8729 24611 1 SM PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

ISSN 1978 - 1059

Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2014, 9(2): 109116

ASUPAN VITAMIN A, STATUS VITAMIN A, DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR
DI KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR

(Intake of Vitamin A, Vitamin A Status and Nutritional Status of Primary School Children
in Leuwiliang Sub-District, Bogor Regency)

Sri Anna Marliyati1, Aji Nugraha2*, dan Faisal Anwar1

1
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
2
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Sentra Kredit Usaha Kecil, Jl. Kabupaten No. 63 Bugih Pamekasan,
Madura, Jawa Timur

ABSTRACT

The objective of this research was to study the intake of vitamin A, vitamin A status, nutritional status and
health status of primary school children in Leuwiliang SubDistrict, Bogor Regency. There were 31 children
grade 2 and 3 in SD Angsana I and II Cibeber Village selected by purposive sampling technique. The results
showed that more than half of the children had medium sufficient levels of vitamin A (54.8%). Generally,
they had normal nutritional status (93.5%). More than half of children had low vitamin A status. The result
also found that relationship between the level of adequacy of energy and protein with nutritional status of
the children were not significant (p>0.05). The relationship between intake of vitamin A to vitamin A status
also showed no significant relationship (p>0.05). It was presumably due to the presence of other factors (food
consumption, reserves of vitamin A in the liver, and socio-economic). There was no significant relationship
between nutritional status and vitamin A status (p>0.05).

Keywords: energy and protein consumption, school-age children, vitamin A consumption

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari asupan vitamin A, status vitamin A, status gizi dan status kesehatan
subjek di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sebanyak 31 anak kelas 2 dan 3 SD Angsana I dan II Desa
Cibeber dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh
anak memiliki tingkat kecukupan vitamin A kategori sedang (54.8%). Pada umumnya status gizi mereka normal
(93.5%). Lebih dari separuh anak memiliki status vitamin A dengan kategori rendah (58.1%). Hasil uji hubungan
antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
(p>0.05). Hasil uji hubungan antara tingkat kecukupan vitamin A dengan vitamin A juga tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini diduga karena adanya faktor lain (konsumsi makanan, cadangan
vitamin A dalam hati, dan sosio ekonomi). Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan status
vitamin A (p>0.05).

Kata kunci: anak usia sekolah, konsumsi energi protein, konsumsi vitamin A

Korespondensi: PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Sentra Kredit Usaha Kecil, Jl. Kabupaten No. 63 Bugih
*

Pamekasan, Madura, Jawa Timur. Email: [email protected]

JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014 109


Marliyati dkk.

PENDAHULUAN Pangan Strategis untuk Pencegahan dan Pengentasan


Masalah Kurang Vitamin A (KVA) di Indonesia
(Marli-
Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk yati et al. 2013). Desain penelitian yang digunakan
meningkatkan kesejahteraan lapisan masyarakat, yaitu cross sectional study. Penelitian dilaksanakan
yang selanjutnya akan berdampak pada kualitas pada bulan Mei 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan
sumber daya manusia (Depkes 2007). Kualitas sumber di Sekolah Dasar Negeri Angsana I dan II, Desa
daya manusia di suatu negara salah satunya dapat Cibeber, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
dilihat dengan status gizi masyarakatnya. Sekitar 30% Lokasi dipilih karena jarak antara kedua sekolah
dari jumlah penduduk Indonesia adalah anak-anak, yang berdekatan.
sehingga status gizi anak perlu diperhatikan.
Riske-
das (20072010) menunjukkan bahwa pada tahun Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
2007 prevalensi anak sekolah yang mengalami gizi Subjek penelitian merupakan subjek yang
kurang sekitar 18.4%, dan pada tahun 2010 menurun terdaftar di Sekolah Dasar Negeri Angsana I dan
menjadi 17.9%. Meskipun mengalami penurunan, Sekolah Dasar Negeri Angsana II, Desa Cibeber,
Indonesia termasuk diantara 36 negara di dunia yang Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Subjek
memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia (Depkes diambil dengan purposive sampling dengan kriteria
2007). Selama tiga dekade terakhir, telah tercatat subjek penelitian merupakan siswa aktif yang
bahwa KVA sebagai masalah kesehatan masyarakat terdaftar dalam kelas 2 dan kelas 3 dengan usia 79
dan merupakan penyebab utama kesakitan dan ke- tahun. Anak usia 79 tahun sudah tidak diberikan
matian anak usia prasekolah di negara berkembang vitamin A dosis tinggi oleh pemerintah. Jumlah sub-
(De onis et al. 2007). Di Indonesia pada tahun 2006 jek yang mengikuti penelitian dihitung berdasarkan
rata-rata prevalensi KVA Sub Klinis (Serum Vitamin A rumus yang dimodifikasi dari Gusthianza (2010).
< 20 ug/dl) dari 7 provinsi (Sumatera Barat, Sumatera Nilai Z1-/2 diperoleh sebesar 2.575 dan Z1-
Selatan, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, dan sebesar 1.272, berdasarkan rumus perhitungan
Sulawesi Tenggara) sebesar 11.4% (Herman 2007). tersebut, maka diperoleh ukuran subjek (n) seba-
Masalah kekurangan vitamin A masih nyak 14 subjek. Antisipasi drop out yang digunakan
merupakan salah satu permasalahan gizi masyarakat pada penelitian ini sebesar 10%, sehingga diperoleh
di Indonesia. Kekurangan vitamin A dapat sebanyak 16 subjek. Jumlah keseluruhan subjek
menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan yang mengikuti penelitian yaitu 31 anak. Subjek
tubuh sehingga mudah terserang infeksi yang dapat merupakan populasi penelitian yang dipilih dengan
menimbulkan kematian. KVA lebih banyak diderita kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi
oleh kalangan anak-anak. Hal ini disebabkan karena usia 79 tahun, sehat, mendapatkan penjelasan pe-
mereka memiliki kebutuhan vitamin A yang tinggi nelitian, menyetujui informed consent dan bersedia
akibat dari peningkatan pertumbuhan fisik dan mematuhi prosedur penelitian, sedangkan kriteria
asupan makanan yang rendah (Kapil & Sachdev 2013). eksklusi meliputi mempunyai kelainan, mempunyai
Oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai alergi berat, mengonsumsi antibiotik, menerima
asupan vitamin A, status vitamin A dan status gizi kapsul vitamin A dosis tinggi setahun sebelum pene-
pada subjek di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten litian dan berpartisipasi dalam penelitian lain.
Bogor.
Tujuan penelitian adalah mempelajari Jenis dan Cara Pengumpulan Data
asupan vitamin A, status vitamin A dan status gizi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
subjek di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder
Tujuan khusus penelitian adalah mengidentifikasi yang dikumpulkan berupa nama lengkap, umur, dan
karakteristik anak dan karakteristik keluarga; jenis kelamin subjek. Data primer berupa data
mengidentifikasi konsumsi pangan, status gizi dan berat badan, tinggi badan, karakteristik keluarga,
status vitamin A anak SD; menganalisis hubungan konsumsi pangan, status gizi, dan status vitamin A
tingkat kecukupan energi dan protein dengan subjek. Data konsumsi pangan diperoleh dari recall
status gizi anak SD; menganalisis hubungan tingkat 2x24 jam (1 hari libur dan 1 hari sekolah).
kecukupan vitamin A dengan status vitamin A anak Berat badan anak diukur dengan menggunakan
SD; dan menganalisis hubungan status gizi dengan timbangan injak analog sedangkan tinggi
status vitamin A anak SD. badan diukur dengan menggunakan microtoise.
Analisis kadar retinol serum dilakukan dengan
METODE PENELITIAN menggunakan metode ekstraksi (Concurrent Liqud
Chromatographic Assay of Retinol). Metode ini
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian menggunakan prinsip serum diencerkan dengan
Penelitian ini merupakan baseline data dari larutan retinil asetat pada etanol, larutan retinil
penelitian Fortifikasi Karoten dari Red Palm Oil asetat berperan sebagai standar dan etanol berperan
(RPO) pada Minyak Goreng Curah sebagai Alternatif mengendapkan protein, yang membebaskan retinol,

110 JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014


Asupan dan Status Vitamin A Anak SD

kemudian diekstraksi dengan heksana. Ekstrak 6.4% ayah subjek yang tidak sekolah. Pendidikan
dievaporasi dalam nitrogen atmosfer dan residu paling tinggi yang ditempuh ibu berada di tingkat
dilarutkan dalam metanol. Retinol dipisahkan dengan SMP (3.2%), sedangkan pendidikan tertinggi ayah
menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chro- secara keseluruhan berada di tingkat SMA (6.4%).
matography). Jumlah serum yang digunakan untuk Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa pendidikan
analisis retinol adalah sebanyak 100 L. di Desa Cibeber masih belum memenuhi program
pemerintah wajib belajar 12 tahun.
Dalam pene-
Pengolahan dan Analisis Data litian Saputra dan Nurrizka (2012) menunjukkan
Angka kecukupan zat gizi untuk usia anak bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap
sekolah yang berumur 79 tahun yaitu, energi pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan, se-
1 850 kkal, protein 49 g dan Vitamin A 500 RE. Dalam hingga orangtua memiliki dasar dalam pemilihan
penelitian ini, zat gizi yang diteliti yaitu energi, makanan yang baik bagi anak-anaknya. Hidayati
protein, dan vitamin A. Kategori tingkat kecukupan (2010) menunjukkan bahwa terkadang faktor pen-
energi dan protein adalah defisit berat (<70%), didikan dan pengetahuan yang dimiliki orangtua
defisit sedang (70<80%), defisit ringan (80<90%), menjadi lebih penting dibandingkan pendapatan
normal (90<110%), lebih (>110%) (Briawan et al. yang dimiliki oleh suatu keluarga. Beberapa hasil
2007). Kategori tingkat kecukupan vitamin A adalah penelitian menunjukkan bahwa dalam pertumbuhan
kurang (<77%) dan cukup (>77%) (Gibson 2005). dan perkembangan tahapan anak usia sekolah me-
Uji korelasi Pearson digunakan untuk merlukan berbagai kombinasi zat gizi yang berkesi-
mengetahui keterkaitan hubungan antar peubah nambungan, baik dari zat gizi makro maupun mikro,
peubah penelitian dengan skala rasio. Uji korelasi serta faktor lingkungan sosial ekonomi dimana me-
Spearman digunakan untuk mengetahui keterkaitan reka tinggal (Rahman et al. 2004).
hubungan antar peubah penelitian dengan skala Pekerjaan orangtua subjek dibagi menjadi
ordinal. beberapa kelompok pekerjaan. Ibu subjek yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki
HASIL DAN PEMBAHASAN persentase terbesar, yaitu 77.4%. Sementara itu,
lebih dari separuh ayah subjek secara keseluruhan
Karakteristik Subjek bekerja sebagai buruh tani (54.8%). Pendapatan
Karakteristik subjek yang diamati meliputi keluarga yang tergolong pendapatan rendah lebih
jenis kelamin, umur, dan jenjang pendidikan. besar dibandingkan kategori lainnya. Sebanyak 23
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi adalah 31 keluarga (74.2%) berada pada golongan pendapatan
anak, terdiri dari subjek perempuan sebanyak 16 rendah.
anak (51.6%) dan subjek laki-laki sebanyak 15 anak Pada kategori kondisi ekonomi keluarga miskin
(48.4%). Hampir separuh subjek berusia 8 tahun terdapat 67.7% sedangkan pada kategori kondisi
(41.9%), sisanya sebanyak 32.3% berusia 7 tahun dan ekonomi keluarga tidak miskin sebesar 32.3%. Hal
25.8% berusia 9 tahun. Subjek pada penelitian ini tersebut disebabkan oleh pendapatan keluarga yang
merupakan siswa-siswi kelas 2 dan kelas 3 dari SDN diperoleh masih banyak yang tergolong rendah,
Angsana I dan SDN Angsana II. Lebih dari separuh sehingga pendapatan per kapita yang diperoleh juga
subjek berada pada jenjang pendidikan kelas 2 rendah. Suryawati (2005) menyatakan bahwa kondisi
Sekolah Dasar yaitu 17 anak (54.8%), sementara perekonomian keluarga yang rendah disebabkan oleh
itu subjek yang berada di jenjang pendidikan adanya keterbatasan aset yang dimiliki, baik aset
kelas 3 berjumlah 14 anak (45.2%). Keberhasilan secara fisik maupun aset yang menyangkut kualitas
subjek dapat ditentukan oleh faktor pendapatan sumber daya manusia.
keluarga, pada keluarga yang ekonominya kurang
menyebabkan anak kekurangan gizi, kebutuhan anak Asupan Energi, Protein, Lemak dan Vitamin A
tidak terpenuhi, suasana rumah menjadi muram, Asupan zat gizi diperoleh tubuh dari konsumsi
dan gairah belajar tidak ada (Mustamin 2013). makanan sehari-hari. Asupan zat gizi sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan zat gizi perhari.
Karakteristik Keluarga Kebutuhan zat gizi terdapat di dalam Angka
Karakteristik keluarga yang diteliti meliputi Kecukupan Gizi (2012) yang dibedakan berdasarkan
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan kondisi usia. Angka kecukupan gizi untuk anak sekolah yang
sosial ekonomi keluarga. Hasil penelitian yang berusia 7 sampai 9 tahun yaitu energi 1 850 kkal,
diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar ibu protein 49 g, dan Vitamin A 500 RE. Kebutuhan energi,
subjek memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar protein dan vitamin A diperoleh dengan melihat
yaitu 87.1% dan masih terdapat ibu subjek yang status gizi subjek. Jika subjek memiliki status gizi
tidak sekolah 9.7%. Demikian juga dengan tingkat tidak normal (kurang atau lebih) maka digunakan
pendidikan ayah, sebagian besar berada pada kebutuhan energi, protein, dan vitamin A sesuai
kategori Sekolah Dasar yaitu 83.6%, dan terdapat angka kecukupan gizi. Jika subjek memiliki status

JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014 111


Marliyati dkk.

gizi normal, maka angka kecukupan gizi dikalikan Protein. Asupan protein subjek berkisar dari
dengan berat badan aktual dibagi dengan berat 14.8 g73.4 g dan angka kecukupan proteinnya
badan ideal. Perhitungan tingkat kecukupan gizi berkisar dari 29.0 g49.0 g. Rata-rata dari tingkat
ditentukan dengan membandingkan antara asupan kecukupan protein yaitu 82.6% dan termasuk
zat gizi dengan angka kecukupan zat gizi masing dalam kategori defisit ringan (80<90%) (Briawan
masing anak usia 7 sampai 9 tahun. Kebutuhan lemak et al. 2007). Hasil penelitian menemukan bahwa
dengan satuan gram, dihitung berdasarkan 20% dari jumlah subjek terbesar berada pada kategori
kebutuhan energi kemudian dibagi dengan 9. defisit berat (38.6%), sedangkan anak yang memiliki
Energi. Asupan energi subjek berkisar dari tingkat kecukupan protein dalam kategori normal
522 kkal2 270 kkal dan angka kecukupan energi hanya 35.5%. Sebaran subjek berdasarkan tingkat
subjek berkisar dari 1 096 kkal1 850 kkal. Rata- kecukupan protein disajikan pada Tabel 3.
rata tingkat kecukupan energi sebesar 98.0% dan
Tabel 3. Sebaran Subjek berdasarkan Tingkat Kecu-
termasuk dalam kategori normal (90110%) ( Bri-
kupan Protein
awan et al. 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek Tingkat Kecukupan Protein n %
dengan tingkat kecukupan energi kategori normal Defisit berat (<70%) 12 38.6
sebanyak 41.9%. Sementara itu, masih terdapat
subjek pada tingkat kecukupan energi dengan Defisit sedang (7080%) 4 12.9
kategori defisit berat sebanyak 22.6%. Hal ini diduga Defisit ringan (8090%) 2 6.5
karena frekuensi makan anak hanya 12 kali sehari Normal (90110%) 11 35.5
sehingga angka kecukupan tidak terpenuhi. Sebaran Lebih (>110%) 2 6.5
subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi
Total 31 100
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Subjek berdasarkan Tingkat Kecu- Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
kupan Energi sosial ekonomi keluarga kategori miskin, sebagian
besar subjek memiliki tingkat kecukupan protein
Tingkat Kecukupan Energi n % defisit berat yaitu 9 anak (42.9%) (Tabel 4). Hal
Defisit berat (<70%) 7 22.6 tersebut diduga karena dipengaruhi oleh beberapa
Defisit sedang (7080%) 2 6.5 faktor yang salah satunya adalah keterbatasan
ekonomi yang disebabkan rendahnya tingkat
Defisit ringan (8090%) 3 9.7
pendidikan sehingga ketersediaan pangan sumber
Normal (90110%) 13 41.9 protein dalam rumah tangga kurang. Selain itu, hal
Lebih (>110%) 6 19.4 tersebut diduga karena keterbatasan akses dalam
Total 31 100 memperoleh sumber protein dan kebiasaan makan
dalam keluarga yang lebih mementingkan pangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sumber energi sehingga pangan sumber protein
kondisi sosial ekonomi keluarga kategori miskin, kurang diperhatikan. Berdasarkan hasil recall 2x24
sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan jam, sebagian besar subjek hanya mengonsumsi
energi defisit berat (33.3%) (Tabel 2). Hal tersebut sumber protein yang berasal dari tumbuhan, seperti
diduga karena keterbatasan ekonomi dan rendahnya tahu dan tempe.
pengetahuan gizi orangtua yang disebabkan Lemak. Asupan lemak subjek berkisar dari
rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh 20.7 g108.6 g. Angka kecukupan lemak subjek
sehingga ketersediaan pangan sumber energi dan berkisar dari 24.4 g

41.1 g. Nilai rata-rataSD asu-
kepedulian terhadap mutu pangan yang diberikan pan lemak dan angka kecukupan energi subjek yaitu
kepada anak kurang. 45.918.2 g dan 29.93.5 g. Hasil penelitian menun-

Tabel 2. Sebaran Anak SD berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Kondisi Ekonomi Keluarga
Kondisi Ekonomi Keluarga
Total
Tingkat Kecukupan Energi Miskin Tidak Miskin
n % n % n %
Defisit Berat 7 33.3 0 0 7 22.6
Defisit Sedang 1 4.8 1 10 2 6.4
Defisit Ringan 2 9.5 1 10 3 9.7
Normal 6 28.6 7 70 13 41.9
Lebih 5 23.8 1 10 6 19.4
Total 21 100 10 100 31 31

112 JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014


Asupan dan Status Vitamin A Anak SD

Tabel 4. Sebaran Subjek berdasarkan Tingkat Kecu- Tabel 5. Sebaran Subjek berdasarkan Tingkat Kecu-
kupan Protein dan Kondisi Ekonomi Kelu- kupan Vitamin A dan Kondisi Ekonomi Kelu-
arga arga

Kondisi Ekonomi Tingkat Kondisi Ekonomi Keluarga


Tingkat Kecukupan Keluarga Kecukupan Total
Total Vitamin A Miskin Tidak miskin
Protein Tidak
Miskin Kurang 12 2 14
Miskin
Defisit Berat 9 3 12 Cukup 9 8 17
Defisit Sedang 2 2 4 Total 21 10 31
Defisit Ringan 1 1 2
dianjurkan menggunakan perhitungan dengan
Normal 7 4 11
z-score (menggunakan nilai median sebagai nilai
Lebih 2 0 2 normalnya) (Almatsier et al. 2011)
. Klasifikasi

sta-
Total 21 10 31 tus gizi anak usia 510 tahun menurut IMT/U adalah
sangat kurus (<-3 SD), kurus (-3 SD

< -2 SD), nor-
jukkan bahwa sebagian besar subjek memiliki asu- mal(-2 SD1 SD) gemuk (>1 SD< 2SD) dan obesitas
pan lemak pada kategori >20% dari kebutuhan en- (> 2SD) (WHO 2005).
ergi (80.6%). Hal tersebut diduga karena sebagian Hasil perhitungan menurut IMT/U menunjuk-
besar subjek lebih sering mengonsumsi makanan kan bahwa subjek yang mengikuti penelitian hanya
yang diolah dengan cara digoreng, sehingga mem- berstatus gizi kurus dan normal. Anak yang termasuk
butuhkan minyak goreng yang merupakan pangan status gizi dengan kategori normal lebih besar
sumber lemak. dibandingkan kategori kurus, yaitu 29 anak (93.5%)
Vitamin A. Asupan vitamin A subjek berkisar berstatus gizi normal, dan subjek yang memiliki sta-
dari 45.2 RE1 378.9 RE dan angka kecukupan vita- tus gizi kurus yaitu 2 anak (6.5%). Hal tersebut su-
min A subjek berkisar dari 296.3 RE500 RE. Nilai dah cukup baik karena hampir seluruh subjek memi-
rata-rata tingkat kecukupan vitamin A adalah 112.3% liki status gizi normal meskipun masih terdapat anak
dan berada dalam kategori cukup (lebih dari 77%) yang memiliki status gizi kurus. Hal tersebut diduga
(Gibson 2005). karena kurangnya pengawasan orangtua terhadap
Berdasarkan hasil penelitian, subjek pada asupan makanan yang dikonsumsi anak dan pendap-
kategori cukup yaitu 17 anak (54.8%), sedangkan atan keluarga yang masih rendah. Dalam penelitian
pada kategori kurang yaitu 14 anak (45.2%). Masih Williams et al. (2011) menemukan bahwa kontrol
terdapat subjek pada kategori kurang, diduga karena orangtua dalam memberikan asupan gizi, aturan da-
frekuensi makan dari anak yang hanya 12 kali lam pemberian makanan dan minuman yang dikon-
dalam sehari. Sebagian besar subjek terdapat pada sumsi, serta role model yang dilakukan orangtua
tingkat kecukupan vitamin A dengan kategori cukup. dapat membantu anak dalam pemilihan makanan
Hal ini diduga karena ketersediaan pangan sumber yang sehat bagi mereka. Penelitian lain menemukan
vitamin A dan karoten mudah didapat dan harganya fakta bahwa pola konsumsi anak dalam suatu kelu-
terjangkau. Menurut Almatsier et al. (2011), vitamin arga sangat dipengaruhi oleh pola konsumsi keluar-
A terdapat dalam pangan hewani (hati, telur, susu, ganya, terutama makanan utama (Moshki & Bahrami
mentega, dan kuning telur) sedangkan karoten 2013).
di dalam pangan nabati
(sayur dan buah berwar-
na kuning jingga). Pangan sumber vitamin A yang Status Vitamin A
dikonsumsi hampir seluruh subjek dalam penelitian Vitamin A serum adalah indikator yang paling
ini yaitu telur ayam. Pangan sumber karoten yang banyak digunakan untuk mengetahui status vitamin
dikonsumsi hampir seluruh subjek yaitu, bayam, A. Dalam keadaan normal, kurang lebih 95% vitamin
kangkung, daun singkong dan wortel. A serum terdapat dalam bentuk retinol dan terikat
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pada retinol binding protein (RBP) dan sekitar 5%
kondisi sosial ekonomi keluarga kategori miskin, terdapat dalam bentuk tidak terikat dan dalam
sebagian besar subjek memiliki tingkat kecukupan bentuk ester retinil. Vitamin A serum dikatakan
vitamin A kurang yaitu 12 anak (57.1%). Hal tersebut kurang, bila <10 g/dl (0.35 mol/L); rendah, bila
diduga karena keterbatasan ekonomi sehingga 10 g/dl (0.35 mol/L)< 20 g/dl (0.70mol/L);
ketersediaan pangan sumber vitamin A kurang. cukup, bila 20 g/dl (0.70 mol/L)< 100 g/dl
(3.5mol/L); kelebihan atau hipervitaminosis A, bila
Status Gizi >100 g/dl (3.5mol/L) (Almatsier et al. 2011).
Perhitungan status gizi anak usia 79 tahun Status vitamin A subjek dengan kategori
menggunakan Indeks Massa Tubuh menurut Umur rendah lebih besar dibandingkan dengan golongan
(IMT/U), dalam menggunakan semua indeks tersebut status vitamin A kurang. Subjek yang termasuk pada

JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014 113


Marliyati dkk.

golongan status vitamin A rendah sebanyak 58.1%, Tabel 8. Sebaran Subjek berdasarkan Angka Morbi-
sedangkan subjek yang termasuk pada golongan ditas
status vitamin A kurang sebanyak 41.9%. Nilai rata-
Angka Morbiditas n %
rata status vitamin A adalah 10.72.2 g/dl dari
kisaran 6.3 g/dl14.5 g/dl. Hasil penelitian Rendah (<4) 18 58.1
Ghustianza (2010) menunjukkan bahwa sebagian Sedang (47) 7 22.6
besar anak sebelum intervensi tergolong status Tinggi (>7) 6 19.3
vitamin A rendah (10<20g/dl). Zeba et al. (2006) Total 31 100.0
menemukan bahwa red palm oil (RPO) dapat men-
ingkatkan status vitamin A anak. Widyastuti (2006) rendah (58.1%). Hal tersebut diduga karena sebagian
menunjukkan bahwa masalah KVA pada anak usia besar subjek yang berada pada kategori ini tidak
sekolah di Jawa Timur adalah sebesar 1% dengan menderita penyakit infeksi atau hanya menderita
hasil analisa kadar vitamin A yang rendah adalah salah satu jenis penyakit infeksi dengan lama hari
sebesar 8% dan serum vitamin A kurang sebesar sakit yang rendah.
32%.
Pada kondisi sosial ekonomi keluarga Hubungan Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan
kategori miskin, sebagian besar subjek memi- Status Vitamin A dengan Status Gizi
liki tingkat kecukupan vitamin A kurang (57.1%). Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak
Hal tersebut diduga karena keterbatasan ekonomi terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
sehingga ketersediaan pangan sumber vitamin A kecukupan energi dengan status gizi (p>0.05). Ha-
kurang. Agrawal dan Agrawal (2013) menunjukkan sil uji hubungan juga menunjukkan bahwa tidak
bahwa pada keluarga dengan status sosial ekonomi terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
rendah, anak tidak memperoleh asupan vitamin A kecukupan protein dengan status gizi (p>0.05). Hal
yang cukup, sedangkan pada keluarga dengan status tersebut diduga karena ketersediaan pangan sumber
sosial ekonomi tinggi, kebutuhan vitamin A anak energi dan protein yang kurang sehingga sebagian
dapat terpenuhi dengan baik. besar subjek berstatus gizi normal berada pada ting-
kat kecukupan defisit.
Status Kesehatan Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa tidak
Morbiditas dalam penelitian ini merupakan terdapat hubungan yang signifikan antara status
angka kesakitan subjek selama dua minggu sebe- vitamin A dengan status gizi (p>0.05). Hal ini diduga
lum diwawancara. Morbiditas diketahui berdasar- karena status vitamin A dari seorang anak dipengaruhi
kan penyakit infeksi yang diderita anak dan lama oleh beberapa faktor, tidak hanya dari status gizi.
sakit melalui wawancara langsung pada anak dan Faktor-faktor yang memengaruhi status vitamin
ibu. Kisaran angka morbiditas subjek yaitu 020 A seseorang yaitu konsumsi makanan, cadangan
dan nilai rata-rata angka morbiditas yaitu 4.45.4. vitamin A di dalam hati, faktor sosial ekonomi, dan
Angka morbiditas yang bernilai nol (0) menunjuk- faktor penyakit (status defisiensi) (Almatsier et al.
kan bahwa subjek selama 2 minggu sebelum di- 2011).
wawancara tidak menderita penyakit infeksi. Jenis
penyakit yang diderita oleh sebagian besar subjek Hubungan Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan
yaitu demam dan ISPA. Tabel 7 menunjukkan bahwa Status Vitamin A
subjek yang menderita demam lebih tinggi (54.8%) Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa
dibandingkan subjek yang menderita ISPA (48.4%). tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
Pada penyakit infeksi, demam dapat diakibatkan tingkat kecukupan vitamin A dengan status vitamin
oleh gangguan sistem imun, panas yang berlebih- A (p>0.05). Hal ini diduga karena status vitamin A
an, dehidrasi, infeksi virus yang bersifat self dari seorang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
limited maupun infeksi bakteri, parasit, jamur tidak hanya dari asupan vitamin A. Faktor-faktor
(Susanti 2012). yang memengaruhi status vitamin A seseorang salah
Tabel 7. Sebaran Subjek berdasarkan Jenis Penya- satunya adalah cadangan vitamin A didalam hati
kit yang diderita selama 2 Minggu Terakhir (Almatsier et al. 2011). Ketika simpanan vitamin A
di dalam hati menurun dibawah level kritis, retinol
Jenis Penyakit n % serum juga akan menurun, dan dapat dijadikan
ISPA 15 48.4 sebagai indikator simpanan vitamin A di dalam hati
Diare 3 9.7 (Stephensen et al. 2002).
Demam 17 54.8
KESIMPULAN
Penyakit Kulit 5 16.1
Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari sepa- Nilai rata-rata tingkat kecukupan energi sub-
ruh subjek memiliki angka morbiditas pada kategori jek termasuk dalam kategori normal (90110%).

114 JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014


Asupan dan Status Vitamin A Anak SD

Persentase terbesar tingkat kecukupan energi subjek Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assessment.
secara keseluruhan berada pada kategori normal. Oxford University Press, New York.
Sementara itu, nilai rata-rata dari tingkat kecukup- Gusthianza J. 2010. Studi Efikasi Pemberian Mi Instan
an protein termasuk dalam kategori defisit ringan Yang Diperkaya Red Palm Oil (RPO) Terhadap
(80<90%). Secara keseluruhan, persentase terbe- Peningkatan Kadar Retinol Serum Dan Respon
sar subjek berada pada kategori tingkat kecukupan Imun Anak Sekolah Dasar Usia 79 Tahun.
protein dengan kategori defisit berat (38.6%). Nilai [SKRIPSI] Institut Pertanian Bogor.
rata-rata tingkat kecukupan vitamin A termasuk da- Herman S. 2007. Masalah Kurang Vitamin A (KVA)
lam kategori cukup (>77%), lebih dari separuhnya dan Prospek Penanggulangannya. Media Lit-
memiliki tingkat kecukupan vitamin A dengan ka- bang Kesehatan Volume XVII Nomor 4 Tahun
tegori cukup (54.8%). Sebagian besar subjek memi- 2007.
liki status gizi normal (93.5%). Lebih dari separuh Hidayati RN. 2010. Hubungan asupan makanan
subjek (58.1%) memiliki status vitamin A dengan ka- anak dan status ekonomi keluarga dengan
tegori rendah. status gizi anak usia sekolah di Kelurahan
Tidak ada hubungan yang signifikan antara Tuhu Kecamatan Cimanggis Kota Depok [ter-
tingkat kecukupan energi dan protein dengan status hubung berkala] ejournal.stikes-ppni.ac.id/
gizi, tingkat kecukupan vitamin A dengan status article/9/1/article.pdf (24 Februari 2014).
vitamin A, dan status vitamin A dengan status gizi Kapil U & Sachdev HPS. 2013. Massive dose vitamin
(p>0.05). A programme in India-Need for a targeted ap-
Penelitian ini menggunakan metode recall proach. Indian Journal Medical Research, 138,
2x24 jam. Metode tersebut memiliki kelemahan 411417.
yaitu kurang menggambarkan konsumsi pangan Moshki M & Bahrami M. 2013. Food consumption be-
subjek karena hanya mengandalkan daya ingat havior among elementary students of Gona-
seseorang dan memiliki banyak kelemahan. Oleh bad. Zahedan Journal of Research in Medical
karena itu, sebaiknya dalam penelitian konsumsi Sciences, 15(3), 6567.
pangan selanjutnya perlu dilakukan pendampingan Mustamin H. 2013. Faktor-faktor pengaruh tingkat
oleh orangtua dalam melakukan recall agar dapat pendidikan anak di pemukiman kumuh Kota
mengurangi kelemahan dari metode ini. Selain Makassar. Jurnal Lentera Pendidikan, 16(2),
itu, kepada pemerintah dan keluarga agar lebih 151165.
meningkatkan mutu dan kualitas konsumsi pangan Rahman MM, Tofail F, Wahed MA, Fuchs GJ, Baqui
dengan konsumsi pangan yang lebih beragam demi AH, & Alfarez JO. 2004. Short-term supple-
terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. mentation with zinc and vitamin A has no sig-
nificant effect on the growth of undernour-
DAFTAR PUSTAKA ished Bangladeshi children. American Journal
of Clinical Nutrition, 75, 8791.
Agrawal S & Agrawal PK. 2013. Vitamin A supple- Saputra W & Nurrizka RH. 2012. Faktor demografi
mentation among children in India: Does their dan risiko gizi buruk dan gizi kurang. Makara
socioeconomic status and the economic and Kesehatan, 16(2), 95101.
social development status of their state of Stephensen CB, Franchi LM, Hernandez H, Campos
residence make a difference?. International M, Colarossi A, Gilman RH & Alvarez JO. 2002.
Journal of Medicine and Public Health, 3(2), Assessment of vitamin A status with the rela-
4852. tive-dose-response test in Peruvian children
Almatsier S, Soetardjo S, & Soekatri M. 2011. Gizi recovering from pneumonia. American Jour-
Seimbang dalam Daur Kehidupan. Gramedia nal of Clinical Nutrition, 76 (6), 6 1351-1357
Pustaka Utama, Jakarta. Suryawati C. 2005. Memahami kemiskinan secara
Arnelia. 2011. Karakteristik remaja dengan riwayat multidimensional. Jurnal Manajemen Pe-
gizi buruk dan pendek pada usia dini. Jurnal layanan Kesehatan, 8(3), 121129.
Gizi dan Pangan, 6(1), 4250. Susanti N. 2012. Efektifitas kompres dingin dan ha-
Briawan S, Hardinsyah, Muhilal, Setiawan B, & Mar- ngat pada penatalaksanaan demam. Saintis,
liyati SA.2007.Efikasi Suplemen Besi-Multi- 1(1), 5564.
vitamin untuk perbaikan Status Besi Remaja Widyastuti N. 2006. Akurasi food recall dan food
Wanita. Gizi Indonesia, 30(1), 3646. record dalam akurasi Simplified Dietasi As-
De Onis M, Onyango AW, Borghie E, Fiyam A, Nishi- sessment (SDA) pada anak usia sekolah untuk
da C, & Siekmann J. 2007. Development of a identifikasi resiko kurang vitamin A. Jurnal
WHO growth reference for school-aged chil- Penyuluhan Pertanian,2(1), 112123.
dren and adolescents. Bulletin of the World Williams LK, Veitch J, Ball K. 2011. What helps
Health Organization 2007, 85, 660667. children eat well? A qualitative exploration

JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014 115


Marliyati dkk.

of resilience among disadvantaged families.


Health Education Center, 26(2), 296307.
Zeba A, Prevel YM, Some IT, & Delisle HF. 2006.
The positive impact of red palm oil in school
meals on vitamin A status: study in Burkina
Faso. Nutrition Journal, 5, 1726.

116 JGP, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014

You might also like