center detoxifikasi,
private wing kesehatan jiwa dan lain-lain.
Jenis pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Jiwa dr. Amino Gondohutomo
Semarang antara lain rawat jalan, rawat inap, IGD, pasien psikiatri, radiologi, EKG, EEG,
ECT premedikasi, Fisioterapi, Analizer, Instalasi Farmasi, Laboratorium dan pemeriksaan
Narkoba, Psikologi dan Rehabilitasi. Kapasitas tempat tidur di Rumah Sakit Jiwa dr.
Amino Gondohutomo Semarang adalah 285 TT dengan rincian kelas VIP sejumlah 17 TT,
HCU sejumlah 15 TT, kelas I sejumlah 12 TT, kelas II sejumlah 26 TT, dan kelas III
sejumlah 215 TT.

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
51

B. Karakteristik sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 orang, dengan karakteristik
sebagai berikut :
1. Jenis kelamin.
Tabel 1. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin
Karakteristik sampel N Persentase %
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 33.3
Perempuan 20 66.7
Total 30 100

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pasien perempuan lebih banyak dibanding


pasien laki-laki, yang mungkin bisa menjadi petunjuk bahwa perempuan lebih banyak
yang mengalami depresi (66.7%). Hal ini sejalan dengan pendapat Irmansyah (2006)
yang mengutip data WHO bahwa dari populasi penderita depresi di seluruh dunia
didapat prevalensi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini terjadi karena
perubahan hormon estrogen yang lebih nyata pada perempuan. Umumnya laki-laki
lebih banyak memiliki upaya sendiri untuk mengatasi tekanan-tekanan, sedang
perempuan lebih banyak berdiam.
Depresi menyerang perempuan dua kali lebih banyak dibanding pria. Alasan
biologis mungkin menjadi penyebab utama. Selama menstruasi, melahirkan, dan
menopause, wanita mengalami fluktuasi hormon yang mempengaruhi mood (Kompas,
2013).

2. Umur.
Tabel 2. Distribusi Sampel Menurut Umur
Kelompok Umur N Persentase (%)
16-25 12 40
26-35 10 33.3
36-45 5 16.7
46-keatas 3 10
Total 30 100

Sampel yang berusia 16 - 35 tahun lebih banyak mengalami depresi hal ini
sejalan dengan pendapat Irmansyah (2006) bahwa kejadian depresi terjadi pada usia
produktif. Masa dewasa atau masa subur merupakan masa penuh tanggung jawab saat
inilah orang mengerahkan kemampuannya untuk meraih cita-citanya serta

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
52

mempersiapkan hidup untuk masa selanjutnya. Ketidakdewasaan mental dalam


menghadapi kehidupan mengakibatkan konflik dan frustasi yang akhirnya
menimbulkan depresi.
3. Pendidikan.
Tabel 3. Distribusi Sampel Menurut Pendidikan

Pendidikan N Persentase (%)


Tidak Sekolah 1 3.3
SD 11 36.7
SMP 11 36.7
SMA 7 23.3
Total 30 100

Dalam penelitian ini, jumlah penderita depresi yang berpendidikan SD sama


dengan jumlah penderita depresi yang berpendidikan SMP. Dilihat dari pendidikan
menurut Suyanta (2005) belum diketemukan literatur reverensi tingkat pendidikan
dengan depresi, hanya asumsi umum akan mengkaitkan tingkat pendidikan dengan
fungsi kognitif seseorang, namun untuk pasien gangguan jiwa menjadi sulit diprediksi
karena akan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

4. Depresi.
Tabel 4. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Depresi
Tingkat Depresi N Persentase (%)
Ringan 9 30
Sedang 8 26.7
Berat 13 43.3
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel 4, yang mengalami depresi berat sebanyak 13 orang
(43.3%). Dalam penelitian ini, yang mengalami depresi berat lebih banyak, karena
salah satu gejala depresi adalah kecenderungan untuk bunuh diri. Pada pasien depresi
berat pikiran untuk mencoba bunuh diri telah terbentuk, sedangkan pada depresi yang
relatif ringan pikiran itu juga ada tetapi dicoba ditolaknya dengan berbagai alasan yang
ada dan tentu saja selama akal sehat masih dominan, pikiran bunuh diri tersimpan
dalam manifestasinya (Iskandar, 1998).

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
53

5. Asupan Energi
Tabel 5. Asupan Energi
Asupan Energi N Persentase (%)
Baik 15 50
Sedang 15 50
Kurang 0 0
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 5, sampel yang mempunyai asupan energi baik dan kurang
sama, yaitu masing-masing 50%, Adapun asupan energi termasuk baik hal ini
sependapat dengan Raharja (2007) bahwa obat anti depresan dapat mempengaruhi
makanan yang masuk, metabolisme dan ekskresi dan zat-zat gizi. Obat anti depresan /
obat anti murung adalah obat-obatan yang mampu memperbaiki suasana jiwa dengan
menghilangkan/ meringankan gejala keadaan murung yang tidak disebabkan oleh
kesulitan sosial, ekonomi, obat-obatan atau penyakit. Efek samping antidepresan,
salah satunya obat anti klasik (ATC) dan antisirotanin adalah meningkatkan nafsu
makan
.
6. Asupan Protein.
Tabel 6. Distribusi Asupan Protein
Asupan Protein N Persentase (%)
Baik 17 56.7
Sedang 12 40.0
Kurang 1 3.3
Jumlah 30 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel (56,7 %) mempunyai


asupan protein baik Hal ini sesuai dengan pendapat dengan Raharja (2007) bahwa obat
dapat mempengaruhi nafsu makan. Demikian juga pendapat Gunawan (1999) bahwa
asupan energi, protein dipengaruhi psikologis. Hubungan psikologis dengan
pencernaan adalah keadaan emosi orang yang makan dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya pengosongan perut, sebab emosi dapat merubah laju gerak peristaltik.

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
54

7. Hubungan Tingkat Depresi dengan Asupan Energi


Tabel 7. Hubungan Tingkat Depresi dengan Asupan Energi
Tingkat Asupan Energi Jumlah Signifikan p-
Depresi Baik Sedang Kurang value
N % N % N % N %
Ringan 2 22.2 7 77.8 0 0 9 100 0.713 >0.05
Sedang 6 75.0 2 25.0 0 0 8 100
Berat 7 53.2 6 46.8 0 0 13 100
Total 15 50 15 50 0 0 30 100

Hasil penelitian tentang hubungan tingkat depresi dengan asupan energi dapat
dilihat pada tabel 7, dimana sampel depresi ringan mempunyai asupan energi baik
22.2%, asupan energi sedang 77.8%, sampel depresi sedang mempunyai asupan energi
baik sebanyak 75%, asupan energi sedang 25%, sampel depresi berat mempunyai
asupan energi baik 53.2%, asupan energi sedang sebanyak 46.8%.
Pada sampel dengan depresi ringan, asupan energinya sedang, sedangkan pada
depresi sedang asupan energinya baik. Pada depresi berat asupan energinya baik dan
ada yang kurang. Hal ini sejalan dengan pendapat Mawardi (1994) bahwa depresi
berat ditandai dengan gangguan tidur dan kecemasan. Gangguan ini berpengaruh pada
gangguan selera makan dan berkurangnya asupan makanan. Infeksi dan demam dapat
menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan
mencerna makanan, sehingga berakibat kurang asupan energi dan protein. Sedangkan
infeksi merupakan penyebab langsung malnutrisi. Adapun pendapat Irianto (2004)
depresi merupakan keadaan perubahan perilaku yang mendadak ditandai dengan
banyak keluhan fisik, lesu, letih, lelah berlebihan, sakit kepala, tidak bekerja tanpa
alasan, nafsu makan menurun, dan berakibat berat badan menurun.
Stress, tegang, emosi, atau kejenuhan dapat menyebabkan hilangnya selera
makan atau nafsu makan sehingga menyebabkan asupan zat gizi berkurang (Gunawan,
1999). Berdasarkan hasil uji chi square, tidak ditemukan adanya hubungan antara
tingkat depresi dengan asupan energy (p-value 0,713 > α (0,05). Hal tersebut tidak
sejalan dengan pendapat Iskandar (1998) dan Irianto (2004) yang mengatakan bahwa
depresi mempengaruhi nafsu makan. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya asupan
makanan dari luar rumah sakit yang kurang terpantau meskipun sudah ditanyakan
kepada petugas jaga. Asupan energi yang baik disebabkan oleh karena konsumsi obat
antidepresan.

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
55

8. Hubungan Tingkat Depresi dan Asupan Protein


Tabel 8. Hubungan Tingkat Depresi dan Asupan Protein
Tingkat Asupan Energi Jumlah Signifikan p-
Depresi Baik Sedang Kurang value
N % n % N % N %
Ringan 4 44.4 5 55.6 0 0 9 100 0.785 >0.05
Sedang 6 75.0 2 25.0 0 0 8 100
berat 7 53.8 5 38.5 1 7.7 13 100
Total 17 56.7 12 40.0 1 3.3 30 100

Berdasarkan tabel 8, sampel depresi ringan mempunyai asupan protein baik


44.4%, asupan protein sedang 55.6%, pada sampel depresi sedang mempunyai asupan
protein baik sebanyak 75%, asupan protein sedang 25%, sedangkan pada depresi berat
mempunyai asupan protein baik sebanyak 53.8%, dan asupan protein sedang
sebanyak 38.5%. Harris (2004) menyatakan bahwa depresi dapat mempengaruhi nafsu
makan, asupan makanan, berat badan dan kesejahteraan secara keseluruhan
mengakibatkan asupan energi dan protein terganggu. Tingkat depresi merupakan
derajat kondisi emosional berkepanjangan yang mempengaruhi proses berpikir,
berperasaan, dan berperilaku seseorang yang cenderung lupa akan pemenuhan
kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan istirahat.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan uji chi square maka
didapatkan hasil bahwa p-value 0.785 > α (0.05) sehingga Ho diterima.
Kesimpulannya tidak ada hubungan antara tingkat depresi dengan asupan protein. Hal
tersebut tidak sejalan dengan pendapat Raharja (2007) yang mengatakan bahwa
depresi mempengaruhi nafsu makan. Hal ini kemungkinan salah satu penyebabnya
adalah efek dari obat antidepresan yang dapat meningkatkan nafsu makan sehinggaa
asupan energi maupun protein menjadi baik. Disamping efek obat, kemungkinan lain
adanya beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan meningkat misalnya
suasana hati yang tenang menyebabkan nafsu makan menjadi lebih baik. Mekanisme
kerja obat antidepresan dengan jalan menghambat re-uptake serotonin dan
noradrenalin diujung-ujung syaraf otak dengan demikian memperpanjang masa waktu
tersedianya neurotransmitter tersebut. Selain itu antidepresan dapat mempengaruhi
reseptor postsinapsis. Tetapi mekanisme kerjanya yang tepat belum diketahui.
Sebaliknya, menurut pendapat Swarth (2001) bahwa dalam keadaan depresi
nafsu makan menurun, sehingga dapat mengganggu penyerapan zat gizi yang masuk
kedalam tubuh terutama asupan energi dan protein. Apabila asupan makanan rendah

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
56

dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami
defisiensi energi dan protein.

KESIMPULAN
1. Tidak ada hubungan tingkat depresi dengan asupan energi pada pasien depresi rawat inap
yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondohutomo Semarang.
2. Tidak ada hubungan tingkat depresi dengan asupan protein pada pasien depresi rawat inap
yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondohutomo Semarang.

SARAN
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan variabel lain seperti
status gizi, lama perawatan dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Barasi, Mary E. 2007.At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga

DepKes RI, Derektorat Jenderal, Pelayanan Medik, Derektorat Kesehatan Jiwa. 1991.
Pedoman Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa, Saraf, dan
Masalah Psikososial.

Gibson SR. 2005, Principles of Nutritional Assesment, Oxford University Press, New York.

Gunawan, A. 1999. Kombinasi Makanan Serasi, Pola Makan Untuk Langsing dan Sehat.
Jakarta: Gramedia.

Harris NG. 2004. Nutrition in aging. Di dalam: L Kathleen Mahan dan Sylvia Escott-Stump,
editor. Krause’s Food, Nutrition, and Diet Therapy. Edisi ke-11. Philadelphia: Saunders
Pr.

Irmansyah. 2006. Depresi Pintu Masuk Berbagai Penyakit, http// www. Suara Pembaharuan
com/News/2006/08/ind ex.html.

Irianto, Kus. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Irama Widya.

Iskandar, Yul. 1998. Depresi dan Axites. PT Ciba Geigy: Jakarta.

Maslim, R. 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ – III. Jakarta.

Mawardi, Hendy Margono. 1994. Depresi Usia Subur. Simposium Depresi.

Moori, Mary C. 1997. Terapi Diit dan Nutrisi. Jakarta: Hipokretes.

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2
57

Notoatmodjo. S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta. PT. Bina Aksara.

Persagi I. 1999. Visi dan Misi Gizi dalam Mencapai Indonesia Sehat. Jakarta.

Raharja, K. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Gramedia.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. 2012. Majalah Teratai Jiwa.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang. 2011. RBA (Perubahan)
Tahun Anggaran 2011.

Supariasa, IDN, Bakri B, dan Fajar Ibnu. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Suyanta, Suseno, Moh. Hanafi, 2005, Efektifitas Penambahan Terapi Kognitif Pada terapi
Klien Depresi di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.Soeroyo Magelang.

Swarth, J. 2004. Stress dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Usman, Husaini dan R. Purnomo Setiady Akbar. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Yuniastuti, A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. .

JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


NOVEMBER 2013, VOLUME 2, NOMOR 2

You might also like