Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4 November 2017
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4 November 2017
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4 November 2017
4
November 2017
HUBUNGAN PERILAKU DUKUNGAN KELUARGA DAN PETUGAS KESEHATAN DENGAN
KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MATANG PUDENG
KECAMATAN PANTEE BIDARI KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2017
ABSTRACT
Immunization is an attempt to increase a person’s immunization actively against a certain disease so that when
he is exposed to the disease he can avoid it or only suffers minor illness. The effective way to avoid diseases in
babies is by increasing their immunization with vaccine through immunization. Immunization can avoid various
diseases such as hepatitis, measles, polio, smallpox, tetanus, diphtheria, whooping cough, and tuberculosis.
The objective of the research was to find out the correlation of family’s and health care providers’ support with
immunization preparation in babies in the working area of Matang Pudeng Puskesmas, Pante Bidari Subdistrict,
Aceh Timur Regency, in 2017. The research used cross sectional design. The data were analyzed by using
univariate analysis, bivariate analysis with Chi Square test, and multivariate analysis with multiple logistic
regression analysis. The population was 251 women who had babies in the working area of Matang Pudeng
Puskesmas, and 72 of them were used as the samples, taken by using Slovin formula and random sampling
technique. The result of the research showed that there was significant correlation of behavior (p=0.000),
family’s support (p=0.001), and health care providers’ support (p=0.000) with immunization preparation in
babies. The variables which had the most dominant correlation were the variables of behavior and family’s
support (p=0.000). There are some suggestions for the management of the Puskesmas and the health care
providers in the working area of Matang Pudeng Puskesmas, and the next researchers.
PENDAHULUAN
Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
asktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau
hanya mengalami sakit ringan (Achmadi, 2006). Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat
yang terbukti paling cost effective dan telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956 (Achmadi, 2006).
Salah satu cara menghindari penyakit pada bayi yang efektif adalah meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan memberikan obat khusus yang disebut vaksin melalui imunisasi. Imunisasi dapat menghindari berbagai
penyakit seperti hepatitis, campak, polio, cacar, tetanus, difteri, batuk rejan dan TBC (Irianto & Waluyo, 2008).
Tujuan dari program imunisasi ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian serta
kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Indikator pencapaian pelaksanaan kegiatan program imunisasi adalah tercapainya target Universal Child
Immunization (UCI) yaitu imunisasi dasar lengkap minimal 80% bayi secara merata diseluruh desa/kelurahan
tahun 2014. Target tersebut dituangkan pada Kepmenkes RI no.1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi dan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 741/ Menkes/Per/VII/2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota.
Rendahnya kelengkapan imunisasi dasar meliputi beberapa hal, salah satunya yang disampaikan oleh
Suparyanto (2011) menyatakan bahwa “faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi balita antara
lain adalah pengetahuan, pendidikan, motif, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu,
lingkungan, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan”. Para peneliti juga telah melakukan riset
tentang faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi, antara lain yang dilakukan oleh Ningrum
(2008) tentang hubungan pengetahuan, motif, pengalaman, pekerjaan, dukungan keluarga, fasilitas posyandu,
Paritas, sikap, tenaga kesehatan, penghasilan dan pendidikan, pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dasar
13
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
pada bayi di Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali di dapatkan hasil bahwa pengetahuan dan motivasi
ibu berhubungan positif terhadap kelengkapan imunisasi dasar, sedangkan tingkat pendidikan dan jarak rumah
tidak mempunyai pengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar.
Penelitian yang dilakukan Siswanto (2008) didapat hasil bahwa adanya hubungan pengetahuan dan
sikap dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi, sedangkan tingkat pendidikan dan
paritas ibu ada hubungan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada bayi di dapat hasil P
value = 0.007. Penelitian serupa dilakukan oleh Khoiron (2007), didapat hasil bahwa terdapat hubungan
pengetahuan sikap dan pendidikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi.
Nyimas dan Rusnelly (2008) di Muara Enim mengungkapkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara peran petugas kesehatan dengan peran serta ibu membawa bayi untuk diimunisasi dengan nilai P =
0,161. Penelitian yang dilakukan oleh Albertina (2009) tentang kelengkapan imunisasi dasar dan faktor – faktor
yang berhubungan di poliklinik anak di beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada bulan Maret 2008
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua terhadap kelengkapan imunisasi
dasar, sedangkan faktor dukungan keluarga, pendapatan keluarga dan sikap orang tua tidak berhubungan
dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan P value 0.001.
Penelitian yang dilakukan Mursyida (2013) didesa Muara Medak yaitu ada hubungan antara pekerjaan
dengan kelengkapan imunisasi pada bayi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Herlinti (2011)
di Sidorejo pagar alam menunjukkan adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan kelengkapan imunisasi
dasar pada bayi. Ariani (2012) dalam penelitiannya di Malang yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya
paritas ibu akan semakin lengkap imunisasi bayinya, juga tidak sesuai dengan teori perilaku yang menyatakan
bahwa semakin meningkatnya paritas ibu maka tindakan ibu akan semakin baik dengan hasil P value 0.006.
Tanpa imunisasi kira – kira 3 dari 100 anak akan meninggal karena campak. Sebanyak 2 dari 100
anak akan meninggal karena batu rejan. Satu dari 100 anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari
setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin
tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk
vaksinasi ini telah tersedia dimasyarakat, namun tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi
lengkap (Proverawati, 2010). Hal ini ditandai dengan masih banyaknya negara berkembang yang masih belum
dapat mencapai Universal Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang rendah salah satunya
imunisasi BCG. Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai maka kita dapat menyelamatkan tiga juta anak yang
meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara lengkap (Ranuh, 2011).
Dampak dari keengganan ibu membawa bayinya ke posyandu untuk diimunisasi, adalah peningkatan
kerentanan bayi terhadap berbagai penyakit infeksi. Bayi akan mudah terserang penyakit hepatitis B yang
berpotensi menimbulkan kanker dan pengerasan hati (sirosis), penyakit polio yang mengakibatkan terjadinya
kelumpuhan pada anggota gerak, tuberkulosis (TBC) yang dapat menimbulkan komplikasi berupa meningitis
(radang selaput otak), diphtheria (penyakit akut saluran nafas bagian atas) yang dapat merusak jantung, ginjal
dan sistem saraf, pertusis (whooping cough) atau lebih dikenal dengan istilah batuk rejan, tetanus, dan campak
(measles) yang dapat menimbulkan komplikasi radang telinga tengah, pneumonia, diare serta radang otak
(Achmadi, 2006).
Berdasarkan data terakhir WHO sampai saat ini, angka kematian balita akibat penyakit infeksi yang
seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi masih terbilang tinggi. Terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta
jiwa per tahun, yang antara lain disebabkan batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%) dan campak
540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekita 30.000 – 40.000 anak setiap tahun menderita
serangan campak. Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang
termasuk angka tinggi pada kasus anak tidak lengkap imunisasi, yakni sekitar 1,3 juta anak (Simposia, 2012).
Data mutakhir dari Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi, dan Kesehatan Matra, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia, pada tanggal
27 Mei 2011 menunjukkan angka imunisasi di tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%,
dan hepatitis B-3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup
14
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah standar nasional (Depkes RI,
2011).
Cakupan imunisasi campak nasional dari tahun 2007 sampai tahun 2010 berturut – turut adalah 81,6%
(Bappenas, 2010), 83,0% (Ranuh, 2011) dan 92,09% (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Berdasarkan data ini
dapat di lihat pencapaian imunisasi campak nasional mengalami penurunan yang bermakna dari tahun 2009 ke
tahun 2010. Pencapaian UCI nasional di Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2009 terturut – turut adalah
73,26%,71,18%, 74,02% dan 69, 76% (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).
Puskesmas Matang Pudeng Kecamatan Pantee Bidari Kabupaten Aceh Timur memberikan pelayanan
masyarakat pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Matang Pudeng termasuk pelayanan imunisasi pada
anak berdasarkan data dari laporan tahunan Puskesmas Matang Pudeng tahun 2014 bayi yang tidak lengkap
imunisasi sebanyak 57,7% dari jumlah bayi dan yang lengkap imunisasi sebanyak 42,3%, sedangkan tahun
2015 bayi yang tidak lengkap imunisasi sebanyak 66,7% dan yang lengkap imunisasi 30,3% dan sedangkan
tahun 2016 bayi yang tidak lengkap imunisasi sebanyak 69,9 % dan yang lengkap imunisasi 30,1%. Data
tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi ini diperkirakan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
imunisasi, manfaat imunisasi, rendahnya pendidikan ibu, terlalu banyaknya jumlah anak yang dilahirkan si ibu,
ibu sibuk dengan pekerjaanya serta kurang aktifnya petugas kesehatan baik dalam posyandu ataupun
penyuluhan.
Pada observasi awal peneliti melakukan wawancara dengan 6 ibu yang mempunyai bayi di sekitar
Puskesmas Matang Pudeng didapatkan bahwa 2 ibu ada yang membawa ulang untuk imunisasi dan 3 yang
tidak membawa untuk diimunisasi ulang karena dilarang oleh suami, takut anaknya sakit dan 5 dari 6 ibu tidak
mengerti tujuan imunisasi dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang imunisasi. Di samping itu peneliti juga
belum mendapatkan gambaran secara pasti penyebab rendahnya imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas
Matang Pudeng. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang
Hubungan perilaku dukungan keluarga dan petugas kesehatan dengan kelengkapan imunisasi pada bayi Di
wilayah kerja puskesmas matang pudeng kecamatan pantee bidari kabupaten aceh timur tahun 2017.
Landasan Teori
Immunisasi
Immunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak di immunisasi berarti diberikan kekebalan
terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal
terhadap penyakit lain (Notoatmodjo, 2007). Atau dengan kata lain, immunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat
anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut
seperti vaksin polio (Hidayat, 2002).
Standar imunisasi untuk Indonesia yang telah ditetapkan dan wajib dipenuhi oleh instansi kesehatan
termasuk untuk Puskesmas ada untuk lima imunusiasi dasar yaitu BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.
Standar yang telah ditetapkan tersebut seharus dapat dicapai 100%, Namun kenyataannya secara umum,
standar ini belum mampu dipenuhi oleh sebagian besar daerah di Indonesia (DepKes RI, 2007).
Manfaat Immunisasi
Menurut DepKes (2004), bahwa manfaat immunisasi adalah sebagai berikut :
1. Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau
kematian.
2. Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologis pengobatan bila anak sakit. Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya menjalani masa kanak – kanak yang
nyaman.
3. Untuk negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara.
15
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
Program Immunisasi
Depkes dalam Ariebowo (2005) mengatakan bahwa immunisasi di Indonesia secara teratur dimulai
sejak tahun 1956, bahkan vaksinasi cacar telah di lakukan di pulau jawa jauh sebelumnya. Kegiatan ini telah
berhasil membasmi penyakit cacar, dibuktikan dengan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh
WHO pada tahun 1974, yang akhirnya seluruh dunia dinyatakan bebas dari penyakit cacar tahun 1978.
Berdasarkan bukti – bukti tersebut, secara bertahap dikembangkan program immunisasi untuk
mencegah penyakit menular terutama yang menyerang bayi dan anak. Program immunisasi ini diawali dari
vaksinasi BCG pada tahun 1973, kemudian berturut – turut menyusul penambahan jenis antigen dalam program
immunisasi, yaitu tetanus toxoid (TT) untuk ibu hamil, DPT, polio, campak dan terakhir hepatitis Buntuk bayi
baru lahir. Sehingga sejak tahun 1997 program immunisasi telah mencakup tujuh jenis antigen termasuk cacar
(Depkes, 2004).
Penilaian keberhasilan program pelayanan immunisasi yang dilakukan oleh tenaga profesional, dalam
hal ini pelaksana immunisasi puskesmas merupakan pelayanan immunisasi yang diberikan kepada bayi sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh DepKes RI.
Tabel 2.1 : Jadwal Pemberian immunisasi pada Bayi (0 bulan – 11 bulan)
No Vaksin Pemberian Immunisasi Selang Waktu Umur
Pemberian
1 BCG 1 kali - 0 – 11 bulan
2 DPT 3 kali (DPT 1,2,3) 4 minggu 2 – 11 bulan
3 Polio 4 kali (Polio 1,2,3,4 ) 4 minggu 0 – 11 bulan
4 Campak 1 kali - 9 – 11 bulan
5 Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0 – 11 bulan
16
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
immunisasi di puskesmas dan pada imumnya pegawai tersebut adalah juru immunisasi puskesmas. Koordinator
immunisasi tersebut harus melakukan kegiatan sesuai dengan pedoman/ modul latihan tenaga immunisasi yang
meliputi (Ariebowo, 2005).
1. Membuat perencanaan vaksin dan logistik immunisasi yang lain
Kegiatan ini sangat di perlukan guna tercukupinya semua kebutuhan akan pelayanan immunisasi. Hal ini
berkaitan erat dengan jumlah sasaran yang ada suatu wilayah. Apabila perencanaan vaksin dan logistik
kurang benar akan berpengaruh pada hasil cakupan yang dicapai.
2. Mengatur jadwal pelayanan immunisasi
Pengaturan jadwal immunisasi perlu dilakukan, khususnya untuk pelayanan immunisasi di
lapangan/posyandu. Hal ini untuk mencegah jadwal pelayanan immunisasi di lapangan secara bersamaan
antar posyandu, sehingga diharapkan sasaran dapat dijangkau semuanya dimana pada akhirnya target
cakupan dapat tercapai.
3. Mengecek pelayanan immunisasi
Kegiatan ini untuk mengetahui hasil pelayanan immunisasi yang memenuhi standar yaitu sesuai dengan
usia dan jenis vasinasi yang diberikan kepada sasaran. Disamping itu juga untuk mengetahui jumlah
sasaran yang seharusnya mendapat pelayanan immunisasi di suatu wilayah/posyandu.
4. Membuat laporan
Hasil kegiatan pelayanan immunisasi setiap bulannya untuk dilaporkan kejajaran yang lebih tinggi (Dinas
Kesehatan Kabupaten) sebagai cakupan pelayanan immunisasi dari puskesmas.
5. Membuat dan menganalisa PWS bulanan
Kegiatan ini untuk mengetahui seberapa besar hasil kerja yang telah dicapai oleh petugas immunisasi di
suatu wilayah/ desa. Pemantauan hasil cakupan ini sangat berguna dalam perencanaan tindak lanjut
pelayanan immunisasi.
6. Merencanakan tindak lanjut (Sweeping)
Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jangkauan/ aksebilitas program. Bila dari hasil analisa PWS
ditemukan rendahnya cakupan kontak pertama (BCG, DPT1, Polio1) maka upaya pencarian sasaran
secara aktif diperlukan. Selain meningkatkan cakupan kontak pertama, cara ini juga memberi tambahan
cakupan bagi kontak berikutnya yang secara kebetulan ditemukan.
Pelaksanaan Program immunisasi (DepKes RI, 2005)
Pelaksanaan program immunisasi dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
: 1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman penyelengaraan immunisasi, yang menyangkut :
1. Kebijakan Program Immunisasi
a. Penyelenggaraan immunisasi dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat dengan
mempertahankan prinsip keterpaduan pihak.
b. Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan immunisasi baik terhadap sasaran masyarakat
maupun sasaran wilayah
c. Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu
d. Mengupayakan kesinambungan penyelengaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu
e. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial dan penyakit (KLB) dan daerah – daerah sulit
secara geografis
2. Strategi program immunisasi
a. Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat atau swasta
b. Membangun kemitraan dan jejaring kerja
c. Menjamin ketersedian dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin dan alat suntik
d. Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta
tindakan perbaikan
e. Pelayanan immunisasi dilaksanakan oleh tenaga professional/terlatih
f. Pelaksanaan sesuai dengan standar
g. Memanfaatkan perkembangan metoda dan tehnologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien
17
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
h. Meningkatkan advokasi, fasilitas dan pembinaan
3. Pelaksanaan Kegiatan Immunisasi
Pelaksanaan kegiatan immunisasi meliputi : persiapan petugas (persiapan vaksin dan peralatan vaksin,
persiapan ADS dan safety box), persiapan masyarakat, pemberian pelayanan immunisasi dan koordinasi.
Kegiatan pelayanan immunisasi terdiri dari kegiatan rutin dan tambahan. Dengan semakin mantapnya
unit pelayanan immunisasi maka proporsi kegiatan immunisasi tambah semakin kecil.
Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Immunisasi (PD3I)
Dunia telah dinyatakan bebas cacar pada tanggal 8 Mei 1980. Banyak keunikan dari penyakit cacar
yang tidak dimiliki oleh penyakit lain. Penyebaran yang relatif lambat, gambaran klinik kelas dan tidak ada
penderita karier. Kasus biasanya berkumpul disuatu daerah, dan manusia adalah salah satu reservoir. Bila
ditemukan 2 sampai 3 penderita disuatu daerah, diperkirakan akan ada satu kasus baru berasal dari daerah
tersebut. Kekebalan yang ditimbulkan oleh infeksi maupun vaksinasi cukup lama. Vaksin cacar dalam bentuk
buku kering stabil terhadap panas dan tehnik pencacarannya mudah, efektif dan efisien. Virus cacar sendiri saat
ini hanya terdapat dilaboratorium, antara lain di Bermingham Inggris dan CDC Atlanta Amerika Serikat (Depkes,
2010).
Dari sebagian kecil penyakit yang telah ditemukan vaksinnya, hanya 7 yang diupayakan
pencegahannya melalui program immunisasi yang untuk selanjutnya kita sebut PD3I. Beberapa pertimbangan
untuk memasukkannya kedalam program immunisasi antara lain adalah besarnya masalah yang ditimbulkan,
keganasan penyakit, efektivitas vaksin dan yang terakhir adalah kemungkinan pengadaan vaksin (Ariebowo,
2005).
Menurut DepKes dalam Ariebowo (2005) ada 7 jenis penyakit yang dapat dicegah dengan immunisasi,
menurut sifat-sifat klinis dan epidemiologinya :
1. Depteri
Penyebabnya adalah corynebacterium diphtheriatipe grafis, mitis dan intermedios. Gejalanya dapat tidak
ada atau ringan sekali berupa membran dalam rongga hidung sampai sangat berat dan menyebabkan
kematian. Golongan umur penderita dipteri biasanya dibawah umur 15 tahun. Immunisasi DPT diberikan
kepada anak SD kelas 1. Reserviornya manusia, cara penularannya melalui partikel percikan ludah yang
tercemar.
2. Pertusis
Penyebabnya adalah bakteri bordeteila pertusis. Gejala awal berupa pilek dan batuk. Komplikasi umumnya
adalah pneumonia yang banyak menimbulkan kematian dan enselopatin yang meninggalkan kerusakan
otak menetap. Reservoir adalah manusia (penderita itu sendiri). Komponen pertusis dalam DPT sering
menimbulkan efek samping (demam). Hal ini kurang menguntungkan dalam upaya pencegahan pertusis
sehingga dapat menyebabkan cakupan DPT menurun.
3. Tetanus
Kuman penyebab tetanus adalah clostridium tatani.Spora tetanus yang masuk kedalam luka, berkembang
biak dalam suasana anaerobic dan membentuk toksin. Pada neonatus kuman masuk melalui luka pada tali
pusat (tetanus Neonatrum).
4. Poliomelitis
Penyebabnya adalah virus polio tipe 1,2 dan 3. Gejala awal tidak spesifik seperti infeksi saluran nafas
bagian atas dan demam ringan. Kelumpuhan biasanya tidak simetris. Reservoir hanya manusia, terutama
penderita asimtomatik. Antibody alami dari ibu yang mempunyai kekebalan hanya melindungi anak dalam
minggu – minggu pertama setelah lahir.
5. Tubercolosis
Penyakit ini disebabkan oleh mikobakterio tubercolosis, ini masih tetap menjadi penyakit yang
menimbulkan masalah cacat dan kematian dibanyak tempat didunia. Cara penurannya melalui doplet
terutama didaerah padat penduduk. Vaksin BCG sebagai salah satu antigen tertua, pada umumnya
diterima masyarakat.
18
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
6. Campak
Penyebabnya adalah virus morbiliti. Pada awal gejala menyerupai selesma disertai konjungtivis, sedang
tanda khas berupa bintik koplik, walaupun demikian jarang terdeteksi. Timbulnya ruam yang dimulai dari
dahi sampai ke belakang telinga, kemudian menyebar ke muka, badan dan anggota badan. Pemberian
vaksin campak 1 kali dapat memberikan kekebalan sampai lebih dari 14 tahun.
7. Hepatitis B
Penyebabnya adalah virus hepatitis tipe B. Gejalanya tidak khas, anoreksia, nausea, kadang – kadang
ikterik. Kelompok resiko tinggi adalah secara vertikal bayi dari ibu pengidap secara horizontal, pecandu
narkotik, tenaga medis dan paramedis, pasien hemodialisa, pekerja laboratorium, pemakai jasa atau
petugas akupuntur.
Berdasarkan konsep dan teori yang telah diuraikan diatas, maka peneliti menyimpulkan imunisasi
adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu dengan indikator (1) Bila semua imunisasi
lengkap yaiu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B diterima oleh bayi usia 0-12 bulan dan (2) Bila salah
satu tidak ada dari lima imunisasi lengkap yaiu : BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B diterima oleh bayi
usia 0-12 bulan.
Faktor yang berhubungan dengan imunisasi
Perilaku
Perilaku merupakan kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup) yang bersakutan. Oleh sebab itu
dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh – tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing – masing. Sehingga yang dimaksud
dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca dan sebagainya (Notoadmojo, 2003). Perilaku adalah respon individu terhadap suatu
stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik yang
disadari maupun tidak (Wawan dkk, 2011).
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan
lingkungan. Perilaku yang berlaku pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya. Berikut ini
adalah beberapa definisi perilaku menurut sudut pandang para ahli yaitu sebagai berikut :
1. Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut (Soekidjo,1993).
2. Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni
yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu
(Notoatmodjo,1997).
3. Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat
dipelajari.
4. Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari
luar, seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk aktifitas ini mereka
harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah
bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia
dikatakan sedang berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal,
sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, di dalam tubuh manusia.
5. Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Perilaku masyarakat sesuai yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit, melindungi dari ancaman penyakit serta
berpartisipasi aktif dalam gerak kesehatan masyarakat. Selanjutnya kemampuan masyarakat yang bermutu
19
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
tanpa ada hambatan, baik yang bersifat ekonomis maupun yang bersifat non ekonomi. Pelayanan kesehatan
yang bermutu dimaksud disini adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan pemakai jasa pelayanan serta
yang diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika pelayanan profesi(Hasan Basri dkk, 2006).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku
merupakan respon/ reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam
dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat dan bersikap) maupun aktif
(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap
tentang kesehatan serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (Muhammad, 2003).
Namun demikian dari penelitian selanjutnya (Rongers, 1974) dikutip oleh (Notoadmodjo, 2005).
Menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap – tahap tersebut diatas. Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan langsung lama.
Tim kerja pendidikan kesehatan dari WHO (1984) mengatakan bahwa mengapa seseorang berperan
serta atau berprilaku, karena ada 4 alasan pokok yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Hasil pemikiran – pemikiran dan perasaan – perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan –
pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak dan berprilaku.
2. Ada acuan dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personalreferences) didalam masyarakat dinama
sikap pateenalistic masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan
(referensi) yang ada umunya adalah para tokoh masyarakat setempat.
3. Sumber daya (reseuorces) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau
masyarakat. Kalau dibandingakn dengan teori green, sumber daya ini adalah sama dengan faktor
pemungkin.
4. Sosial budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.
Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini mengacu mengunakan teori Lawrance Green (1980),
Green mencoba mengalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non Behavior
Causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Faktor predisposisi (predisposing faktor) yang terwujud dalam perilaku, pendidikan, paritas, pekerjaan,dan
kepercayaan.
b. Faktor pendukung (enabling faktor)yang terwujud dalam dukungan keluarga.
c. Faktor pendorong (reinforcing faktor) yang terwujud dalam sikap petugas kesehatan dan perilaku petugas
kesehatan.
Hasil Dan Pembahasan
Puskesmas Matang Pudeng yang merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Aceh Utara yang
mempunyai luas wilayah 98 km² dengan jumlah desa sebanyak 12 desa dengan jumlah pendududuk 10110
jiwa dengan rincian laki-laki 5061 jiwa dan perempuan 5069 jiwa dengan jumlah Kepala keluarga 2453 KK.
Adapun batas – batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Madat
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Madat
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Ulim
Fasilitas Kesehatan
Dalam mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni terwujudnya kesehatan
sehat, Puskesmas Matang Pudeng tertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan bayi dan balita
20
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
khususnya kelengkapan imunisasi. Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di Wilayah Kerja Puskesmas
Matang Pudeng terdiri dari Puskesmas Pembantu 1 unit, Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) 4 unit, Polindes
(Pondok Bersalin Desa) 5 unit dan jumlah dusun 44 dusun.
Sarana dan Prasarana Puskesmas Matang Pudeng
Jumlah staf Puskesmas Matang Pudeng orang yaitu : 2 orang dr umum, 26 orang bidan, 26 orang
perawat, 2 orang DIV bidan, 12 orang bidan desa, 2 orang penyuluh kesehatan masyarakat, 2 orang gizi, 1
orang laboratoruim, 2 orang administrasi, 1 orang Cleaning Service dan 1 orang supir. Desa yang terjauh di
wilayah kerja Puskesmas Matang Pudeng adalah desa Sijudo dengan jarak tempuh 60 Km. Puskesmas Matang
Pudeng memiliki beberapa ruangan masing- masing program khususnya program imunisasi terdapat ruangan
khusus imunisasi yang di dalam ruangan ada tempat tidur, meja konsultasi, kulkas pendingin vaksin dan lemari
khusus yang berisi suntik (Spit), kapas dan pelarut.
Pelayanan imunisasi yang dilakukan petugas kesehatan 1 x sebulan baik jurim (juru imunisasi) atau
bidan desa setempat, apabila di suatu desa tidak tercapai imunisasi maka jurum akan berkoordinasi dengan
program promkes agar dilakukan penyuluhan. Pelayanan imunisasi dimulai dengan adanya petugas kesehatan
yang menuju lokasi pelayanan kesehatan, baik di posyandu, sekolah yang ditentukan, dengan terlebih dahulu
mengambil peralatan imunisasi dan vaksin di Puskesmas. Setelah proses penyuntukan selesai, kemudian
dilakukan pencatatan di buku KIA, kohort bayi dan register. Setelah selesai pelayanan imunisasi vaksin yang
masih utuh belum dibuka dikembalikan ke Puskesmas sedangkan sisa atau wadah di buang ke dalam
incinerator.
Syarat keterampilan petugas kesehatan dapat berlatar belakang pendidikan Dokter, Bidan dan
perawat. Sedangkan jenis pelayanan imunisasi terdiri dari pelayanan imunisasi rutin, tambahan dan khusus.
Imunisasi wajib di berikan sesuai jadwal sedangkan imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang
dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal terdiri atas imunisasi dasar dan lanjutan.
Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan distribusi frekuensi setiap variabel
penelitian Perilaku, Dukungan Keluarga, Petugas Kesehatan Dan Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi.
Distribusi Karakteristik
Distribusi karakteristik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Distribusi Karakteristik (Umur, Pendidikan dan Pekerjaan) di Wilayah Kerja Puskemas Matang Pudeng
Tahun 2017
21
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
Jumlah 72 100
Melalui Tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa umur responden mayoritas berumur < 24 Tahun
sebanyak 32 orang (44,4 %) dan 25 – 35 Tahun sebanyak 32 orang (44,4 %) dan minoritas berumur > 35
Tahun sebanyak 8 orang (11,2%).
Hubungan antara umur dengan kelengkapan imunisasi pada bayi terdapat hubungan yang signifikan
dengan jumlah yang sama antara umur < 24 tahun dan 25 – 35 Tahun, tidak ada bedanya. Hal ini mungkin
disebabkan karena keberhasilan penyuluhan tentang kelengkapan imunisasi pada bayi serta ibu sudah
mengerti dan paham manfaat imunisasi bagi bayi sedangkan ibu yang berumur > 35 tahun mungkin disebabkan
karena tidak mengerti tentang imunisasi pada bayi.
Melalui Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas pendidikan responden SMA sebanyak 29 orang
(40,3%) dan minoritas pendidikan SD sebanyak 5 orang (6,9%).
Hubungan antara pendidikan dengan kelengkapan imunisasi pada bayi terdapat hubungan yang
signifikan dengan mayoritas SMA, hal ini mungkin disebabkan karena keaktifan ibu – ibu yang berpendidikan
SMA lebih tinggi dari pada yang berpendidikan SD, hadir dipenyuluhan imunisasi dan di posyandu bulanan
sedangkan yang berpendidikan SD mungkin disebabkan karena ibu yang berpendidikan rendah menganggap
imunisasi tidak ada manfaatnya.
Melalui Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden mayoritas bekerja sebagai IRT sebanyak 33 orang
(45,8%) dan minoritas bekerja sebagai PNS sebanyak 5 orang (6,9%).
Hubungan antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi pada bayi terdapat hubungan yang
signifikan dengan mayoritas bekerja sebagai IRT, hal ini mungkin disebabkan karena ibu lebih banyak waktu
dirumah dan kemungkinan lebih banyak waktu mengurus bayinya khususnya kelengkapan imunisasi sedangkan
yang bekerja sebagai PNS mungkin disebabkan karena ibu lebih banyak waktu diluar dari pada waktu
mengurus bayinya.
Distribusi Perilaku Responden
Distribusi Perilaku Responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Distribusi Perilaku Responden di Wilayah Kerja Puskemas Matang Pudeng Tahun 2017
Melalui Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa responden mayoritas memiliki perilaku baik sebanyak
49 orang (68,1%) dan minoritas memiliki perilaku kurang sebanyak 23 orang (31,9%).
Distribusi Dukungan Keluarga Responden
Distribusi dukungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Dukungan Keluarga Responden di Wilayah Kerja Puskemas Matang Pudeng tahun 2017
Melalui Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa responden mayoritas memiliki dukungan keluarga
baik sebanyak 41 orang (56,9%) dan minoritas memiliki dukungan keluarga kurang sebanyak 31 orang (43,1%).
Distribusi Petugas Kesehatan Responden
22
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
Distribusi Petugas Kesehatan Responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
Distribusi Petugas Kesehatan Responden di Wilayah Kerja Puskemas Matang Pudeng Tahun 2017
Melalui Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden mayoritas memiliki Petugas Kesehatan
baik sebanyak 42 orang (58,3%) dan minoritas memiliki Petugas Kesehatan Kurang sebanyak 30 orang
(41,7%).
Distribusi Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi
Distribusi Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Distribusi Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi di Wilayah Kerja Puskemas Matang Pudeng tahun 2017
23
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
Diharapkan bagi petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Matang Pudeng agar lebih
meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai bayi khususnya dalam memberikan
informasi terkait dengan kelengkapan imunisasi pada bayi sehingga bayi mendapat imunisasi yang
lengkap. Dalam kegiatan penyuluhan diharapkan agar dapat dilakukan pada seluruh ibu yang mempunyai
bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Matang Pudeng, bukan saja dilakukan didalam lingkungan puskesmas
ketika ibu melakukan kunjungan ke puskesmas dengan cara melakukan home visit sehingga informasi
tentang kelengkapan imunisasi dapat di peroleh bayi secara merata.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian tentang kelengkapan imunisasi pada bayi
dengan variabel – variabel lain diluar penelitian dan menggunakan metode penelitian yang berbeda dan
menambah jumlah sampel yang yang lebih banyak serta mengunakan instrument penelitian yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Albertina, 2009. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Imunisasi pada Balita di Wilayah kerja Puskesmas
bola Raja. Jakarta: Universitas Jakarta.
Ariebowo, (2005). Analisis Faktor –Faktor Organisasi Yang Berhubungan Dengan Cakupan Imunisasi
Puskesmas Di Kabupaten Batang. Semarang: Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Ariani, 2012. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia ≤ 1 tahun di
Desa Tirtomarto Wilayah Kerja Puskesmas Ampelgading kecamatan Ampelgading kabupaten Malang.
Malang, Universitas Brawijaya.
Azwar, Sarifuddin, 2010. Sikap Manusia Teori Dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Dobkowski, 2004. Risk Factor for delay in age Approppriate Vaccination. Public Health.
Fitriyanti, 2013. Analisis Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita di
Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Jawa Tengah: UGN.
Green, L. 1980. Haelth Education panning A Diagnostic Arppaoch. The John Hopkins University: Mayfiled
publishing Co.
Hidayat, A A.2002. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Salemba Medica.
Herlinti, 2011. Hubungan Antara Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Dengan Status Imunisasi Dasar di Puskesmas
Sidorejo Pagar Alam. Palembang: Poltekes.
___________ (DepKes RI), (2005). Pedoman pengunaan Uniject Hepatitis B, Ditjen PPM&PLP. Jakarta:
DepKes RI.
24
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
___________(DepKes RI), 2010. Profil kesehatan Indonesia. Jakarta: DepKes RI
___________ (DepKes RI), (2011). Standarisari dan Spesifikasi Peralatan Program Imunisasi, Jakarta : DepKes
RI
___________ MenKes, 2008. Gerakan Akseerasi Imunisasi Nasional (GAIN UCI 2008- 2014). Jakarta.
Rekam medis Puskesmas Matang Pudeng Kecamatan Pantee Bidari Kabupaten Aceh Timur 2016.
Irianto dan Waloyo, 2008. Imunisasi Tak Lengkap Dapat Menimbulkan Wabah. Jakarta.
Ismail, 1999. Factor Affecting the Implementation of Immunization. Semarang: pediatric Indonesia Tesis
program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Ismet,F. 2013. AnalisiFaktos Faktor- r Yang Berhubungan Dengan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Balita di
Desa Botubarani Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Jawa Tengah: UGN.
Kurniati, 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi dengan Kelengkapan Imunisasi
Pada Bayi di Klogenwonosari, Klirong, Kabumen. Jawa Tengah: Skripsi Universitas Boyolali.
Lisnawati, 2011. Generasi Sehat Melalui Imunisasi. Jakarta: Trans Info Media
Mardiah, 2010. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Peyanan Kesehatan Imunisasi Dasar
Di Provinsi Kalimantan Barat. Jakarta: Tesis program pasca Sarjana Universitas Jakarta
Mursyida, 2013. Hubungan Antara Pengetahuan dan Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi Dasar pada Bayi
di Desa Muara Demak Wilayah Kerja Puskesmas Bayung lencir 2013. Palembang: Poltekes
kemenkes.
Ningrum, Prasetya Endah dan Sulastri, 2008. Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada
Bayi. Di Puskesmas bayudono Kabupatn Boyolali. Semarang: Universitas Diponegoro.
___________, (2003). Metodologi penelitian kesehatan, edisi revisi. Jakarta: Rhineka Cipta
___________, (2005). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rhineka Cipta.
___________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nyimas dan Rusnelly, 2008. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Peran Serta Ibu Membawa Anaknya
Untuk Diimunisasi di Desa Sugi Warah Kecamatan Rambang Kabupaten Muara Enim Tahun 2008.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
25
Jurnal Ilmiah Simantek Vol. 1 No. 4
November 2017
Potter & Perry, 2007. Imunization Practice. In : Behman RE, Kligman RM, Jenson HB. Pennsyylvania: Saunders
P.
Sisfiani Sarimin, Amatus Yudi Ismanto, Rianty Worang, 2014. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Manado: Unsrat.
Siswanto A.W , Abdul W, Hari K, Harun R, and Lina K, 2008. Level, Trend and Diferential of infant and Clild
Mortality n Purworejo. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
26