Vitamin Jurnal

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

KULIAH

PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN PADA ANAK


(The use of antioxidant in children)
Boerhan Hidajat
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr.Soetomo Surabaya

1
Continuing Education XXXV

Korespondensi :
Dr. Boerhan Hidajat, dr, SpA(K)
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK Unair RSU Dr.Soetomo
Jl. Mayjen Prof Moestopo 6-8
Surabaya
Telp 031-5501693, Fax 031-5501748
Email : [email protected]

Abstract
The balance between prooxidants and antioxidants is critical for survival and functioning
of aerobic organisms. An imbalance favoring prooxidants and/or disfavoring
antioxidants, potentially leading to damage, has been called oxidative stress. During
aging the oxidant/antioxidant balance is shifted toward oxidative stress. While oxidants
can directly damage tissues, oxidant reactions can also initiate or alter cellular signaling
cascades that can serve to amplify the oxidants effect. The physiological and
pharmacological strategies for antioxidant defense are organized in three categories:
prevention, interception, and repair. Most antioxidants work at the level of interception.
Several diseases have been related to oxidative stress . Recently, antioxidant functions
have also been linked to anti-inflammatory properties. The wide array of enzymatic and
non enzymatic antioxidant defenses, includes superoxide dismustase (SOD), glutathione
peroxidase (GSHPx), catalase (CAT), ascorbic acid (vitamin C), a-tocopherol (vitamin
E), reduced glutathione (GSH), -carotene, and vitamin A. In Paediatrics, antioxidants
status had been measured in various diseases, showed that most of the antioxidants were
significantly decreased, and the antioxidants supplementation may enhance the condition.
Keywords: Free radicals, oxidative stress, antioxidant, glutathione, catalase, vitamin A,
vitamin E, vitamin C

Abstrak
Keseimbangan antara prooxidan dan antioksidan pada organisme aerobik merupakan
kondisi yang kritis. Kalau keseimbangan mengarah pada prooksidan maka akan terjadi
proses pengrusakan yang disebut sebagai stres oksidatif. Dengan bertambahnya umur
maka keseimbangan oksidan dan antioksidan makin mengarah pada stres oksidatif.
Oksidan selain dapat merusak jaringan secara langsung juga dapat merangsang seluruh
sistem sel secara berantai sehingga dapat memperluas proses pengrusakan oleh oksidan.
Secara fisiologis dan farmakologis sistim pertahanan antioksidan mempunyai 3 kategori:
pencegahan, pencegatan dan pemulihan. Sebagian besar antioksidan bekerja pada
kategori sebagai pencegatan. Beberapa penyakit telah dibuktikan berhubungan dengan
proses stres aksidatif. Akhir-akhir ini, antioksidan juga dianggap mempunyai fungsi
sebagai anti keradangan. Termasuk sebagai antioksidan: superoxide dismustase (SOD),

Peran Antioksidan pada Anak 2


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

glutathione peroxidase (GSHPx), catalase (CAT), ascorbic acid (vitamin C), a-


tocopherol (vitamin E), reduced gluthatione (GSH), -carotene, dan vitamin A. Di bidang
ilmu kesehatan anak, telah banyak dilakukan penelitian kadar antioksidan pada berbagai
penyakit, ternyata banyak yang menunjukkan kadar yang rendah secara bermakna.
Banyak diantara mereka yang ternyata membaik dengan pemberian anti oksidan

Kata Kunci: Radikal bebas, stres oksidatif, antioksidan, glutathione, catalase, vitamin A,
vitamin E, vitamin C

PENDAHULUAN

Radikal bebas (free radicals) adalah molekul yang sangat reaktif, karena memiliki
elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya, sehingga dapat bereaksi dengan
molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron dari molekul sel tubuh tersebut. Radikal
bebas dapat mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan komponen-komponen
sel, baik komponen struktural (molekul-molekul penyusun membran) maupun komponen
fungsional (protein, enzim-enzim, DNA dll)
Tubuh kita secara terus-menerus mengalami pembentukan radikal bebas melalui
proses metabolisme sel normal, proses peradangan, malnutrisi, respons terhadap sinar
gamma, UV, asap rokok, alkohol, polusi, obat-obatan, radang dan luka, kelelahan, stres,
depresi dan cemas, olah raga berlebihan, kemoterapi/rontgen, peptisida/herbisida,
insektisida bahan-bahan pengawet dan lain-lainnya.1,2
Pembentukan radikal bebas (stres oksidasi) sebenarnya merupakan kondisi
fisiologis yang memegang peranan penting dalam proses terjadinya suatu penyakit, serta
proses ketuaan. Pada umumnya sel bereaksi terhadap stres oksidasi ini dengan
meningkatkan sistem pertahanan antioksidan serta sistim pertahanan lain. Namun stres
yang berat dapat merusak secara permanen DNA, protein serta lemak. Antioksidan adalah
bahan yang dapat menghilangkan radikal bebas dengan melalui reaksi kimia sehingga
dapat mengurangi terjadinya stres oksidasi. Telah dikenal beratus macam antioksidan,
namun ada 5 jaringan anti oksidan yang penting vitamin C dan E, glutathione, asam
lipoik dan Coenzim Q10 (Co Q10). Para ilmuwan berpendapat bahwa radikal bebas itu
bekerja secara tersendiri.3
Sejak 1996 telah banyak data yang menunjukkan peranan antioksidan yang
berasal dari buah-buahan dan sayur dalam pertahanan terhadap stres oksidasi akibat
penyakit kronik, baik dalam jangka pendek dengan mencegah kerusakan jaringan maupun
dalam jangka panjang dalam menjaga kesehatan secara keseluruhan. Anti oksidan dapat
bersumber dari makanan, termasuk tokoferol, asam askorbik, vitamin A beserta
prekursornya beta carotene dan berbagai bahan tumbuhan lain seperti fitokimia
(karotenoid, bioflavonoid dan flavonoid).4
Keseimbangan antara prooxidan dan antioksidan merupakan kondisi kritis pada
penyelamatan organisme aerobik. Kalau keseimbangan mengarah pada prooksidan maka
akan terjadi proses pengrusakan yang disebut sebagai stres oksidasi. Dalam proses
penuaan, keseimbangan mengarah pada stres oksidasi. Karenanya menjaga keseimbangan
antara keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kesehatan bahkan
kalau perlu diberikan sebagai suplemen.

Peran Antioksidan pada Anak 3


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

Beberapa penyakit yang disebutkan sebagai akibat radikal bebas (berhubungan):


Penyakit jantung koroner
Diabetes melitus
Penyakit hati, ginjal, lambung
Penyakit paru dan sistim respirasi (Cystic Fibrosis, ARDS)
Katarak
Dermatitis
Kanker
Sistim reproduksi: infertilitas pada pria
Rhematoid artritis
Parkinson, Alzheimer, Down syndrome

RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN

Sebenarnya masalah radikal bebas telah ditulis pertama oleh Fenton pada 1894,
dalam percobaanya yang kemudian dikenal sebagai reaksi Fenton, dengan mencampur
larutan fero-sulfat dengan hidrogen peroksida.
Radikal bebas dapat terbentuk dengan melalui senyawa:5
1. Homolisis dari ikatan kovalen

Homolisis
A:B A? + B?

2. Penambahan atom yang netral dengan elektron

A + e ? A ?

3. Hilangnya elektron dari atom yang netral

A ? A+ ? + e

Radikal bebas juga dapat terbentuk didalam sel akibat berbagai agen, termasuk bahan
kimia ataupun obat-obatan, misalnya carbon tetrachlorida. Sitokrom hepatik P-450
merubah carbon tetraclorida menjadi trichloromethylradikal bebas:

CCl4 + e- ? CCl4- ? ? CCl3 ?+ Cl-

Radikal bebas trichloromethyl secara cepat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa
trichloromethyl peroxyd yang sangat reaktip

CCl3? + O2 ? CCl3O2 ?

Berbagai macam bahan yang dikenal sebagai radikal bebas:


Lipid Peroxidation

Peran Antioksidan pada Anak 4


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

Oxidative (merusak DNA)


Protein oxidation
Nitric Oxide (ONOO - )

Disini dapat kita lihat bahwa oksigen dalam peranan biologisnya dapat berperan
sebagai pedang bermata dua. Disatu pihak sangat dibutuhkan sebagai zat dalam proses
kehidupan, tetapi dilain pihak dapat menjadi bahan perusak sel tubuh kita. Demikian
pula telah lama kita kenal istilah keracunan oksigen. Dalam laboratorium hewan sejak
1899 telah dikatakan bahwa kadar oksigen diatas 70% dapat menjadi racun pada anjing,
kelinci, babi serta tikus. Pada manusia pemberian oksigen diatas 60% dalam waktu yang
lama harus hati-hati. Radikal bebas ini merusak sel pada komponen protein, DNA dan
dinding sel (polyunsaturated fatty acids), sehingga terjadi kerusakan dinding sel dan
menyebabkan gangguan pada integritas sel.
Secara alamiah terdapat berbagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas yang
sering dikenal sebagai antioksidan:
1. Enzim antioxidan
Catalase
Glutathione peroxidase
Glutathione reductase
Superoxide dismutase (Cu-Zn dan Mn)
2. Ikatan protein dan logam
Ceruloplasmin
Ferritin
Lactoferrin
Metallotheinein
Transferrin
Hemoglobin
Myoglobin
3. Anti oksidan yang umum (scavenger)
Bilirubin
Carotenoids (beta-carotene, lypocene)
Flavonoids (quercetin, rutin, catechin)
Asam urat
Thiols (R-SH)
Vitamin A, C, E
4. Antioksidan lain:
Tembaga
Glutathione
Mangan
Selenium
Seng

Sistem pertahanan antioksidan secara fisilogis dan farmakologis bekerja dalam 3


kategori: pencegahan (primer), pencegatan (sekunder), pemulihan (tersier). Sebagian
besar antioksidan bekerja pada tingkat pencegatan, dengan menyingkirkan prooksidan,

Peran Antioksidan pada Anak 5


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

terutama dari bagian-bagian sel yang sensitip.6 Secara fungsional mereka dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Antioksidan primer (mencegah pembentukan radikal bebas):
Superoksida Dismutase (SOD)
Glutation Peroksida (GPx)
2. Antioksida sekunder (Menangkap dan menetralisir radikal bebas)
Vitamin E, C, Caroten
Asam urat, Bilirubin, Albumin
3. Antioksidan tertier ( melakukan perbaikan)
Enzim yang memperbaiki DNA
Methionin Suphoxide Reductase

Dalam pengertian klinis praktis yang sering dianggap sebagai antioksidan total
adalah antioksidan yang mempunyai berat molekul besar (primer) serta berfungsi
mencegah terbentuknya radikal bebas, dalam hal ini: SOD (Superoksida Dismutase) dan
Glutation Peroksidase (GPx). Kadar mereka berkisar: 1,30 1,77 mmol/L (SOD: 1,102
1,601 /g Hb, GPx: 27,5 73,6 /g Hb). Secara teoritis kalau kita dapat menentukan
kadar bahan ini dalam darah maka kita dapat melakukan prediksi terhadap adanya bahaya
terhadap radikal bebas, dengan sekaligus memberikannya antioksidan serta dapat
mengikuti efektifitas berbagai pengobatan.
Secara biokemis antioksidan dapat digolongkan dalam kelompok yang bekerjanya
secara enzimatik dan non enzimatik:
1. Enzimatik:
Glutathation Peroksidase (enzim yang mengandung selenium),
menetralisir Hidrogen Peroksida

H2O2 2GSH NADP +


Active reduced
form

Glutathioneone Glutathioneone
peroxidase reduktase

H2O GSSG inactive NADPH + H +


Oxidized form
Catalase ( enzim yang mengandung Fe), menetralisir Hidrogen Peroksida.

H2O2 ? H2O + O2

Superoxide Dismutase menetralisir radikal superoxide (O2 ? - )

2O2 ? - + 2H + ? H2O2 + O2

Peran Antioksidan pada Anak 6


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

PENGGUNAAN ANTIOKSIDAN

Kemampuan beberapa jenis makanan untuk memodulasi sistem imun disebut


sebagai imunonutrisi. Antioksidan saat ini dianggap sebagai salah satu imunonutrisi. Pada
umumnya yang menjadi target dari imunonutrisi adalah pertahanan mukosa, pertahanan
seluler, serta pencegahan terhadap proses keradangan lokal maupun sistemik. Beberapa
bahan nutrisi yang dianggap tergolong imunonutrisi adalah: Arginin, Glutamin, asam
amino berantai cabang (Branched Chain Amino Acid /BCAA), Omega-3 (n-3 Fatty
Acids), serta Nucleotida. Dari beberapa penelitian metaanalisa ternyata bahwa
pemberian imunonutrisi pada penderita dalam kondisi kritis baik secara bersamaan
maupun sendiri, dapat menurunkan angka kematian maupun lamanya perawatan. Banyak
dari mereka memberikan secara bersama (kombinasi) antara Arginin, Omega-3 dan
Nukleotida, sebagian mengkombinasi Glutamin dengan BCAA atau Arginin dan Omega-
3. Ternyata imunonutrisi tersebut banyak mengandung antioksidan.
Cunningham menyatakan bahwa defisiensi makronutrien, serta beberapa
mikronutrien seperti: seng, selenium, zat besi, serta vitamin-antioksidan akan
menyebabkan penurunan pertahanan imunologis secara bermakna.7 Pada keadaan
demikian angka kesakitan dan kematian meningkat, sebagai akibat menurunnya daya
toleransi, daya pengendalian infeksi serta menurunnya respon terhadap flora mukosa
yang normal. Telah diketahui bahwa pada penderita DPE (Defisiensi Protein Enersi) serta
defisiensi seng, akan dapat mengaktifasi aksis Hipotalamik Pituitary-Adrenal yang
dapat menyebabkan meningkatnya glucocorticoid, atrofi dari thimus serta gangguan
hematopoisis.
Ahmed dalam penelitiannya terhadap anak Banglades berumur antara 5-15 th,
yang menderita infeksi group A streptokokus beta haemolitikus yang mendapatkan
antibiotika phenoxymethyl penicillin, serta secara acak memberikan vitamin antioksidan,
telah membuktikan bahwa pada kelompok yang mendapatkan penambahan vitamin
antioksidan, penyembuhannya lebih cepat, karena ternyata dapat menurunkan penurunan
fungsi imunologis yang diakibatkan oleh infeksi kuman tersebut.8
Pada penderita gagal ginjal kronik telah diketahui bahwa proses apoptosis semua
jenis limfosit bejalan dengan kecepatan yang tinggi sehingga sangat berpengaruh sangat
jelek terhadap tanggap kebalnya (immun response), Zachwieja dan kawan-kawan[9]
telah membuktikan bahwa dengan pemberian N-acetyl-cystein (NAC) suatu antioksidan,
maka secara bermakna dapat menurunkan kecepatan apoptosis dari limfosit T.
Pada infeksi paru dengan Respiratory Syncytial Virus (RSV) ternyata virus ini
dapat merangsang sel epitel untuk membentuk radikal bebas : Reactive Oxygen Species
(ROS), yang dapat menjadi mediator dalam ekspresi sitokin dan chemakin serta sangat
mempengaruhi tanggap kebal dari organ paru. Ternyata pemberian antioksidan pada
penderita demikian dapat mencegah efek negatip tersebut.10
Telah banyak disebutkan bahwa pada penderita diabetes tipe 1, terdapat
pengrusakan sel-b yang dimediatori oleh sistem imun. Hal ini terjadi karena pada keadaan
ini makrofag dapat memprodusir radikal bebas dan sitokin yang dapat merusak DNA.

Peran Antioksidan pada Anak 7


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

Ternyata dengan pemberian Asam askorbik (vitamin C), b-carotene, a-tocopherol dan
nikotinamid yang berfungsi sebagai antioksidan, remisi dapat lebih sering terjadi, serta
dapat menurunkan dosis dari insulin. Keadaan ini dapat terlihat lebih nyata pada
penderita baru.11

Pada beta-thalasemia yang homozigot, rendahnya kadar tocopherol dalam darah


dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak dari sel darah merah, sehingga dapat
menyebabkan suatu hemolisis. Pada keadaan ini ternyata juga terdapat penurunan
tocopherol dalam sel darah merah serta terdapat peningkatan kadar malonyldialdehyde
(MDA) dalam sel darah merah; dan dengan pemberian vitamin E dengan dosis 300 mg
pada anak dengan beta-thalasemia berumur 2-14 tahun, ternyata dapat mengurangi
terjadinya stres oksidasi, yang terlihat dengan menurunnya kadar MDA dalam sel darah
merah (eritrosit). Dengan demikian pemberian vitamin E pada penderita beta-thalasemia
dapat mencegah kerusakan eritrosit akibat stres oksidatif.12
Melatonin (MEL) pada dekade terakhir ini merupakan hormon yang sangat
populer, sehingga banyak diteliti serta diperdagangkan dalam skala yang besar.
Melatonin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal, selain sangat
berpengaruh dalam mengatur fungsi tidur, juga ternyata merupakan antioksidan yang
dapat menetralisir radikal bebas reactive oxygen species, sehingga mempunyai daya
lindung terhadap sel terutama sel otak. Ternyata MEL ini produksinya berkurang dengan
bertambahnya usia, yang tentunya perlu dipikirkan untuk diberikan sebagai suplemen.13
Rubin dan kawan-kawan telah meneliti status antioksidan pada penderita asma,
ternyata pada penelitiannya mereka mendapatkan kadar vitamin E, -carotene, vitamin C
serta selenium yang rendah. Ternyata pemberian antioxidan vitamin pada penderita
tersebut dapat mengurangi serangan asma, bahkan mereka menjadi lebih tahan terhadap
asap rokok (passive smokers). Dikatakan bahwa -carotene sebagai antioksidan yang
larut dalam lemak dapat menjaga terhadap proses pengrusakan oksidasi dinding sel yang
terdiri dari lemak. Sedangkan vitamin C yang berada dalam cairan ekstra seluler paru
dapat menjaga terhadap serangan oksidasi baik eksogenus maupun yang endogenus.
Selenium sebagai ko-faktor dari enzim antioksidan glutathione peroxidase selain dapat
melawan kejadian oksidasi juga dapat menurunkan sintesis dan pelepasan dari leukotrine
B4 yang merupakan mediator proses keradangan. Selenium juga bersama-sama dengan
vitamin C, dapat menurunkan aktifasi dari faktor kappa- yang sebenarnya dapat
meningkatkan proses keradangan oleh sitokin.14
Shock BC serta kawan-kawan telah meneliti kadar bahan stres oksidasi dan
antioksidan pada cairan bronchoalveolar (BAL: bronchoalveolar lavage) pada penderita
asma atopi, serta membandingkannya dengan mereka yang bukan penderita asma.
Ternyata pada penderita asma atopi, kadar protein carbonyl berkorelasi dengan jumlah
eosinofil, sel mast, dan makrofag. Kadar protein yang teroksidir dan malondialdehyde
(sebagai hasil peroksidasi lemak) terdapat peningkatan yang bermakna pada penderita
asma atopi, sedangkan kadar a- carotene terdapat penurunan secara bermakna. Penelitian
ini menunjukkan bahwa pada penderita asma atopi yang akut pada jalan nafasnya terjadi
keradangan berupa proses oksidasi.15
Penderita Downs syndrome ternyata mempunyai sistem biokimia yang berbeda
dengan anak yang normal. Telah terbukti bahwa mereka lebih sensitif terhadap berbagai
bahan radikal bebas sehingga pemberian antioksidan akan menjadi pendukung

Peran Antioksidan pada Anak 8


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

pertumbuhan otaknya serta menjaga kerusakan organ otaknya akibat proses stres
oksidasi.16

Penderita ALL (Acute Lymphoblastic Leukemia) yang mendapatkan pengobatan


sitostatika ternyata memiliki kadar ROS yang meningkat. Deborah dan kawan-kawan
DK, telah memberikan antioksidan berupa vitamin E, -carotene dan vitamin A selama 6
bulan pada 103 anak dengan ALL yang mendapat sitostatika, dengan kadar yang
bervariasi. Ternyata pemberian antioksidan yang cukup dapat meningkatkan efek
samping dari obat sitostatika.17
Marguerite dan kawan-kawan pada penelitiannya secara randomized, double-
blind, placebo-controlled trial pada 15 anak dengan familial hypercholesterolemia,
telah memberikan pada kelompok studi vitamin C (500 mg/hari) dan vitamin E 400
IU/hari) selama 6 minggu, mereka dilihat fungsi endotel-nya dengan memakai flow-
mediated dilatation. Ternyata secara bermakna dapat dibuktikan bahwa pada kelompok
studi, pemberian antioksidan dapat mempertahankan fingsi endotelnya.18
Pada penderita gizi buruk ternyata kadar antioksidannya didapatkan rendah
terutama pada kwashiorkor. Namun pemberian antioksidan pada penderita gizi buruk
tidak dapat mencegah terjadinya kwahiorkor.19
Dari berbagai uraian diatas nampaknya pemberian antioksidan pada anak akan
memberikan banyak harapan, terutama pada penyakit-penyakit degeneratif dan autoimun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Stewart R.J, A.E.W., et al, Antioxidant status of young children: Response to an


antioxidant supplement. journal of THE AMERICAN DIETETIC
ASSOCIATION, 2002. 102(11): p. 1652-1657.
2. Hazane, F., et al., Ageing effects on the expression of cell defence genes after UVA
irradiation in human male cutaneous fibroblasts using cDNA arrays. J
Photochem Photobiol B, 2005. 79(3): p. 171-90.
3. Packer L, C.C., The Antioxidant Miracle. 1 ed, ed. 1st. 1999, USA: John Wiley &
Sons,Inc. 7-29.
4. Prasad, K.N., Rationale for using multiple antioxidants in protecting humans
against low doses of ionizing radiation. Br J Radiol, 2005. 78(930): p. 485-92.
5. Rakitskii, V.N. and T.V. Iudina, [Antioxidant and microelement status of the
organism: present-day diagnostic problems]. Vestn Ross Akad Med Nauk,
2005(3): p. 33-6.
6. Sies, H., Strategies of Antioxidant Defense. Eur.J.Biochem, 1993. 215: p. 213-
219.
7. Cunningham-Rundles, S., D.F. McNeeley, and A. Moon, Mechanisms of nutrient
modulation of the immune response. J Allergy Clin Immunol, 2005. 115(6): p.
1119-28; quiz 1129.
8. Ahmed, J., M.M. Zaman, and S.M. Ali, Immunological response to antioxidant
vitamin supplementation in rural Bangladeshi school children with group A
streptococcal infection. Asia Pac J Clin Nutr, 2004. 13(3): p. 226-30.

Peran Antioksidan pada Anak 9


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)
Continuing Education XXXV

9. Zachwieja, J., et al., Beneficial in vitro effect of N-acetyl-cysteine on oxidative


stress and apoptosis. Pediatr Nephrol, 2005. 20(6): p. 725-31.
10. Wong, C.M., et al., Comparison between two districts of the effects of an air
pollution intervention on bronchial responsiveness in primary school children in
Hong Kong. J Epidemiol Community Health, 1998. 52(9): p. 571-8.
11. Krawczuk-Rybak, M., J. Peczynska, and M. Urban, [Usefulness of antioxidant
vitamin supplementation in children and adolescents with newly diagnosed
diabetes mellitus type I]. Endokrynol Diabetol Chor Przemiany Materii Wieku
Rozw, 1999. 5(1): p. 11-20.
12. Giardini, O., et al., Biochemical and clinical effects of vitamin E administration in
homozygous beta-thalassemia. Acta Vitaminol Enzymol, 1985. 7(1-2): p. 55-60.
13. Tarquini, B., F. Perfetto, and R. Tarquini, [Melatonin: a popular hormone].
Minerva Med, 1998. 89(5): p. 139-51.
14. Rachel N Rubin, L.N., Patricia A. Cassano, Relation of Serum Antioxidants to
Asthma Prevalence in Youth. Am j Respir Crit Care Med, 2004. 169: p. 393-398.
15. Bettina C. Shock, I.S.Y., Vanessa Brown, Patrick S.FITCH, Michael D Shields,
and Madeleine Ennis, Antioxidants and Oxidative Stress in BAL Fluid o Atopic
Asthmatic Children. Pediatric Research, 2003. 53: p. 375-381.
16. Hernandez D, F.E., Down syndrome genetics: unravelling a multifactorial
disorder. Hum.Mol.Genet, 1996. 5 Spec No: p. 1411-1416.
17. Deborah D Kennedy, K.L.T., Elena D Ladas, Susan R Rheingold, Jeffrey
Blumberg, and Kara M Kelly, Low antioxidant vitamin intakes are associated
with increases in adverse effects of chemotherapy in children with accute
lymphoblasti leukemia. Am J Clin Nutr, 2004. 79: p. 1029-1036.
18. Marguerite M.Engler, e.a., Antioxidant Vitamins C and E Improve Endothelial
Function in Children With Hyperlipidemia. Circulation, 2003. 108: p. 1059-1063.
19. Heather Ciliberto, M.C., Andre Briend, Per Ashorn, Dennis Bier, Mark Manary,
Antioxidant supplementation for the prevention of kwashiorkor in Malawian
children: randomized, doble blind, placebo controlled trial. BMJ, 2005. 330: p.
1109-1113.

Peran Antioksidan pada Anak 10


Dr. Boerhan Hidajat, dr., SpA(K)

You might also like